Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) Dan Suhu Pemasakan Terhadap Karakteristik Se’i Tuna
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 10, Nomor 1, bulan April, 2022
Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buze-Kurz) dan Suhu Pemasakan terhadap Karakteristik Se’iaTuna
Electrical Effect of Tabah Bamboo (Gigantochloa nigrociliata Buze-Kurz) Liquid Smoke Concentration and Cooking Temperature on Se’i Tuna Characteristics
Pande Putu Raditya Premananda Meranggi, Pande Ketut Diah Kencana*, I Putu Surya Wirawan
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Badung, Bali, Indonesia
*Email: [email protected]
Abstrak
Ikan Tuna merupakan makanan yang disukai masyarakat karena kaya akan nutrisi sehingga membutuhkan perlakuan berkelanjutan guna menjaga ketahanan mutu yang lebih baik. Upaya yang dapat dilakukan guna menjaga ketahanan mutu yang lebih baik adalah dengan menggunakan metode asap cair. Penggunaan asap cair memiliki banyak keuntungan diantaranya mudah diaplikasikan, dapat memberikan karakteristik khas pada produk berupa kenampakan, aroma, tekstur, rasa yang lebih menarik, dan tidak mencemari lingkungan. Asap cair yang digunakan adalah asap cair bamboo tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan terhadap karakteristik Se’i Tuna. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi asap cair, terdiri dari 2%, 4%, dan 6% dan faktor kedua adalah suhu pemasakan, terdiri dari 80oC, 90oC, dan 100oC. Kombinasi perlakuan terbaik adalah pada konsentrasi asap cair 6% dan suhu pemasakan 100oC, dengan pemanasan selama 4 jam menghasilkan nilai kadar air 50,46%; kadar protein 17%; pH 5,53; kadar abu 2,81%; uji sensori kenampakan 8,07; aroma 8,73; rasa 8,73; dan tekstur 8,60.
Kata Kunci: asap cair, bambu tabah, se’i tuna
Abstract
Tuna fish is a food that people like because it has rich nutrients so it requires continuous treatment to maintain a better quality. To maintain a better quality of tuna fish is using the liquid smoke method. The application of liquid smoke has many advantages among other methods because its easy application, giving the product distinctive characteristics in the form of a more attractive appearance, aroma, texture, taste, and does not pollute the environment. The liquid smoke was used from tabah bamboo (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). This study aims to determine the effect of the concentration of liquid bamboo smoke and cooking temperature on the characteristics of Se'i Tuna. The method used was a factorial completely randomized design with two factors. The first factor is the concentration of liquid smoke (consisting of 2%, 4%, and 6%) and the second factor was the cooking temperature (consisting of 80oC, 90oC, and 100oC). The best treatment combination was at a concentration of 6% liquid smoke and a cooking temperature of 100oC by heating for 4 hours, the water content was 50.46%, protein content 17%, pH 5.53, ash content 2.81%, appearance sensory test 8,07, flavor 8,73, taste 8,73, and texture 8,60.
Keywords: liquid smoke, se’i tuna, tabah bamboo
PENDAHULUAN
Ikan Tuna merupakan makanan yang disukai masyarakat karena cita rasa yang lezat dan berbagai nutrisi yang terkandung didalamnya. Kandungan nutrisi ikan tuna terdiri dari: kadar protein (23,2%), kadar air (74%), dan kadar abu (1,3%) (Departement of Health, Education and Walfare, 1972). Berdasarkan
kandungan nutrisi ikan tuna tersebut, maka ikan tuna termasuk ikan yang berprotein tinggi. Hal tersebut mengakibatkan ikan tuna paling banyak dicari di laut Indonesia dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi (Mailoa et al., 2019), sehingga membutuhkan perlakuan berkelanjutan guna menjaga ketahanan mutu yang lebih baik. Upaya yang dapat dilakukan guna menjaga
ketahanan mutu ikan adalah dengan menggunakan metode asap cair (Sutanaya et al., 2018). Asap cair merupakan hasil teknik pirolisis dimana senyawa yang menguap dari reaktor panas akan berkondensasi pada sistem pendingin (Simon et al., 2005; Sitanggang et al., 2020). Asap cair telah digunakan secara luas dalam sistem pangan untuk memberikan karakteristik rasa yang mirip dengan produk makanan yang diasapi (Varlet et al., 2010; Darmadji, 2002). Seiring dengan perkembangannya, asap cair digunakan untuk memberikan efek terhadap aroma, rasa dan warna yang spesifik (Leki & Mardyaningsih, 2017).
