JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 9, Nomor 2, bulan September, 2021

Penilaian Aspek Palemahan Sebagai Salah Satu Aspek Evaluasi Kinerja Sistem Irigasi Subak

Assesment of the Palemahan Aspects as an Evaluation of the Subak Irrigation System

Anastasia Febriana, Sumiyati*, I Wayan Widia

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana,

Badung, Bali

*email: [email protected]

Abstrak

Subak merupakan modal sosial bagi masyarakat Bali yang merupakan warisan irigasi dan pengolahan pertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi eksisting dari aspek palemahan. Lokasi penelitian di Subak Meliling, Subak Sungsang dan Subak Gadungan di Kabupaten Tabanan; Subak Bugbug, Subak Tohpati dan Subak Selat berada di Kabupaten Karangasem; Subak Yeh Santang, Subak Yeh Anakan dan Subak Air Sumbul di Kabupaten Jembrana. Komponen Tri Hita Karana dinilai dari nilai evaluasi. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kuesioner terhadap 9 kepala subak (pekaseh), observasi dan dokumentasi ke lokasi subak yang akan diteliti hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketercapaian skor Subak Meliling 4.2 berada pada kategori baik; di Subak Gadungan memperoleh skor 4.5 termasuk kategori baik; dan di Subak Sungsang skor 3.9 termasuk kategori baik; di Subak Tohpati skornya 3.8 dengan kategori baik; pada Subak Bugbug skor 3.7 termasuk dalam kategori baik; dan di Subak Selat skor 4.2 dengan kategori baik; sedangkan di Subak Air Santang mendapatkan skor 3.4 dengan kategori cukup baik; di Subak Yeh Anakan skor 4.1 kategori baik; dan di Subak Air Sumbul skor 4,2 dangan kategori baik.

Kata kunci: Aspek Palemahan, Kondisi Eksisting, Skor Evaluasi, Subak

Abtract

Subak is a social capital for Balinese, which is a legacy for irrigation and agricultural processing. The purpose of this research was to determine an existing condition of the palemahan aspects. The location of research was in the Meliling subak, the Sungsang Subak and the Gadungan Subak of Tabanan Regency; subak Bugbug, subak Tohpati and subak Selat of Karangasem regency; subak Yeh Santang, subak Yeh Anakan, and subak Air Sumbul of Jembrana Regency. The Tri Hita Karana’s component was assessed by the evaluation score. These datas were collection by questionnaire interviews, observation and documentation of the 9 heads of the subak (pekaseh). The evaluation results show that the achievement of the Subak Meliling score of 4.2 is in good category; at Subak Gadungan was getting score 4.5, belong to a good category; and at Subak Sungsang the score was 3.9, including in good category; in the Tohpathi Subak, the score was 3.8 in the good category; at the Subak Bugbug the score was 3.7, including in the good category; and in the Subak Selat, the score was 4.2 in the good category; while in Subak Air Santang the score was 3.4 in the pretty good category; In Yeh Anakan Subak, the score was 4.1 in the good category; and in Subak Air Sumbul the score was 4.2 in the good category

Keywords: Evaluation Score, Palemahan Aspects, Qualitative, Quantitative, Subak

PENDAHULUAN

Pengelolaan jaringan irigasi yang baik akan menunjang suatu peningkatan produksi pertanian khususnya pada budidaya padi dalam memenuhi sumber pangan khususnya beras, dapat meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani, serta dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya air

(Andika, et al., 2017) Bali memiliki subak yang mengatur suplai air bagi tanaman. kegiatan ini mempunyai kegunaan utama subak dalam melengkapi kebutuhan air untuk anggota subak dalam melakukan usaha tani (Sudarta, 2018). Subak merupakan lembaga tradisional di bidang irigasi dan pertanian bersifat sosio-agraris, religius dan ekonomis secara historis yang berkembang (Dewi

dan Parining, 2019) Dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972 tentang Irigasi Daerah Propinsi Bali, diuraikan bahwa subak adalah organisasi bersifat turun-menurun dibidang tata guna air dan atau tata tanaman dalam bagian usaha tani pada penduduk adat di Bali yang berciri sosioagraris, religius, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang.

Dalam pandangan masyarakat Bali, subak merupakan manifestasi dari penerapan konsep Tri Hita Karana (THK) yang memiliki makna sebagai tiga penyebab terciptanya kebahagiaan dan kesejahteraan menjadi dasar dari setiap budaya atau kebiasaan agraris masyarakat Bali (Mertaningrum, et al., 2019). Falsafah Tri Hita Karana (THK) mempunyai makna bahwa kebahagiaan manusia bisa dicapai jika manusia mampu melindungi keharmonisan hubungan antara tiga unsur dari Tri Hita Karana antara lain aspek ketuhanan (parhyangan), aspek manusia (pawongan), dan aspek alam (palemahan) (Eryani, 2020). Sebagai salah satu unsur THK, palemahan subak yaitu wilayah subak wadah krama subak melaksanakan kegiatan sebagai petani dan mempunyai batas-batas tertentu (Perda Bali, 2012) . Sistem irigasi merupakan satu set elemen-elemen yang mempunyai hubungan timbal balik, yang bertujuan untuk memperoleh pengelolaan dan pelayanan air irigasi (Sudarta, 2018). Tujuan utama subak adalah sistem irigasi yang berorganisasi mempunyai keunikan dan ciri khas pendistribusian air irigasi setiap anggotanya agar adil, efektif dan tidak menimbulkan bentrok antar anggota subak (Yusmita, et al., 2017). Sementara itu, sistem irigasi subak dinyatakan sebagai sistem irigasi untuk memperoleh setara dengan sosio-kultural penduduk, dalam capaian guna sesuai harmoni dan kebersamaan yang landasan Tri Hita Karana, dan melindungi kestabilan dengan lingkungannya (Mertaningrum et al., 2019).

