JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 8, Nomor 2, September 2020

Pengaruh Waktu Pelayuan dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Teh Herbal Daun Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ)

The Effect of Withering Time and Drying Temperature on The Characteristics of Herbal Tea Bamboo Leaves “Tabah” (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ)

I Nyoman Cakra Lagawa, Pande Ketut Diah Kencana, I Gusti Ngurah Apriadi Aviantara

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

E-mail: diahkencana@unud.ac.id

Abstrak

Teh merupakan minuman herbal yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Pengolahan daun bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) menjadi teh merupakan upaya untuk memanfaatkan senyawa yang ada di dalamnya yang mampu memberikan karakter tersendiri untuk hasil produk teh nantinya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan hasil dan karakteristik teh herbal daun bambu tabah dari perlakuan waktu pelayuan dan suhu pengeringan yang berbeda. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari dua faktor, faktor pertama yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah waktu pelayuan dan faktor kedua yaitu suhu pengeringan. Faktor pertama terdiri dari tiga taraf yaitu (P1) : pelayuan 8 jam, (P2) : pelayuan 10 jam, dan (P3) : pelayuan 12 jam. Faktor kedua terdiri dari tiga taraf yaitu (T1): suhu 50 °C, (T2): suhu 60 °C, dan (T3): suhu 70 °C. Parameter yang diamati dalam penelitian terdiri dari analisis kimia meliputi kadar air, pH, total asam, total fenol, total flavonoid dan uji organoleptik terdiri dari warna air seduhan,aroma, dan rasa pada daun teh yang diseduh. Hasil penelitian menunjukan bahwa kandungan fenol tertinggi terdapat pada perlakuan waktu pelayuan 12 jam dengan suhu pengeringan 70 oC yaitu 114,5664 mg/100g. Untuk total flavonoid yang terbaik pada perlakuan waktu pelayuan 12 jam dengan suhu pengeringan 70oC yaitu 27.1697 mg/100g.

Kata kunci: teh herbal, waktu pelayuan, bambu Tabah, suhu pengeringan, fenol, flavonoid

Abstract

Tea is a herbal drink that is consumed by many people. The processing of stoic bamboo leaves (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) into tea is an effort to utilize the compounds in it that are able to give a distinctive character to the results of tea products later. This research was conducted with the aim of determining the results and characteristics of herbal tea stoic bamboo leaves from different treatment time withering and drying temperature. This study uses a Completely Randomized Design consisting of two factors, the first factor used in this research design is withering time and the second factor is the drying temperature. The first factor consists of three levels, namely (P1): 8 hours withering, (P2): 10 hours withering, and (P3): 12 hours withering. The second factor consists of three levels, namely (T1): temperature 50 ° C, (T2): temperature 60 ° C, and (T3): temperature 70 ° C. The parameters observed in the study consisted of chemical analysis including water content, pH, total acid, total phenol, total flavonoids and organoleptic tests consisting of the color of the brewing water, aroma, and taste in the brewed tea leaves. The results showed that the highest phenol content was found in the treatment withered time of 12 hours with a drying temperature of 70o C is 114.5664 mg / 100g. For the best total flavonoids in the treatment withered time 12 hours with a drying temperature of 70 o C that is 27.1697 mg / 100g.

Words key: herbal tea, withering time, bamboo Tabah, drying temperature, phenol, flavonoid

PENDAHULUAN

Bambu merupakan tanaman yang serbaguna dan sangat dekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di Indonesia. Di Indonesia terdapat 161 jenis bambu yang tumbuh dan ± 40 jenis yang tumbuh di Bali. Salah satunya adalah bambu tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) yang tumbuh baik di daerah Pupuan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Awalnya bambu tabah merupakan tanaman liar yang tidak dibudidayakan dan banyak tumbuh di tepian

sungai, hutan, dan lereng gunung yang hanya berfungsi sebagai penyangga tanah agar tidak mengalami longsor. Bambu termasuk dalam keluarga gramineae yang sangat mudah dalam proses perkembangan. Bambu yang ditebang sangat cepat untuk tumbuh kembali, sehingga hal ini menyebabkan ekosistem bambu tetap terjaga (Kencana et al., 2012).