Se’i (daging asap) merupakan produk tradisional khas Nusa Tenggara Timur. Hal ini dikarenakan produk tersebut memiliki rasa, bau, dan warna yang khas (Tapatfeto 1998; Jakung et al., 2020). Selama ini, pengasapan yang dilakukan masih menggunakan metode tradisional dan memiliki kelemahan seperti rasa dan konsentrasi asap dalam produk tidak seragam (Turnip et al., 2020). Pengasapan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu pengasapan panas, pengasapan dingin, pengasapan elektrik, dan pengasapan cair (Murniati dan A. S. Sunarman, 2000). Pengasapan panas adalah proses pengasapan ikan yang dekat dengan sumber asap, dimana menggunakan suhu antara 70-100oC, dan pengasapan selama 2-4 jam (Frayogo, 2019).
Asap cair yang digunakan pada penelitian ini berasal dari bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz). Proses pirolisis pada tanaman atau kayu dapat menghasilkan senyawa kompleks (S. Budijanto et al., 2008). Bambu tabah mengandung hemiselulosa, selulosa dan lignin dimana saat pembakaran (pirolisis) menghasilkan senyawa-senyawa kimia, seperti asam, fenol dan karbonil (S Wibowo et al., 2012). Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat aktivitas bakteri sehingga asap cair berbahan dari bambu tabah dapat menambah masa simpan suatu produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan serta mendapatkan kombinasi perlakuan terbaik terhadap karakteristik Se’i Tuna dengan konsentrasi asap cair bambu tabah (Gigantochloa anigrociliata Buse-Kurz) dan suhu pemasakan yang berbeda.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di Laboratorium Pascapanen, Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam, Laboratorium Pengolahan Pangan, dan Laboratorium Analisis Pangan Gedung Agrokomplek Lantai III, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitasi Udayana. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2021 - Maret 2021.
Alat dan Bahan
Alat penelitian yang digunakan yaitu baskom, cold box berukuran 40cm x 50cm, oven listrik (LABO DO 255), timbangan digital, erlenmeyer, desikator, labu kjedal, soxhlet, cawan porselin, gelar ukur, gelas beker, pisau, talenan, pH meter, dan peralatan tulis. Penelitian ini menggunakan bahan yaitu asap cair dari batang bambu tabah yang berumur minimal 2 tahun, ikan tuna berukuran panjang 40-50 cm, lebar 17 cm dan ketebalan 8 cm dengan berat rata-rata 1 kg setiap ekornya sebanyak 6 ekor, NaOH, H2SO4 pekat, tablet kjeldahl, asam borat, phenolphthalein 1%, HCl 0,1 N, aquades dan air kemasan.
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dan 3 perlakuan dengan dua kali pengulangan. Faktor pertama yaitu konsentrasi asap cair terdiri dari tiga perlakuan yaitu 2% (K1), 4% (K2) dan 6% (K3). Faktor kedua yaitu suhu pemasakan yang terdiri dari tiga perlakuan dengan suhu 80oC, 90oC, dan 100oC. Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Analysis of variance) dan apabila perlakuan berpengaruh nyata (P>0,05) dilanjutkan dengan uji Duncan.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Asap Cair Batang Bambu Tabah Batang bambu tabah menjadi bahan utama dalam proses pembuatan asap cair ini. Bahan bambu tabah yang digunakan adalah batang bambu tabah yang sudah berumur minimal 2 tahun sebanyak 3 kg yang sudah dipotong dengan ukuran 5 cm. Bambu tabah tersebut dikeringkan dengan sinar matahari selama 7 hari untuk menyeragamkan tingkat kekeringan pada bambu (Diatmika et al., 2019). Kemudian dilakukan proses pirolisis pada batang bambu tabah yang sudah dikeringkan menggunakan pirolisator dengan suhu 400oC. Bahan baku dimasukkan kedalam reactor pirolisis dan dilakukan pemanasan menggunakan kompor.