Sistem irigasi subak yang berlandaskan Tri Hita Karana telah mengalami transformasi akibat dari pengembangan pariwisata di Bali. Alih fungsi lahan ke sektor non pertanian merupakan salah satu dampak negatif dan ancaman bagi eksistensi subak secara langsung atau tidak langsung disebabkan karena perkembangan pariwisata di Bali (Sumiyati, et al., 2011). Hal tersebut juga dinyatakan oleh Nugraha, et al., (2019) bahwa komponen dari falsafah Tri Hita Karana yang mengalami ancaman alih fungsi lahan akibat dari pengembangan pariwisata di Bali ialah aspek palemahan. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penilaian aspek palemahan sebagai salah satu aspek evaluasi kinerja sistem irigasi subak.

Eksistensi aktivitas sistem subak di Bali dijiwai oleh beberapa nilai-nilai dari Tri Hita Karana pada hakekatnya yang menginginkan adanya suatu harmoni dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting aspek palemahan di subak yang ada di Kabupaten Tabanan, Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Jembarana. Nilai evaluasi ini nantinya akan menunjukkan kondisi eksisting palemahan dari subak-subak tersebut sehingga diketahui upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja sistem irigasi subak dan menjadi nilai pembanding antar subak satu sama lain.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Lokasi penelitian dilakukan pada tiga subak yang ada pada Kabupaten Tabanan, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Jembrana. Pada Kabupaten Tabanan yaitu subak Meliling, Sungsang dan Gadungan; Kabupaten Karangasem yaitu Subak Selat, Tohpati, dan Bugbug; dan Kabupaten Jembrana yaitu Subak Air Sumbul, Yeh Anakan dan Air Satang. Subak tersebut dipilih karena memiliki lingkungan ekosistem yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2020 sampai dengan bulan Mei 2020.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi sebagai berikut.

  • 1.    Melakukan wawancara terhadap pekaseh.

  • 2.    Kondisi lapangan dari hasil wawancara dan observasi diberikan skor sesuai kondisi skoring pada kuisoner untuk menentukan nilai dari masing-masing pernyataan bersangkutan.

  • 3.    Nilai dari masing-masing pernyataan kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah pernyataan untuk mendapatkan nilai rata-rata dari kuisoner yang datanya diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excel.

  • 4.    Kemudian didapatkan hasil dari nilai rata-rata dari aspek yang dinilai.

Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini melalui wawancara kuisioner, observasi dan dokumentasi. Wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner kepada pekaseh subak atau kepala subak yang terdiri sebanyak 9 orang yaitu dari Pekaseh Subak Meliling, Subak Gadungan, Subak Sungsang, Subak Tohpati, Subak Bugbug, Subak Selat, Subak Air Santang, Subak Yeh Anakah dan

Subak Air Sumbul. Sedangkan observasi dilakukan agar dapat mengetahui dan memahami keadaan atau kondisi langsung di lapangan. Sumber dari penelitian diperoleh melalui data primer dan data sekunder yang diperoleh. Jenis data yang di kumpulkan antara lain data kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang didapatkan dari hasil wawancara dengan responden menggunakan kuisioner tersebut. Informasi yang dibutuhkan dalam kuisoner langsung dari pekaseh di subak yang diteliti. Data sekunder penunjang yang diperlukan adalah: kondisi umum subak, aktivitas di subak, batas subak, jaringan irigasi, pemeliharaan jaringan irigasi, sistem peta subak, distribusi air irigasi, kiat untuk mengatasi kekurangan air irigasi.

Analisa Data

Analisa data merupakan suatu tahapan mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan dokumentasi (Andika et al., 2017). Penelitian ini dianalisa dengan menggunakan metode analisa deskriptif kualitatif dan kuantitatif yang akan ditampilkan dalam bentuk narasi dan tabel yang disusun secara sistematis dan efisien (Niswatin dan Mahdalena, 2016). Data diolah, menggunakan aplikasi excel untuk mencari nilai rata-rata dan nilai akhir dari evaluasi. Nilai akhir dari evaluasi ini kemudian di konversi dalam kategori sesuai tabel interval kelas kategori hasil skor menurut (Lestari, et al., 2015). Distribusi interval kelas yang kategori perilaku dalam hasil skor sebagai berikut:

Tabel 1. Interval kelas kategori hasil skor.

