Pengaruh Pemberian Aerasi Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Selada (Lactuca sativa L.) pada Sistem Hidroponik Rakit Apung (Floating Raft Hydroponic System)
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 10, Nomor 1, bulan April, 2022
Pengaruh Pemberian Aerasi Pada Pertumbuhan Dan Produksi Selada (Lactuca Sativa L.) dengan Sistem Hidroponik Rakit Apung (Floating Raft Hydroponic System)
The Effect of Aeration on The Growth and Production of Lettuce (Lactuca sativa L.) Using the Floating Raft Hydroponic System
Ni Kadek Sri Arini Dharmayanti, Sumiyati*, Ni Luh Yulianti
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*Email: [email protected]
Abstrak
Sistem hidroponik rakit apung adalah salah satu budidaya yang dapat diterapkan untuk memperoleh lingkungan pertumbuhan yang lebih terkontrol. Dalam sistem hidroponik rakit apung terdapat kendala yakni apabila sistem tersebut tidak diberi oksigen dalam waktu yang lama. Salah satu penyakit yang timbul pada sistem ini ialah busuk akar yang diakibatkan karena tidak terdapatnya oksigen terlarut didalamnya. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan pemberian aerasi pada sistem hidroponik rakit apung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian aerasi pada budidaya selada dengan sistem hidroponik rakit apung. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan yakni sistem hidroponik rakit apung yang tidak diberi aerator sebagai kontrol (P0), sistem hidroponik rakit apung yang diberi aerator dengan kapasitas debit aliran laju air 700 liter/jam merk Yamano (P1), sistem hidroponik rakit apung yang diberi aerator dengan kapasitas debit aliran laju air 1500 liter/jam merk Amara (P2) dan sistem hidroponik rakit apung yang diberi aerator dengan kapasitas debit aliran 2000 liter/jam merk Hai-Long (P3) serta masing-masing perlakuan diulang sebanyak 4 kali dengan total sampel yang diamati berjumlah 80 sampel. Hasil penelitian menunjukan bahwa (P3) berpengaruh nyata terhadap perubahan oksigen terlarut, jumlah helai daun, lebar helai daun, panjang akar, berat segar tajuk, berat kering tajuk dan warna helai daun yang mana pada perlakuan pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 2000 liter/jam dapat memberikan hasil terbaik diantara perlakuan yang diberikan dengan nilai rata-rata oksigen terlarut sebesar 8,4 mg/L, jumlah helai daun 17.6, nilai lebar helai daun 8.10, nilai panjang akar 29.70 cm, nilai berat segar tajuk 207.12 gram, nilai berat kering tajuk 4.96 gram, dan nilai warna helai daun yaitu 48.31.
Kata kunci: Aerasi, Selada, Hidroponik, Sistem Hidroponik Rakit Apung
Abstract
The floating raft hydroponic system is one of the cultivation techniques to obtain a more controlled environment for plant. However, this system has a drawback which is lack of dissolved oxygen leading to root rot. This issue is overcome by providing aeration. This study aims to determine the effect of aeration on lettuce cultivation with a floating raft hydroponic system. The study used a randomized block design (RAK) with 4 treatments, namely a floating raft hydroponic system that was not given any aerator as a control (P0), a floating raft hydroponic system that was given an aerator with a flow rate of 700 liters/hour (P1); the floating raft hydroponic system that was given an aerator with a flow rate of 1500 liters/hour (P2), and a floating raft hydroponic system that was given an aerator with a flow rate of 2000 liters/hour P3 and each treatment was repeated 4 times. The results showed P3 had a significant effect on changes in dissolved oxygen, the number of leaves, leaf width, root length, fresh weight, dry weight and leaf color. The P3 gave the best results among all other treatments with an average value of dissolved oxygen of 8.4 mg / L, the number of leaves 17.6, the value of leaf blade width 8.10, the value of root length 29.70 cm, the value of shoot fresh weight 207.12, the value of the dry weight of the canopy 4.96, and the value of the leaf color is 48.31.