Selama proses pemanasan, bambu tabah yang terdapat dalam pirolisator mengalami perombakan senyawa menjadi fase gas. Proses pirolisis menghasilkan asap cair grade 3 yang belum dapat diaplikasikan ke produk pangan karena masih mengandung senyawa tar bersifat karsinogenik, sehingga dilakukan proses pemurnian (destilasi) dengan suhu 150oC. Proses destilasi dilakukan sebanyak 2 kali untuk mendapatkan asap cair grade 1 yang layak diaplikasikan ke produk pangan.
Pengaplikasian Asap Cair Bambu Tabah
Bahan baku yang digunakan yaitu ikan tuna sirip kuning (Yellowfin Tuna) segar. Menurut SNI 2729:2013, karakteristik ikan segar yaitu memiliki penampakan mata cerahj serta cemerlang, bau segar, tekstur elastis, kompak dan padat. Bahan baku yang digunakan yaitu ikan tuna yang diperoleh dari Pasar Ikan Kedonganan. Bahan baku yang di dapat diletakkan kedalam cold box yang diisi es dan langsung dibawa ke Laboraturium penelitian. Dilakukan proses penyiangan pada bahan baku dengan membuang insang, sirip, dan isi perut ikan, kemudian dipotong menjadi beberapa bagian sehingga mendapat bahan baku menjadi 18 unit dengan berat rata-rata 200 gram dan ketebalan 4 cm per unit. Selanjutnya bahan baku dicuci dan direndam sampai keseluruhan permukaannya dengan menggunakan larutan asap cair batang bambu tabah dengan konsentrasi 2%, 4%, 6% selama 30 menit. Setelah proses perendaman, ditiriskan selama 15 menit, selanjutnya dilakukan proses pemasakan ikan dengan menggunakan oven listrik pada suhu yang berbeda, yaitu 80oC, 90oC, 100oC dan lama pemasakan selama 4 jam. Ikan tuna disusun sejajar di dalam oven dengan tujuan pematangan yang merata pada keseluruhan permukaan ikan.
Parameter Penelitian
Kadar Air
Kadar air merupakan jumlah air yang terkandunga dalam bahan. Penampakan, tekstur, dan cita srasa pada bahan pangan dipengaruhi oleh kadar air yan terkandung. Metode pemanasan merupakan salah satu cara yang dapat digunakana untuk menganalisa kadar air (Turnip et al., 2020). Langkah pengujian kadar air, yaitu sebanyak 5 gram sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui berat keringnya. Selanjutnya, dikeringkan dalam oven dengan menggunakan suhu 100-105°C selama 5 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator
selama 30 menit lalu ditimbang. Sampel dipanaskan kembalia dalam oven selama 30 menit. Selanjutnya didinginkan kembali dalam desikator dan ditimbang kembali beratnya. Hal tersebut dilakukan hingga diperoleh aberat konstan.
Kadar Air = BB-BK x 100% [1]
BB
Keterangan:
BB = Berat basaha
BK = Berat keringa
Kadar Protein
Metode Mikro Kjeldahl merupakan salah satu caraa yang dapat digunakan untuk menganalisis nilai kadar protein (Andika et al., 2020). Prosedur analisisnya dimulai dari pengambilan sampel yang telah dihaluskan sebanyak 0,5 gram, lalu dimasukan ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya, ditambahkan 0,5 gram tablet kjeldahl dan 5ml H2SO4 pekat, kemudian didestruksi hingga berubah warna menjadi bening, lalu didinginkan. Larutan jernih dipindahkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 50 ml aquades. Selanjutnya 25 ml NaOH 50%, 3 tetes indicator pnenolphthalein (PP) dan 0,5 gram Zn, lalu didistilasi. Distilat terbaru ditampung dalam labu ukur yang berisi 10 ml asam borak 3% dan ditunggu hingga filtrate yang dihasilkan sebanyak 50 ml. Filtrat dipindahkan kedalam Erlenmeyer untuk dititrasi dengan HCll 0,1 N hingga terjadi filtrate mengalami perubahan warna menjadi orange pucat.