No

Pencapaian Skor

Kategori Skor

1

1 – 1,8

Tidak Baik

2

1,9 – 2,6

Kurang Baik

3

2,7 – 3,4

Cukup Baik

4

3,5 – 4,2

Baik

5

4,3 – 5,0

Sangat Baik

Sumber : (Lestari, et al., 2015)

Parameter Penelitian

Parameter penelitian ini untuk mengetahui suatu penerapan dalam Tri Hita Karana pada subak tersebut guna menunjangnya pertanian tanaman pangan yang berkelanjutan dan Parameter ini hasil penelitian dari pusat penelitian subak dan diundang ke jakarta untuk menilai kinerja di daerah masing-masing menggunakan format penelitian PU. Ketika dikerjakan banyak hal-hal yang tidak sesuai kondisi subak yang dialami oleh subak dan setelah melakukan presentasi ternyata ada beberapa daerah yang alami, akhirnya di arahkan oleh Dirjen PUPR supaya daerah-daerah yang mempunyai instrumen atau kuisoner kinerja masing-masing. Dari inilah pusat penelitian subak melakukan penelitian tentang yang tahap instrumen atau kuisoner ini. Indikator penelitian ini ialah nilai dari komponen-komponen Tri Hita Karana yaitu komponen parhyangan, pawongan dan komponen palemahan yang diukur dengan menggunakan suatu grade dan skor seperti pada Tabel 2 sebagai indikator yang digunakan pada saat wawancara dengan masing-masing pekaseh sebagai berikut.

Tabel 2. Indikator Penelitian.

Komponen

Indikator

Palemahan

Pinjam-meminjam air irigasi

Alih fungsi lahan menjadi lahan non pertanian

Batas subak

Jaringan irigasi

Pemeliharaan jaringan irigasi

Sistem peta subak

Distribusi air irigasi

Kiat untuk mengatasi kekurangan air irgasi.

Penerapan pola tanam

Pengendalian hama dan penyakit tanaman

Intensitas tanam

Penerapan pertanian organic

Sumber : (Windia, et al (2018).


HASIL DAN PEMBAHASAN


Profil Subak

Tabel 3 menunjukkan profil sembilan subak yang dipakai sampel pada penelitian ini.


Nama subak

Subak

Meliling

Subak

Gadungan

Subak

Sungsang

Subak

Bugbug

Subak

Tohpati

Subak Selat

Subak Air Santang

Subak Yeh

Anakan

Subak Air

Sumbul

Pekaseh subak

Gede

I Wayan Semandra

I Wayan Windia

Nyoman

I Nengah Sudana

I Made Naya

Ma Siri

Ketut Merta Riase

Alamat subak

Desa      Desa

Meliling,   Gadungan,

Kec.       Kec.

Kerambitan, Selemadeg

Kab.       Timur, Kab.

Tabanan   Tabanan

Desa Tegal   Desa      Desa

Mengkeb, Kec. Bugbug,   Thopati,

Selemadeg    Kec.       Kec.

Timur,       Manggis,  Bebandem,

Kab.          Kab.       Kab.

Tabanan      Karangasem Karangasem

Desa   Desa

Selat,   Medewi,

Kec.Sela Kec. t, Kab.  Pekutatan,

KarangasKab. em     Jembrana.

Desa Banyu Desa Yeh Biru, Kec. Sumbul, Negara,    Kec.

Kab.      Mendoyo,

Jembrana.  Kab.

Jembrana.

