Analisis Persentase Kekurangan Air Irigasi pada Subak di DAS Ho Saat Musim Kemarau
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 10, Nomor 1, bulan April, 2022
Analisis Persentase Kekurangan Air Irigasi pada Subak di Das Ho Saat Musim Kemarau
The Analysis of Irrigation Water Shortage Percentage in Ho Watershed During the Dry Season
Florianus Walbat, I Wayan Tika*, Ida Ayu Gede Bintang Madrini
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia email: [email protected]
Abstrak
Kurangnya ketersediaan air irigasi yang disebabkan oleh debit air yang tidak mecukupi pada saat musim kemarau dan sifatnya tidak merata, dimana pada bagian hulu ketersediaan air cenderung berlebih dan di hilir cenderung kekurangan. Dengan adanya kondisi seperti itu maka perlu dilakukan penelitian mengenai kekurangan air irigasi pada saat musim kemarau agar dapat dilakukan pengelolaan air secara optimal pada DAS Ho. Penelitian dilakukan untuk mengetahui persentase kekurangan air irigasi yang ada pada setiap subak dan menentukan teknik pengelolaan air irigasi agar merata pada setiap bagian subak. Data primer diperoleh dengan metode wawancara, pengamatan, dan pengukuran sedangkan data sekunder diperoleh dari BMKG Wilayah III Denpasar. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk mencari persentase kekurangan air irigasi yang terjadi pada saat musim kemarau dan untuk menentukan proporsi distribusi air irigasi. Hasil penelitian menunjukan persentase kekurangan air irigasi pada subak daerah hulu rata-rata sebesar -48,43%, pada subak daerah tengah rata-rata 21,99%, dan pada subak daerah hilir rata-rata sebesar 23,92% dan penentuan teknik proporsional pengelolaan air pada subak daerah hulu, tengah, hilir pada musim kemarau menggunakan Qt rekayasa pada Qt awal yaitu pada subak bagian hulu Qt awal sebesar 2,67 l/detik/ha direkayasa menjadi 1,73 l/detik/ha , pada subak bagian tangah dari Qt awal yaitu sebesar 1,32 l/detik/ha direkayasa menjadi 0,75 l/detik/ha, dan pada subak bagian hilir dari Qt awal 2,53 l/detik/ha direkayasa menjadi 3,21 l/detik/ha.
Kata Kunci: subak, kebutuhan air irigasi, debit tersedia, proporsional, kekurangan air irigasi
Abstract
Irrigation water shortage is caused by insufficient water discharge during the dry season. The water is distributed unevenly; the upstream water tends to have a surplus water, whereas the downstream has the tendency of water deficit. Based on the situation, it is necessary to conduct research on the irrigation water shortage during the dry season, so that optimal water management can be achieved. The study was conducted to determine the percentage of irrigation water deficiency in each subak and determine irrigation water management techniques that ensuring the water distributed evenly to each subak. Primary data were obtained by interview, observation, and measurement methods, while secondary data were obtained from BMKG Region III Denpasar. The data obtained were analyzed to determine the percentage of irrigation water shortages that occurred during the dry season and to determine the proportion of irrigation water distribution. The results showed that the percentage of water shortage of irrigation water in the upstream subak was -48,43%, in the middle subak was 21,99%, and in the downstream subak 23,92%. The proportional water management techniques in the upstream subak, middle, downstream in the dry season using modified Qt, the upstream subak had the initial Qt of 2,67 l/sec/ha and the modified was 1,73 l/sec/ha, in the middle subak has the initial Qt of 1,32 l/sec/ha and the modified was 0,75 l/sec/ha, and in the downstream subak had initial Qt of 2,53 l/sec/ha and the modified one was 3,21 l/sec/ha.
Keywords: subak, irrigation water requirement, available discharge, proportion, irrigation water shortage
PENDAHULUAN
Padi merupakan sumber utama makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Mengingat hal tersebut, pemerintah telah banyak melaksanakan usaha untuk meningkatakan produksi padi. faktor utama yang dapat dilakukan yaitu pengelolaan air yang sederhana
dan praktis. Menurut (Subagyono & Abdurachman, 2001) pengelolaan air berfungsi sangat penting dan suatu faktor keberhasilan peningkatan produksi padi di lahan sawah. Dihubungkan dengan pengerian dari (Pusposutardjo, 2001). Sistem pengairan atau irigasi merupakan usaha menyadap, mengambil dan
mengalirkan air dari sumbernya agar dapat digunakan untuk keperluan pertanian yang berfungsi agar dapat mencapai kebutuhan air untuk tanaman dengan cara membagi-bagikan ke petak sawah atau lahan secara teratur dan kemudian membuang kelebihannya setelah dimanfaatkan sebaik-baiknya. Air pada tanaman dapat bersumber dari air hujan dan air irigasi. Air irigasi umumnya merupakan air yang mengalir ke beberapa lahan petak sawah yang berasal dari suatu aliran sungai, bendungan ataupun mata air. Debit air di wilayah Aliran Sungai (DAS) pada umumnya yaitu jumlah curah hujan yang jatuh di wilayah tersebeut yang selanjutnya mengalami evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, aliran permukaan. sebagian factor dapat mempengaruhi banyaknya aliran (debit) yaitu karakteristik topogafi DAS, bentuk dan ukuran DAS, kemiringan lereng, ciri-ciri tata guna lahan dan ciri-ciri geologi. Data curah hujan, merupakan banyaknya curah hujan yang turun berdasarkan besarnya debit sungai tahunan (Jailani, 2005)
