JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 9, No 2, September 2021

Kajian Proses Fermentasi Limbah Sayur Dan Buah Dari Pasar Tradisional Kintamani

The Study of Fermentation Process of Vegetable and Fruit Waste Originated from Kintamani Traditional Market

I Wayan Edy Wirawan, Yohanes Setiyo*, Ida Ayu Gede Bintang Madrini

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana.

Badung, Bali

email: [email protected]

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini yakni sebagai berikut: (1) mengetahui pengaruh kombinasi antara limbah sayur dan limbah buah untuk dibuat pupuk organik cair, dan (2) mengetahui perlakuan yang terbaik pada proses fermentasi limbah sayur dan buah dari pasar tradisional Penelitian ini menggunakan 4 perlakuan sebagai berikut : perlakuan A0 = sayur 100 %, A1 = sayur 90 % dan buah 10 %, perlakuan A2 = sayur 80 % dan buah 20 %, perlakuan A3 = sayur 70 dan buah 30 %. Campuran sayur dan buah dari setiap perlakuan adalah 10 kg dan dihancurkan dengan blender, hasil pengecilan ukuran kemudian di ditambahkan dengan air 20 liter dan molase masing masing 1 kg . Sayur adalah sawi putih, kobis, sayur hijau,sedangkan buah : Tomat.Parameter yang diamati yaitu : perubahan warna, derajat keasaman (pH) dan Daya hantar listrik (EC), (TDS), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), C-organik dan N-total. Secara umum, kualitas pupuk cair yang dihasilkan dari keempat perlakukan sesuai dengan Standar SNI No.70/Permentan/SR.140/10/2011.

Kata Kunci : limbah, sayur, buah, pupuk, fermentasi

Abstract

The objectives of this study were to: (1) determine the effect of a combination of waste vegetables and fruit waste to make liquid organic fertilizer, and (2) find out the best treatment in the fermentation process of vegetable and fruit waste from the traditional market of Kintamani. This study uses 4 treatments as follows: A0 treatment = 100% vegetables, A1 = 90% vegetables and 10% fruit, A2 treatment = 80% vegetables and 20% fruit, A3 treatment = 70 vegetables and 30% fruit. Mixture of vegetables and fruit from each treatment is 10 kg and crushed with a blender, the size reduction results are then added with 20 liters of water and molasses 1 kg each. Vegetables are chicory, cabbage, green vegetables, while fruit: Tomatoes. The observed parameters are: changes in color, degree of acidity (pH) and electrical conductivity (DHL), (TDS), BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), C-organic and N-total. In general, the quality of liquid fertilizer produced from the four treatments is in accordance with SNI Standard No.70 / Permentan / SR.140 / 10/2011

Keywords: waste, vegetables, fruit, fertilizer, fermentation

PENDAHULUAN

Pasar tradisional merupakan pusat aktivitas perdagangan, salah satu aktivitas tersebut menghasilkan limbah organik dan limbah anorganik. Hasil penelitian pendahuluan dalam bentuk survey, limbah yang dihasilkan setiap harinya untuk kelompok pasar tradisional sedang adalah sebanyak kurang lebih 16 - 32 m3 (65,6% limbah organik dan 34,4% limbah anorganik) (Ayu Rahayu dan Adhi Surya Perdana, 2018). Sedangkan untuk pasar tradisional yang besar seperti di Bali, limbah sayur pasar tradisional dapat mencapai 1.6 ton per hari, yang terdiri dari sayur dan buahan (Saenab A., 2010).

Selama ini semua jenis limbah dari pasar tradisional tersebut diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), hal ini dikemudian hari akan menimbulkan masalah jika TPA tersebut penuh, untuk itu perlu dipikirkan suatu inovasi untuk menangani dan mengolah limbah pasar tersebut, karena limbah yang berupa bahan organik berpotensi diproses lebih lanjut menjadi kompos ataupun pupuk organik cair (POC) (Setiyo et al. 2007).

Beberapa jenis limbah sayur pasar adalah bayam, kangkung, kubis, kecambah kacang hijau, daun kembang kol, kulit jagung, klobot jagung dan daun singkong. Limbah sayur pasar yang dominan ada di pasar antara lain kol,daun kembang kol, kulit toge, serta sawi putih. Produksi limbah yang berlebihan dapat menimbulkan masalah bagi lingkungan apabila pengelolaannya tidak maksimal. Limbah sayur yang dapat dimanfaatkan mencapai 48,3%. Secara fisik, limbah sayur mudah busuk karena berkadar air tinggi, namun secara kimiawi mengandung protein, serta vitamin dan mineral relatif tinggi (Andi Nurhayu, dan Sariubang M, 2015)

Permasalahan-permasalahan tersebut adalah (1) pencemaran udara, (2) pencemaran air tanah dan (3) pencemaran tanah (Setiyo et al., 2007). Keterlambatan penanganan sampah menimbulkan pencemaran udara, pencemaran air dan pencemaran tanah. Pencemaran udara diakibatkan oleh bau terutama gas NH3, H2S, CH3S, (CH3)2 S2, asam-asam alifatik serta CO (Rosenfeld dan Henry, 2000). Pencemaran air dan pencemaran tanah diakibatkan oleh air lindi. Sampah sebagai sumber berjangkitnya penyakit disentri, kolera, paru-paru, dan penyakit kulit.