Luas subak

424 Ha

428 Ha

430 Ha

415 Ha

75 Ha

8.35 Ha

76 Ha

150 Ha

11.50 Ha

Pola tanam

Oktober-November, Februari-

Maret, Mei-Juni

Oktober-      Oktober-      Oktober-   Februari-

November,    November,    November, April, Juli-

Februari-Maret,Februari-Maret,Februari-   Agustus,

Mei-Juni      Mei-Juni      Maret, Mei- September-

Juni       Desember

Oktober- Oktober-Novemb November, er,       Februari-

Februari-Maret, Mei-Maret,  Juni

Mei-Juni

Oktober-November, Februari-Maret, Mei-Juni

Oktober-November, Februari-Maret, Mei-Juni

Jenis tanaman

Padi, Padi, Palawija

Padi, Padi, Palawija

Padi, Padi, Palawija

Padi, Padi, Palawija

Padi, Palawija, Padi

Padi, Padi, Palawija

Padi, Padi, Palawija

Padi, Padi, Palawija

Padi, Padi, Palawija

komoditi Jagung, Kadelai

Jagung, Kadelai

Jagung, Kadelai

Kacang Tanah

Jagung

Salak

Semangka, Jagung

Jagung, Kadelai

Jagung


Konsep Tri Hita Karana

Subak adalah kumpulan para petani pengelola air irigasi, dalam satu kawasan sawah tertentu, yang mempunyai sumber air tertentu, mempunyai pura dan otonom. Sistem subak yang mengimplementasikan filsafat Tri Hita Karana dalam aktivitasnya, disebutkan sebagai pelindung dari kebudayaan Bali. Kegiatan pada subak dinginkan berlandaskan Tri Hita Karana, yang pada dasarnya Tri Hita Karana adalah salah satu kebudayaan, subak yang berlandaskan Tri Hita Karana harus dilihat sebagai suatu sinergi antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan (Lestari, et al., 2015). Patut diketahui bahwa Tri Hita Karana adalah tiga jalan untuk menuju kebahagiaan hidup. Konsep Tri Hita Karana yakni a) harmoni antara manusia dengan Tuhan (parhyangan); b) harmoni antara manusia dengan sesamanya (pawongan); dan c) harmoni antara manusia dengan alam lingkungannya (palemahan) (Lestari et al., 2015)Untuk aspek aspek palemahan, yang dilaksanakan adalah dengan membuat sawah sesuai dengan kontur lahan (Windia et al., 2015). Irigasi subak adalah salah satu komponen sistem irigasi yang ciri khasnya sosio-teknis. Artinya aspek teknis dapat diterapkan dalam suatu sistem subak

yang menjalankan sistem organisasi dan sistem irigasinya, semua disesuaikan dengan beberapa aspek sosial yang berkembang dikawasan tersebut (Laksmi, et al., 2012). Hal ini dapat disesuai dengan tata tertib yang terkait dengan sistem irigasi pada dasarnya bahwa pada menyatakan suatu sistem irigasi seharusnya mempunyai ciri khas sosio-teknis. Untuk mencapai keberlanjutan subak yaitu menjamin kebutuhan sekarang dengan mempertimbangkan penerus yang akan datang dalam memperoleh kebutuhan air irigasi, maka dalam keberlanjutan irigasi dibutuhkan irigasi yang selalu memadai, baik secara kualitas dan kuantitas (Lestari et al., 2015). Hal ini dapat diperoleh dengan meminimalkan kehilangan air irigasi, dan kemudian mampu memaksimalkan kegunaan dari keempat elemen yaitu ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan sehingga tidak pincang dan sepadan (Andika et al., 2017)

Aspek Palemahan

Hubungan sosial yang sehat akan memperoleh keharmonisan dan hubungan antara manusia dengan alam lingkungannya (aspek palemahan). Palemahan adalah hubungan antara manusia dengan alam dengan alam yang adalah tanggung jawab sosial untuk

melindungi lingkungan sebagai ciptaan Tuhan Yang  rekapitulasi hasil perhitungan kinerja aspek

Maha Agung (Isnian, et al.,  2018). Berikut  palemahan yang disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja

Uraian Kinerja Palemahan

Skor

Subak

Meliling

Subak

Gadungan

Subak

Sungsang

Subak

Topathi

Subak

Bugbug

Subak Selat

Subak Air Santang

Subak

Yeh

Anakan

Subak Air Sumbul

Pinjam-meminjam air irigasi

3

3

3

4

5

5

3

3

4

Alih fungsi lahan

4

5

3

3

3

4

3

3

3

Batas subak

5

5

5

5

5

5

5

5

5

Jaringan irigasi

4

4

4

3

5

4

2

5

4

Pemeliharaan jaringan irigasi

4

4

4

4

3

4

2

5

4

Sistem peta subak

5

5

4

3

3

5

4

5

5

Distribusi air irigasi

4

5

4

5

1

1

5

5

5

Kiat untuk mengatasi kekurangan air irgasi.

5

5

5

4

4

4

4

4

4

Penerapan pola tanam

4

4

5

5

5

5

4

4

4

Pengendalian hama dan penyakit tanaman

5

5

4

4

3

5

3

5

5

Intensitas tanam

4

4

3

3

4

4

3

4

4

Penerapan pertanian organic

3

5

3

3

3

3

3

3

3

Sub Total

50

54

47

46

44

50

41

51

50

Sub Skor

4.2

4.5

3.9

3.8

3.7

4.2

3.4

4.1

4.2

Kategori

Baik

Sangat baik

Baik

Baik

Baik

Baik

Cukup baik

Baik

Baik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan aspek palemahan pada Subak Meliling, Subak Sungsang, Subak Tohpati, Subak Bugbug, Subak Selat, Subak Yeh Anakan dan Subak Air Sumbul pencapaian termasuk dalam kategori baik; pada Subak Gadungan pencapaian termasuk kategori sangat baik. Sedangkan pada Subak Air Santang pencapaian termasuk kategori cukup baik. Dari semua subak ada 3 subak yang mendapatkan skor yang rendah yaitu Subak Bugbug, Subak Selat dan Subak Air Santang. Pada indikator Jaringan irigasi Subak Air Santang, pada jaringan irigasi pencapaian skornya sebesar 2 termasuk dalam kategori kurang baik karena kondisi jaringan irigasi, yakni: jaringan primer dan sekunder ada yang bocor dan air tidak bisa mengalir dengan baik/lancar ke petak sawah petani. Pada indikator pemeliharaan jaringan irigasi Subak Air Santang pencapaian skornya sebesar 2 termasuk dalam kategori kurang baik karena kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi di tingkat subak dilaksanakan oleh pihak ketiga dengan cara memberikan upah kepada pekerjanya, tidak

dilaksanakan secara bersama-sama oleh anggota subak. Sedangkan di Subak Bugbug dan Subak Selat pada distribusi air irigasi pencapaian skornya sebesar 1 termasuk dalam kategori tidak baik karena dalam distribusi air tidak ada kesepakatan oleh anggota subak