Keywords: Aeration, Lettuce, Hydroponic, Floating Raft Hydroponic System
PENDAHULUAN
Produk hortikultura terutama sayuran adalah salah satu hasil pertanian yang dapat mendukung terpenuhinya kebutuhan pangan Indonesia (Milatu, 2019). Sayuran memiliki berbagai manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan gizi tiap individu, sebab pada setiap tanaman sayuran mengandung sumber gizi, seperti vitamin, mineral, dan serat. Produk pertanian khususnya dari hortikultura berperan penting untuk meningkatkan perekonomian Indonesia. Oleh sebab itu, jenis tanaman hortikultura perlu diperhatikan karena memiliki prospek yang baik karena mampu mendongkrak perekonomian suatu negara. Sayuran selada (Lactuca sativa L.) termasuk salah satu produk hortikultura dengan prospek yang bernilai apabila dikembangkan dengan baik (Lubis, 2018).
Sistem hidroponik rakit apung (floating raft hydroponic system) merupakan salah satu teknik budidaya tanaman secara hidroponik, yang dalam penerapannya dinilai tidak sulit, sebab dalam pembuatannya tidak begitu mahal dan masih sederhana. Sistem hidroponik rakit apung atau hidroponik nonsubstrat ialah penggunaan media tumbuh berupa air dengan ketebalan tertentu dan tidak ada pengaliran air. Karakteristik media tersebut memiliki kekurangan yakni sedikitnya pasokan oksigen pada bagian perakaran sebab minimnya sirkulasi oksigen (Reza, 2014).
Berdasarkan pengamatan pendahuluan, diketahui bahwa pada budidaya selada yang menggunakan sistem hidroponik rakit apung (floating raft hydroponic system) terdapat beberapa kendala dan pemasalahan. Salah satu permasalahan yang terjadi yakni penyakit busuk akar yangmana akar terendam secara terus menerus pada larutan nutrisi sehingga menyebabkan kadar oksigen sangat rendah pada bagian perakaran (Kisnawati, 2014). Penyakit busuk akar pada tanaman selada disebabkan karena bagian perakaran tanaman terendam dalam larutan nutrisi tanpa adanya sirkulasi udara. Salah satu jamur yang dapat menyerang bagian perakaran ialah Phytopthora sp, yangmana mengakibatkan penurunan produksi tanaman hingga 70% (Setyowati et al., 2003). Selain itu, perakaran tanaman yang terganggu akibat kekurangan oksigen (deoksigenasi) dapat menyebabkan penurunan tumbuh dan kembang tanaman sehingga juga berdampak pada hasil panennya. Oleh sebab itu diperlukan sebuah cara untuk memanipulasi ketersediaan oksigen di bagian perakaran dengan memberikan udara ke dalam larutan hara tanaman melalui pemompaan udara ke dalamnya (Dewi, 2012).
Oksigen berperan penting dalam proses budidaya secara hidroponik. Ketika dinding sel akar tanaman tidak dapat berfungsi dengan baik akan mengakibatkan kekurangan oksigen pada tanaman sehingga tanaman akan mudah mengalami kelayuan karena tidak terdapat oksigen pada larutan nutrisi. Oksigen dapat ditambahkan ke dalam larutan dengan cara penggelembungan udara, misalnya penggunaan pompa air gelembung seperti yang ada pada aquarium, pembaruan larutan nutrisi, pembersihan dan pencabutan akar tanaman yang dinilai menggangu, serta pemberian rongga untuk sirkulasi (Dewi, 2012).