Teh adalah minuman yang mengandung tanin dan polifenol, sebuah minuman yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun yang

dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas (Sembiring, 2009 dalam Kusumaningrum, 2013). Teh herbal merupakan istilah umum yang digunakan untuk minuman yang bukan berasal dari daun teh Camellia sinensis. Teh herbal banyak dibuat dari bunga, biji, daun dan akar dari berbagai tanaman. Pelayuan bertujuan untuk mengurangi kadar air hingga 70%, Selama proses pelayuan, daun teh akan mengalami dua perubahan yaitu perubahan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam daun serta menurunnya kandungan air sehingga daun teh menjadi lemas.. Senyawa katekin tidak mengalami perubahan salama pelayuan, tetapi karena kandungan air turun maka kadar katekin menjadi tinggi (Putratama, 2009).

Salah satu proses yang dilakukan untuk mengolah daun bambu tabah jika akan digunakan sebagai teh herbal adalah melalui proses pengeringan. Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi panas. Pengeringan dapat mengurangi kadar air bahan sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur, serta mengurangi aktivitas enzim yang dapat merusak bahan, sehingga dapat memperpanjang daya simpan dan pengawetan. Jika air dihilangkan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan dan menyebabkan perubahan warna, tekstur, dan aroma bahan pangan. Tujuan utama pengeringan yaitu mengurangi kandungan kadar air bahan pangan sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan.

Menurut Kencana et al,. (2012). pemanfaatan bambu tabah ini hanya diambil rebungnya untuk dikomersialkan serta dikonsumsi sehari-hari. Sementara itu pemanfaatan daun bambu masih belum dilakukan. Oleh sebab itu dilakukan pemanfaatan daun bambu sebagai olahan teh herbal.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana mulai bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2019.

Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bambu tabah segar, aquadest, indikator fenolphthalein, Folin-Ciocalteau, NaOH 0,1N, AlCl3, Ethanol PA, Na2CO3, Metanol PA 85%, Asam Galat dan Qercetin.. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah besi berjaring, nampan, keranjang, blender (Philips), ayakan 40 mesh

(Retsch), gunting, pH meter, erlenmeyer, gelas beaker (Iwaki), gelas ukur, buret, labu ukur 100 ml dan 5 ml, bola hisap, pipet tetes, tabung reaksi (Iwaki), vortex shaker, pipet volum (Iwaki), sentrifugasi (Damon IEC Centrifuge), kuvet, timbangan duduk manual merk Q2 dengan kapasitas maksimal 15 kg, timbangan analitik (Shimadzu), pinset, spatula, kertas saring, corong, cawan, oven, kantong teh dan spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientific), pulpen, dan buku tulis.

Rancangan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode ekperimental yang dilaksanakan di laboratorium. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor dengan tiga kali pengulangan. Faktor pertama yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah waktu pelayuan yang terdiri dari tiga taraf yaitu 8 jam (a1), 10 jam (a2), dan 12 jam (a3), dan faktor kedua yang digunakan adalah suhu pengeringan yang terdiri dari tiga taraf yaitu 50 oC (b1), 60 oC (b2) dan 70 oC (b3) Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam dan apabila pengaruh perlakuan signifikan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Bahan

Daun bambu dipanen di Desa Padangan Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan Bali. Pemanenan daun bambu dilakukan pada pagi hari dari jam 06.00 wita – 10.00 wita. Daun bambu yang dipanen adalah daun bambu yang memiliki batang bambu berumur 2 tahun, dengan ciri-ciri tidak terdapatnya pelepah yang yang menempel pada ruas-ruas bambu dan warna pada batang bambu sudah berwarna hijau kegelapan. Daun bambu yang dipanen yaitu mulai dari pucuk sampai daun ketiga pada setiap ranting yang memiliki kenampakan daun masih muda dan terhidar dari kerusakan secara fisik. Daun yang telah dipetik kemudian di timbang sesuai dengan kebutuhan yaitu 3 kg, daun bambu tabah yang telah di timbang kemudian dimasukan kedalam plastik bening ukuran 5 kg dan diletakan di dalam coldstorage yang ada di koperasi bambu alam sejahtera. Daun bambu yang telah dikemas selanjutnya dimasukan kedalam styrofoam kotak kemudian dipindahkan ke dalam showcase yang ada di Laboratorium Pascapanen Teknik Pertanian Universitas Udayana.

