JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 1, bulan April 2022

Pengaruh Hydrocooling dan jenis Plastik Terhadap Mutu Jagung Manis (Zea mays L. Saccharata) Selama Penyimpanan Dingin

The Effect of Hydrocooling and Plastic Types on the Quality of Sweet Corn (Zea mays L. Saccharata) During Cold Storage

Ni Luh Putu Sarasulistian, Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja, Yohanes Setiyo

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas

Udayana, Badung, Bali, Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak

Hydrocooling merupakan cara sederhana untuk menurunkan suhu bahan pangan secara cepat sampai suhu bahan mendekati suhu penyimpanan yang akan dilakukan. Selain itu, perlakuan pengemasan bahan pangan mampu menghambat laju susut bobot dan kualitas produk. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah lama perendaman pada proses hydrocooling (tanpa perendaman, perendaman selama1 menit, dan perendaman 2 menit (suhu air perendaman 5oC±1)) dan faktor kedua adalah jenis plastik (jenis plastik Polypropylene (PP) dan plastik High Density Polyethylene (HDPE)). Setiap unit percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali dan semua unit percobaan disimpan pada lemari pendingin dengan suhu 10oC±1. Parameter diamati adalah a) kadar air, b) susut bobot, c) kekerasan bahan, d) warna, dan e) laju pendinginan. Penelitian dilakukan selama 8 hari dengan interval pengambilan data selama 2 hari sekali. Selama penyimpanan dingin jagung manis mengalami banyak perubahan fisik. Perubahan tersebut mulai nyata terlihat pada hari ke-6. Pada hari ke-6 jagung manis yang disimpan pada penyimpanan dingin mengalami perubahan fisik yaitu layu, keriput, warna mulai pucat, dan timbul warna kecoklatan di bagian ujung sampai pangkal permukaan jagung manis. Di hari ke-8 jagung manis mengalami penurunan susut bobot dan kadar air pada perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa pengemas, sedangakan perlakuan hydrocooling (1 menit dan 2 menit) dan dikemas (dengan plastik Polypropylene (PP) dan plastik High Density Polyethylene (HDPE) juga mengalami penurunan kadar air dan susut bobot, namun masih memiliki nilai rata-rata kadar air dan susut bobot yang tinggi. Akibat dari penurunan kadar air dan susut bobot mempengaruhi kekerasan jagung manis, warna, dan laju pendinginan. Hasil penelitian selama 8 hari menunjukan kombinasi perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan hydrocooling selama 2 menit dengan kemasan plastik Polypropylene dengan nilai susut bobot 0,33%, kekerasan 34,20 N/mm2, warna L 50.00, a 16.69, b 51.81, kadar air 74,167%, dan laju pendinginan 2.3982 oC/30 menit.

Kata kunci: susut bobot, kekerasan bahan, warna, kadar air, laju pendinginan

Abstract

Hydrocooling is a simple way to quickly lower the temperature of food until the material temperature near the storage temperature. In addition, food packaging treatment can inhibit the rate of weight loss and product quality. This study used a completely randomized design (CRD) which consisted of two factors. The first factor was the immersion time in the hydrocooling process (without soaking, 1 minute immersion, and 2 minutes of immersion (immersion water temperature 5oC ± 1)) and the second factor was the type of plastic (Polypropylene (PP) plastic type and High-Density Polyethylene (HDPE) plastic). Each experimental unit was repeated 3 times and all experimental units were stored in a refrigerator with a temperature of 10oC ± 1. The parameters observed were a) moisture content, b) weight loss, c) material hardness, d) color, and e) cooling rate. Observations were made for 8 days with data retrieval intervals for 2 days. During cold storage sweet corn undergoes many physical changes. These changes began to appear on the 6th day. On the 6th day, sweet corn stored in cold storage experienced physical changes, namely wilting, wrinkling, starting to pale, and brownish color appeared at the tip to the base of the surface of the sweet corn. On the 8th day sweet corn experienced a

decrease in weight loss and moisture content in the treatment without hydrocooling and without packaging, while the hydrocooling treatment (1 minute and 2 minutes) and packed (with Polypropylene (PP) plastic and High-Density Polyethylene plastic (HDPE) also experienced a decrease in water content and weight loss but still had a high average value of moisture content and weight loss. The result of the decrease in moisture content and weight loss affected the hardness of sweet corn, color, and cooling rate. The best treatment combination was obtained in the hydrocooling treatment for 2 minutes with Polypropylene (H2P1) packaging with a weight loss value of 0.33%, hardness 34.20 N / mm2, color L 50.00, a 16.69, b 51.81, water content 74.167%, and a cooling 2.3982 oC / 30 minutes.

Keywords : weight loss, material hardness, color, moisture content, cooling rate

PENDAHULUAN

Kandungan nutrisi jagung manis sangat mudah rusak dimana kandungan gulanya dapat hilang 50% dalam 1 hari apabila tidak dilakukan penanganan yang baik (Sumoprastowo, 2004). Kehilangan kandungan nutrisi tersebut diakibatkan oleh respirasi yang masih terjadi pada jagung manis. Permintaan jagung manis yang cukup besar dengan harga tinggi dan keadaan segar, mendorong untuk mengembangkan jagung manis khususnya dalam penanganan perlakuan pascapanen. Jagung manis mempunyai nilai gizi yang berbeda tergantung dari varietasnya dan ukuran, struktur serta komposisi dari butir-butir jagung manis tersebut (Hidayah et al., 2020). Kelemahan utama jagung manis adalah cepat terjadinya penurunan rasa manis setelah dilakukan pemanenan. Adanya respirasi dapat menyebabkan bahan kehilangan substrat (Kader, 1995). Pengurangan substrat dalam respirasi menyebabkan hilangnya sumber energi dan menurunkan kualitas flavor, terutama rasa manis, oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya dalam penanganan pasca panen yang tepat sehingga dapat menunda laju penurunan rasa manis jagung manis sehingga waktu pemasarannya lebih panjang.

Respirasi sangat berpengaruh besar terhadap mutu kesegaran produk sehingga akan berpengaruh dan menyebabkan adanya penurunan kualitas pada produk. Perlakuan hydrocooling pasca pemanenan, pengemasan dan penyimpanan yang tepat adalah salah satu cara untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan dengan cara menghambat kerusakan yang terjadi.