Ketersediaan zat hara merupakan komponen penting untuk proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman karena zat hara merupakan unsur penyusun jaringan pada organ tanaman baru. Pengayaan oksigen di zona perakaran akan menyebabkan peningkatan kadar oksigen sehingga memacu terjadinya proses respirasi. Pertumbuhan dan produksi selada akan mengalami peningkatan apabila adanya peningkatan tekanan aerasi dan kadar oksigen terlarut, sehinggaakan mempercepat dalam pemanenan (Surtinah, 2016). Berdasarkan uraian tersebut, maka diperlukan penelitian tentang Pengaruh Pemberian Aerasi Pada Pertumbuhan Dan Produksi Selada (Lactuca Sativa L.) Dengan Sistem Hidroponik Rakit Apung (Floating Raft Hydroponic System). Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk dapat mengetahui pengaruh pemberian aerasi terhadap pertumbuhan tanaman selada serta untuk mendapatkan kapasitas aerator yang menghasilkan produksi selada terbaik pada sistem hidroponik rakit apung.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian ini dilakukan di Greenhouse Kebun Mimba yang terletak di Desa Plaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali dan di Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam serta Laboratorium Teknik Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2020 sampai dengan Bulan Pebruari 2021.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi wadah penyemaian atau tray, bak rakit apung, alat pengukur kepekatan larutan (TDS EC meter), alat pengukur derajat keasaman air (PH meter), aerator merk Yamano (700 liter/jam), aerator merk Amara (1500 liter/jam), aerator merk Hai Long (2000 liter/jam), gergaji kecil, tusuk gigi, alat pengaduk larutan nutrisi, timbangan digital, timbangan
analitik, mesin oven merk Labo dengan model DO 225 dan alat pengukur warna colormeter. Sedangkan bahan yang digunakan meliputi benih selada varietas Jonction, rock wool, air dan nutrisi sayuran AB mix.
Rancangan Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali. Adapun perlakuan yang diberikan diantaranya yakni sistem hidroponik rakit apung yang tidak diberi aerator sebagai kontrol (P0), sistem hidroponik rakit apung yang diberi aerator merk Yamano dengan kapasitas debit aliran laju air yaitu 700 liter/jam (P1), sistem hidroponik rakit apung yang diberi aerator merk Amara dengan kapasitas debit aliran laju air yaitu 1500 liter/jam (P2) dan sistem hidroponik rakit apung yang diberi aerator merk Hai Long dengan kapasitas debit aliran laju air yaitu 2000 liter/jam (P3) dengan bak rakit apung yang digunakan memiliki ukuran panjang yaitu 2,4 meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 0,5 meter untuk masing-masing perlakuan. Jumlah data pengamatan yang diperoleh sebanyak 80 sampel yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan dengan masing-masing 5 sampel per ulangan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam (Analysis of variance ANOVA) menggunakan program SPSS25. Apabila terjadi pengaruh terhadap parameter yang diamati, maka dilakukan uji BNT (Beda Nyata Terkecil) terhadap rata-rata perlakuan.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan alat dan bahan serta penyemaian bibit selada varietas Jonction. Pada umur 7 hari, bibit selada sudah dapat dilakukan transplantasi dengan ciri-ciri memiliki daun sejati berjumlah 2-4 helai. Larutan nutrisi yang diberikan pada instalasi adalah nutrisi sayuran AB Mix dengan konsentrasi 2,5 liter nutrisi A dan 2,5 liter nutrisi B yang dilarutkan pada 45 liter air. Dalam pemberian larutan nutrisi diberikan 700 PPM pada minggu pertama, kemudian ditingkatkan menjadi 800 PPM pada minggu ke-2 hingga minggu ke-4 masa tanam serta pH berkisar antara 5,8 sampaai dengan 6,3. Proses pemeliharaan tanaman yang dilakukan selama proses pembudidayaan tersebut meliputi penambahan larutan nutrisi dan pengendalian hama serta penyakit secara manual. Data kondisi lingkungan perlakuan adalah oksigen terlarut, data pertumbuhan meliputi, jumlah helai daun, lebar helai daun yang diamati setiap seminggu sekali pada hari ke- 0, 7, 14, 21, dan 28 (HST). Sedangkan data produksi meliputi panjang akar, berat segar tajuk, berat kering tajuk dan warna helai daun
yang dapat diambil setelah tanaman selada dipanen pada hari ke- 28 (HST).