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum dapat diartikan sebagai suatu daerah daratan yaitu salah satu bagian sungai dan anak-anak sungainya, yang bertujuan guna mengumpulkan, menyimpan dan menyalurkan air yang bersumber dari curah hujan ke danau atau ke laut dengan sendirinya, menjadi pemisah didarat yaitu batasan pemisah topogafis dan pemisah di laut hingga wilayah perairan yang dipengaruh oleh kegiatan daratan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012. Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat dianggap sebagai salah satu sistem, hingga setiap ada masukkan seperti curah hujan ke dalam ekosistem itu bisa memperoleh keluaran (output) yaitu debit, muatan sediment dan bahan lainnya yang dibawa dengan aliran sungai. Dalam suatu daerah aliran sungai ada sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang berinteraksi satu sama lain maka terbentuk ciri-ciri yang berbeda antara daerah aliran sungai yang satu dengan daerah aliran sungai lainnya (Asdak, 2001)
DAS Yeh Ho memiliki luas sebesar 152,5979 km2 (Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, 2013)) DAS Yeh Ho termasuk ke dalam DAS yang sangat besar, panjang DAS sebesar 37,936 km yang merupakan panjang sungai utama pada DAS ini, dengan keliling 77,534 km, hal ini membuktikan bahwa DAS ini merupakan DAS yang sangat besar, aliran sungai memiliki ketinggian dan kerendahan muka air banjir sehingga menimbulkan laju yang sesui standar. Berdasarkan Rb yang didapat bahwa DAS Yeh Ho termasuk DAS dengan kondisi baik karena peningkatan debit dan penurunan debit air DAS Yeh Ho tidak berfluktuasi terlalu tinggi dengan kerapatan sungai sebesar 5,131 km
(Dharmantara et al., 2019) Daerah aliran sungai ini terletak di Kabupaten Tabanan dengan hulu terletak di Kecamatan Penebel dan hilir sungai terletak di pemisah Kecamatan Selemadeg Timur dan Kerambitan. Daerah irigasi DAS Ho mempunyai luas potensial untuk areal pertanian 5.023 Ha. Ditinjau dari luas potensial pertaniaannya DAS Ho yang merupakan daerah aliran irigasi terluas di Kabupaten Tabanan dan memiliki andalan pertanian guna meningkatkan ketahanan pangan di Kabupaten Tabanan sekaligus di Provinsi Bali. DAS Ho memiliki tiga daerah antara lain hulu, tengah, dan hilir, yang terdiri dari beberapa subak gede.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh petani pada subak-subak yang terdapat di DAS Ho saat musim kemarau yaitu daerah persawahaan yang tidak dapat diliri air dengan baik. Menurut (Purnama et al., 2012) pengolahan padi di daerah persawahan rendah apabila tanaman padi tidak mendapat suplai air yang sesuai dengan kebutuhan. keterbatasan air irigasi dipengaruhi oleh curah hujan sangat kecil yang terjadi saat musim kemarau. Adanya kasus permasalahan yang sering dihadapi oleh petani di subak DAS Ho seperti tersebut diata saat musim kemarau yaitu ketersediaan air yang tidak proporsional pada bagian hulu, tengah, dan hilir. Sehingga perlu dilaksanakan penelitian tentang kekurangan ketersediaan air yang terjadi pada saat musim kemarau agar pengelolaan distribusi air bisa merata pada bagian hulu, tengah, dan hilir.
Pada umumnya musim kemarau merupakan salah satu penyebab terjadinya masalah kekeringan. Pada subak di DAS Ho terdapat masalah kurangnnya air atau deficit air saat musim kemarau. Dari pandangan kekeringan didefenisikan sebagai kekuranga curah hujan dalam jangka waktu tertentu (umumnya dalam satu musim atau lebih) hingga terjadi ketersediaan air yang tidak mencukupi guma memenihi kebutuhan lainya (UN/ISDR, 2009). Ketersediaan air yang tidak cukup memepengruhi banyaknya aliran permukaan pada suatu DAS untuk mencukupi kebutuhan air irigasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase kekurangan air irigasi dan debit rekayasa dalam pengelolaan distribusi air pada subak bagian hulu, tengah, dan hilir di DAS Ho saat musim kemarau agar distribusi air irigasi agar proposional dengan luas lahannya.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada subak yang berada di DAS Ho di Kabupaten Tabanan dengan luas DAS 152,5979 km2 dan Panjang DAS 37,936 km yang melibatkan sebanyak 11 bendung di 11 subak gede
dan dibagi masing-masing 5 subak di hulu, 3 subak di tengah dan 3 subak di hilir. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Juni 2020.
Alat dan Objek
Alat yang digunakan untuk penelitian ini yaitu aplikasi cropwat, rol meter atau mistar (penggaris), alat tulis untuk mengukur kedalaman dan debit air pada setiap petak sawah, dan besi dengan panjang kurang lebih 1,5 m sebagai penanda untuk daerah yang sudah diukur. Objek yang digunakan adalah subak yang terdapat di DAS Ho.
Batasan Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan data debit air bulan Februari 2020 sampai Juni 2020, data curah hujan menggunakan data bulanan dari 2 stasiun ukur yang berada di Desa Jatiluwih dan Desa Meliling, dan
data klimatologi lainya dari Kantor BMKG Wilayah III Denpasar dari tahun 2009 sampai 2019. Musim kemarau diperkirakan mulai pada bulan April 2020 sampai awal September 2020 (BMKG, 2020). Waktu tanam padi pada subak bagian hulu, tengah dan hilir terdapat perbedaan waktu selama 15 hari dan waktu tanam dimulai dari subak bagian hilir dan terhakhir pada bagian hulu. Proses budidaya tanaman padi pada subak di DAS Ho dapat dilihat pada Tabel 1.