Evaluasi Kinerja Sistem Irigasi Subak

Kegiatan subak berteori pada Tri Hita Karana, dimana Tri Hita Karana sesungguhnya adalah suatu sistem kebudayaan, subak ini berlandaskan Tri Hita Karana dapat dilihat sebagai suatu sinergi antara sistem teknologi dan sistem kebudayaan (Lestari et al., 2015). Pengukuran tingkat penerapan Tri Hita Karana pada subak-subak yang diteliti menggunaan skoring. Nilai skor tersebut kemudian diolah dan kemudian disesuaikan dengan tabel kategori tingkat penerapan Tri Hita Karana di subak pada Tabel 2. Dari hasil konversi nilai perhitungan olah data hasil survei, dapat diperoleh hasil seperti pada Tabel 5 sebagai berikut.

Kabupaten

Nama Subak                Skor Kinerja        Kategori Skor

Tabanan

Subak Meliling                4.2                Baik

Subak Gadungan              4.5                Sangat Baik

Subak Sungsang               3.9                Baik

Karangasem

Subak Tohpati                 3.8                Baik

Subak Bugbug                3.7               Baik

Subak Selat                     4.2                 Baik

Jembrana

Subak Air Santang             3.4                Cukup Baik

Subak Yeh Anakan            4.1                Baik

Subak Air Sumbul             4.2               Baik


Hasil yang diperoleh dalam penelitian dapat diketahui bahwa pengetahuan petani tentang aspek palemahan di subak Meliling, subak Gadungan dan subak Sungsang di Kabupaten Tabanan masuk dalam kategori sangat baik. Kekurangan dari subak Meliling ialah belum adanya koperasi subak. Sedangkan kekurangan dari subak Gadungan ialah tidak ada kesepakatan tentang larangan untuk alih fungsi lahan sawah.

Di Kabupaten Karangasem, Subak Tohpati dan Subak Bugbug masuk dalam kategori baik sedangkan Subak Selat masuk dalam kategori sangat baik. Perbedaan skor akhir yang diperoleh dari ketiga subak tersebut dikarenakan adanya kekurangan-kekurangan pada setiap subak. Kekurangan dari Subak Tohpati ialah belum diterapkan pertanian organik di subak karena masih menggunakan bahan kimia. Selain itu juga, Subak Tohpati juga tidak memiliki dokumen berupa peta subak, jadwal tanam dan pemeliharaan irigasi di balai subak subaknya dan penanganan sengketa subak yang tidak diselesaikan. Kekurangan pada Subak Bugbug antara lain keberadaan anggota subak sebagai penggarap saja, alih fungsi lahan menjadi non pertanian yang tidak ada aturannya, tidak memiliki dokumen seperti peta subak jadwal tanam dan pemeliharaan jaringan irigasi, serta belum adanya penerapan pertanian organik di subak. Sedangkan kekurangan dari Subak Selat ialah tidak adanya kesepakatan mengenai distribusi air irigasi di subak.

Di Kabupaten Jembrana, Subak Air Santang masuk dalam kategori baik, lalu Subak Yeh Anakan masuk dalam kategori sangat baik dan Subak Air Sumbul masuk dalam kategori baik. Perbedaan skor akhir yang diperoleh dari ketiga subak tersebut dikarenakan adanya kekurangan-kekurangan pada setiap subak. Kekurangan dari Subak Air Santang ialah tidak memiliki koperasi subak, belum menerapkan pertanian organik disubaknya dan kondisi jaringan irigasi primer, sekunder, dan tersier ada yang bocor lalu air tidak bisa mengalir dengan baik/lancar ke

petak sawah petani. Sedangkan kekurangan Subak Air Sumbul ialah tidak memiliki koperasi subak.

Upaya Peningkatan Kinerja Sistem Irigasi

Upaya peningkatan kinerja sistem irigasi mempunyai kaitan dengan evaluasi kinerja yaitu dari nilai evaluasi ini diketahui adanya subak-subak yang mendapatkan skor kurang baik dan sangat tidak baik saat pengambilan data yang dilakukaan pada saat penelitian. Cerminan yang dapat dilihat sistem subak dalam mengelola organisasinya adalah cerminan yang mempunyai nilai harmoni dan kebersamaan, yang seperti kumpulan dari konsep THK (Tri Hita Karana) khususnya aspek palemahan. Konsep Tri Hita Karana yang bermakna nilai- nilai universal yang mengekspresikan pola-pola hubungan merata dan harmonis. Dengan penerapan konsep Tri Hita Karana dalam subak, masyarakat adat Bali dapat menjaga keseimbangan alam.