Parameter Penelitian
Adapun parameter yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen terlarut, jumlah helai daun, lebar helai daun, berat segar tajuk, panjang akar, warna helai daun dan berat kering tajuk. Parameter oksigen terlarut diukur menggunakan alat DO Meter dengan pengamatan setiap seminggu sekali. Parameter jumlah helai daun dihitung pada daun yang telah membuka sempurna yang diamati setiap semiggu sekali. Parameter lebar helai daun diukur secara manual menggunakan penggaris pada bagian kiri tepi daun hingga bagian tepi kanan daun yang diamati setiap seminggu sekali. Parameter berat segar tajuk di ukur menggunakan timbangan digital pada tanaman yang telah dipanen tanpa akar pada umur 28 HST. Parameter panjang akar diamati pada hari ke 28 HST yakni saat tanaman sudah siap untuk dipanen dengan mengukur panjang akar menggunakan penggaris pada masing-masing perlakuan. Parameter warna helai daun dapat di ukur ketika tanaman sudah usai dipanen dan diukur menggunakan alat colormeter yang diamati sekali pada hari ke 28 HST. Sedangkan parameter berat kering tajuk dapat diketahui apabila sayuran telah dipanen, lalu di cek untuk warnanya dan dilakukan pengeringan menggunakan alat oven dengan suhu 500C selama 24 jam yang kemudian ditimbang menggunakan timbangan>analitik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut adalah komponen penting yang harus selalu tersedia pada suatu tempat yang memerlukan oksigen didalamnya untuk bernapas. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi oleh udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut menurut (Salmin, 2005). Hasil sidik ragam oksigen terlarut menunjukan bahwa perlakuan P3 memiliki oksigen terlarut tertinggi dari perlakuan lainnya. Hasil rerata oksigen terlarut tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1. Data rata-rata oksigen terlarut
Oksigen Terlarut (mg/L)
Perlakuan |
0 |
Umur Tanaman (HST) | |||
7 |
14 |
21 |
28 | ||
P0 |
2.46 a |
2.48 a |
2.48 a |
2.48 a |
2.48 a |
P1 |
4.74 b |
4.76 b |
4.76 b |
4.76 b |
4.76 b |
P2 |
7.14 c |
7.16 c |
7.16 c |
7.16 c |
7.16 c |
P3 |
8.34 b |
8.36 d |
8.36 d |
8.36 d |
8.36 d |
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti data rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Berdasarkan analisis keragaman, pada Tabel 1 memberikan informasi bahwa kandungan oksigen terlarut menunjukkan bahwa P3 memberikan pengaruh yang signifikan dibandingkan perlakuan lainnya yakni dengan nilai rata-rata oksigen terlarut sebesar 8.36 mg/liter, P0 dengan nilai rerata 2.48 mg/liter, P1 dengan nilai rerata 4.76 mg/liter dan P2 dengan nilai rerata 7.16 mg/liter. Hal ini sejalan dengan pendapat Fauzy et al., (2013) melaporkan bahwa tanaman selada yang media tanamnya memiliki cukup oksigen terlarut, akan lebih baik dengan ciri-ciri panjang akar yang lebih menjuntai pada instalansi rakit apung dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman yang media tanamnya tidak diberi oksigen.
Jumlah Helai Daun
Pengamatan jumlah helai daun dihitung pada daun yang telah membuka sempurna. Daun merupakan organ tanaman sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Jumlah helai daun akan mempengaruhi kuantitas penyerapan cahaya pada tanaman, apabila cahaya dan unsur hara tersedia dalam jumlah mencukupi, maka jumlah cabang atau daun yang tumbuh pada tanaman akan meningkat (Rahmi, 2007).