Parameter Penelitian
Parameter yang diukur dan diamati dalam penelitian ini adalah:
-
1. Luas Subak
-
2. Debit air yang tersedia pada bagi hulu, tengah, dan hilir
-
3. Perkolasi
-
4. Kebutuhan Air Irigasi (KAI)
Tabel 1. Proses Budidaya Tanaman Padi Pada Subak di DAS Ho
Bulan |
Periode Budidaya | ||
Hulu |
Tengah |
Hilir | |
Pebruari (2) |
Olah Tanah |
Olah Tanah |
I |
Maret (1) |
Olah Tanah |
I |
II |
Maret (2) |
Olah Tanah |
II |
III |
April (1) |
Olah Tanah |
III |
IV |
April (2) |
Olah Tanah |
IV |
V |
Mei (1) |
Olah Tanah |
V |
VI |
Mei (2) |
Olah Tanah |
VI |
VII |
Juni (1) |
Olah Tanah |
VII |
Panen |
Juni (2) |
Olah Tanah |
Panen |
Panen |
Juli (1) |
Olah Tanah |
Panen |
Panen |
Keterangan: Angka I-VII merupakan periode tanam padi
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi pengamatam untuk mengetahui letak geologis subak di DAS Ho dan wawancara serta pengukuran. Data yang didapatkan dari hasil wawancara berupa data sekunder yaitu nama subak, luas subak, jadawal, dan pola tanam yang dikelola. Data yang didapatkan dari hasil pengukuran berupa data debit air tersedia pada bagian hulu, tengah, dan hilir. Sedangkan data ET0 dan kebutuhan air irigasi didapatkan dari hasil observasi.
Analisis Data
Metode analisa data dilaksanakan secara kualitatif sehingga mendapatkan tingkat kecukupan air irigasi dan kinerja pengelolaan irigasi pada saluran irigasi pada subak di Daerah aliran Sungai (DAS) Tukad Yeh Ho, Kabupaten Tabanan yang dibagi beberapa subak di hulu, tengah dan hilir. untuk mengetahuai kekurangan air irigasi dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kekurangan = KAI-QT X 100% [1]
Dimana:
KAI = kebutuhan air irigasi
QT = ketersediaan air
Kebutuhan air untuk evapotranpirasi tanaman dipenuhi oleh curah hujan efektif, sedangkan jika tidak terpenuhi makan dilakukan penambahan menggunakan air irigasi. Kebutuhan Air Irigasi (KAI) dinyatakan dengan (Priyonugroho, 2014):
KAI = ETc + P – Re [2]
Dimana:
KIA = kebutuhan air irigasi (l/dt/ha) atau (mm/hari)
ETc = evapotranspirasi (mm/hari)
P = perkolasi
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
Analisis kebutuhan air irigasi dilakukan dengan bantuan aplikasi CROPWAT 8.0. Menurut (Mediani et al., 2019) CROPWAT merupakan sebuah sistem pada Windows yang diperlukan guna mendapatkan nilai kebutuhan air tanaman dan kebutuhan irigasi sesuai dengan tanah, iklim dan data tanaman. Langkah-langkan dan cara kerja yang dilakukan yaitu seperti dibawah ini.
Perhitungan evapotranspirasi potensial menggunakan persamaan Penman yaitu:
Et0 = w . Rn + (1-w) f(u) . (ea-ed) [3]
Dimana:
Et0 = evapotranspirasi potensial (mm/hari)
W = faktor yang berhubungan dengan suhu (t) dan elevansi daerah (0C)
Rn = radiasi matahari netto (kal/cm2/hari)
F(u) = fungsi yang terkait dengan kecepatan angin (m/dt)
Ea = tekanan uap nyata rata-rata (mbar)
Ed = tekanan uap jenuh, harga rata-rata didapat pada suhu maksimum dan minimum (mbar)
Perhitungan evapotranspirasi dengan bantuan software CROPWAT 8.0 (Santika et al., n.d.) yang menggunakan data klimatologi. Data klimatologi yang digunakan merupakan data rata- rata sepuluh tahun terakhir dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2019. Data iklim yang diambil bersumber dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar.
Menghitung curah hujan efektif dilaksanakan menggunakan bantuan Aplikasi CROPWAT 8.0 dengan rumus Fixed Percentage 70% untuk perhitungan padi. Dalam perhitungan curah hujan efektif, data yang diperoleh data rata-rata sepuluh tahun terakhir dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2019 yang didapatkan dari stasiun penakar hujan yang berada di Desa Jatiluwih dan Desa Meliling.
Penetapan Debit Tersedia
Untuk melakukan pengukuran debit air pada penelitian ini menggunakan sekat ukur Romyn yang berfungsi untuk mengukur debit air yang masuk dan digunakan sebagai pintu penyaluran air. Pada ambang pintu Romyn ini dapat diatur dengan perantara alat pengngkat. Pengturan ambang pintu ini dapat dilakukan dengan menaik-turunkan pintu ambang tersebut.