Limbah organik ialah limbah yang dapat diuraikan oleh mikro-organisme menjadi mineralmineral sederhana, energy bebrapa jenis gas, serta uap air melalui proses fermentasi Dalzell et al., 1987). Unsur-unsur utama limbah organik padat dari pasar tradisional yang berupa sayur dan buah adalah : karbohidrat, protein dan lemak. Menurut Wahyono dan Sahwan (1998) sampah mengandung 41–60% serat kasar (selulosa), 3– 9% lemak (asam amino dan protein), 4–20% abu, dan 30–60% air.

Kubis dari setiap 100 g mengandung: protein 1,7 g, lemak 0,2 g, karbohidrat 5,3 g, kalsium 64 ppm, fosfor 262 ppm, zat besi 0,7 ppm, natrium 16 ppm, air 91-93 % (Utama & Mulyanto, 2009). Bayam mengandung: protein 1,7 g, lemak 0,4 g, karbohidrat 2,9 g, kalsium 166 ppm, kalium 456 ppm, fosfor 76 ppm, zat besi 3,5 ppm, natrium 80,3 ppm, air 94,5 %. Komposisi kimia (1) buah tomat adalah: protein 0,85%, lemak 0,33%, karbohidrat 4,64%, serat 1,1%, abu 0,42%, kalsium 5 ppm, magnesium 11 ppm, fosfor 24 ppm, kalium 2,22 ppm dan natrium 9 ppm, kadar air (Riky et al, 2013).

Produk sayur dan buah-buahan ini sangat potensial untuk diolah menjadi pupuk cair yang mengandung unsur hara makro dan mikro dalam fermentasi secara aerob karena mengandung bahan-bahan organik karbohidrat, protein, serta lemak (Ika Hariyanto Putra dan Rhenny Ratnawati, 2019). Penambahan unsur karbohidrat, kalium, magnesium, fosfor, natrium dari buah tomat pada biomassa sayur yang difermentasikan akan membuat ferementasi lebih efektif karena perubahan pH dan komposisi kimia dari biomassa.

Fermentasi merupakan proses untuk menghasilkan energi yang dapat berlangsung secara aerobik dengan diperlukannya oksigen dalam proses maupun anaerobik dengan tanpa oksigen dalam proses. Proses-proses fermentasi yang sudah berkembang dalam penanganan limbah organik padat antara lain: (1) pengomposan, (2) fermentasi untuk menghasilkan pakan ternak, (3) fermentasi dalam bio-digester yang menghasilkan gas metan dan (4) fermentasi untuk menghasilkan pupuk cair.

Pupuk organik cair dapat bermanfaat bagi lingkungan karena dapat menyuburkan tanah, serta bermanfaat bagi manusia karena dapat

menghasilkan uang. Penggunaan pupuk organik cair ataupun padat sangat efektif bagi mikroorganisme dalam menyerap N2 untuk peningkatan kesuburan tanah. Selain itu, pupuk organik dapat mensuplai unsur hara mikro dan makro yang diperlukan dalam sistem pertanian seperti nitrogen (Kondo dan Yasuda, 2003)

Proses fermentasi pada bahan organik dapat dioptimalkan dengan cara menambahkan nutrisi sebagai makanan bagi mikroorganisme di awal proses. Mudiarta et al., 2018, Permana et al. 2019, Mila et al 2020 sudah melakukan penelitian dampak penambahan nutrisi pada fermentasi bahan organik yang berupa urine sapi serta sludge bioslurry. Kunaepah (2008) menyatakan pemberian nutrisi pada proses fermentasi dengan menambahkan glukosa sebagai sumber karbon juga berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme.

Glukosa merupakan subtrat yang mudah dicerna dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme di awal proses fermentasi, sehingga popolasi mikroba meningkat. Pengaruh lama atau cepatnya proses fermentasi disebabkan oleh peningkatan aktivitas mikroorganisme akibat penambahan nutrisi. Selain itu, Suhartana et al. 2017, Permana et al. 2019, Aritonang et al. 20215. melakukan penelitian optimasi proses fermentasi dengan menambahkan proses sirkulasi udara di bimassa yang difermentasikan. Hasil penelitian adalah oksigen yang diberikan pada biomassa mempercepat proses fermentasi.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan kajian proses fermentasi limbah sayur dan buah. Dengan menfermentasikan kembali limbah sayur dan buah dengan cara menambahkan gula aren dan sirkulasi udara. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat mebantu proses fermentasi limbah sayur dan buah.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Belancan, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2018 – Desember 2018.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah sayur dan buah dari pasar tradisional, gula merah dan bahan berupa larutan kimia untuk pengujian BOD, C-organik dan N-total. Sedangkan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: instalasi bioreactor, alat ukur, alat-alat pendukung, serta alat uji C-organik serta N-organik.