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian aerasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah helai daun yang dihasilkan. Dimana pemberian aerasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata sejak hari ke-7, 14, 21, dan 28 HST pada respon jumlah helai daun yang dihasilkan. Data hasil pengamatan jumlah helai daun tanaman selada disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai rata-rata jumlah helai daun
Jumlah Daun (helai)
Perlakuan |
0 |
Umur Tanaman (HST) | |||
7 |
14 |
21 |
28 | ||
P0 |
3.0 a |
4.2 a |
5.2 a |
6.8 a |
8.4 a |
P1 |
3.0 a |
5.0 b |
7.0 b |
9.0 b |
11.4 b |
P2 |
3.0 a |
6.8 c |
10.8 c |
13.0 c |
15.8 c |
P3 |
3.0 b |
8.0 d |
12.0 d |
15.0 d |
17.6 d |
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Pada tabel 2 memberikan informasi bahwa pada 28 HST jumlah helai daun tanaman selada yang terbanyak diperoleh dengan perlakuan pemberian aerasi dengan kapasitas debit aliran laju air 2000 liter/jam (P3) dengan jumlah rata-rata helai daun yaitu 17.6 berbeda nyata terhadap perlakuan P2, P1, dan P0. Tanaman dengan perlakuan pemberian aerasi dengan kapasitas debit aliran laju air 1500 liter/jam (P2) memperoleh nilai 15.8 berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Pemberian aerasi dengan
kapasitas debit aliran laju air 700 liter/jam (P1) memperoleh nilai 11.4. Sedangkan pada perlakuan tanpa pemberian aerasi (P0) memperoleh jumlah helai daun paling sedikit yakni 8.4. Selain itu, pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas debit aliran laju air yang terlarut dalam larutan nutrisi dapat meningkatkan pertumbuhan helai daun pada suatu tanaman yang mana tanaman akan melakukan proses respirasi yang tinggi sehingga hara yang diserap oleh akar menjadi lebih banyak dan tanaman dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat yang kemudian menghasilkan daun-daun sejati. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Fauzy et al., (2013) yang menyatakan bahwa tanaman selada mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang terus meningkat karena adanya konsentrasi oksigen terlarut dalam media tumbuh hidroponik yang mengalami kenaikan.
Lebar Helai Daun
Pengamatan lebar helai daun dilaksanakan secara manual menggunakan penggaris dengan mengukur bagian tepi kiri daun hingga bagian tepi kanan daun selada. Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian aerasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap lebar helai daun yang dihasilkan. Dimana pemberian aerasi P3 memberikan pengaruh yang berbeda nyata sejak hari ke-7, 14, 21, dan 28 HST pada respon lebar helai daun yang dihasilkan oleh P0, P1 dan P2. Data hasil pengamatan jumlah helai daun tanaman selada tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata lebar helai daun
Perlakuan |
Lebar Daun (cm) | ||||
0 |
Umur Tanaman (HST) |
28 | |||
7 |
14 |
21 | |||
P0 |
2.54 a |
2.60 a |
2.66 a |
2.68 a |
2.78 a |
P1 |
4.78 a |
4.84 a |
4.93 a |
5.13 a |
5.24 a |
P2 |
7.14 a |
7.20 a |
7.26 a |
7.32 a |
7.48 a |
P3 |
7.88 b |
8.00 b |
8.06 b |
8.11 b |
8.22 b |
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Berdasarkan hasil pengamatan pada 28 HST dengan perlakuan pemberian aerasi yang diberikan dengan kapasitas debit aliran laju air 2000 liter/jam (P3) memperoleh rata-rata lebar helai daun terbesar 8.22 cm yang berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Tanaman dengan perlakuan pemberian aerasi dengan kapasitas debit aliran laju air 1500 liter/jam (P2) memperoleh lebar helai daun sebesar 7.48 cm yang juga berbeda nyata terhadap perlakuan pemberian aerasi dengan kapasitas debit aliran laju air 700
liter/jam (P1) yang memperoleh lebar helai yaitu 5.24 cm. Sedangkan pada perlakuan tanpa pemberian aerasi (P0) menghasilkan lebar helai daun paling terendah diantara semua perlakuan, yakni 2.78 cm.
Hasil bagian selada adalah pada bagian daunnya, oleh karena itu larutan nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung oksigen terlarut yang dapat menopang hasil pertumbuhan daun dengan lebar helai yang semakin meluas. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan sifat-sifat penyediaan unsur hara pada tanaman, karena apabila unsur hara yang diberikan pada tanaman dalam jumlah yang cukup dan tersikulasi dengan baik, maka pertumbuhan tanaman khususnya pada daun dapat memberikan luas helai yang lebih luas dan tentunya tempat untuk melakukan fotosintesispun akan lebih banyak (Gardner et al., 1991).