Hydrocooling merupakan cara sederhana untuk menurunkan suhu bahan pangan secara cepat mendekati suhu penyimpanan. Menurut Awanis (2013) metode ini dianggap metode yang paling efektif guna membuang panas sensible. Menurut Pudja et al., (2014) air merupakan konduktor yang baik dari dari energi panas dari udara. Cara

pendinginan sederhana lain yang dilakukan oleh petani kecil adalah pendinginan dengan menggunakan air es (liquid icecooling). Dengan cara memecahkan es balok menjadi bagian-bagian kecil dan halus yang selanjutnya akan dicampurkan dengan air. Produk dapat dimasukan ke dalam cairan es ini atau cairan es ini dituangkan ke dalam pengemas yang didalamnya berisi produk. Namun metode ini memiliki kelemahan yaitu tidak dapat diaplikasikan pada bahan pangan yang memiliki lapisan kulit biji tipis seperti jagung manis. Pengaplikasian hydrocooling pada penelitian ini menggunakan Immersion Hydrocooler dengan pencelupan bahan pangan ke dalam air dingin untuk menurunkan suhunya, dengan mengatur suhu air es sebelum pencelupan.

Menurut Sedani (2014) penurunan kualitas baik secara fisik (tekstur, warna, susut bobot) maupun kimia (kandungan gula, protein, karbohidra, kadar air dan lain-lainnya) dalam waktu singkat setelah panen ini merupakan masalah utama dalam penanganan pascapanen komoditas ini. Penurunan kualitas jagung manis dapat dicegah dengan cara dikemas. Pengemasan jagung manis di pasaran biasanya menggunakan kemasan plastik yang memiliki tingkat permeabilitas uap air, oksigen, dan permeabilitas cukup rendah. Menurut Buckle et al., (1987) pengemasan merupakan salah satu cara memberikan kondisi yang tepat bagi pangan untuk mempertahankan mutunya dalam jangka waktu yang diinginkan.

Selain itu, penyimpanan pada suhu yang dingin dapat menghambat kerusakan fisiologis, penguapan serta aktivitas mikroorganisme yang mengganggu sehingga mutu serta kualitas buah dan sayuran dari mulai panen sampai diterima di tangan konsumen masih tetap terjaga (Blongkod et al., 2016). Menurut Phan (1987) prinsip yang pertama mengacu pada teori yang menyatakan bahwa setiap penurunan suhu sebesar 8oC, maka kecepatan reaksi metabolisme berkurang. Menurut Phan (1987)

prinsip kedua dapat efektif jika bahan pangan dibersihakan dulu sebelum pendinginan.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada tanggal 9 Agustus 2019 sampai 20 September 2019.

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung manis yang berumur ± 70 HSS (hari setelah semai), dimana jagung manis ini diperoleh dari petani di Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jenis jagung manis yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bonanza galur F1 dalam keadaan berkelobot dengan bobot rata-rata 395.0 g ± 1 g. Jagung manis yang diperoleh dari petani memiliki panjang 25 cm ± 1 cm dan diameter 5 ± 0.5 cm setelah kelobotnya dibersihkan. Bahan baku lainnya yaitu kemasan plastik PP dan HDPE dengan masing-masing memiliki ketebalan 0,01 ml dengan panjang 30 cm dan lebar 20 cm yang sama, dan juga air es.

Alat-alat yang digunapkan dalam penelitian ini antara lain meja dan rak penyimpan, Sealer, Oven (merk Labo DO 255 OECA3E5), cawan, desikator, timbangan digital (merk AdventurerTM Pro Av 810 Ohaus New York, USA), refrigerated show case (merk GEA 2D Expo-1050AH/CN), Colormeter (Model No:PCE-CSM 1), Plastik PE, plastik HDPE, Texture Analyzer alat pengukur kekerasan (Merk TA XT Plus, pisau, ulekan, pinset, alat tulis dan alat pendukung lainnya.

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian jagung manis dimulai dengan penerimaan bahan baku jagung manis jenis varietas Bonanza galur F1 yang didapatkan dari petani yang berada di Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jagung

manis yang diterima masih dalam keadaan berkelobot. Jagung manis yang diterima selanjutnya akan disortasi dan dikupas kelobotnya yaitu dengan cara memilih jagung yang tidak rusak dan bersih dari benda asing. Sedangkan pengupasan kelobot jagung manis dilakukan dengan cara mengupas tanpa melukai bonggol dan biji jagung manis sehingga mendapatkan ukuran jagung manis 25 cm ± 1 cm dan diameter 5 ± 0.5 cm. selain itu, memilih jagung manis yang memiliki biji diseluruh permukaan bonggol jagung dan memilih jagung manis tidak memiliki kerusakan mikrobiologis. Jagung manis yang telah di sortasi akan ditimbang dan dikemas dengan bahan pengemas plastik plastik PP (Polyetylene) dan plasik HDPE (High Density Polyethylene) dengan masing-masing ketebalan 0,03 mm. Masing–masing percobaan dalam 1 kemasan akan berisi 3 buah jagung manis tanpa kelobot yang akan disealer rapat. Proses hydrocooling jagung manis tanpa kelobot terpilih yang telah dikemas, akan direndam ke dalam air es dengan suhu 5°C± 1oC. Perendaman dilakukan selama 1 menit dan 2 menit sesuai dengan perlakuan. Jagung manis yang telah di berikan perlakuan hydrocooling akan disimpan didalam showcase dengan suhu 10oC± 1oC. Penyimpanan dilakukan selama 8 hari dan diamati setiap 2 hari sekali.

Parameter yang diamati secara objektif yaitu: susut bobot dengan (metode gravimetri) cara mengukur berat awal dan berat akhir, kekerasan diukur dengan texture analyzer, warna diukur menggunakan colorimeter, kadar air biji jagung manis diukur dengan metode gravimetri, laju pendinginan diukur menggunakan termometer stik dengan cara mengukur suhu massa jagung manis dan pendingin yang digunakan untuk melaksanakan penelitian. Nilai rata-rata dari seluruh parameter yang didapatkan akan di Uji ANOVA dan jika hasilnya berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji DUNCAN.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Jagung Manis

Berdasarkan hasil sidik ragam yang telah dilakukan menunjukan bahwa nilai rata-rata jagung manis yang diamati selama 8 hari memiliki

Nilai rata-rata kadar air jagung manis secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 1. Dan Gambar 1.