Adapun rumus dari pengukuran debit dengan menggunakan sekat ukur Romyn yaitu:
Dimana:
Q = debit air (liter/detik)
b = lebar ambang (cm)
h = tinggi permukaan air (cm)
Analisis Imbangan
Analisis kesanggupan sumber air irigasi untuk mencukupi kebutuhan air pertanian yaitu salah satu hal yang penting agar dapat mengetahui proses memberikan air kewilayah pertanian. Untuk mengetahui besarnya kekurangan atau kelebihan kelebihan air irigasi maka dilakukan perbandingan kapasitas air irigasi dengan kebutuhan air irigasi. ketersediaan air irigasi dapatat diketahui dengan perhitungan debit Sungai Yeh Ho di Kabupaten Tabanan. Analisi dilaksanakan dengan mencari selisih antara kebutuhan air irigasi dengan air irigasi yang tersedia berdasarkan pengelompokkan setengah bulanan atau 15 harian
Penetapan Musim Kemarau
Pada dasar yang mempengaruhi musim di indonesia ada dua yakni angina monsoon Asia dan angina monsoon Australia. Angin monsoon Asia atau angin baratan membawa masa udara basah yang menyebabkan hujan dan angin monsun Australia yang bergerak dari timur membawa masa udara kering. Berdasarkan gambaran klimatologi terjadinya musim kemarau di Kabupaten Tabanan pada bulan April sampai September yang disebabkan oleh angin monsun dari timur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebutuhan Air Irigasi Daerah Hulu, Tengah, dan Hilir
Kebutuhan air irigasi didefiniskan untuk jumlah volume air yang dibutuhkan guna mencapai keperluan evaporasi, kehilangan air, keperluan air untuk tanaman dengan melihat jumlah air yang diberi oleh alam dengan air hujan dan partisipasi air tanah (Priyonugroho, 2014). Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi (KAI) untuk budidaya tanaman padi pada subak di daerah aliran sungai Yeh Ho menggunakan rumus persamaan (2), dapat dilihat pada Tabel 2. Proses awal tanam pada subak di daerah aliran sungai Yeh Ho yaitu dimulai dari subak yang di hilir, kemudin tengah, dan yang terakhir adalah dibagian hulu. Olah tanah untuk bagian hulu adalah pada Februari (II) dan Maret (I), sedangkan untuk subak tengah proses olah tanahnya dilakukan pada bulan Februari (II). Untuk subak bagian hilir pada Februari (II) sudah mulai proses awal tanam, untuk subak tengan awal tanam dimulai pada maret (I), dan di subak hilir awal tanam baru dimulia pada Maret (II).
Masa panen pada subak bagian hulu adalah pada Juni tengah adalah pada Juni (I), dan subak hilir masa
(II), sedangkan masa panen untuk subak bagian panennya adalah pada Mei (II).
Tabel 2. Kebutuhan Air Irigasi untuk Budidaya Tanaman Padi Daerah Hulu, Tengah dan Hilir pada Subak di daerah aliran sungai Yeh Ho.
Kebutuhan Air Irigasi
Bulan (periode) |
(l/detik/ha) | ||
Hulu |
Tengah |
Hilir | |
Februari (1) |
2,56 (o) |
2.56 (o) |
0,31 (v) |
Maret (1) |
2,60 (o) |
0,22 (v) |
0,63 (v) |
Maret (2) |
0,22 (v) |
0,22 (v) |
0,70 (v) |
April (1)* |
0,39 (v) |
0,44 (v) |
0,88 (g) |
April (2)* |
0,45 (v) |
0,49 (g) |
0,85 (g) |
Mei (1)* |
0,51 (g) |
0,48 (g) |
0,84 (m) |
Mei (2)* |
0,49 (g) |
0,44 (m) |
0,78 (m) |
Juni (1)* |
0,37 (m) |
0,31 (m) |
0 (p) |
Juni (2)* |
0,31 (m) |
0 (p) |
0 (p) |
Juli (1) |
0 (p) |
0 (p) |
0 (p) |
Keterangan: Tanda (*) menunjukan musim kemarau, huruf (o) yang berada di belakang angka menunjukan proses olah tanah, huruf (v) menunjukan periode vegetatif, huruf (g) periode generative, huruf (m) merupakan proses pemasakan buah, dan huruf (p) merupakan masa panen.
Suatu tahap penting yang dibutuhkan untuk perencanaan dan proses sistem irigasi untuk budidaya tanaman padi yaitu analisis kebutuhan air irigasi yang diartikan untuk jumlah air yang diperlukan oleh tanaman dalam suatu periode guna untuk tumbuh dan pengolahan secara normal. Kebutuhan air irigasi adalah banyaknya air yang diperlukan guna mecapai kebutuhan evaporasi, kehilangan air, keperluan air untuk tanaman dengan memlihat banyaknya air yang diberikan oleh alam dengan hujan dan partisipasi air tanah (Handika & Wijaya, n.d.). kebutuhan air konsumtif mencapai titik maksimum pada saat fese fegetasi dan mengalami penurunan sejalan dengan pematangan biji yang terjadi pada minggu ke 14 sampai minggu ke 21 (Dipayana et al., 2017) Pada table 2, bulan yang diberi tanda bintang merupakan kebutuhan air irigasi pada musim kemarau, pada bagian hulu kebutuhan air irigasi yang tertinggi adalah bulan Maret (I) yaitu 2,60 lt/det/ha, dan yang paling rendah adalah pada Maret (II) yaitu 0,22 lt/det/ha, pada bulan Juli (I) dibagian hulu sudah memasuki masa panen sehingga pada bulan Juli (I) tidak membutuhkan air irigasi, sedangkan pada bagian tengah kebutuhan air irigasi tertinggi adalah bulan Februari (I) yaitu 2,56 lt/det/ha dan yang terendah adalah bulan Maret (I) dan Maret (II) yaitu 0,22 lt/det/ha, pada bulan Juni (II) Dan Juli (I) sudah memasuki masa panen, dan pada bagian hilir kebutuhan air irigasi yang tertinggi adalah bulan April (I) yaitu 0,88 l/det/ha dan yang terendah adalah
pada Februari (I) yaitu 0,31 l/det/ha, pada bulan Juni (I) sampai Juli (I) sudah memasuki masa panen. Kebutuhan air irigasi yang tertinggi pada musim kemarau adalah dibagian hilir pada bulan April (I) yaitu 0,88 l/det/ha, sedangakan kebutuhan air irigasi terrendah adalah dibagian hulu bulan Maret (I), bagian tengah pada Maret (I) Dan Maret (II) yaitu 0,22 l/det/ha.