Panjang Akar
Akar merupakan bagian dari tumbuhan yang tumbuh kearah bawah pada media tanam. Akar adalah organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan penting lainnya yang mendukung dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fungsi utama akar yaitu sebagai penyedia unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman. Kemampuan tanaman terhadap daya serap unsur hara dapat dilihat melalui pengukuran panjang akar pada suatu tanaman (Azis, 2006). Hasil rerata panjang akar tersaji pada tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata panjang akar
Perlakuan Panjang Akar (cm)
P0 9.46 a
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Berdasarkan Tabel 4, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian aerasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap panjang akar yang dihasilkan. Dimana pemberian aerasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada respon panjang akar, yaitu pada perlakuan P0 (tanpa pemberian aerasi) menghasilkan nilai panjang akar yaitu 9.46 cm, P1 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 700/liter/jam) menghasilkan nilai panjang akar 22.80 cm, P2 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 1500/liter/jam) menghasilkan nilai panjang akar yaitu 25.50 cm dan P3 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 2000/liter/jam) menghasilkan nilai panjang akar terpanjang diantara semua perlakuan yaitu dengan panjang 29.70 cm. Penambahan panjang akar merupakan respon akar terhadap ketersediaan air
dan nutrisi. Pengamatan panjang akar bertujuan untuk memberikan informasi kemampuan akar suatu tanaman dalam menyerap air dan nutrisi. Jumlah oksigen terlarut dalam air juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Selain itu, oksigen terlarut yang cukup dalam air akan membantu perakaran tanaman dalam mengikat oksigen. Bila kadar oksigen terlarut cukup tinggi, maka proses respirasi akan lancar dan energi yang dihasilkan akar cukup banyak untuk menyerap hara yang dapat diserap oleh tanaman (Reza, 2014).
Berat Segar Tajuk
Berat segar tajuk merupakan salah satu parameter yang sering digunakan untuk mempelajari perkembangan tanaman. Berat segar tajuk adalah berat tanaman tanpa akar yang menunjukan hasil aktivitas metabolik pada tanaman. Berat segar tajuk juga merupakan gambaran dari hasil fotosintesis selama tanaman melakukan proses pertumbuhan (Nugraha, 2015). Hasil rerata berat segar tajuk tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata berat segar tajuk
Perlakuan Berat Segar Tajuk (g)
P0 75.70 a
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Berdasarkan analisis keragaman pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rata-rata berat segar tajuk yang dihasilkan. Dimana berdasarkan uji lanjut diketahui bahwa masing-masing perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada perlakuan P1, P2 dan P3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan P0. Pada perlakuan P0 (tanpa pemberian aerasi) memiliki berat segar tajuk terendah yaitu 75.70 gram. Perlakuan P1 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 700/liter/jam) menghasilkan berat segar tajuk 149.16 gram. Untuk perlakuan P2 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 1500 liter/jam) memberikan hasil berat segar tajuk 176.06 gram, sedangkan untuk perlakuan P3 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 2000 liter/jam) memberikan hasil rata-rata berat segar tajuk tertinggi dibanding dengan berat segar tajuk yang lainnya, yakni sebesar 207.12 gram.
Hal ini disebabkan karena kandungan air dan unsur hara yang terdapat pada daun cukup optimal sehingga mengakibatkan berat segar tanaman tertinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Lahadassy et al., (2007), untuk mencapai berat basah tanaman yang optimal,
tanaman sangat membutuhkan oksigen terlarut yang cukup untuk mendistribusikan unsur hara dengan baik dan menyeluruh yang mengakibatkan sel-sel daun akan membesar dan berat segar tajuk yang diperolehpun akan meningkat.