Instalasi Bio-reactor terdiri dari ember volume 60 liter, aerator, selang waterpas dan saringan. Alat ukur yang dipergunakan berupa: pH meter, EC meter, gelas ukur dan timbangan analitik. Sedangkan, alat pendukung penelitian adalah: panci dan sarung tangan.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan setiap perlakuan diulangi 3 kali. Semua perlakuan ditambahkan dengan gula 2-3 % ( Aritonang et al. (2013) dan Mudiarta et al. 2018) dan dilengkapi dengan aertor 2 buah (Suhartana et al. 2016, dan Mudiarta et al., 2018).

Perlakuan dalam penelitia adalah komposisi limbah sayur dan buah-buahan yang diambil di pasar tradisional. Komposisi tersebut adalah : perlakuan A0 = sayur 100 %, A1 = sayur 90 % dan buah 10 %, perlakuan A2 = sayur 80 % dan buah 20 %, perlakuan A3 = sayur 70 dan buah 30 %. Dengan komposisi tersebut, maka persentase buah tomat pada bahah-bahan yang difermentasikan untuk perlakuan A0, A1, A2 dan A3 masing-masing menjadi 0%, 3,3%, 6,6% dan 10%.

Campuran sayur dan buah dari setiap perlakuan adalah 10 kg dan dihancurkan dengan blender, hasil pengecilan ukuran kemudian di ditambahkan dengan air 20 liter. Sayur yang diuji cobakan adalah sawi putih, kobis, sayur hijau, sedangkan buah yang dipilih adalah buah tomat.

Parameter yang Diamati

Pengamatan perubahan warna, derajat keasaman (pH) dan daya hantar listrik (DHL) dilakukan di tempat penelitian. Sedangkan pengujian total padatan terlarut (TDS), BOD (Biochemical Oxygen Demand), C-organik dan N-total dilakukan di laboratorium tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.

Analisis Data

Setelah mendapatkan data-data hasil analisa seperti warna, derajat keasaman (pH), Daya Hantar Listrik yang ditunjukan oleh nilai Electolit conductivity (EC), total padatan terlarut (TDS), BOD (Biochemical Oxygen Demand), C-organik, N-total dan C/N rasio dari limbah sayur dan buah dianalisis dengan metode anova dan kemudian dibuatkan grafik hubungan antara waktu fermentasi dengan C-organik dan N-total serta C/N rasio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Biochemical Oxygen Demand (BOD) Pada Proses Fermentasi

BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroorganisme yang terkandung dalam perairan sebagai respon

terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai (Mays, 1996). BOD pada proses fermentasi sampah organik pasar selama 7 hari untuk perlakuan penambahan buah tomat diilustrasikan seperti Gambar 1. BOD untuk semua perlakuan hari pertama ke hari ke dua meningkat dan mencapai puncak pada nilai 2,83 – 3,83 mg/l, dan selanjutnya BOD mengalami penurunan sampai stabil pada nilai 0,24 – 0,42 mg/L. Peningkatan nilai BOD akibat peningkatan aktivitas fermentasi, sebab mikroba dalam proses ini memerlukan oksigen. Oksigen yang diperlukan mikroba dalam mengurai bahan organik yang difermentasikan meningkat seiring dengan peningkatan populasi mikroba (hari 0 – 2). Sebaliknya penurunan BOD (hari ke 3 – 7) merupakan dampak menurunnya aktiivitas fermentasi sebagai akibat penurunan populasi mikroba karena jumlah bahan organik di biomassa juga menurun.

Hari fermentasi biomassa, hari

Sayuran 10 kg (A0)                 -÷- Sayuran 9 kg dan1 kg tomat (A1)

Sayuran 8 kg dan2 kg tomat (A2)           Sayuran 7 kg dan 3 kg tomat (A3)


Gambar 1. Hubungan antara nilai BOD dengan lama fermentasi sayur ditambah buah tomat

Pemberian tomat pada biomassa yang difermentasikan (Gambar 1) untuk perlakuan A1 mampu meningkatkan nilai BOD dari hari ke 2 sampai hari ke 5 pada proses fermentasi. Sedangkan untuk perlakuan A2 dan A3, buah tomat yang ditambahkan 6,6% dan 10 % justru

menurunkan kebutuhan BOD dari perlakuan A0. Buah tomat menambah nutrisi pada biomassa, sehingga terjadi efektifitas mikroba mengurai bahan organik menjadi mineral-mineral sederhana.


Gambar 2. Hubungan penambahan buah tomat pada biomassa sayur yang difermentasi dengan nilai akumulasi BOD

Berdasarkan Gambar 2 pada proses dekomposisi bahan organik (hari 1 – hari ke 4) nilai BOD tertinggi pada perlakuan fermentasi dengan konsetrasi buah tomat 10% (A3), sedangkan nilai BOD terendah pada perlakuan fermentasi sayur saja (A0). Konsentrasi buah tomat pada sayur sebanyak masing-masing 3,3%, 6,6% dan 10 % atau perlakuan A1, A2 dan A3 secara keseluruhan menurunkan nilai BOD (Gambar 2), hubungan antara kadar buah tomat pada biomassa yang difermentasikan (x) dengan total BOD selama proses fermentasi (y) dirumuskan y = -0,3449 x + 13,09 dengan nilai r2 = 0,928. Pada kondisi kecukupan oksigen terlarut maka mikroba dapat tumbuh dan berkembang biak secara maksimal dengan menggunakan subtrat senyawa organik dalam limbah cair (Suharto, 2011).