Untuk melihat perbandingan kebutuhan air irigasi budidaya tanaman padi pada subak bagian hulu, tengah, dan hilir dapat dilihat pada Gambar 1. Bedasarkan Gambar 1 grafik KAI menunjukan kebutuhan air irigasi pada bulan Februari (2) untuk subak bagian hulu dan tengah memiliki jumlah kebutuhan air irigasi yang tinggi sebesar 2,56 lt/dt/ha jika dibandingkan dengan kebutuhan air irigasi pada subak bagian hilir sebesar 0,31 lt/dt/ha, hal ini terjadi karena perbedaan periode budidaya tanaman padi yang terjadi pada setiap bagian subak. Subak daerah hulu dan tengah memiliki nilai kebutuhan air irigasi yang sangat tinggi pada bulan Februari (2) karena merupakan proses olah tanah, sedangkan pada subak daerah hilir bulan Februari (2) merupakan proses awal tanam. Kebutuhan air irigasi pada subak daerah tengah turun secara kuantitatif terjadi pada bulan Maret (1) yaitu menjadi 0,22 lt/dt/ha yang merupakan proses awal tanam, sedangkan pada subak daerah hulu kebutuhan air irigasi masih tinggi karena pada bulan Maret (1) merupakan proses olah tanah dengan
kebutuhan air irigasi sebesar 2,6 lt/dt/ha. Pada subak daerah hulu kebutuhan air irigasi mulai turun secara kuantitatif pada bulan Maret (1) menjadi 0,22 lt/dt/ha yang merupakan proses awal tanam. Kebutuhan air
irigasi pada proses olah tanah memiliki nilai kebutuhan yang lebih untuk penjenuhan tanah (Fuadi et al., 2016).
Bulan
Gambar 1. Grafik Kebutuhan Air Irigasi untuk Budidaya Tanaman Padi Daerah Hulu, Tengah dan Hilir Pada Subak di Daerah Aliran Sungai Yeh Ho Tabanan.
Kebutuhan air irigasi subak pada daerah hulu cenderung lebih sedikit dibandingkan dengan daerah tengah dan hilir, hal ini dikarenakan subak pada daerah hulu mempunyai curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan dengan subak daerah tengah dan hilir. Perbedaan kebutuhan air irigasi pada setiap bagian subak dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan air tanaman (ETc) pada setiap bulan dan curah hujan efektif (Re) perbedaan dari setiap subak bagian. Curah hujan efektif (Re) adalah hujan yang langsung digunakan tanaman guna mencapai keperluanya saat masa pertumbuhan (Heryani et al., 2020)
Debit Air Tersedia pada Subak
Ketersediaan air untuk mencapai kebutuhan air irigasi di subak DAS Ho diperoleh dari perhitungan
debit air pada 11 bendung yang ada pada DAS Ho berawal pada bulan Februari 2020 sampai Juni 2020. Data debit air tersebut kemudia dikelompokan jadi tiga bagian hulu, tengah, dan hilir. Dari 3 bagian tersebut terdapat 5 bendung pada subak bagian hulu, 3 subak bagian tengah, dan 3 subak bagian hilir. Besarnya ketersedian air irigasi diperoleh dari curah hujan dan debit sungai yang ada disekitar daerah pertanian yang dilihat (Fitriati et al., 2015). Menurut (Arnanda et al., 2019) debit air tersedia pada subak daerah hulu cenderung lebih besar dibandingkan subak daerah tengah dan hilir yang diakibatkan karena subak daerah hulu mendapatkan air irigasi pertama diabandingkan dengan subak bagian tengah dan hilir.
Tabel 3. Ketersediaan Air Irigasi untuk Budidaya Tanaman Padi Daerah Hulu, Tengah dan Hilir Pada Subak Di Daerah Aliran Sungai Yeh Ho
Bulan (periode) |
Debit Tersedia (l/detik/ha) | ||
Hulu |
Tengah |
Hilir | |
Februari (2) |
2,81 (o) |
2,72 (o) |
1,86 (v) |
Maret (1) |
2,68 (o) |
2,22 (v) |
1,80 (v) |
Maret (2) |
1,56 (v) |
1,32 (v) |
0,92 (v) |
April (1)* |
0,84 (v) |
0,37 (v) |
0,59 (g) |
April (2)* |
0,65 (v) |
0,32 (g) |
0,60 (g) |
Mei (1)* |
0,57 (g) |
0,30 (g) |
0,60 (m) |
Mei (2)* |
0,61 (g) |
0,33 (m) |
0,74 (m) |
Juni (1)* |
0,62 (m) |
0,32 (m) |
0 (p) |
Juni (2)* |
0,59 (m) |
0 (p) |
0 (p) |
Juli (1) |
0 (p) |
0 (p) |
0 (p) |
Keterangan : Tanda (*) menunjukan musim kemarau, huruf (o) yang berada di belakang angka menunjukan proses
olah tanah, huruf (v) menunjukan periode vegetatif, huruf (g) periode generative, huruf (m) merupakan proses pemasakan buah dan huruf (p) menunjukan masa panen.