Manis

keanekaragaman data selama pengamatan.

Tabel 1. Nilai Rata-rata Kadar Air (%) Jag

Perlakuan/ Hari

Nilai Rata-rata Kadar Air Pada Jagung Manis (%)

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

H0P0

89,167 d

82,417 a

77,417 a

73,333 a

61,667 a

H0P1

92,083 e

89,917 d

84,917 c

79,917 c

77,417 d

H0P2

87,583 c

87,417 c

79,917 b

79,917 c

74,167 c

H1P0

82,333 a

84,917 b

79,917 b

77,417 b

77,333 d

H1P1

87,333 c

89,917 d

92,417 d

87,417 e

77,333 d

H1P2

84,833 b

87,500 c

87,417 d

82,417 d

79,917 e

H2P0

88,333 c

84,917 b

77,417 a

74,167 a

72,417 b

H2P1

83,333 a

87,000 c

79,917 b

77,417 b

74,167 c

H2P2

84,167 b

89,917 d

87,417 d

79,917 c

77,417 d

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (<0,05)

Tabel 1. Menunjukan bahwa jagung manis yang mendapatkan perlakuan hydrocooling (H) maupun pengemasan (P) berpengaruh nyata terhadap kadar air jagung manis. Pada pengamatan hari ke-8 perlakuan tanpa hydrocooling dan dikemas dengan plastik PP (H0P1), perlakuan hydrocooling selama 1 menit tanpa pengemas (H1P0), perlakuan

hydrocooling selama 1 menit dan dikemas dengan plastik PP (H1P1), dan perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) tidak berbeda nyata. Grafik penurunan kadar air pada jagung manis selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Gambar 1.


^→- H0P0

■ H0P1 →- H0P2

H1P0

—*—H1P1 ^*—H1P2 ^M— H2P0 ^^^^^MH2P1 «■■■■■B H2P2


Gambar 1. Grafik kadar air pada jagung manis selama penyimpanan dingin


Gambar 1. Menunjukan penurunan kadar air jagung manis selama 8 hari. Nilai rata-rata persentase kadar air terendah di hari ke-8 pada perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa kemasan sebesar 61,667%. Kadar air rendah pada jagung manis cenderung menyebakan bentuk biji jagung jagung manis menjadi keriput dan bertekstur keras. Menurut Fendriansah dkk, (2014) dalam Hadi (2018) kehilangan air pada produk hortikultura yang disimpan selama periode penyimpanan tidak hanya menyebabkan hilangnya berat, tetapi juga menyebabkan kerusakan yang akhirnya terjadi penurunan kualitas. Nilai rata-rata persentase kadar air tertinggi di hari ke-8 pada perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H1P2) sebesar 79,917%.

Perlakuan penyimpanan pada kemasan yang berbeda (kemasan plastik PP (P1) dan kemasan plastik HDPE (P2)) juga berpengaruh pada kadar air jagung selama penyimpanan dingin. Kemasan dengan permeabilitas lebih rendah mampu menghambat pindah massa uap air dari kemasan ke lingkungan, sehingga perlakuan kemasan plastik HDPE (P2) penurunan kadar airnya lebih rendah dari perlakuan kemasan plastik PP (P1).

Proses hydrocooling mampu menurunkan suhu dan tekanan uap air yang ada di jagung manis, sehingga laju penguapan air dari lingkungan menjadi lebih lambat. Laju penurunan kadar air pada perlakuan tanpa hydrocooling (H0) adalah 2,3 – 3,4 %/hari. Hal ini terjadi akibat tidak ada perlindungan antara jagung manis dengan lingkungan yang menyebabkan proses transpirasi dan respirasi berlangsung lebih cepat dan laju kehilangan air semakin cepat. Pada perlakuan hydrocooling selama 1 menit (H1) adalah 0,84 – 1,14 %/hari dan pada perlakuan hydrocooling selama 2 menit (H2) adalah 0,61 – 0,62 %/hari.

Susut Bobot Jagung Manis

Secara umum berdasarkan Gambar 2. peningkatan lama penyimpanan jagung manis dari semua perlakuan diikuti dengan peningkatan nilai susut bobot. Peningkatan susut bobot selama

Menurut Winarno dalam Sedani (2014) adanya perbedaan kadar air bahan yang dikemas disebabkan oleh permeabilitas berbeda-bedadari bahan kemasan. Menurut Sedani (2014) secara umum perlakuan jenis kemasan berpengaruh terhadap permeabilitas O2 dan H2O yang berhubungan dengan terjadinya penurunan kadar air dan berpengaruh pada perubahan susut bobot. Proses respirasi yang masih terjadi pada jagung manis menyebabkan penurunan kadar air jagung manis tidak terhentikan, dimana saat proses respirasi terjadi jagung manis akan mengkonsumsi O2 yang nantinya akan menghasilkan CO2, H2O, serta menghasilkan energi atau panas. Energi atau panas yang dihasilkan dari proses respirasi ini akan memicu terjadinya transpirasi, yang dimana proses transpirasi ini akan mengakibatkan kandungan air di dalam produk berkurang dan pastinya akn mempengaruhi penurunin kadar air (Sedani, 2014).

Dilihat dari hasil rata-rata kadar air pada jagung manis selama penyimpanan, perlakuan hydrocooling dan dikemas dengan kemasan bahan plastik dapat mempertahankan kadar airnya selama penyimpanan dingin.