  • 1.      Alih fungsi lahan subak

Dari data yang didapatkan dari komponen palemahan, pada Subak Sungsang dan Subak Bugbug terjadi alih fungsi lahan yang tidak ada kesepakatan tentang larangan untuk alih fungsi dilahan subak tersebut. Alih fungsi merupakan perubahan spesifik yang dimana lahan yang dulunya difungsikan sebagai lahan untuk bercocok tanam berangsur-angsur berubah menjadi lahan dengan multifungsi pemanfaatan. Alih fungsi lahan yang tidak terkendali bisa berdampak pada kapasitas penyediaan pangan dan bahkan jika terjadi dalam jangka panjang akan menciptakan kerugian social (Paramita, et al., 2017). Upaya yang dapat dilakukan oleh pihak subak yang terdiri dari pekaseh dan para anggota subak ialah dengan mendirikan kebijaksanaan yang dapat mempersedikit laju alih fungsi lahan beririgasi contohnya dengan menetapkan adanya kompensasi sebagai pengganti nilai investasi pembangunan jaringan irigasi berbagai alih fungsi lahan mentegaskan aturan-aturan yang ada secara ketat dan

tanpa pandang bulu terhadap pelanggaran tata ruang maupun jalur hijau yang ada (Dewi dan Parining, 2019). Eryani, (2020), mengemukakan beberapa upaya yang dapat ditingkatkan untuk memperoleh suatu subak yang lestari dan tangguh dalam mendorong keberlanjutan pembangunan pertanian selain melalui Green Tourism, yaitu membatasi alih fungsi lahan dapat dilakukan dengan cara yaitu:

  • a)    Perencanaan tata ruang dan memakai tanah yang cermat dengan mempertimbangkan ketersediaan air;

  • b)    Pembuatan peraturan yang melarang menggunakan sawah sebagai usaha non pertanian pada tempat-tempat yang sudah tepat ditetapkan sebagai tempat konservasi sawah dengan penegakan hukum yang ketat;

  • c)    Bebas pajak bagi petani anggota subak dan insentif lainnya untuk mendorong para petani tidak mengalihfungsikan sawahnya.

  • 2.      Pemeliharaan jaringan irigasi

Subak Air Santang kondisi jaringan irigasi, yakni jaringan primer dan sekunder ada yang bocor, dan air tidak bisa mengalir dengan baik/lancar ke petak sawah petani. Jaringan irigasi subak seperti DAM bangunan bagi dan saluran irigasi dari primer sampai dengan tersier, yang dulunya bersifat darurat, kemudian diubah menjadi permanen oleh pemerintah, hal ini menyebabkan frekuensi gotong royong subak menjadi berkurang. Ini menguntungkan subak, karena waktu luang anggotanya dapat dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan lain yang lebih ekonomis (Sudarta, 2018). Hal itu tidak berarti bahwa gotong royong sebagai salah satu bentuk kerjasama dalam subak menjadi pudar.

Gotong royong sebagai salah satu nilai tradisional subak tetap hidup dengan subur, paling tidak untuk pemeliharaan atau pembersihan atau pun perbaikan bangunan jaringan irigasi subak secara kolektif (Sudarta, 2018). Kegiatan-kegiatan subak dilandasi semangat gotong royong atau tolong–menolong, saling mempercayai dan menghargai berazaskan kebersamaan     dan     kekeluargaan     serta

keramahtamahan masyarakat, berlandaskan prinsip demokrasi, keadilan, transparasi, dan akuntabilitas yang berlandaskan filosofis Tri Hita Karana (Sedana, 2010) pembelajaran dari instansi yang menyangkut untuk peningkatan SDM dan sarana prasarana. Dalam hal ini perlunya upaya perbaikan yang dapat dilakukan supaya tidak terjadi hal yang fatal seperti air irigasi menjadi hilang di saluran karena terjadi kebocoran di saluran irigasi. Maka dari itu harus ditindak lanjutkan dengan meminta bantuan kepada pemerintah dengan menebus melalui proposal

sehingga bisa dicairkan dana guna memperbaiki saluran yang bocor.

  • 3.    Distribusi air irigasi

Pada Subak Bugbug, Subak Selat distribusi air irigasi tidak disepakati oleh anggota subak. Menopang dan menjamin pembentukan tempat koordinasi satu sama lain sistem irigasi pada aliran sungai (subak-agung) agar mengkoordinasikan pengalokasian air berbagai daerah irigasi. Lembaga subak mempunyai ciri otonom dalam menjalankan keuangan subak dan organisasi yang sangat bagus antara lain memiliki struktur yang lengkap, kepengurusan yang tepat wewenang dan tanggung jawabnya dan memiliki peraturan-peraturan (awig-awig) subak baik tertulis maupun tidak tertulis disertai sanksi-sanksi terhadap pelanggarannya. Dalam penyelengaraannya, subak dapat dilakukan pelaksanaan rapat secara terus-menerus, memutuskan dalam pengelolaan sistem irigasi subak berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan, transparasi dan akuntabilitas, sehingga pengelolaan subak menpunyai ciri transparan kepada anggota. Tatanan atau struktur organisasi subak sangat beragam dari satu tempat ke tempat lainnya di Bali. Hal ini dikarena sejarah perkembangan subak berbeda dan subak merupakan sistem irigasi bersifat location specific atau tergantung oleh desa, kala, patra (tempat, waktu, dan keadaan);