Kadar protein dihitung dengan rumus
perhitungan:
%N
(MC - MB)x NC x 14,007 MS
x 100%
[2]
Kadar protein = %N x FK (6,25) [3]
Keterangan:
MC = ml HCL sampel
MB = ml HCL blanko
NC = N HCL
MS = mg sampel
FK = Faktor Konversi
Nilai pH
Pengukuran nilai pH dilakukan dengan menggunakana alat pH meter (AOAC, 1995). Urutan kerja pengukuran nilai pH dimulai dari penimbangan sampel yang telah dihaluskan seberat 5 gram. Tambahkan 5 ml aquades, lalu 156
dihomogenkan menggunakan mortar selama 1 menit. Selanjutnya tuangkan ke dalam beker gelas, kemudian diukur pH nya menggunakan pH meter, dan kemudian dicatat hasilnya.
Kadar Abu
Kadar abu menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Menurut Winarno, (1997), umumnya bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai kadar abu. Analisis kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan (Sudarmaji et al., 1997; Turnip et al., 2020). Prosedur analisisnya yaitu sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 3 g dan dimasukkan dalam cawan porselin kemudian dipijarkan dalam hot plate hingga sampel tidak mengeluarkan asap. Selanjutnya sample dimasukkan ke dalam muffle dengan suhu 650°C selama 5 jam hingga diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Selanjutnya sampel didinginkan menggunakan desikator selama 30 menit dan ditimbang.
Kadar Abu = BA(^x 100% [4]
BB (g)
Keterangan:
BA = Berat abu
BB = Berat bahan
Sensori
Penilaian mutu ikan secara sensori menggunakan panca indera. Metode ini merupakan cara yang digunakan untuk mengukur dan menganalisa karakteristik dari suatu bahan pangan. Uji sensori dilakukan oleh 15 orang panelis. Produk se’i Tuna yang sudah tersedia diatas meja langsung diuji mulai dari kenampakan, bau, rasa, dan tekstur sesuai dengan SNI 2725.1:2009 tentang ikan asap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air Se’i Tuna yang dihasilkan. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kadar air terendah adalah 50,46% terdapat pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3), sedangkan nilai kadar air tertinggi adalah 71,45% terdapat pada perlakuan konsentrasi 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1). Hasil
pengukuran kadar air Se’i Tuna dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata kadar air (%) Se’i Tuna dari kombinasi konsentrasi dan Suhu pemasakan. | |
Konsentrasi |
Suhu Pemasakan (oC) S1 S2 S3 |
K1 71.45a 64.37d 57.06g K2 69.15b 61.78e 53.31h K3 65.99c 59.59f 50.46i Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05). |
Kadar air mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan rasa sehingga merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada pangan. Kehilangan air pada produk disebabkan karena penggunaan asap cair (Leroi dan Joffraud, 2000; Sitanggang et al., 2020) Selain itu, dalam proses penurunan jumlah kadar air juga dibantu oleh suhu pemasakan. Seperti pernyataan Fellows, (2009), dimana proses pengovenan yang dilakukan dapat mempengaruhi nilai kadar air. Semakin tinggi suhu peng-ovenan menyebabkan semakin rendah jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan. Hal ini dikarenakan selama proses pemasakan, kadar air akan berkurang karena air bebas yang terkandung dalam bahan mengalami penguapan. Oleh karena itu, konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan mempengaruhi kandungan kadar air Se’i Tuna.