Hal ini dapat dilihat pada sampel yang mendapatkan perlakuan hydroocoling dan kemasan persentase kadar airnya lebih tinggi dari sampel yang menjadi kontrol (tanpa hydrocooling tanpa kemasan (H0P0)). Menurut Winarno (1997) kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan.

penyimpanan sebagai akibat dari proses metabolisme jagung manis terutama proses transpirasi. Peningkatan susut bobot selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 2. dan Gambar 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata Susut Bobot Jagung Manis (%)

Perlakuan/ Hari

Nilai Rata-rata Kadar Air Pada Jagung Manis (%)

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

H0P0

0 a

3.04d

3.62d

4.97e

5.99e

H0P1

0 a

0.38a

0.23a

2.73b

4.43d

H0P2

0 a

0.13a

0.36a

3.54c

3.63b

H1P0

0 a

2.62c

3.25c

3.44c

3.96c

H1P1

0 a

0.26a

0.27a

0.28a

0.30a

H1P2

0 a

0.23a

0.25a

0.25a

0.28a

H2P0

0 a

2.24b

4.22b

4.33d

4.57d

H2P1

0 a

0.22a

0.26a

0.26a

0.33a

H2P2

0 a

0.22a

0.22a

0.24a

0.24a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

Tabel 2. Menunjukan bahwa perlakuan hydrocooling 1 menit yang dikemas dengan plastik PP maupun HDPE (H1P1 dan H1P2) dan perlakuan hydrocooling 2 ment yang dikemas dengan plastik PP maupun HDPE (H2P1 dan H2P2) tidak berbeda nyata di hari ke-8 dengan nilai rata-rata susut bobot sebesar 0.30%, 0.28%, 0.33%, dan 0.24%. Dilihat dari susut bobot yang tidak berbeda nyata di hari ke-8 menunjukan bahwa perlakuan hydrocooling dan perlakuan pengemasan dengan plasti tidak berpengaruh terhadap susut bobot jagung manis selama penyimpanan dingin. Nilai rata-rata susut bobot perlakuan hydrocooling 1 menit yang dikemas dengan palstik PP maupun HDPE (H1P1 dan H1P2) dan perlakuan hydrocooling 2 menit yang dikemas dengan plastik PP maupun HDPE

(H2P1 dan H2P2) di hari ke-8 terendah dari seluruh perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan hydrocooling 1 menit yang dikemas dengan plastik PP maupun HDPE (H1P1 dan H1P2) dan perlakuan hydrocooling 2 menit yang dikemas dengan plastik PP maupun HDPE (H2P1 dan H2P2) mampu mempertahankan susut bobotnya selama penyimpanan dingin. Semakin rendah suhu penyimpanan maka proses metabolime pada jagung manis akan semakin rendah. Selain itu menurut Awanis & Darmawati (2020) menyatakan bahwa susut bobot yang terjadi pada produk hortikultura sangat berkaitan dengan kehilangan air pada produk. Grafik penurunan dan kenaikan susut bobot jagung manis dapat dilihat pada Gambar 2.


—•— H0P0

■ H0P1

^- H0P2

H1P0

^l^H1P1

-C^H1P2

^^^ H2P0

^^^^^H2P1

«■■■■■■• H2P2


Gambar 2. Susut bobot jagung manis selama penyimpanan dingin


Gambar 2. Menunjukan bahwa perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa kemasan (H0P0) sebagai kontrol memiliki nilai rata-rata susut bobot tertingi dibandingkan dengan jagung manis yang mendapatkan perlakuan hydrocooling maupun kemasan. Hal ini terjadi karena tidak adanya perlindungan jagung manis dari suhu rendah lingkungan selama penyimpanan sehingga proses transpirasi masih berlangsung secara cepat yang menyebabkan susut bobot dari jagung manis meningkat. Hal lain, perlakuan tanpa kemasan (P0) memberikan keleluasaan uap air dari jagung manis untuk segera ke lingkungan, sehingga susut bobot perlakuan ini jauh lebih besar dibandingkan dengan pada perlakuan dengan kemasan. Menurut Pudja (2009) selama penyimpanan berlangsung proses transpirasi yang menyebabkan meningkatnya susut bobot karena penguapan air pada jaringan sayuran akibat adanya perbedaan tekanan uap udara sekitarnya, sehingga semakin cepat proses transpirasi terjadi maka semakin cepat sayuran kehilangan bobotnya.

Nilai susust bobot di hari ke-8 pada perlakuan tanpa dilakukan hydrocooling (H0) dan dikemas dengan kemasan plastik PP (P1) maupun HDPE (P2) berbeda nyata, dilihat dari nilai susut bobotnya yang lebih besar dari perlakuan yang mendapatkan hydrocooling dan dikemas, dengan nilai rata-rata susut bobot berturut-turut 4,43% dan 3,63%. Hal ini diakibatkan oleh panas yang masih dikeluarkan oleh jagung manis tanpa perlakuan hydrocooling sehingga persentase susut bobot jagung manis tinggi. Pada kondisi suhu yang rendah dapat memperlambat kecepatan reaksi-reaksi

Kekerasan Jagung Manis

Berdasarkan hasil pengamatan, nilai rata-rata kekerasan jagung manis meningkat untuk semua perlakuan dengan bertambahnya umur penyimpanan. Jagung manis dengan perlakuan tanpa hydrocooling dan dikemas dengan plastik PP (H0P1), perlakuan hydrocooling 1 menit dan dikemas dengan plastik PP (H1P1), dan perlakuan hydrocooling 2 menit dan tanpa dikemas (H2P0) tidak berbeda nyata di hari ke-8. Perlakuan hydrocooling 1 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H1P2) beserta perlakuan hydrocooling

metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan suhu sebesar 8oC maka kecepatan reaksi akan berkurang kira-kira setengahnya (Winarno & Betty, 1982).

Perlakuan penyimpanan dalam kemasan HDPE (P2) lebih kecil nilai susut bobotnya dibandingkan perlakuan penyimpanan dalam kemasan PP (P1). Hal ini diakibatkan oleh nilai permeabilitas kemasan plastik HDPE (P2) lebih besar dibandingkan nilai permeabilitas kemasan plastik PP (P1), sehingga uap air dari jagung manis pada kemasan plastik PP (P1) akan lebih sulit keluar dari kemasannya dibandingkan pada perlakuan penyimpanan di kemasan plastik HDPE (P2). Sesuai dengan pernyataan Anggraini & Sugiarti (2018) semakin lama waktu penyimpanan maka semakin lama penyimpanan. Peningkatan susut bobot jagung manis yang terjadi sangat berkaitan dengan penurunan kadar air selama penyimpanan dimana disaat kadar air menurun maka susut bobot dari jagung manis akan meningkat akibat proses respirasi dan transpirasi yang dialami jagung manis. Menurut Sedani (2014) respirasi dapat menyebabkan susut bobot karena pada saat respirasi terjadi pembakaran gula atau substrat lainnya seperti lemak dan protein yang diubah menjadi gas CO2, uap air, serta energi. Selain itu, penyimpanan pada suhu dingin pada prinsipnya bertujuan untuk menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan dengan lambat dan sebagai akibatnya ketahanan masa simpannya cukup panjang dengan susut bobot minimal, mutu masih baik, dan pasaran tetap tinggi (Kader, 1992).