Pada proses dekomposisi sayur dan buah dari pasar melalui proses fermentasi secara aerob di hari ke 5 – 7 perlakuan A3 nilai BOD-nya paling rendah (0,24 – 0,89 mg/l) dibandingkan perlakuan lainnya yang memiliki nilai BOD 0,32 – 1,47 mg/l. Perlakuan A1 memiliki nilai BOD-nya paling tinggi sebesar 0,42 – 1,47 mg/l untuk proses fermentasi limbah pasar tersebut, sehingga aktivitas mikroba pada perlakuan A1 dan A2 pada hari ke 6 – 7 masih terjadi.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan penambahan buah tomat pada limbah pasar berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap nilai BOD pada akhir proses fermentasi secara aerob. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan buah tomat pada sampah organik pasar yang berupa sayur sebagai biomassa yang difermentasi sebagai pupuk cair sangat mempengaruhi kecepatan proses fermentasi dari indikasi peningkatan nilai nilai BOD.

Total Dissolved Solids (TDS)

Gambar 3 merupakan ilustrasi proses fermentasi secara aerob limbah organik pasar yang terdiri dari sayur dan buah tomat. Di awal proses fermentasi nilai TDS untuk perlakuan control (A0), perlakuan sayur 9 kg dan buah 1 kg (A2), perlakuan sayur 8 kg dan buah 2 kg (A2) dan perlakuan sayur 7 kg dan buah 3 kg (A3) masing - masing adalah 229 ± 5,5 ppm, 2427 ± 21 ppm, 2412 ±2 ppm dan 2457 ± 2 ppm. Buah tomat yang ditambahkan pada biomassa awal meningkatkan nilai TDS sebesar 22,8 ±0,2 ppm untuk setiap penambahan 1% buah tomat, karena buah tersebut setelah pengecilan ukuran menggunakan blender mudah larut pada air yang ditambahkan, sehingga nilai TDS pada biomassa juga meningkat. Selain itu miuneral mineral hasil fermentasi yang terlarut pada biomassa juga meningkatkan nilai TDS.

Peningkatan waktu fermentasi untuk semua perlakuan percobaan menyebabkan nilai TDS juga meningkat, peningkatan terjadi pada fermentasi hari 1 ke hari ke 3 (proses penguraian bahan organik dari biomassa). Peningkatan nilai TDS sebagai akibat bahan organik diurai oleh mikroba menjadi mineral-mineral yang mudah larut dalam air dan kemudian meningkatkan nilai TDS. Sayur mengandung serat kasar lebih banyak dibandingkan dengan buah tomat, sehingga peningkatan TDS untuk proses fermentasi yang mengandung sayur lebih banyak juga terjadi lebih cepat, peningkatan nilai TDS juga terjadi pada proses fermentasi biourine yang dilakukan Kusmiati et al., (2007).

Perubahan nilai TDS dari proses fermentasi sayur dicampur buah tomat ini ditandai pula dengan perubahan warna larutan. Pada proses awal proses

fermentasi biomasa memiliki warna hijau, dan di akhir proses fermentasi warna larutan berubah menjadi coklat tua. Perubahan ini sebagai akibat meningkatnya nilai TDS dalam larutan.

Hasil analisis ragam menunjukan, perlakuan penambahan buah tomat pada sayur yang merupakan limbah pasar yang dilakukan

fermentasi secara aerob berpengaruh sangat nyata (P>0,01) terhadap nilai TDS di akhir fermentasi, nilai Fhitung = 48,05 > Ftabel = 0,23,5. Pada Gambar 5 menunjukkan hubungan antara kandungan buah tomat yang ditambahkan pada sayur yang difermentasi (x) dengan nilai TDS di akhir fermentasi (y) adalah y =y = -1.3764x2 + 4.3763x + 3897.4, dengan nilai r² = 0.9717

4500

4000

3500

3000

2500

2000

Waktu fermentasi, hari


Sayuran 10 kg (A0)

Sayuran 9 kg dan1 kg tomat (A1)

Sayuran 8 kg dan2 kg tomat (A2)      Sayuran 7 kg dan 3 kg tomat (A3)

Gambar 3. Hubungan waktu fermentasi biomassa sayur ditambah buah tomat dengan nilai TDS

S


3920

3900

3880

3860

3840

3820

3800

3780

y = -1.3764x2 + 4.3763x + 3897.4 R² = 0.9717

0            2            4            6            8           10


12


Kandungan buah tomat pada biomassa sayur yang difermentasi, %

Gambar 4. Nilai TDS hasil fermentasi secara aerob campuran sayur dan buah dari limbah

pasar

Buah tomat yang ditambahkan pada sayur yang difermentasi secara aerob menjadi POC semakin mengakibatkan perubahan kecepatan proses fermentasi dilihat dari pola persamaan di Gambar 6. Proses fermentasi secara umum berlasung dengan tahapan (1) penguraian bahan organik (hari 1 – 3) dan pematangan POC (hari 4 – 7). Proses ini lebih cepat dibandingkan dengan proses fermentasi pembuatan biourine yang dilakukan oleh Aritonang (2015), Suteja (2019) serta Mila (2020).