Kadar Protein
Hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhuapemasakan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein Se’i Tuna yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar protein terendah adalah 12,65% terdapat pada perlakuan konsentrasi 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1), asedangkan nilaiakadar protein tertinggi adalah 17% terdapat pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3). Hal tersebut membuktikan bahwa kadar protein akan semakin meningkat seiring dengan tingginya penggunaan konsentrasi asap cair. Hasil pengukuran kadar protein Se’i Tuna dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata kadar protein (%) Se’i
Tuna dari kombinasi konsentrasi asap suhu pemasakan. |
cair dan | ||
Konsentrasi |
Suhu Pemasakan S1 S2 |
(oC) S3 | |
K1 |
12.65h |
14.24e |
15.73c |
K2 |
13.62g |
15.29d |
16.12b |
K3 |
13.95f |
15.63c |
17a |
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Nilai kadar protein dipengaruhi oleh konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan. Hal tersebut disebabkan oleh senyawa protein terkonsentrasi akibat menguapnya air bebas di dalam daging ikan (Jakung et al., 2020). Berdasarkan kelarutannya, protein terbagi menjadi dua bagian, yaitu protein larut air, dan protein tidak larut air. Protein larut air akan tertinggal dalam ikan dengan menguapnya sebagai air bebas (Buckle et al., 2007). Oleh karena itu, konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan mempengaruhi nilai kadar protein Se’i Tuna.
Nilai pH
Hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan berpengaruh nyataa(P<0,05) terhadap nilai pH Se’i Tuna yang dihasilkan. Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai pH tertinggi adalah 6,71 terdapat pada perlakuan konsentrasi 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1), sedangkan nilai pH terendah adalah 5,53 terdapat pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3). Hal tersebut membuktikan bahwa penggunaan asap cair dan suhu pemasakan memiliki pengaruh terhadap nilai pH ikan.
Tabel 3. Nilai rata-rata pH Se’i Tuna dari kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan.
Konsentrasi |
Suhu Pemasakan (oC) | ||
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
6.71a |
6.39c |
5.89e |
K2 |
6.41b |
6.02d |
5.62f |
K3 |
6.18b |
5.85e |
5.53g |
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Menurut Sutanaya et al., 2018, ikan yang diolah menggunakan asap cair akan memiliki pH lebih rendah (lebih asam) dari pH ikan segar. Hal tersebut juga sejalan dengan pernyataan Lala et al., (2017) , semakin tinggi konsentrasi asap cair yang ditambahkan menyebabkan semakin rendah atau asam nilai pH produk tersebut. Hal tersebut dikarenakan asap cair mengandung senyawa asam (Maga 1998). Kandungan nilai pH juga dipengaruhi oleh suhu pemasakan yang digunakan. Menurut Lala et al., (2017), rendahnya nilai pH produk dikarenakan semakin tingginya suhu pemasakan yang diberikan dengan iwaktu pengasapan yang cukup lama sehingga asap cairo yang terserap dan melekat dalam bahan lebih banyak, dan senyawa asam yang terserap dapat mengikat produk tersebut.
Kadar Abu
Hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar abu Se’i Tuna. Tabel 4 menunjukkan nilai kadar abu tertinggi adalah 2,81% terdapat pada perlakuan konsentrasi 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3), sedangkan nilai kadar abu terendah adalah 1,92% terdapat pada perlakuan konsentrasi 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1). Hasil pengukuran kadar air Se’i Tuna dapat dilihat padai Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata kadar abu (%) Se’i Tuna dari kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan
Konsentrasi |
Suhu Pemasakan (oC) | ||
S1 |
S2 |
S3 I | |
K1 |
1.92g |
2.03e |
2.27c |
K2 |
2.02f |
2.25e |
2.57b |
K3 |
2.24f |
2.52d |
2.81a |
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata
ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Jumlah kadar abu yang terkandung dapat menentukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Semakin tinggi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan yang diberikan menyebabkan nilai kadar abu akan semakin tinggi. Nilai kadar abu akan berbanding terbalik dengan kadar air. Semakin rendah kadar air akan menyebabkan nilai kadar abu akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena sedikitnya jumlah air yang terkandung dalam bahan, 158
sehingga perlakuan dengan penambahan asap cair dan suhu pemasakan serta kombinasi kedua perlakuan mempengaruhi kandungan kadar abu Se’i Tuna.