selama 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) tidak berbeda nyata di hari ke-8 dengan nilai rata-rata kekerasan sebesar 35,56 N/mm2 dan 36,00 N/mm2. Hal ini menunjukan perlakuan hydrocooling 1 menit maupun 2 menit yang samasama dikemas dengan kemasan plastik HDPE (P2) tidak berbeda nyata terhadap kekerasan jagung manis. Nilai rata-rata kekerasan pada jagung manis dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kekerasan (N/mm2) Jagung Manis

Perlakuan

Rata-rata Kekerasan Jagung Manis (N/mm2)

Hari ke-0     Hari ke-2      Hari ke-4     Hari ke-6    Hari ke-8

H0P0

36.65c         36.70e         36.90c         37.00c        38.89f

H0P1

36.65c         37.00f         37.20d         37.60c        38.20b

H0P2

36.65c         36.80e         37.10d         37.50c        38.00e

H1P0

33.00b         33.20c         33.40a         36.00b        37.20d

H1P1

33.00b         33.20c         33.50b         33.65a        34.50b

H1P2

33.00b         34.00d         35.00c         35.30a        35.56c

H2P0

31.00a        32.20b         35.00d        35.50b       35.50b

H2P1

31.00a         32.00a         33.00a         33.70a        34.20a

H2P2

31.00a         32.00a         32.80a         33.50a        36.00c

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

Selain itu, pada Tabel 3. Peningkatan kekerasan paling tinggi dari penyimpanan hari ke-0 sampai hari ke-8 terdapat pada perlakuan tanpa hydrocooling dan pengemasan (H0P0) dengan nilai kekerasan sebesar 0,28 N/mm2/hari. Perlakuan tanpa dilakukan hydrocooling dan tanpa dikemas (H0P0) dari hari ke-0 sampai hari ke-8 memiliki nilai susut bobot paling tinggi sehingga

kekerasannya (N/mm2) paling tinggi diantara perlakuan yang lainnya yaitu sebesar 38,89 N/mm2. Peningkatan kekerasan paling rendah dari hari ke-0 sampai hari ke-8 terdapat pada perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) dengan nilai kekerasan sebesar 0,18 N/mm2 hari. Grafik kekerasan jagung manis dapat dilihat pada Gambar 3.

—♦— H0P0

■ H0P1

^^ H0P2

^^H1P0

Ml^H1P1

—•— H1P2

—M— H2P0

^^^^BH2P1

«■■■■■» H2P2


Gambar 3. Kekerasan jagung manis selama penyimpanan dingin

Gambar 3. Menunjukan perlakuan hydrocooling dan pengemasan terhadap kekerasan jagung manis tertinggi pada perlakuan tanpa hydrocooling diikuti perlakuan hydrocooling selama 1 menit (H1) dan hydrocooling selama 2 menit (H2). Perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan dikemas dengan plasti HDPE (H1P2) dan perlakuan hydrocooling

selama 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) di hari ke-8 tidak berbeda nyata dilihat dari nilai teksturnya yaitu 35,56 N/mm2 dan 35,40 N/ mm2. Tekstur dari perlakuan hydrocooling 1 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H1P2) dan perlakuan hydrocooling 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) masih rendah dilihat

dari bentuk fisik biji yang tidak layu maupun keriput. Perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa kemasan (H0P0) memiliki tingkat kekerasan paling tinggi sebesar 38.89 N/mm2 dilihat dari bentuk fisik biji layu dan keriput. Menurut Blongkod et al., (2016) kehilangan yang hanya sedikit mungkin tidak akan mengganggu tetapi kehilangan yang banyak akan menyebabkan kelayuan dan pengkriputan. Sedangkan perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik PP

Warna (L, a, b) Jagung Manis

Menurut Anonim (2008) warna ’L’ menunjukan kecerahan warna, warna ‘a’ menunjukan warna hijau atau merah, sedangkan warna ‘b’ menunjukan

(H2P1) memiliki tingkat kekerasan paling rendah di hari ke-8 sebesar 34,20 N/mm2 dilihat dari bentuk fisik biji tidak layu maupun keriput. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka umur simpan bahan akan semakin pendek (Khatir et al., 2015). Dapat disimpulan bahwa hasil uji kekerasan menggunakan alat Texture Analyzer menunjukan bahwa perlakuan hydrocooling dan kemasan berbeda nyata pada setiap perlakuan.

warna kuning atau biru. Berikut grafik dari nilai penurunan dan kenaikan tingkat kecerahan yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Warna ‘L’ pada Jagung Manis

Perlakuan/ Hari

Nilai Rata-rata Warna ‘L’ Pada Jagung Manis

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

H0P0

60,12 a

52.39a

50.57a

50.43a

48.89a

H0P1

60,12 a

53.72b

52.08b

51.41b

50.69b

H0P2

60,12 a

53.72b

53.00c

52.76c

50.60b

H1P0

60,12 a

52.65a

52.00b

50.94a

50.70c

H1P1

60,12 a

52.66a

51.57a

51.00b

50.20b

H1P2

60,12 a

57.00b

55.84d

54.02d

56.66e

H2P0

60,12 a

58.14d

55.96d

56.56e

56.00d

H2P1

60,12 a

56.43c

56.00d

55.10d

55.00c

H2P2

60,12 a

57.69c

56.00d

55.61d

55.00c

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

Tabel 4. Menunjukan rata-rata perubahan nilai ‘L’ dominan mengalami penurunan dengan hasil warna menjadi semakin pudar (kuning pucat mencapai putih) kemudian mengalami pembusukan pada permukaan jagung manis. Berdasarkan nilai rata-rata ‘L’ di hari ke-8 didapatkan bahwa perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H1P2) memiliki nilai rata-rata ‘L’ tertinggi yaitu sebesar 56,66. Nilai rata-rata ‘L’ yang lebih tinggi menunjukan bahwa semakin terang warna kuning pada jagung manis yang diamati. Walaupun nilai rata-rata ‘L’ pada perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H1P2) lebih terang tetapi perubahan fisiknya seperti keriput dan layu. Perubahan warna pada jagung manis dapat terjadi karena adanya transpirasi pada produk. Adanya

proses transpirasi menyebabkan kandungan air yang ada dalam produk menjadi berkurang sehingga produk mengalami perubahan warna, kemudian pembusukan tidak dapat dihentikan (Muchtadi, 1992). Perubahan warna ‘L’ terendah hari ke-8 pada perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa kemasan (H0P0) dengan nilai kecerahan ‘L’ 48,89 menghasilkan warna permukaan biji jagung yang semakin pucat ke arah putih. Perlakuan tanpa hydrocooling yang dikemas menggunakan plastik PP (H0P1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa hydrocooling yang dikemas dengan plastik HDPE (H0P2) di hari ke-8 menghasilkan warna kuning dengan nilai warna ‘L’ sebesar 50,69 dan 50,60. Grafik penurunan nilai warna ‘L’ pada jagung manis dapat dilihat pada Gambar 4.