Electrical Conductivity (EC)

Berdasarkan Gambar 5 nilai EC untuk semua perlakuan meningkat dengan peningkatan lama fermentasi. Peningkatan nilai EC pada larutan yang difermentasi sebagai akibat pelepasan ion dan kation dari senyawa-senyawa penyusun biomasa sayur dan buah-buahan. Ion dan kation tersebut merupakan hasil proses penguraian oleh mikroba. Nilai EC pada awal proses fermentasi adalah 7321 ± 4 mS – 8103 ± 8 mS, nilai EC di

akhir proses fermentasi adalah 8299 ± 57 mS – 9079 ± 70 mS.

Hasil uji anova untuk nilai EC di akhir proses fermentasi nilai Fhitung = 64,5 > Ftabel = 0,23,5 dan Gambar 5 dan hasil uji BNT penambahan buah tomat pada biomassa sayur yang difermentasi

berpengaruh sangat nyata. Hal ini juga didukung oleh Gambar 6, penambahan buah tomat mampu meningkatkan nilai EC di akhir proses fermentasi. Pola hubungan antara kandungan buah tomat di biomassa yang difermentasikan dengan nilai EC di akhir proses berpola kwadratik dengan persamaan y = 3.3207x3 - 61.862x2 + 364.55x + 8299.3.

9500

∙≥   9000

§ 8500

≤ § 8000

2 1

Q h^ 7500

7000


jz 012345678

Waktu fermentasi,hari

Sayuran 10 kg (A0)

Sayuran 8 kg dan2 kg tomat (A2)

-÷- Sayuran 9 kg dan1 kg tomat (A1)

Sayuran 7 kg dan 3 kg tomat (A3)

Gambar 5. Profil nilai EC dari fermentasi proporsi sayur dan buah tomat berbeda


Gambar 6. Hubungan nilai EC dengan kandungan buah tomat pada biomassa yang difermentasi

Pada awal proses fermentasi nilai EC larutan sayur lebih tinggi dibandingkan dengan larutan sayur yang ditambah buah, penambahan buah pada larutan sayur menyebabkan jumlah ion dan kation pada larutan semakin sedikit dan hal ini ditunjukan pula dengan nilai pH larutan menjadi semakin nmendekati netral. Namun nilai EC ini terjadi sebaliknya pada akhir proses fermentasi, nilai EC yang lebih tinggi adalah perlakuan fermentasi

dengan tambahan buah dengan konsentrasi 30 % atau A3.

Dari Gambar 5, peningkatan nilai EC untuk perlakuan A0, A1, A2 dan A3 masing-masing adalah 0,07 mS/hari, 0,18 mS/hari, 0,29 mS/hari dan 0,32 mS/hari. Penambahan nilai EC paling cepat mengilustrasikan bahwa proses fermentasi berlangsung secara lebih cepat, mikroba yang melakukan proses fermentasi berkembang lebih

cepat pada biomassa yang memiliki nutrisi lebih baik dan kondisi pH lebih mendekati netral seperti perlakuan A3. Hal ini berdampak pada perlakuan A3 memiliki kecepatan perubahan nilai EC lebih baik. Penambahan buah pada proses fermentasi meningkatkan jumlah dan jenis unsur hara pada biomassa yang difermentasi. Menurut Sutiyoso (2009), EC terdiri dari unsur-unsur hara yang terlarut dalam air berupa ion bermuatan positif (kation) dan ion bermuatan negatif (anion).

Derajat Keasaman (pH)

Gambar 7 dan Gambar 8 adalah ilustrasi pH biomassa sayur dan buah yang difermentasikan secara aerob, nilai pH dari semua perlakuan berkisar antara 2,1 – 6,7. Menurut Tchobangoglous, 1993, bakteri akan aktif melakukan proses fermentasi pada kisaran pH 5,5

– 8,5 dengan aktivitas maksimum. Pada hari ke 2 sampai ke 5 nilai pH biomassa terlalu asam atau pada kisaran 2,1 – 5,5, namun di awal proses fermentasi nilai pH adalah 5,63 – 6,77 dan dihari ke 5 – hari ke 7 nilai pH biomassa adalah 5,30 – 6,37.

Dinamika nilai pH biomassa selama proses fermentasi menunjukan dinamika reaksi penguraian biomassa dari senyawa komplek menjadi senyawa yang lebih sederhana. Pada hari 1 sampai hari ke 3 nilai pH biomassa cenderung mengalami penurunan dan pada hari ke 3 sampai hari ke 7 nilai pH cenderung meningkat untuk semua perlakuan. Penurunan nilai pH sebagai akibat pemecahan asam-asam organik dari biomassa sayur dan buah-buahan, sedangkan peningkatan nilai pH sebagai akibat pelepasan unsur-unsur mineral seperti logam.

Sayuran 10 kg (A0)

Sayuran 9 kg dan1 kg tomat (A1)

Sayuran 8 kg dan2 kg tomat (A2)

—•— Sayuran 7 kg dan 3 kg tomat (A3)

Waktu fermentasi, hari


Gambar 7. Hubungan waktu fermentasi dengan pH biomasa.


Gambar 8. Nilai pH biomasa sayur dan buah yang difermentasikan secara aerob.