Proses Pembuatan Teh Herbal Daun Bambu Tabah

Proses pembuatan teh daun bambu tabah dimulai dari persiapan bahan baku daun bambu tabah yang selanjutnya di sortasi atau pemisahan daun bambu tabah yang baik dari yang rusak atau cacat serta kotoran atau benda asing lainnya. Tahapan kedua Penimbangan dan pencucian, daun bambu di timbangan dengan timbangan digital sebanyak 1kg untuk semua perlakuan dan dilanjutkan dengan proses pencucian yang bertujuan untuk membersihkan debu atau kotoran yang masih melekat pada daun bambu. Tahapan ketiga yaitu penirisan, daun bambu ditiriskan menggunakan keranjang selama 30 menit sehingga sisa air pada proses pencucian berkurang. Tahapan keempat yaitu proses pelayuan, dilakukan pemaparan daun bambu tabah di atas jaring besi dengan ukuran 70 cm x 70 cm pada suhu 30 oC (suhu ruang) selama 8 jam, 10 jam, dan 12 jam. Selama proses pelayuan daun bambu dibalik sebanyak 3 kali setiap 2 jam. Tahapan kelima yaitu pengecilan ukuran, pengecilan ukuran dilakukan menggunakan gunting/pisau sesuai dengan ukuran pemotongan daun yang ditentukan yaitu 0,5 – 1 cm. tahapan keenam yaitu pengeringan, proses pengeringan dilakukan menggunakan oven dengan suhu 50 oC, 60 oC, dan 70 oC selama 120 menit. Tahapan keenam yaitu Penghalusan, daun bambu tabah kering dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian diayak dengan ayakan 40 mesh sehingga memisahkan antara bahan layak lolos dan tidak layak lolos. Tahapan ketujuh yaitu pengemasan, daun bambu yang sudah di ayak selanjutnya dikemas ke dalam kemasan kantong teh celup, setiap kantong diisi sebanyak 2,5 gram serbuk daun bambu tabah.

Parameter Penelitian

Setiap sampel daun bambu tabah kering dianalisis kadar air, pH, total asam, total fenol, total flavonoid, dan organoleptik (warna, aroma, rasa) serta hedonik yang dilakukan setelah penyeduhan teh herbal daun bambu tabah. Proses penyeduhan teh dilakukuan dengan cara mengambil daun bambu yang sudah di kemas ke dalam kantong teh sebanyak 2,5 g lalu diseduh dengan air panas 220 ml, setelah itu dilakukan uji organoleptik dari segi warna, aroma, dan rasa teh herbal daun bambu tabah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Kadar air memiliki peranan penting didalam menentukan karakteristik dan lama simpan bahan pangan. Hasil analisis sidik ragam menunjukan interaksi perlakuan berdasarkan waktu pelayuan dan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Adapun hasil kadar air ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap kadar air (%bb) teh daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata – rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar air (bb %) tertinggi pada teh daun bambu tabah diperoleh pada waktu pelayuan 8 jam dengan suhu pengeringan 50 oC (t1T1) yaitu 13,3483 %, sedangkan kadar air terendah diperoleh pada perlakuan waktu pelayuan 8 jam dengan suhu pengeringan 70 oC (t1T3) yaitu 6,1051 %. Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka semakin rendah kadar air pada teh daun bambu tabah. Terbukti pada perlakuan pelayuan 8 jam dengan suhu 70 oC memiliki kadar air terendah 6.1051% dibandingkan dengan perlakuan suhu 50 oC dan 60 oC.

Menurut Winarno (2002), komposisi air pada bahan pangan seperti air bebas dan air terikat, dapat berpengaruh pada laju atau lama pengeringan bahan pangan. Air terikat adalah air yang terdapat dalam bahan pangan. Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain lain Kadar air teh daun bambu tabah dari beberapa perlakuan sudah dapat memenuhi persyaratan mutu teh kering dalam kemasan (SNI 01-3836-2003) yaitu tidak lebih dari 8% kecuali perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 50 oC (t1T1) memiliki kadar air yaitu 13,3483 %. Semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat terjadi penguapan, sehingga kandungan air di dalam bahan semakin rendah (Winarno, 1995).

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting dalam mengetahui kualitas teh daun bambu tabah yang dihasilkan dari proses pengolahannya.

Pengukuran pH pada teh daun bambu tabah bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman yang terkandung dalam teh daun bambu tabah. Hasil analisis sidik ragam menunjukan tidak adanya interaksi perlakuan berdasarkan waktu pelayuan dan suhu pengeringan. Adapun hasil kadar air ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap pH teh daun bambu tabah. Keterangan: Interaksi dari perlakuan waktu pelayuan dengan perlakuan suhu pengeringan menunjukan tidak adanya interaksi dari keduanya.