Lama Penyimpanan (Hari)


—♦— H0P0

—•—H0P1

—⅛- H0P2

H1P0

)l(  H1P1

—•— H1P2

I  H2P0

^^^nH2P1

^^^» H2P2


Gambar 4. Grafik perubahan warna ‘L’ pada jagung manis

Dapat disimpulkan bahwa perlakuan tanpa hydrocooling (H0) tidak mampu mempertahankan tingkat kecerahannya samapai hari ke-8. Sedangakan perlakuan yang tidak mendapatkan hydrocooling (H0) sekaligus dikemas dengan plastik PP (P1) maupun plastik HDPE (P2) masih mampu mempertahankan tingkat kecerahan warnanya. yang diinginkan. Untuk seluruh perlakuan yang mendapatkan hydrocooling 1 menit (H1) ataupun 2 menit (H2) yang dikemas dengan plastik PP (P1) maupun plastik HDPE (P2) masih mampu mempertahankan tingkat kecerahan.

Nilai warna ‘a’ menggambarkan warna merah atau hijau (range (-128) sampai (+127) ; dengan + warna

lebih merah : - warna lebih hijau. Perubahan warna ‘a’ selama penyimpanan dingin berpengaruh nyata dengan seluruh perlakuan.. Perlakuan tanpa hydrocooling dan tidak dikemas (H0P0) di hari ke-8 berbeda nyata dengan seluruh perlakuan dengan nilai ‘a’ sebesar 13,42. Perlakuan tanpa hydrocooling dan tidak kemas (H0P0) tersebut menghasilkan warna kuning mendekati orange kemerahan. Hal ini diduga adanya kandungan gula yang terdapat didalam biji jagung manis yang memiliki sifat browning dan karamelisasi gula yang cukup tinggi (Djarkasi & Molenaar, 2017). Perubahan warna ‘a’ pada semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5. Dan Gambar 5.

Tabel 5. Nilai Rata-rata Warna ‘a’ pada Jagung Manis

Perlakuan/                  Nilai Rata-rata Warna ‘a’ Pada Jagung Manis

Hari

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

H0P0

19,21 a

18.50d

16.13c

15.28b

13.22a

H0P1

19,21 a

16.15b

15.90b

15.33b

14.97b

H0P2

19,21 a

18.05d

15.61b

15.60c

13.97a

H1P0

19,21 a

18.40d

17.77e

17.47e

16.95e

H1P1

19,21 a

15.28a

14.57a

13.93a

13.35a

H1P2

19,21 a

17.80d

16.90d

16.00c

15.10c

H2P0

19,21 a

17.08c

16.16c

16.78c

16.37c

H2P1

19,21 a

17.01c

16.90d

16.80d

16.69d

H2P2

19,21 a

17.38c

16.90d

16.80d

16.70d

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

^^H0P0

■  H0P1

⅛  H0P2

H1P0

^l⅛H1P1

• H1P2

^^^H2P0

^^^^^»H2P1

^^^^^»H2P2


Semakin lama penyimpanan di suhu rendah (10oC) menyebabkan seluruh perlakuan mengalami kenaikan dan penurunan nilai ‘a’. Tabel 5. Menunjukan perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan tidak dikemas (H1P0) di hari ke-8 memiliki nilai ‘a’ tertinggi 16,95. Semakin besar nilai warna ‘a’ makan akan semakin merah warna jagung manis yang disimpan. Perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan tanpa dikemas ini berbeda nyata dengan seluruh perlakuan yang mendapatkan hydrocooling selama 1 menit di hari ke-8. Perlakuan hydrocooling selama 2 menit yang tidak dikemas (H2P0), perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik PP (H2P1), dan perlakuan hydrocooling selamam 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) tidak berbeda nyata dari hari ke-4 sampai ke-8.

Pada hari ke-8 perlakuan hydrocooling 2 menit dan dikemas dengan kemasan plastik PP (H2P1) dan

perlakuan hydrcooling selama 2 menit dan dikemas dengan kemasan plastik HDPE (H2P2) tidak berbeda nyata dengan nilai a sebesar 16,69 dan 16,70. Hal ini diakibatkan oleh pemberian perlakuan hydrocooling yang mengakibatkan H2P1 dan H2P2 masih mempertahankan warna kuning. Proses penurunan suhu jagung manis dengan cara hydrocooling ini mampu menekan proses transpirasi. Selain itu, menurut Asiani et al., (1993) penggunaan bahan plastik sebagai pengemas, selain dapat menahan kelembaban dan mencegah kehilangan air, juga untuk melindungi dari kerusakan mekanis, mencegah kontaminasi serangga dan debu, mempertahankan kwalitas serta memperpanjang kesegaran. Nilai warna ‘b’ menggambarkan warna kuning atau biru dengan range (-128) sampai (+127); + warna lebih kuning: - warna lebih biru. Perubahan warna nilai ‘b’ dapat dilihat pada Tabel 6. dan Gambar 6.