Bulan
Gambar 2. Debit Air Tersedia (Qt) Budidaya Padi Daerah Hulu, Tengah dan Hilir Subak pada DAS Ho
Data debit air dikelompokan kedalam debit rerata 15 hari sesuai dengan periode budidaya tanaman padi. Hasil pengukuran debit air tersedia pada subak bagian hulu, tengah, dan hilir untuk budidaya tanaman padi disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan Gambar 2 menunjukan bahwa adanya jumlah perbedaan ketersediaan air irigasi pada subak daerah hulu,
tengah, dan hilir. Grafik tersebut menunjukan bahwa debit air yang tersedia pada subak bagian hulu dan hilir memiliki nilai yang hampir sama mulai dari bulan dari bulan Maret (2) sampai Mei (1), sedangkan ketersediaan air irigasi pada subak bagian tengah memiliki nilai dibawah subak bagian hulu dan hilir.
Hulu, Tengah dan Hilir Pada Subak DAS Ho Saat Musim Kemarau
Subak |
Bulan |
KAI (l/detik/Ha) |
Qt (l/detik/Ha) |
Imbangan (l/detik/Ha) |
April (I) |
0,39 (v) |
0,84 (v) |
0,45 | |
April (II) |
0,45 (v) |
0,65 (v) |
0,20 | |
Mei (I) |
0,51 (g) |
0,57 (g) |
0,06 | |
Hulu |
Mei (II) |
0,49 (g) |
0,61 (g) |
0,12 |
Juni (I) |
0,37 (m) |
0,62 (m) |
0,25 | |
Juni (II) |
0,31 (m) |
0,59 (m) |
0,28 | |
Juli (I) |
0 (p) |
0 (p) |
0 | |
April (I) |
0,44 (v) |
0,37 (v) |
-0.07 | |
April (II) |
0,49 (g) |
0,32 (g) |
-0.17 | |
Mei (I) |
0,48 (g) |
0,30 (g) |
-0.18 | |
Tengah |
Mei (II) |
0,44 (m) |
0,33 (m) |
-0.11 |
Juni (I) |
0,31 (m) |
0,32 (m) |
0.01 | |
Juni (II) |
0 (p) |
0 (p) |
0 | |
Juli (I) |
0 (p) |
0 (p) |
0 | |
April (I) |
0,88 (g) |
0,59 (g) |
-0.29 | |
April (II) |
0,85 (g) |
0,60 (g) |
-0.25 | |
Mei (I) |
0,84 (m) |
0,60 (m) |
-0.24 | |
Hilir |
Mei (II) |
0,78 (m) |
0,74 (m) |
-0.04 |
Juni (I) |
0 (p) |
0 (p) |
0 | |
Juni (II) |
0 (p) |
0 (p) |
0 | |
Juli (I) |
0 (p) |
0 (p) |
0 |
Tabel 4. Debit Perbandingan Kebutuhan Air Irigasi Dengan Ketersediaan Air Irigasi Budidaya Tanaman Padi Daerah
1
Bulan (periode)
Gambar 3. Grafik Perbandingan Kebutuhan Air Irigasi Dengan Ketersediaan Air Irigasi Budidaya Tanaman Padi Daerah Hulu, Tengah dan Hilir Pada Subak DAS Ho Saat Musim Kemarau
Jumlah ketersediaan air irigasi pada bulan Februari (2) memiliki perbedaan yang kuantitatif, pada subak bagian hulu memiliki ketersediaan air irigasi sebesar 2,81 l/detik/ha, subak bagian tengah sebesar 2,72 l/detik/ha, dan pada bagian hilir sebesar 1,86 l/detik/ha. Hal tersebut juga terjadi pada bulan Maret (2) dimana pada subak bagian hulu memiliki ketersediaan air irigasi sebesar 1,56 l/detik/ha, subak bagian tengah sebesar 1,32 l/detik/ha, dan subak bagian hilir sebesar 0,92 l/detik/ha, banyaknya ketersedian air pada bagian hilir dikarenakan adanya bendung Telaga Tunjung.
Imbangan Air Irigasi Pada Musim Kemarau
Untuk mengetahui bagaimana air yang tersedia guna melayani kebutuhan air irigasi. Sehingga diketahui apakah mengalami kekurangan air atau kelebihan air (Suroso et al., 2007). Hasil perhitungan diantaranya kebutuhan air irigasi dan air irigasi yang tersedia disajikan pada Tabel 4, Hasil perhitungan perbandingan jumlah kebutuhan air irigasi dan air irigasi yang tersedia di Daerah Irigasi aliran sungai Yeh Ho menunjukkan terjadi ketidakcukupan air irigasi dibagian tengan yaitu pada bulan April (I) sebesar 0,07 l/det/Ha, sampai pada bulan Mei (II) sebesar 0,11 l/det/Ha. Pada bagian hilir mengalami kekurangan air irigasi pada bulan April (I) sebesar 0,29 l/det/Ha sampai pada bulan Mei (II) yaitu sebesar 0,04 l/det/Ha.
Gambar 3 menunjukkan hubungan kondisi ketersediaan air irigasi dengan kebutuan air irigasi. Berdasarkan grafik dapat dilihat kertersedian air irigasi pada subak dibagian tengah dan hilir mengalami penurunan pada bulan april (II) sampai pada bulan Mei (II), sehingga tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan air irigasi. Curah hujan yang jatuh dibulan April, Mei dan Juni tergolong sedikit maka tidak dapat memenuhi air irigasi yang tersedia.