Berat Kering Tajuk
Berat kering tajuk merupakan hasil penimbunan dari hasil bersih asimilasi CO2 yang dilakukan selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta menunjukkan jumlah biomassa yang dapat diserap oleh tanaman (Perwtasari,2012). Pada pertumbuhan tanaman itu sendiri dapat dianggap sebagai peningkatan berat segar dan penimbunan bahan kering. Jika semakin baik pertumbuhan tanaman maka berat kering juga semakin meningkat. Hasil sidik ragam berat kering tajuk menunjukan perlakuan P3 memiliki berat kering tajuk tertinggi dari perlakuan lainnya. Hasil rerata berat kering tajuk tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata berat kering tajuk
Perlakuan Berat Kering Tajuk (g)
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Berdasarkan Tabel 6 hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian aerasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat kering tajuk yang dihasilkan. Dimana pemberian aerasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada respon berat kering tajuk, yaitu pada perlakuan P0 (tanpa pemberian aerasi) dengan rata-rata nilai adalah 2.16 gram, P1 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 700/liter/jam) dengan rata-rata nilai yaitu 3.48 gram, P2 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 1500/liter/jam) dengan rata-rata nilai adalah 4.24 gram dan P3 (pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 2000/liter/jam) dengan rata-rata nilai terbesar yaitu 4.96 gram. Pertumbuhan yang relatif berbeda ini dilihat dari kebutuhan tanaman yang sama telah terpenuhi dengan penambahan oksigen terlarut dengan berbagai perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian aerasi dengan debit aliran yang berbeda dapat memberikan oksigen terlarut untuk mendistribusikan nutrisi dengan efisien yang lebih baik ke tanaman. Selain itu, perbedaan hasil berat kering tajuk dipenguruhi oleh jumlah daun karena daun merupakan akumulasi hasil fotosintat tanaman. Adanya peningkatan proses fotosintesis akan meningkatkan hasil fotosintesis berupa senyawa-senyawa organik yang akan ditranslokasikan ke
seluruh organ tanaman dan berpengaruh terhadap berat kering tanaman (Telaumbanau, 2016).
Warna Helai Daun
Parameter warna daun dapat mengindikasikan kemampuan tanaman dalam menyerap nutrisi. Warna hijau pada daun berasal dari zat hijau atau disebut klorofil. Klorofil merupakan zat hijau daun yang terdapat pada semua tumbuhan hijau yang berfotosintesis. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara pembentuknya, sehingga semakin hijau warna daun maka serapan unsur hara pada tanaman semakin optimal. Selain itu, perbedaan warna juga dapat terjadi dikarenakan pengaruh cuaca dan lama waktu penyinaran yang tidak menentu (Muchtadi, 1989). Dalam penelitian ini pengamatan warna dilakukan dengan alat colorimeter. Adapun hasil uji ragam dari nilai rata-rata uji warna pada selada dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata warna helai daun
Perlakuan Warna Helai Daun
Keterangan: Huruf yang sama yang mengikuti nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata dengan uji BNT 0,05.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukan bahwa pada 28 HST, peningkatan kondisi yang ada terhadap warna helai daun tertinggi terdapat pada perlakuan P2 dengan rata-rata nilai 48.32 dan pada perlakuan P3 dengan rata- rata 48.31 yang berbeda nyata dengan P1 yang nilai rata-ratanya ialah 47.28. Sedangkan perubahan warna terendah terdapat pada perlakuan P0 dengan rata-rata nilai 46.27 yang disertai dengan terjadinya penguningan dan bercak hitam pembusukan. Hilangnya warna hijau biasanya bergabung dengan sintesa dan pembekuan pigmen berkisar antara kuning dengan merah. Warna kuning merupakan perpaduan antara warna kuning dan merah, sedangkan warna hijau merupakan perpaduan antara warna hijau dan putih (Wills et al., 1991).
KESIMPULAN
Setelah melaksanakan penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan Perlakuan pemberian aerasi pada budidaya selada berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai oksigen terlarut, jumlah helai daun, lebar helai daun, panjang akar, berat segar tajuk, berat kering tajuk dan warna helai daun. Pemberian aerasi dengan debit aliran laju air 2000 liter/jam dapat memberikan hasil terbaik diantara perlakuan yang diberikan. Adapun nilai rata-rata pada perlakuan P3
dengan debit aliran laju air 2000 liter/jam menghasilkan nilai rata-rata oksigen terlarut sebesar 8,4 mg/L, jumlah helai daun 17.6, nilai lebar helai daun 8.10 cm, nilai panjang akar 29.70 cm, nilai berat segar tajuk 207.12 gram, nilai berat kering tajuk 4.96 gram, dan nilai warna helai daun yaitu 48.31.
Daftar Pustaka
Azis, A.H., M.Y. Surung., dan Buraerah., 2006. Produktivitas Tanaman Selada pada Berbagai Dosis Posidan-HT. Jurnal Agrisistem. 2, 3642.