Uji Sensori
Uji sensori merupakan suatu uji penginderaan yang dilakukan pada bahan pangan. Metode ini merupakan suatu cara untuk mengukur, menganalisa dan menginterprestasikan karakter dari suatu bahan. Produk Se’i Tuna yang sudah tersedia dinilai oleh 15 orang panelis meliputi sensori kenampakan, aroma, rasa, dan tekstur menggunakan uji skoring sesuai dengan SNI 2725.1:2009 tentang ikan asap.
Kenampakan
Hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan pada Se’i Tuna berpengaruh sangat inyataa (P<0,01). Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori kenampakan diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3) yaitu sebesar 8,07 dengan kriteria kenampakan utuh, bersih, berwarna coklat, dan mengkilap. Sedangkan nilai terendah uji sensori kenampakan diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 2% dan suhu pemasakan 80oC yaitu sebesar 5,27 (K1S1) dengan kriteria kenampakan utuh, bersih, berwarna coklat, dan kusam. Pengujian sensori kenampakan Se’i Tuna dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata uji sensori kenampakan Se’i Tuna dengan kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan.
Suhu Pemasakan (oC) Konsentrasi
K1 5.27e 6.33cd 7.40ab
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Kenampakan merupakan kondisi yang dilihat secara visual keseluruhan produk menggunakan indra penglihatan. Senyawa karbonil dari asap cair menyebabkan kenampakan produk berwarna semakin coklat keemasan. Nilai kenampakan sangat dipengaruhi oleh jumlah kadar air pada bahan, dimana nilai kenampakan akan semakin tinggi dengan rendahnya kadar air
(Lombongadil et al., 2013). Oleh karena itu, kombinasi perlakuan asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan berpengaruh terhadap sensori kenampakan Se’i Tuna.
Aroma
Hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata uji sensori aroma Se’i Tuna. Tabel 6 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3) yaitu sebesar 8,73 dengan kriteria sensori harum asap cukup dan tanpa bau tambahan mengganggu. Sedangkan nilai terendah uji sensori aroma diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1) yaitu sebesar 5,80 dengan kriteria sensori aroma hampir netral dan ada sedikit aroma tambahan. Pengujian sensori aroma Se’i Tuna dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata uji sensori aroma Se’i Tuna dari kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan.
Konsentrasi |
Suhu Pemasakan (oC) | ||
S1 |
S2 |
S3 | |
K1 |
5.80b |
8.07a |
8.33a |
K2 |
5.93b |
8.33a |
8.60a |
K3 |
6.47b |
8.47a |
8.73a |
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Sensori aroma akan semakin meningkat disebabkan semakin tingginya konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan. Pada proses pirolisis, lignin menghasilkan senyawa fenol yang berperan terhadap aroma asap dari produk produk hasil pengasapan (Darmadji, 2002). Aroma khas pada produk disebabkan oleh semakin tingginya konsentrasi asap yang diberikan (Afrianto dan Liviawaty, 1989; Andika et al., 2020).
Rasa
Hasilianalisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan Se’i Tuna berpengaruha sangat anyataa (P<0,01) terhadap nilai rata-rata uji sensori rasa Se’i Tuna. Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori rasa diperoleh pada perlakuan
konsentrasi asap cair bambu tabah 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3) yaitu sebesar 8,73 dengan kriteria sensori rasa enak dan gurih. Sedangkan nilai rata-rata terendah uji sensori rasa diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1) yaitu sebesar 6,47 dengan kriteria sensori rasa kurang enak dan kurang gurih. Pengujian sensori rasa Se’i Tuna dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata uji sensori rasa Se’i Tuna dari kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan.