Secara statistik perlakuan penambahan buah pada  tidak berpengaruh secara nyata terhadap pH

biomassa sayur yang difermentasikan secara aerob  biomassa yang dihasilkan(p > 0,05 ).

Suhu Proses

Gambar 9 adalah gambar dinamika suhu selam proses fermentasi campuran sayur dan buah yang difermentasi secara aerob. Suhu proses fermentasi hari pertama meningkat dari 18,06 ±0,07oC menjadi 18,62 ±0,02 oC di hari ke tiga, dan kemudian menurun sampai 18,1 ± 0,06 oC di hari ke 7. Dinamika suhu ini sesuai dengan penelitian Suhartana, 2016 dan Mudiarta 2017.

Secara statistic perlakuan penambahan buah pada biomassa sayur yang difermentasikan secara aerob tidak berpengaruh secara nyata (p > 0,05 %) terhadap suhu proses. Walaupun dari Gambar 10, peningkatan kandungan tomat pada sayur yang difermentasikan berdampak pada peningkatan suhu biomassa di akhir proses. Hubungan hubungan antara kandungan buah tomat di biomassa yang difermentasikan dengan suhu biomassa di akhir proses berpola kwadratik dengan persamaan y = -0.0016x2 + 0.0251x + 18.196, dengan nilair² = 0.984.


Sayuran 10 kg (A0)


Sayuran 9 kg dan1 kg tomat


(A1)


Sayuran 8 kg dan2 kg tomat (A2)


Sayuran 7 kg dan 3 kg tomat


(A3)


Gambar 9. Suhu proses fermentasi


Gambar 10. Hubungan kandungan buah tomat dpada biomassa yang difermentasi dengan suhu akhir biomassa yang diferementasi.

Selama proses fermentasi menghasilkan energy yang kemudian dikonversi menjadi kalor yang dapat meningkatkan suhu dari biomassa, namun karena suhu lingkungan lebih rendah dari suhu biomassa maka terjadi perpindahan kalor dari biomassa ke lingkungan. Pada saat suhu biomassa meningkat berarti kalor yang dihasilkan dari proses fermentasi lebih banyak dari kalor yang

pindah ke lingkungan, namun sebaliknya pada saat suhu turun berarti kalor yang dihasilkan dari proses fermentasi lebih kecil dari kalor yang pindah ke lingkungan. Dari Gambar 10, proses fermentasi biomassa pada perlakuan A2 adalah perlakuan terbaik, karena kalor yang dihasilkan dari proses adalah yang terbanyak. Secara statistic penambahan buah pada biomassa sayur tidak

berpengaruh secara nyata pada suhu proses fermentasi.

Kualitas Pupuk Organik

Kualitas biomassa yang difermentasi secara aerob dan kualitas pupuk cair yang dihasilkan dilihat dari parameter C/N. Nilai C/N dari semua perlakuan ada pada kisaran 12,89 – 13,59 atau sudah memenuhi standar SNI, kandungan karbon dan nitrogen di akhir proses fermentasi masing-masing adalah 5,32 – 6,32 % dan 0,39 – 0,48 %. Walaupun kandungan karbon dan nitrogen di awal proses fermentasi secara statistic berbeda sangat nyata dan berbeda nyata, namun di akhir proses fermentasi di hari ke 7 kandungan karbon dan nitrogen di pupuk cair yang dihasilkan sangat berbeda nyata (P > 0,01).

Penambahan tomat pada sayur yang difermentasi secara aerob dapat meningkatkan nilai kandungan karbon pada biomassa, sebab buah-buahan mengandung unsur karbon. Penambahan buah tomat 3,3%, 6,6% dan 10% meningkatkan kandungan karbon biomassa di awal proses fermentasi sebedsar masing-masing: 1,73 ± 024%, 2,22 ± 028%, dan 3,28 ± 0,26% dari kandungan karbon awal 5,46 ± 0,16%. Pada akhir proses fermentasi perlakuan A1 kandungan karbon meningkat 0,42 ± 0,064% dibandingkan perlakuan A0. Sedangkan perlakuan A2 dan A3 stelah 7 hari proses fermentasi kandungan karbon lebih rendah 0,52 ± 0,14%, dan 0,69 ± 0,16%, dari perlakuan A0. Peningkatan kandungan karbon pada biomassa yang difermentasi meningkatkan kecepatan fermentasi, sebab mikroba lebih aktif melakukan proses penguraian biomassa untuk mendapatkan karbon sebagai penyusun sel (Setiyo et al., 2007).

Penurunan jumlah karbon selam proses fermentasi 7 hari untuk perlakuan A1, A2 dan A3 masing-masing sebesar 0,78±0,18%, 2,72±0,10%, dan 3,43±0,30%. Namun setelah fermentasi 7 hari perlakuan A0 kandungan karbonnya justru meningkat 0,53±0,2%, peningkatan ini sebagai dampak penambahan gula pada biomassa sebelum fermentasi.Sedangkan, terjadinya penurunan kandungan karbon akibat persenyawaan zat arang, selulosa, hemiselulosa dan lain-lain diuraikan menjadi CO2 dan air akan hilang ke udara. Penurunan material organik menunjukan indikasi terjadinya proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme (Bernal et al., 2009). Menurut

Pratiwi (2013), selama proses pengomposan atau fermentasi akan terjadi pelepasan karbondioksida karena adanya aktivitas mikroorganisme pengurai yang memanfaatkan unsur karbon sebagai sumber energi dalam mengurai bahan organik, sehingga berpengaruh terhadap kandungan C-organik yang dihasilkan.