Batas subak merupakan batas alamiah, sampai air yang mengalir air tidak dapat lagi mengairi sawah tertentu, karena sudah dibatasi oleh sungai, jurang, saluran irigasi, kawasan desa, dan lain-lain. Subak tidak mengenal batas-batas wilayah administratif. Selanjutnya, subak adalah lembaga yang otonom, dan tidak berada dibawah pemerintahan desa. Hal ini ternyata sangat membantu menghindari konflik, meskipun lahannya saling tumpang tindih antara wilayah subak dan wilayah desa. Dengan memiliki otonomi, pada masing-masing lembaga akan membuat suatu tindakan sendiri tanpa intervensi dari pihak lain. Dibuat suatu pernyataan badan hukum atas subak, maka subak memiliki fondasi untuk mengahadapi intervensi pihak eksternal dan terbatasnya ketersediaan air untuk keperluan serta pencemaran sumber daya air. Subak mengorganisir anggota dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil-hasil pertanian. Dengan menumbuhkan intelektual kemampuan dan status badan hukum terhadap subak, diharapkan kemauan penduduk (terutama kaum muda) dapat bekerja di sektor pertanian. Upaya yang dapat dilakukan agar distribusi air disepakati yaitu dengan membuat jadwal pembagian air yang merata dan adil sehingga pendistribusian air disepakati oleh anggota subak.

  • 4.      Pertanian organik

Perkembangan pertanian organik maka dapat mempersedikit terjadi kerusakan lingkungan khususnya pencemaran air. Dengan mendasarkan semangat saling berkerja sama atau tolong– menolong, saling mempercayai dan menghormati berazaskan kebersamaan dan kekeluargaan sebagai fondasi organisasi yang kokoh guna mengahadapi liberalisasi perdagangan (termasuk hasil-hasil pertanian); Pengembangan pertanian organik maka dapat mencegah kerusakan lingkungan khususnya pencemaran air. Menurut Budiasa, (2010), langkah-langkah operasional yang dilakukan dalam kegiatan ini diantaranya: (1) sosialisasi dan koordinasi pada anggota dan pengurus subak; (2) memperkokoh kelembagaan subak dalam menetapkan pertanian padi lokal organik menuju sertifikasi organik; (3) pembelajaran alih teknologi fermentasi dalam mengolah pupuk dan pestisida organik; (4) Pembelajaran dan pengelolaan demplot penerapan prosedur operasional pertanian padi lokal organik; (5) Temu usaha dan pengolaan MOU kemitraan pemasaran produk beras padi lokal organik; (7) Evaluasi secara berturut terhadap kemajuan yang diperoleh.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Setelah melakukan wawancara dengan metode kuisoner dapat diperoleh sebagai berikut:

  • 1.    Kondisi kinerja sistem irigasi subak di Kabupaten Tabanan, Kabupaten Karangasem dan Kabupaten Jembrana dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan petani tentang aspek palemahan di Subak Meliling, Subak Gadungan, Subak Sungsang, Subak Selat dan Subak Yeh Anakan masuk dalam kategori sangat baik. Sedangka, Subak Air Santang, Subak Air Sumbul, Subak Tohpati dan Subak Bugbug masuk dalam kategori baik

  • 2.    Upaya dalam peningkatan kinerja sistem irigasi mempunyai kaitan dengan evaluasi kinerja yaitu dari nilai evaluasi ini diketahui adanya subak-subak yang mendapatkan skor kurang baik dan sangat tidak baik saat pengambilan data yang dilakukaan pada saat penelitian. Maka dengan menjaga eksistensi subak, akan menjaga ketersediaan air karena dengan adanya subak dan awig-awignya yang berlaku maka dapat diharapkan adanya ketersediaan air dan diharapkan dengan terjaganya eksistensi subak dapat menjaga ketahanan air irgasi di Provinsi Bali.

Saran

  • 1.    Dari data yang diperoleh perlunya upaya peningkatan pada komponen-komponen dari nilai THK yang rata-rata paling rendah antara lain keberada anggota subak yang tergolong di kriteria kurang baik, tidak mempunyai koperasi yang tergolong kriteria tidak baik dan pada ahli fungsi lahan tidak ada kesepakatan tentang ahli fungsi lahan sawah yang tergolong kriteria kurang baik.

  • 2.    Perlunya upaya peningkatan kinerja sistem irigasi yang dapat dilakukan oleh subak-subak tersebut agar kondisi jaringan irigasi yakni jaringan primer dan sekunder tidak ada yang bocor lagi, mengalir dengan baik/lancar, dan jadwal pemeliharan jaringan irigasi ditingkatkan serta subak yang tidak ada kesepakatan distribusi air irigasi harus memiliki kesepakatan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Andika, I. P. T., Sudarta, W., & Djelantik, A. A. . W.