Persentase Kekurangan Air Irigasi pada Subak DAS Ho saat Musim Kemarau
Datangnya musim kemarau berkaitan erat dengan peralihan Angin Barat (Monsun Asia) menjadi Angin Timuran (Monsun Australia BMKG memperkirakan arah angin monsun akan diawali dari daerah Nusa Tenggara pada April 2020, kemudian daerah Bali dan Jawa, setelah itu beberapa daerah Kalimantan dan Sulawesi pada Mei 2020 dan akhirnya Monsun Australia kebanyakan pada daerah di Indonesia dibulan Juni hingga Agustus 2020. Dari total 342 Zona Musim (ZOM) di Indonesia, rata-rata 17,0% diperkirakan terjadi diawali musim kemarau pada bulan April 2020, yaitu di sebagian kecil wilayah Nusa Tenggara, Bali, dan Jawa. Berdasarkan hasil perhitungan persentase kekurangan air irigasi pada subak daerah hulu, tengah, hilir dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kekurangan Air Irigasi Saat Musim Kemarau.
Bulan |
Kekurangan air (%) Hulu |
Tengah |
Hilir |
April (1) |
-115.38 |
15.90 |
32.95 |
April (2) |
-44.44 |
34.69 |
29.41 |
Mei (1) |
-11.76 |
37.50 |
28.57 |
Mei (2) |
-24.49 |
25.00 |
5.13 |
Rata-Rata |
-49.02 |
28.28 |
24.02 |
Keterangan: tanda (-) menunjukan kelebihan air irigasi
Berdasarkan Tabel 5 menunjukan persentase kekurangan air irigasi tertinggi yaitu pada subak daerah tengah sebesar 37,50% terjadi pada bulan Mei (1), persentase kekurangan iri irigasi terendah pada subak daerah hilir yaitu terjadi pada bulan Mei (2) sebesar 5,13% dan pada subal bagian hulu tidak terjadi kekurangan air irigasi. rata-rata persentase kekurangan air irigasi pada subak daerah tengah sebesar 28.28% dan rata-rata kekurangan air irigasi pada bagian hilir adalah sebesar 24,02% merupakan persentase kekurangan air irigasi terendah dibandingkan dengan subak daerah tengah dan hilir. Pada subak daerah tengah persentase kekurangan air irigasi terendah terjadi pada bulan April (1) yaitu sebesar 15,90% dan kekurangan air irigasi tertinggi terjadi pada bulan Mei (1) yaitu sebesar 37,50% dan
rata rata persentase kekurangan air irigasi yang didapat pada subak daerah tengah sebesar 28,28%. Persentase kekurangan air irigasi pada subak daerah hilir tertinggi terjadi pada bulan April (1) yaitu sebesar 32,95% dan persentase kekuranga air irigasi terendah terjadi pada bulan Mei (2) yaitu sebesar 5,13%. Rata-rata persentase kekurangan air irigasi yang didapat pada subak daerah hilir adalah sebesar 24,02%.
Teknik Pengelolaan Distribusi Air Proporsional pada DAS Ho
pengelolaan air pada subak daerah hulu, tengah, hilir agar proposional yaitu dengan cara merekayasa ketersedian air irigasi untuk memenuhi kebutuhan air irigasi pada masing-masing subak. Rekayasa ketersediaan air irigasi dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekayasa Ketersediaan Air Irigasi
Hulu Tengah |
Hilir |
Bulan |
Qt |
Qt awal Qt rekayasa Qt awal Qt rekayasa Qt awal |
rekayasa |
April (I) 0.84 0.44 0.37 0.50 0.59 April (II) 0.65 0.40 0.32 0.44 0.60 |
0.95 0.78 |
Mei (I) 0.57 0.41 0.3 0.38 0.60 Mei (II) 0.61 0.48 0.33 0.43 0.74 |
0.71 0.77 |
Berdasarkan Tabel 6, Qt awal subak derah hulu di bulan pada April (1) sebesar 0,84 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,44 lt/dt/ha. Hal ini menunjukan Qt awal harus diturunkan sebesar 0,40 lt/dt/ha sehingga kebtuhan air irigasi dapat proporsional. Pada bulan April (2) Qt awal sebesar 0,65 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,40 lt/dt/ha. Agar pengelolaan air irigasi dapat proporsional pada, maka Qt awal diturunkan sebesar 0,25 lt/dt/ha. Pada bulan Mei (1) Qt awal sebesar 0,57 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,41 lt/dt/ha. nilai tersebut menunjukan bahwa pengelolaan air irigasi dapat proporsional dengan cara menurunkan nilai Qt awal sebesar 0,16 lt/dt/ha. Pada Mei (2) Qt awal sebesar 0,61 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,48 lt/dt/ha. Hal ini menunjukan Qt awal harus diturunkan sebesar 0,13 lt/dt/ha agar
kebutuhan air irigasi proposional. Pada subak bagian tengah di bulan April (1) sebesar 0,37 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,50 lt/dt/ha. Hal ini menunjukan Qt awal harus dinaikan sebesar 0,13 lt/dt/ha sehingga kebtuhan air irigasi dapat proporsional. Pada bulan April (2) Qt awal sebesar 0,32 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,44 lt/dt/ha. Agar kebutuhan air irigasi dapat proporsional, maka Qt awal dinaikan sebesar 0,12 lt/dt/ha. Pada bulan Mei (1) Qt awal sebesar 0,3 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,38 lt/dt/ha. nilai tersebut menunjukan bahwa kebutuhan air irigasi dapat proporsional dengan cara menaikan nilai Qt awal sebesar 0,35 lt/dt/ha. Pada Mei (2) Qt awal sebesar 0,33 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,43 lt/dt/ha. Hal ini menunjukan Qt awal harus dinaikan sebesar 0,110 lt/dt/ha agar kebutuhan air
irigasi proposional. Pada subak derah hilir di bulan pada April (1) sebesar 0,59 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,95 lt/dt/ha.