Konsentrasi |
Suhu S1 |
Pemasakan S2 |
(oC) S3 |
K1 |
6.47d |
7.93bc |
8.07ab |
K2 |
6.33d |
8.07abc |
8.60ab |
K3 |
7.40c |
8.33abc |
8.73a |
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Rasa dipengaruhi oleh faktor konsentrasi, suhu, kimia, dan interaksi degan komponen rasa lain (Winarno, 1997). Senyawa fenol berperan dalam pembentukan rasa pada produk asapan (Girrard, 1992). Semakin tinggi konsentrasi dan suhu pemasakan yang diberikan, semakin meningkat rasa asap pada bahan serta kombinasi perlakuan asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan berpengaruh terhadap sensori rasa Se’i Tuna.
Tekstur
Hasil analisis sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkanoobahwa kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan pada Se’i Tuna berpengaruhi sangat anyata (P<0,01) terhadap nilai rata-rata uji sensori tekstur Se’i Tuna. Pengujian sensori tekstur Se’i Tuna dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai rata-rata uji sensori tekstur Se’i Tuna dari kombinasi konsentrasi asap cair dan suhu pemasakan.
Suhu Pemasakan (oC) Konsentrasi
Keterangan: Nilai yang tidak berbeda nyata ditunjukkan oleh huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom (P>0,05).
Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai tertinggi uji sensori tekstur diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair bambu tabah 6% dan suhu pemasakan 100oC (K3S3) yaitu sebesar 8,60 dengan kriteria sensori tekstur padat, kompak, kering, antar jaringan erat. Sedangkan nilai terendah uji sensori tekstur diperoleh pada perlakuan konsentrasi asap cair 2% dan suhu pemasakan 80oC (K1S1) yaitu sebesar 5,53 dengan kriteria sensori tekstur kurang kering, antar jaringan longgar.
Bagian penting dari mutu makanan selain kenampakan, aroma, dan rasa, adalah tekstur. Perubahan kekerasan pada ikan dari tekstur keras menjadi lembek menunjukkan ikan telah mengalami kemunduran mutu atau pembusukan didukung oleh perubahan warna, bau busuk dan kenampakan (Kalista et al., 2018; Mbalur et al., 2021). Tekstur sangat berkaitan dengan kadar air. Semakin tinggi kadar air, maka semakin lunak tekstur bahan, begitu juga sebalikmya. Nilai tekstur akan semakin tinggi dengan semakin rendahnya jumlah kadar air suatu bahan (Enampato, 2011; Frayogo, 2019). Hal tersebut dikarenakan seiring dengan menurunnya kadar air, daging ikan akan semakin padat. Oleh karena itu, semakin tinggi konsentrasi asap cair bambu tabah dan suhu pemasakan menyebabkan nilai sensori tekstur semakin baik.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan asap cair bambu tabahadan perbedaan suhu pemasakan berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap kadar air, kadar abu, dan uji sensori meliputi kenampakan, aroma, rasa & tekstur dan berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar protein dan nilai pH. Kombinasi perlakuan terbaik adalah konsentrasi asap cair bambu tabaha 6% dengan suhu pemasakan 100oC, kadar air 50,46%, kadar protein 17%, pH 5,53, kadar abu 2,81%, uji sensori kenampakan 8,07, aroma 8,73, rasa 8,73, dan tekstur dengan nilai 8,60.
Saran
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan maka disarankan untuk menggunakan konsentrasi asap cair bambu tabah 6% dengan suhu pemasakan 100oC untuk menghasilkan karakteristik Se’i Tuna terbaik sesuai dengan standar yang berlaku, dan diperlukan penelitian
lanjutan terkait cemaran mikroba, kadar lemak, dan masa simpan produk.
DAFTAR PUSTAKA
Andika, I. K. A. S., Kencana, P. K. D., &
Gunadnya, I. B. P. (2020). Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) terhadap Karakteristik Ikan Lele (Clarias Sp) Asap. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 346.
AOAC. (1995). Official Methods of Analyses. 16th ed. Association of Offical Analytical Chemist. Washington, D C.
Buckle, K. A., R.A. Edwards., G.A. Fleet., dan M. Wooton. (1987). Food science. Universitas Indonesia. (Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono, Judul: Ilmu Pangan).
Darmadji, P. (2002). Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metoda Redesilasi (Optimation of Liquid Smoke Purification by Redistilation Method). Jurnal.Teknologi. Dan Industri Pangan, 13(3), 267–271.