S. (2017). Pengetahuan dan Penerapan Tri Hita Karana dalam Subak untuk Menunjang Pertanian Tanaman Pangan Berkelanjutan (Kasus Subak Mungkagan, Desa Sembung, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung). Jurnal Agribisnis dan Agrowisata (Journal of Agribusiness and Agritourism), 6(2), 211–220.

Budiasa, I. W. (2010). Peran ganda Subak untuk pertanian berkelanjutan di Provinsi Bali. Jurnal AGRISEP, 9(2), 153–165.

Dewi, K. P., Oka, S., & Raka, S. (2017). Peran Aspek Kelembagaan Subak dalam Konteks Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 6(1), 59–66.

Dewi, R. K., & Parining, I. N. (2019). Subak Sadap Tiris dan Subak Bukan Sadap Tiris di Daerah Irigasi Kedewatan, Bali. Jurnal Manajemen Agribisnis, 7(2), 99–103.

Eryani, G. A. P. (2020). Pengelolaan Air Subak Untuk Konservasi Air. Denpasar: Jayapangus Press.

Isnian, S. N., Nalefo, L., Mutmainnah, M., Rosmawaty, R., & Mardin, M. (2018). Fungsi Kelembagaan Subak Pada Perkebunan Lada di Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan (Studi Kasus pada Kelembagaan Subak Satu pada Tanaman Lada Hasil Konversi dari Padi Sawah di Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan). Buletin Penelitian Sosek, 20(2), 72–81.

Laksmi, A. C., Suamba, K., & Ambarawati, A. A.

(2012). Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 1(1),

34–44.

Lestari, P. F. K., Windia, W., & Astiti, N. W. S. (2015). Penerapan Tri Hita Karana untuk Keberlanjutan Sistem Subak yang Menjadi Warisan Budaya Dunia: Kasus Subak Wangaya Betan, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Jurnal Manajemen Agribisnis, 3(1), 22–33.

Mertaningrum, N. L. P. E., Windia, W.-, & Dewi, R. K. (2019). Pengembangan Agrowisata Berlandaskan Konsep Tri Hita Karana Di Subak Uma Lambing, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Jurnal Manajemen Agribisnis, 7(1), 57–62.

Niswatin, N., & Mahdalena, M. (2016). Nilai

Kearifan Lokal “Subak” Sebagai Modal Sosial Transmigran Etnis Bali. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 7(6), 171–188.

Nugraha, K. D. A., Sumiyati, & Budisanjaya, P. G. (2019). Rancang Bangun Program Menggunakan Metode Fuzzy untuk Penilaian Aspek Palemahan pada Sistem Subak (Studi Kasus pada Sistem Subak di Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukau). Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 7(1), 167–176.

Padmaswari, P.I., N. Sutjipta dan S. A. Putra. 2018. Peranan Penyuluh Lapangan (PPL) Sebagai Fasilitator Usahatani Petani di Subak Empas Buahan Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata. Vol 7 No (2). April 2018. Denpasar.

Perda. (2012). perda. PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 (pp. 1–13).

Pradipta, A.G., A. S. Pratyasta, dan S. S. Arif.. 2019. Analisis Kesiapan Modernisasi Daerah Irigasi Kedung Putri pada Tingkat Sekunder Menggunakan Metode K-Medoids Clustering. Jurnal Agritech. Vol 39 No (1). Februari 2019. Yogyakarta.

Sedana, G. (2010). Analisis swot Subak Padangbulia berorientasi agribisnis. Jurnal Ilmiah dwijen Agro, 1(1), 6–17.

Sudarta, W. (2018). Subak Memadukan Nilai Tradisional Dan Modern. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 12(1), 133.

Sumiyati, Sutiarso, L., Windia, I. W., & Sudira, P.

(2011). Aplikasi Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk Penentuan Strategi Pengembangan Subak. Jurnal Agritech, 31(2), 138–145.

Swandewi, D.A., M. Triagunasih, dan N. Supadma. 2018. Pengaruh Pemupuk Organik, Semi Organik dan Anorganik terhadap Sifat Fisika, Kimia Tanah dan Hasil Padi pada Beberapa Munduk di Subak Mambal. Jurnal

Agroekoteknologi Tropika. Vol 7 No (1). Januari 2018. Denpasar.

Waskitho, N.T., S. Arif, M. Maksum dan S. Susanto. 2012. Kajian Aset Nirwujud dalam Manajemen Sistem Irigasi. Jurnal AGRITECH. Vol 32 No (1). Februari 2012. Yogyakarta.

Windia, W., Sumiyati, & Tika, W. (2018). Laporan akhir penelitian berbasis kompetensi penilaian kinerja sistem irigasi subak di bali. Teknik Pengairan, 1–45.

Yusmita, W., Putra, I. G. S. A., & Budiasa, I. W. (2017). Manajemen Irigasi Tradisional pada Sistem Subak Umaya di Desa Talibeng Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata, 6(2), 179– 189.

192