Hal ini menunjukan Qt awal harus dinaikan sebesar 0,36 lt/dt/ha sehingga kebutuhan air irigasi dapat proporsional. Pada bulan April (2) Qt awal sebesar 0,60 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,78 lt/dt/ha. Agar kebutuhan air irigasi dapat proporsional, maka Qt awal dinaikan sebesar 0,18 lt/dt/ha. Pada bulan Mei (1) Qt awal sebesar 0,60 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,71 lt/dt/ha. nilai tersebut menunjukan bahwa kebutuhan air irigasi dapat proporsional dengan cara menaikan nilai Qt awal sebesar 0,11 lt/dt/ha. Pada Mei (2) Qt awal sebesar 0,74 lt/dt/ha dan Qt rekayasa sebesar 0,77 lt/dt/ha. Hal ini menunjukan Qt awal harus dinaikan sebesar 0,3 lt/dt/ha agar kebutuhan air irigasi proposional.
KESIMPULAN
Dari hasil perhitungan, persentase kekurangan air irigasi disubak DAS Ho pada musim kemarau, rata-rata pada daerah hulu -49,02%, tengah 28,28%, dan hilir 24.02%. Teknik pengelolaan distribusi air pada hulu, tengah, hilir saat musim kemarau agar kekuranganya bersifat proporsional adalah dengan cara merubah debit awal sesuai dengan debit rekayasa. Pada daerah hulu rata-rata debit awal sebesar 0,67 l/dt/ha diubah menjadi sebesar 0,43 lt/dt/ha, daerah tengah dari 0,33 l/dt/ha diubah menjadi 0,44 l/dt/ha, dan pada daerah hilir rata-rata debit awal sebesar 0,63 l/dt/ha diubah menjadi sebesar 0,80 l/dt/ha. Perubahan debit air dapat dilakukan dengan mengatur pintu saluran pemasukan.
DAFTAR PUSTAKA
Arnanda, Y., Tika, I. W., & Madrini, I. A. L. G. B. (2019). Analisis Rasio Prestasi Manajemen Irigasi pada Distribusi Air di Subak Kabupaten Tabanan. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 290–300.
Asdak, C. (2018). Hidrologi dan pengelolaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press.
Jailani. 2005. Kajian Debit Banjir Sungai Way Laay Kecamatan Karya Penggawas Kabupaten Lampung Barat, Tesis Master, ITB..
BMKG. (2020). Prakiraan Musim Kemarau 2020 di Indonesia. 109.
Dharmananta, I. D. P. G. A., Suyarto*), R., & Trigunasih, N. M. (2019). Pengaruh Morfometri DAS terhadap Debit dan Sedimentasi DAS Yeh
HoE-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/JAT
Dipayana, K. A., Tika, I. W., & Sumiyati, S. (2017). Analisis Pemakaian Air Irigasi Pada Budidaya Padi Beras Merah dengan Sistem Tanam Legowo Nyisip (Studi Kasus di Subak Sigaran). Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 5(1), 131–138.
Fitriati, U., Novitasari, N., Rusdiansyah, A., &
Rahman, A. (2015). Studi Imbangan Air Pada Daerah Irigasi Pitap. Cantilever: Jurnal Penelitian Dan Kajian Bidang Teknik Sipil, 4(1).
Fuadi, N. A., Purwanto, M. Y. J., & Tarigan, S. D. (2016). Kajian kebutuhan air dan produktivitas air padi sawah dengan sistem pemberian air secara sri dan konvensional menggunakan irigasi pipa. Jurnal Irigasi, 11(1), 23–32.
Handika, I. P. R., & Wijaya, I. M. A. S. (n.d.). Analisis Neraca Air Irigasi Untuk Tanaman Padi Pada Subak Jaka Sebagai Subak Natak Tiyis. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 3(2).
Heryani, N., Kartiwa, B., Hamdani, A., & Rahayu, B., (2020). Analisis Ketersediaan dan Kebutuhan Air Irigasi pada Lahan Sawah: Studi Kasus di Provinsi Sulawesi Selatan.Jurnal Tanah Dan Iklim, 41(2). 135.
Mediani, A., Fajar, M., Basuki, A., & Finesa, Y. (2019). Analisis Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman Padi Guna Ketahanan Pangan dalam Upaya Mitigasi Bencana Kekeringan Pada Sub DAS Samin.
Priyonugroho, A. (2014). Analisis Kebutuhan Air Irigasi (Studi Kasus Pada Daerah Irigasi Sungai Air Keban Daerah Kabupaten Empat Lawang).Jurnal Teknik Sipil Dan Lingkungan, 2(3), 457-470.
Purnama, I. L. S., Trijuni, S., Hanafi, F., Aulia, T., & Razali, R. (2012). Analisis Neraca Air di DAS Kupang dan Sengkarang. 1-79
Pusposutardjo, S. (2001). Pengembangan irigasi (Usaha tani berkelanjutan dan gerakan hemat air. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Santika, I. K. A., Tika, I. W., & Budisanjaya, I. P. G. (n.d.). Analisis Rasio Prestasi Manajemen Irigasi pada Budidaya Tanaman Padi (Oryza
sativa L.) di Subak Kabupaten Tabanan. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 204–210.
Subagyono, K., & Abdurachman, A. (2001). Nata
Suharta. 2001. Effects of puddling various soil types by harrows on physical properties of new developed irrigated rice areas in Indonesia. Proceeding of the Meeting of Indonesian Student Association, Tokyo. Japan.
44
Discussion and feedback