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukan waktu pelayuan tidak berpengaruh terhadap nilai pH, sedangkan perlakuan suhu pengeringan menunjukan berpengaruh nyata terhadap nilai pH. Interaksi dari perlakuan waktu pelayuan dengan perlakuan suhu pengeringan menunjukan tidak adanya interaksi dari keduanya. Hasil penelitian menunjukan bahwa pH tertinggi pada teh daun bambu tabah diperoleh pada perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 50 oC (t1T1) yaitu 6.56, sedangkan pH terendah diperoleh pada perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 70 oC (t3T3) yaitu 6,29. Tidak berpengaruhnya waktu pelayuan terhadap nilai pH ini, diduga disebabkan karena pada proses pelayuan daun bambu tabah hanya mengalami penurunan kandungan air pada daun dan waktu pelayuan terlalu singkat pada suhu ruang.

Menurut Putratama (2009), selama proses pelayuan terjadi perubahan kimia, seperti berkurangnya kandungan zat padat, berkurangnya pati dan gum, naiknya kadar gula, berkurangnya protein, naiknya asam amino, terjadi pembongkaran protein menjadi asam - asam amino. Dalam penelitian ini pelayuan hanya penurunan kadar air pada daun bambu tabah. Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka nilai pH yang dihasilkan semakin rendah. hal ini dikarenakan dari hasil penelitian kandungan senyawa fenol dan flavonoid teh daun bambu tabah semakin meningkat pada suhu yang tinggi.

Kadar Total Asam

Total asam merupakan jumlah keseluruhan kandungan senyawa asam yang terdapat pada teh daun bambu tabah. Hasil analisis sidik ragam

menunjukan adanya interaksi perlakuan berdasarkan waktu pelayuan dan suhu pengeringan. Adapun hasil kadar total asam ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap total asam teh daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata - rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan waktu pelayuan, perlakuan suhu pengeringan dan kombinasi kedua perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total asam teh daun bambu tabah yang dihasilkan. Gambar 3 menunjukan bahwa nilai pH teh daun bambu tabah yang dihasilkan berkisar antara 0,9369% sampai 1,5355%. Nilai total asam terendah yaitu 0,9369 % terdapat pada perlakuan waktu pelayuan 8 jam, perlakuan suhu pengeringan 50 oC (t1T1) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 50oC (t2T1). Nilai total asam tertinggi yaitu 1,5355% terdapat pada perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 70 oC (t1T3) dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 70oC (t2T3). total asam cenderung meningkat seiring dengan lamanya waktu pelayuan dan tinggi nya suhu pengeringan.

Selama proses pelayuan terjadi perubahan fisik dan perubahan kimia pada daun. Perubahan fisik yaitu berkurangnya kadar air yang mengakibatkan daun menjadi layu dan tangkai menjadi lunak, sedangkan perubahan kimianya adalah perubahan asam-asam amino yang mengakibatkan pembentukan aroma dan rasa (Lase, 2010). Semakin lama waktu pelayuan dan semakin tinggi suhu pengeringan menghasilkan kadar total asam yang semakin meningkat. Peningkatan total asam ini juga dipengaruhi oleh peningkatan kadar total fenol dan kadar total flavonoidnya. Semakin rendah kandungan pH pada teh herbal daun bambu tabah maka total asam semakin tinggi.

Kadar Total Fenol

Fenol merupakan senyawa yang memiliki fungsi sebagai antioksidan yang memiliki peran sebagai pemberi cita rasa atau flavour pada bahan pangan

serta memperpanjang masa simpan karena senyawa fenol memiliki efek antibakteri dan antimikroba.

Gambar 4.Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap total fenol teh herbal daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata – rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan waktu pelayuan dan suhu pengeringan pada proses pengolahan berpengaruh sangat nyata (P< 0.01) terhadap kandungan total fenol teh daun bambu tabah. Rata- rata total fenol yang terdapat pada teh daun bambu tabah dapat dilihat pada gambar 4. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar total fenol tertinggi pada teh daun bambu tabah diperoleh pada perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 70 oC (t3T3) yaitu 114,5664 mg/100g ekstrak, sedangkan kadar total fenol terendah diperoleh pada perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 50 oC (t2T1) yaitu 78,4614 mg/100g ekstrak.

Proses pelayuan berpengaruh terhadap total fenol, semakin lama waktu pelayuan yang dilakukan kadar total fenol semakin besar. Waktu pelayuan dalam waktu yang relatif lama di dukung pada suhu tinggi mampu menonaktifkan enzim polifenol oksidase, sehingga senyawa fenol dalam daun teh bambu tabah tidak banyak yang berubah.