Seperti halnya kandungan karbon, akibat penambahan buh-buahan pada sayur juga mengakibatkan kandungan nitrogen di awal proses fermentasi juga meningkat. Penambahan buah tomat 3,3%, 6,6% dan 10% meningkatkan

kandungan nitrogen biomassa di awal proses fermentasi sebesar masing-masing: 0,08 ± 0,04%, 0,08 ± 0,01%, dan 0,05 ± 0,02% dari kandungan karbon awal 0,32 ± 0,02%. Pada akhir proses fermentasi perlakuan A1 kandungan karbon meningkat 0,042 ± 0,02% dibandingkan perlakuan A0. Sedangkan perlakuan A2 dan A3 stelah 7 hari proses fermentasi kandungan karbon lebih rendah 0,05 ± 0,01%, dan 0,07 ± 0,02%, dari perlakuan A0. Peningkatan terjadi karena peningkatan reaksi aerob fermentasi biomassa. Keadaan ini menyebabkan penurunan kandungan kandungan nitrogen pada biomassa.

Penurunan jumlah nitrogen selam proses fermentasi 7 hari untuk perlakuan A0, A1, A2 dan A3 masing-masing sebesar 0,13 ± 0,03%, 0,09 ± 0,01%, 0,01 ± 0,001% dan 0,073 ± 0,002 %. Mikroorganisme menggunakan nitrogen dalam menyusun sel agar dapat memanfaatkan seluruh unsur karbon sebagai sumber energi. Menurut Wahyono et al., (2011), unsur nitrogen digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan sel. Peningkatan kandungan nitrogen pada pupuk cair diduga disebabkan karena oksigen dari penggunaan aerator mendukung mikroorganisme untuk melakuan proses dekomposisi yang lebih sempurna sehingga mikroorganisme dapat mengubah amonia menjadi nitrat. Penyediaan udara yang lancar dapat mencegah terjadinya pengendapan (Sugiharto, 1987).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

  • 1.    Penambahan buah tomat pada sayur yang difermentasi secara aerob dapat meningkatkan kecepatan proses fermentasi biomassa campuran sayur dan buah. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan BOD sebesar 0,10 mg/L, penurunan nilai TDS ebesar 164,94 ppm,

peningkatan nilai EC sebesar 144,69 mS/hari, peningkatan nilai pH sebesar 0,09 dan perubahan nilai C/N di akhir proses.

  • 2.    Perlakuan terbaik dari penelitian adalah untuk perlakuan A3 atau fermentasi sayur 7 kg dan buah 3 kg. Nilai BOD, TDS, EC, pH dan C/N di akhir prosesferementasi msing-masing adalah: 0,24 mg/L, 4362 ppm, EC 9160 mS/hari, pH 6,37 dan C/N 13,6. Parameterparameter mutu ini sudah memenuhi standar SNI.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adapun saran yang dapat diberikan adalah, perlu dilakukan pengkajian lebih dalam untuk mendukung proses fermentasi sayur serta bahan tambahan yang dipergunakan sehingga dapat menghasilkan pupuk cair yang memenuhi persyaratan teknis minimal pupuk organik cair No.70/Permentan/SR.140/10/2011.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Peraturan Menteri Pertanian. Permentan No. 70/Permentan/SR.140/ 10/2011. Rincian hasil Uji Mutu Pupuk Organik. Jakarta.

Aritonang. M., Setiyo. Y., dan Gunadnya. P. 2015. Optimalisasi Proses Fermentasi Urin Sapi Menjadi Biourin.

Andi Nurhayu, Sariubang M. 2015. PemanfaatanLimbah Sayur sebagai Substitusi Hijauan pada Pakan Sapi Bali di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2015.

Ayu Rahayu dan Adhi Surya Perdana. 2018. Analisis Jenis-jenis Limbah Pasar Sebagai Pakan Ternak di Magelang. Prosiding Seminar Teknologi dan Agribisnis      Peternakan      VI:

Pengembangan Sumber Daya Genetik Ternak  LokalMenuju Swasembada

Pangan  Hewani ASUH, Fakultas

PeternakanUniversitas        Jenderal

Soedriman,7 Juli 2018.

Badan Standardisasi Nasional, 2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, SNI 19-7030-2004, Jakarta.

Bewick, M. W. (1980). Handbook Of Organik Waste Conversion. Van Nostrand Reinhold Co.

Bernal, M. P., Alburquerque, J. A., dan Moral R. (2009),  “Composting of Animal

Manures and Chemical Criteria for Compost Maturity  Assessmen,  a

Review, Biosource Technology, Vol. 100, hal. 5444-5453.

Dalzell, H.W., Riddleston, A.J., Gray, K.R., and Thuenrairajan, K. 1987. Soil managemen compost production and use in tropical and subtropical environment. FAO. Rome.