Tabel 6. Nilai Rata-rata Warna ‘b’ pada Jagung Manis

Perlakuan/ Hari

Nilai Warna pada jagung manis ‘b’

Hari ke-0

Hari ke-2

Hari ke-4

Hari ke-6

Hari ke-8

H0P0

58,77 a

54.64b

51.01a

50.67a

47.46a

H0P1

58,77 a

55.91c

55.08c

54.75c

51.89b

H0P2

58,77 a

55.96c

54.45c

54.49c

51.27b

H1P0

58,77 a

53.28a

52.89b

53.22b

51.20b

H1P1

58,77 a

54.21a

52.90b

51.73a

52.77c

H1P2

58,77 a

56.74c

56.50d

54.07b

52.81c

H2P0

58,77 a

55.89c

55.17c

54.24c

52.55c

H2P1

58,77 a

53.78a

52.78b

52.78b

51.81b

H2P2

58,77 a

54.77b

53.31b

53.25b

52.43c

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P<0,05)

Hasil uji warna ‘b’ pada jagung manis pada penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan warana kuning dan biru (+ = lebih kuning, – = biru). Tabel 6. Menunjukan bahwa perlakuan tanpa hydrocooling yang tidak dikemas (H0P0) memiliki

nilai ‘b’ terendah pada penyimpanan hari ke-8 yaitu sebesar 47.46 dengan hasil warna kuning pudar. Perubahan warna ‘b’ pada penyimpanan suhu dingin dapat dilihat pada Gambar 6.

—^ H0P0

■ H0P1

^^— H0P2

H1P0

M^H1P1

—•— H1P2

—^- H2P0

^^^^^MH2P1

^^^^^^ H2P2

Gambar 6. Grafik perubahan warna ‘b’ pada jagung manis


Gambar 6. Menunjukan bahwa secara umum perlakuan tanpa hydrocooling dan dikemas menggunakan plastik PP (P1) maupun HDPE (P2) cenderung memiliki nilai ‘b’ yang tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan jagung manis yang dikemas mampu menahan panas dari lingkungan sehingga di hari ke-8 nilai rata-rata jagung manis tidak berbeda nyata. Hal lain, pada perlakuan hydrocooling 1 menit yang dikemas dengan plastik PP (H1P1) dan perlakuan hydrocooling 1 menit yang dikemas dengan plastik HDPE (H1P2) tidak berbeda nyata di hari ke-8. Hal ini terjadi akibat proses penurunan panas lapang jagung manis yang dilakukan selama 1 menit sehingga kesegaran jagung manis masih terjaga dengan warna permukaan masih kuning cerah. Sedangkan perlakuan hydrocooling selama 2 menit yang dikemas dengan plastik PP (H2P1) dan perlakuan hydrocooling selama 2 menit yang dikemas dengan

Laju Pendinginan Jagung Manis

Laju pendinginan jagung manis di menit ke-720 menunjukan hasil berbeda nyata pada seluruh perlakuan. Dari hasil pengamatan, laju pendinginan terendah pada perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa dikemas memiliki lagu pendinginan paling

plastik HDPE (H2P2) berbeda nyata. Hal ini dikarenakan permeabilitas dari kemasan plastik HDPE (P2) lebih tinggi dari kemasan plastik PP (P1). Semakin rendahnya konsentrasi O2 dalam udara penyimpanan maka penurunan nilai indikator warna akan semakin lambat (Agustiningrum et al., 2014). Menurut Djarkasi & Molenaar (2017) selain faktor yang menentukan mutu, warna juga mempunyai banyak arti yaitu dapat digunakan sebagai indikator kesegaran atau kematangan, indikator kerusakan, serta baik tidaknya cara pengolahan. Dapat disimpulkan nilai rata-rata ‘b’ pada jagung manis yang semakin tinggi menunjukan bahwa semakin kuning warna permukaan jagung manis yang diamati dan akan berangsur berubah kecoklatan. Menurut Ansar et al., (2020) pembentukan warna coklat ini dapat dipicu oleh reaksi oksidasi dari enzim fenol.

cepat dengan nilai laju pendinginan sebesar 1,7951 oC/jam di menit ke 720 akibatkan pengaruh penyimpanan dingin. Jagung manis tanpa perlakuan hydrocooling maupun dikemas lebih cepat mengalami kenaikan suhu bahan karena tidak ada

perlindungan seperti kemasan yang melindungi permukaan jagung manis sehingga suhu rendah saat penyimpanan dingin cepat diserap oleh jagung

manis. Grafik dari laju pendinginan dapat dilihat pada Gambar 7, Gambar 8, dan Gambar 9.

3,3000 I 3,1000 δ 2,9000 c 2,7000

2,5000 .s 2,3000 S 2,1000 ¾ 1,9000 ►2 1,7000

1,5000


Gambar 7. Grafik laju pendinginan H0P0, H0P1, dan H0P2 selama 12 jam

Gambar 8. Grafik laju pendinginan H1P0, H1P1, dan H1P2 selama 12 jam


2,0000

o' ^→ CM e∏ Xt IT? O t> OO O^ O^ ^ ^H ^h Lama Pengamatan (Jam)


Gambar 9. Grafik laju pendinginan H2P0, H2P1, dan H2P2 selama 12 jam

Gambar 7. Menunjukan bahwa laju pendinginan perlakuan tanpa hydrocooling dan tanpa kemasan (H0P0) cepat. Perlakuan tanpa hydrocooling (H0) dan yang dikemas dengan plastik PP (P1) maupun HDPE (P2) dari jam ke-0 sampai jam ke-12 memiliki laju pendinginan lambat karena permukaan jagung manis dilindungi oleh kemasan plastik PP dan HDPE sehingga jagung manis agak lambat menyerap suhu ruang pendinginan.

Gambar 8. Menunjukan bahwa nilai laju pendinginan pada perlakuan hydrcooling selama 1 menit tanpa kemasan (H1P0) tidak berbeda nyata dengan perlakuan hydrocooling selama 1 menit dan dikemas dengan plastik PP (H1P1). Hal ini menunjukan bahwa hydrocooling dapat mempengaruhi laju pendinginan jagung manis selama 12 jam. Dengan perlakuan hydrocooling selama 1 menit (H1) mengakibatkan suhu dari jagung manis menurun sehingga laju pendinginannya cenderung lambat.