Dewi, W. A. N. (2012). Pengaruh Macam Larutan Nutrisi pada Hidroponik Sistem Rakit Apung Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Baby Kailan (Brassica oleraceae var. alboglabra) (Vol. 7, Issue 6).
Fauzi, R., E.T.S. Putra, E. Ambarwati. 2013. Pengayaan Oksigen di Zona Perakaran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa L.) secara Hidroponik. Jurnal Vegetalika. Vol 2 (4). 63-74.
Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce dan Roger L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Jakarta: Universitas Indonesia.
Krisnawati, D., Triyono, S., & Kadir, M. Z. (2014). Pengaruh Aerasi Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Baby Kailan (Brassica oleraceae var. achepala) pada Teknologi Hidroponik Sistem Terapung di dalam dan di luar Greenhouse. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung, 213–222.
Lahadassy. J., A.M Mulyati dan A.H Sanaba. 2007. Pengaruh Konsentrasi Pupuk Organik Pada Daun Selada, Journal Agrisistem, 3 (6) 51-55.
Lubis, J. (2018). Pengaruh Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Selada (lactuca sativa L) Pada Sistem Hidroponik NFT Dengan Berbagai Konsentrasi Pupuk AB Mix dan Bayfolan.
Mas’ud, H. (2009). Sistem Hidroponik dengan Nutrisi dan Media Tanam Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Selada. Journal Media Litbang Sulteng, 2(2), 131–136.
Milatu, R. M. (2019). Pengaruh Pengurangan Intensitas Radiasi Matahari Terhadap
Pertumbuhan dan Kualitas Selada Merah (Lactuca sativa L.)
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324. 004
Muchtadi, D. (1989). Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Depdikbud Pau Pangan Dan Gizi IPB
Nugraha, R.U., A.D. Susila. 2015. Sumber sebagai Hara Pengganti AB mix pada Budidaya Sayuran Daun secara Hidroponik. Jurnal Hortikultura Indonesia. Vol 6 (1). 11-19
Perwtasari, B., M. Tripatmasari, C. Wasonowati. 2012. Pengaruh Media tanam dan Nutrisi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Pakchoy (Brassica juncea L.) dengan Sistem Hidroponik. Jurnal Agrovigor. Vol 5 (1). 14-25
Rahmawati, E., Sains, F., & Teknologi (2018). Pengaruh Berbagai Jenis Media Tanam dan Konsentrasi Nutrisi Larutan Hidroponik
Terhadap Pertumbuhan Tanman Mentimun Jepang (Cucumis sativus L.). Journal
Universitas Islam Alauddin, 15, 1–85.
Rahmi A, Jumiati. 2007. Pengaruh konsentrasi dan waktu penyemprotan pupuk organik cair Super ACI terhadap pertumbuhan dan hasil jagung manis. Agritrop 26 (3): 105 - 109.
Reza, F. (2014). Pengayaan Oksigen di Zona Perakaran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Selada (Lactuca sativa L.) Secara Hidroponik. Journal Vegetalika, 2(4), 63–74. https://doi.org/10.22146/veg.4006
Salmin. 2005. Oksigen terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana 30(3): 21-26.
Setyowati, N., Bustamam, H., & Derita, M. (2003). Penurunan Penyakit Busuk Akar dan Pertumbuhan Gulma pada Tanaman Selada yang dipupuk Mikroba. Journal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia, 5(2), 48–57.
Surtinah. (2016). Penambahan Oksigen Pada Media Tanam Hidroponik Terhadap Pertumbuhan
Pakcoy (Brassica Rapa). Journal Bibiet,
1(1),27–35.
https://doi.org/10.22216/jbbt.v1i1.1249
Telaumbanua, M. Purwantana, B. Sutiarso, L. Fallah, M A. 2016. Studi Pola Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica rapa var. parachinensis L.) Hidroponik Di Dalam Greenhouse Terkontrol. Jurnal AGRITECH 36 (1): 104 -110
Wills, R.; B. Mcglasson, D. Graham dan D. Joyce. 1991. Postharvest: An Introduction To The Physiology And Handling Of Fruit And Vegetables.
https://doi.org/10.5860/Choice.28-2733
128
Discussion and feedback