Departement of Health, Education and Walfare. (1972). IPB (Institut Pertanian Bogor).
Diatmika, I. G. N. A. Y. A., Kencana, P. K. D., & Arda, G. (2019). Karakteristik Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) yang Dipirolisis pada Suhu yang Berbeda. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 7(2), 271.
Fellows. (2009). Food Processing Technology: Principles and Practice. Cambridge, United Kingdom: Elsevier Science & Technology.
Frayogo, D. F. (2019). Perbedaan Pengasapan Panas dan Pengasapan Dingin Terhadap Mutu Katsuobushi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis). Fakultas Perikanan Dan Kelautan, 1–11.
Girrard, J. P. 1992. (1992). Smoking in Technology of Meat Products. Ferrand C, Horwood E, editor.
Jakung, M. L. Y., Pudja, A. R. P., & Kencana, P. K. D. (2020). Pengaruh Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dan Suhu Pemasakan terhadap Mutu Se’i Bandeng. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian, 8(April), 93–102.
Kalista, A., Redjo, A., & Rosidah, U. (2018). Analisis Organoleptik (Scoring Test) Tingkat Kesegaran Ikan Nila Selama Penyimpanan. Jurnal Fishtech, 7(1), 98–103.
Lala, N. S., Pongoh, J., & Taher, N. (2017). Penggunaan Asap Cair Cangkang Pala (Myristica fragrans) Sebagai Bahan
Pengawetpada Pengolahan Ikan Tongkol
(Euthinnus affinis) Asap. Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(1), 24.
Leki, A., & Mardyaningsih, M. (2017). Analisis Tekno-Ekonomi dan Efisiensi Usaha Se’i Tuna Asap Cair Daun Kesambi. 8(September), 1–7.
Lombongadil, G. P., Reo, A. R., & Onibala, H. (2013). Studi Mutu Produk Ikan Japuh (Ellis Hardwood C.V.) Asap Kering Industri Rumah Tangga di Desa Tumpaan Baru, Kecamatan Tumpaan. Media Teknologi Hasil Perikanan, 1(2), 47–53.
Mailoa, M. N., Lokollo, E., Nendissa, D. M., & Harsono, P. I. (2019). Karakteristik Mikrobiologi dan Kimiawi Ikan Tuna Asap. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 22(1), 89–99.
Mbalur, A. Y. D., Kencana, P. K. D., I. A. S. W. (2021). Penentuan Umur Simpan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Asap pada Konsentrasi Asap Cair Bambu Tabah dan Suhu Pengovenan yang Berbeda. 10(April), 4–5.
Murniati dan A. S. Sunarman. (2000). Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara
S. Budijanto, Rokhani Hasbullaly, Sulusi Prabawati , Setiadjit, Sukarno, I. Z. (2008). Kajian Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa Untuk Produk Pangan. 13–3, 194—203.
S Wibowo, BSB Utomo, T. W. (2012). Asap Cair : Cara Membuat & Aplikasinya Pada Pengolahan Ikan Asap. Penebar Swadaya
Sitanggang, S., Pudja, I. A. R. P., & Gunadnya, I.
B. P. (2020). Pendugaan Umur Simpan Metode Extended Storage Studies Ikan Kakap Putih Olahan dengan Pengaplikasian Asap Cair Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata Buse-Kurz) dalam berbagai Metode Pengemasan. Jurnal Beta, 8(1), 45– 54.
Sutanaya, A. T. N., Kencana, P. K. D., & Arda, G. (2018). Aplikasi asap cair tempurung kelapa mampu meningkatkan umur simpan fillet ikan tuna. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(2), 82–89.
Turnip, L. P., Widia, I. W., & Kencana, P. K. D. (2020). Pengaruh Suhu dan Lama Pengovenan Ikan Tongkol yang direndam dalam Larutan Asap Cair Batang Bambu Tabah terhadap Karakteristik Produk Ikan Olahan. Jurnal Beta, 8(1), 158–166.
Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
161
Discussion and feedback