Gambar 9. Menunjukan bahwa perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik HDPE (H2P2) mengalami laju pendinginan secara cepat dilihat dari grafiknya yang cenderung terus menurun. Perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik PP (H2P1) cenderung mengalami laju pendinginan secara lambat. Sedangkan dari seluruh perlakuan didapatkan bahwa perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan tanpa dikemas (H2P0) yang diamati selama 12 jam adalah perlakuan terbaik pada laju pendinginan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap laju pendinginan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Perlakuan hydrocooling terbaik yang didapatkan yaitu pada perlakuan hydrocooling selama 2 menit dilihat dari nilai rata-rata kadar air yang tinggi di hari ke-8 sebesar 79,917. Selain itu selama 8 hari penyimpanan perlakuan yang mendapatkan hydrocooling selama 1 menit memiliki bentuk fisik yang masih cukup segar dbandingkan perlakuan hydrocooling selama 2 menit.

  • 2.    Perlakuan jenis kemasan terbaik yang didapatkan yaitu pada perlakuan kemasan dengan plastik HDPE di setiap parameter penelitian.

  • 3.    Kombinasi perlakuan yang terbaik dari seluruh perlakuan diperoleh pada perlakuan hydrocooling selama 2 menit dan dikemas dengan plastik PP (H2P1) dengan nilai parameter kadar air 74,167%, susut bobot 0,33%, kekerasan 34,20 N/mm2, warna L 50.00, a 16.69, b 51.81, dan laju pendinginan 2.3982 oC/30 menit.

Saran

Berdasarkan    hasil penelitian ini untuk

mempertahankan mutu, umur simpan dan kesegaran jagung manis perlu melaksanakan kembali penelitian lanjutan mengenai hydrocooling jagung manis dengan jenis bahan pengemas dengan jenis dan bentuk yang berbeda.

Daftar Pustaka

Agustiningrum, D. A., Susilo, B., & Yulianingsih, R. (2014). Studi Pengaruh Konsentrasi Oksigen pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi Buah Sawo (Achras zapota L .). Bioproses Komoditas Tropis, 2(1), 22–34.

Anggraini, R., & Sugiarti, T. (2018). Analisis Pengemasan Jagung Manis ( Zea Mays L . Saccharata Sturt ) Berkelobot Dengan Berbagai Bahan Pengemas. FoodTech Jurnal Teknologi Pangan, 1, 25–31.

Anonim. (2008). Direktorat Jendral Hortikultura. Departemen Pertanian Jakarta.

Ansar, Murad, Sukmawaty, & Wati, S. (2020). Pengaruh Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Karakteristik Fisik Jagung Manis Segar (Zea mays L.). Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian Dan Biosistem, 8(2),                              147–154.

https://doi.org/10.29303/jrpb.v8i2.180

Asiani, B., F, R., & Palungkun, R. (1993).

Agribisnis Tanaman Sayur (Vol. 00226020, Issue 3). Penebar Swadaya. Jakarta.

Awanis. (2013). Kombinasi Suhu Air dan Lama Perendaman Pada Hydrocooling Untuk Mempertahankan Kesegaran Sawi Hijau

(Brassica juncea). Jurnal Institut Pertanian Bogor, 16.

Awanis, & Darmawati, E. (2020). Pengaruh Sistem Pendinginan Pada Dua Jenis Suhu Penyimpanan Terhadap Kesegaran Sawi Hijau (Brassica juncea). Jurnal Informasi Teknologi Pertanian (JITP), 1(1), 1–18.

Blongkod, N. ., Wenur, F., & Longdong, I. . (2016). Kajian Pengaruh Pra Pendinginan Dan Suhu Penyimpanan Terhadap Umur Simpan Brokoli. Jurnal Cocos, 7(5), 1–10.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., & Woonton. (1987). Ilmu Pangan. Terjemahan UI -Press, Jakarta.

Djarkasi, G. S. S., & Molenaar, R. (2017). Pengaruh Umur Panen terhadap Sifat Fisik Tepung Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Teknologi Pertanian, 8(1), 36–46.

Hadi, I. K. P. H. (2018). Pengaruh Ketebalan Plastik Polietilen Densitas Rendah sebagai Bahan Kemasan terhadap Mutu Daun Seledri (Apium Gravelens L.) Selama Penyimpanan Dingin. X, 1–9.

Hidayah, N., Istiani, A. N., & Septiani, A. (2020). Pemanfaatan Jagung (Zea mays) Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Keripik Jagung Untuk Meningkatkan Perekonomian Masyarakat di Desa Panca Tunggal. Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), 42–48.

Kader, A. . (1992). Postharvest Technology of Horticultural Crops. In Adv. Mater. (Vol. 4). US:Division of Agriculture an Natural Resource. University of California.

Kader, A. . (1995). Controlled atmospheres for storage and transport  of perishable

agricultural commodities.  Short. Report,

North Carolina State University.

Khatir, R., Ratna, & Puri, M. A. (2015). Pendugaan Umur Simpan Jagung Manis Berdasarkan Kandungan Total Padatan Terlarut Dengan Model Arrhenius. Jurnal Agritech, 35(2), 200. https://doi.org/10.22146/agritech.13831

Muchtadi, D. (1992). Petunjuk laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Phan, C. (1987). Effect on metabolism (J. Weichmann (ed.)). Postharvest physiology of vegetables, Marcel Dekker, Inc.

Pudja, I. A. R. P. (2009). Laju Respirasi Dan Susut Bobot Buah Salak Bali Segar Pada Pengemasan Plastik Polyethylene Selama Penyimpanan      Dalam      Atmosfer

Termodifikasi. Agrotekno, 15(1), 8–11.

Pudja, I. A. R. P., Widia, I. W., & Gunadnya, I. B. P. G. (2014). Pengembangan Teknologi Rantai Pendinginan Sederhana Untuk Mempertahankan Mutu Sayuran Dataran Tinggi di Bali Selama Pendistribusiannya.

Sedani, N. W. (2014). Pengaruh Jenis dan Ketebalan Plastik Terhadap Laju Perubahan Konsentrasi O2 Selama Penyimpanan Jagung Mansi (Zea mays var. saccharata Sturt). Jurnal Biosistem Dan Teknik Pertanian, 1(day 4), 1–10.

Sumoprastowo, R. M. (2004). Memilih dan Menyimpan Sayur Mayor; Buah-buahan dan Bahan Makanan. Bumi Aksara, Jakarta.

Winarno, F. ., & Betty, S. (1982). Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya (Vol. 46, Issue 2). Ghalia Indonesia, Bogor.

Winarno, F. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. In Zuliana (Ed.), Icassp (Vol. 21, Issue 3). PT. Gramedia Pustaka Utama.

70