Dewi, T., Anas, I., Suwarno, S., & Nursyamsi, D. (2016). Evaluasi Kualitas Pupuk Organik Yang Beredar Di Pulau Jawa Berdasarkan Permentan No. 70/Sr. 140/10 Tahun 2011. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 14(2), 79-83.

Harada YK, Haga, Tosada, and Kashino M. 1993. Quality of produced from animal waste. JARQ 26:238-246.

Ika Hariyanto Putra, B.W.R, dan Rhenny Ratnawati. 2019. Pembuatan Pupuk Cair Dari Limbah Buah Dengan Penambahan Bioaktivator EM4. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan. Volume 11, Nomor 1, Januari 2019; Hal. 44-56

Pramana K.S., Yohanes Setiyo, I Gst. Ngr. Apriadi Aviantara. 2019. Optimalisasi Proses Fermentasi Urin Sapi. BETA Journal Volume 7 No 1. Pg: 153-158

Pratiwi, I. G. A. P., Atmaja, W. D., Soniari, N. N. 2013. Analisis Kualitas Kompos Limbah Persawahan     dengan

Mol     Sebagai

Dekomposer.    Jurnal Online

Agroekoteknologi Tropika 2(4) : 23016515.

Purwendro,     S.     (2006).     Nurhidayat.

2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kondo M and Yasuda M. 2003. Effects of temperature, water regime, light, and soil properties on N2 fixation associated with decomposition of organik mater in paddy soils. JARQ 37(2): 113 – 119

Kunaepah, U. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi Glukosa terhadap AktivitasAntibakteri, Polifenol Total dan Mutu Kimia Kefir Susu Kacang

Merah. Tesis. Program StudiMagister Gizi      Masyarakat.      Program

Pascasarjana.Universitas Diponegoro, Semarang.

Kusmiati, Swasono R. Tamat, Eddy, J, dan Ria, I. 2007. Produksi Glukan dari dua Galur Agrobacterium sp. Pada Media Mengandung Kombinasi Molase dan Urasil. Biodiversitas, (Online), Vol. 8.

Mays, L. W. 1996. Water Resources Handbook. McGraw Hill. NewYork.

Martin AM. 1998. Bioconversion of waste materials to industrial products. Blackie Academic and Professional. London.

Mudiarta, Setiyo. Y., dan Widia. W. 2018, Kajian Proses Fermentasi Biosllury Kotoran Sapi Dengan Penambahan Molase. Jurnal.

Nurhayu, A.,  & Sariubang, M. (2015).

Pemanfaatan Limbah Sayur sebagai Subsitusi Hijauan pada Pakan Sapi Bali di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. In Prosiding    Seminar    Nasional

Teknologi      Peternakan      dan

Veteriner (pp. 140-145).

Rahayu, A., & Perdana, A. S. (2018, December). Analisis Jenis-Jenis Limbah Pasar Sebagai Pakan Ternak  Di Kota

Magelang. In Prosiding Seminar Teknologi Agribisnis Peternakan (Stap) Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (Vol. 6, Pp. 110114).

Riky Gusti Handrian, Meiriani, dan Haryati. 2013. Peningkatan Kadar Vitamin C Buah Tomat (Lycopersicum esculentum MILL.) Dataran Rendah Dengan Pemberian Hormon GA. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.2, No.1: pg 333339.

Rosenfeld, P.E., and Henry, C.L. 2000. Wood and ash control of odor from biosolids application. J. Environ. Qual. 29 :1662 – 1668.

Saenab A.2010.Evaluasi pemanfaatan limbah sayur pasar sebagai pakan ternak ruminansia di DKI Jakarta.

Setiyo, Y., Hadi K.P,Subroto, M.A,dan Yuwono, A.S, 2007. Pengembangan  Model

Simulasi Proses Pengomposan Sampah Organik Perkotaan. Journal Forum Pascasarjana Vol 30 (1) Januari 2007. Bogor.

Setiawan A, 2003. Pemanfaatan isi rumen (kambing dan domba) sebagai inokulan dalam proses pengomposansampah pasar (organik) dengan kotoran sapi perah. [skripsi] Bogor: Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. UI Press. Jakarta.

Suhartana, P. G., Setiyo, Y., Widia, I.W. 2017. Kajian Proses Fermentasi Sludge Kotoran Sapi. Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 5(1), 51-60.

Suharto. 2011. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Udara dan Air. Yogyakarta: Andi Offset.

Sutedjo, M.M., A.G. Kartasapoetra, dan Rd. S. Sastroatmodjo. (1996).

Sutiyoso, Y. 2009. Hidroponik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Utama dan Mulyanto, 2009. Potensi Limbah Pasar Sayur Menjadfi Stater Fermentasi. Jurnal Ilmu Kesehatan.

Vol 2 No 1.; pg 6 – 13.

Wahyono S dan Sahwan FL. 1998. Solid waste composting trend and projects. J Biocycle 38(1):64-68.

Wahyono, S., Sahwan, F.L., Suryanto, F. 2011. Membuat Pupuk Organik Granul dari Aneka Limbah. Agromedia Pustaka : Jakarta

Wahyudin. 2018. Studi Sistem Pengelolaan Sampah Pasar Di Pasar Tradisonal. Jurnal Akrap Juara. Vol 3 No 2. 2018.

279