Semakin meningkatnya suhu pengeringan yang digunakan menyebabkan total fenol teh daun bambu tabah meningkat, hal ini terjadi karena panas dapat menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap komponen penyusun dinding sel daun yaitu karbohidrat (termasuk serat selulosa) dan protein sebagai komponen tidak terlarut. Kerusakan ini dapat memudahkan keluarnya senyawa polifenol dari dalam daun karena polifenol merupakan senyawa yang memiliki berat molekul rendah, sehingga mudah untuk terinfusi kedalam pelarut (Chu dan Juneja, 1997). Menurut Susanti (2008), semakin tinggi suhu pengeringan mengakibatkan peningkatan proses inaktivasi enzim polifenol oksidase, sehingga aktivitas enzim akan semakin rendah dan kerusakan senyawa polifenol semakin sedikit, namun jika suhu pengeringan melampaui suhu optimum, maka

stabilitas senyawa polifenol akan terganggu sehingga dapat menyebabkan penurunan kandungan senyawa polifenol pada bahan.

Total Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang terbesar dalam tanaman yang memiliki fungsi sebagai antioksidan.

Gambar 5. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap total flavonoid teh herbal

daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata - rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa waktu pelayuan dan suhu pengeringan pada proses pengolahan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kandungan flavonoid teh daun bambu tabah. Rata – rata kandungan flavonoid teh daun bambu tabah dapat dilihat pada gambar 5. Kandungan flavonoid tertinggi pada teh daun bambu tabah diperoleh pada perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 70oC (t2T3) yaitu 27,1697 mg/100g ekstrak teh daun bambu tabah. Sedangkan untuk kandungan flavonoid terendah pada perlakuan pelayuan 8jam, suhu pengeringan 50 oC (t1T1) yaitu 17,0831 mg/100g ekstrak.

Pada proses pelayuan akan terjadi peningkatan atau penurunan komponen tertentu yang diinginkan dan yang tidak diinginkan. Menurut Arpah dalam Sayekti (2016), proses pelayuan akan meningkatkan atau menurunkan komponen tertentu yang diinginkan dan tidak diinginkan, karena suhu dalam pelayuan tidak optimal pada proses pelayuan. Menurut Pramono (2006), Jika dalam bahan kadar air masih tinggi dapat mendorong enzim melakukan aktivitasnya mengubah kandungan kimia yang ada didalam bahan menjadi produk lain.

Perlakuan pemanasan pada bahan dapat menyebabkan keluarnya beberapa senyawa fenolik dengan berat molekul rendah, dimana flavonoid yang terdapat pada teh merupakan senyawa fenolik yang memiliki berat molekul rendah (Jeong et al., 2004). Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh yaitu ketika teh daun bambu tabah dipanaskan pada suhu 70oC, masih memungkinkan

senyawa flavonoid untuk keluar dari dalam sel khususnya dari bagian vakuola sel, sehingga didapatkan hasil kadar flavonoid yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan suhu pengeringan yang lain.

Warna Air Seduhan Teh Daun Bambu Tabah

Warna merupakan salah satu bagian dari penampakan produk dan merupakan parameter penilaian sensori yang penting karena merupakan sifat penilaian sensori yang pertama kali dilihat oleh konsumen.

Gambar 6.Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap skoring warna air seduhan teh daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata - rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, tingkat kesukaan panelis terhadap warna teh daun bambu tabah yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 50 oC (t2T1) dan perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 60 oC (t2T1) dengan rerata 4,47 (kuning kehijauan cerah) sedangkan rasa teh daun bambu tabah yang memiliki warna terendah adalah perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 70oC (t1T3) dengan rerata 3.47 (kuning). Berdasarkan SNI 3836 (2013), warna seduhan pada seduhan teh yang baik adalah khas produk.

Semakin tinggi suhu pengeringan maka warna teh daun bambu tabah semakin menguning. Warna seduhan teh daun bambu tabah yang terbentuk dari warna hijau menjadi warna kuning. Hal ini disebabkan oleh proses pengeringan yang berperan dalam pembentukan warna air seduhan teh herbal daun bambu tabah. Memudarnya warna hijau teh daun bambu tabah diduga disebabkan karena terjadinya degradasi pigmen – pigmen yang ada pada daun bambu tabah, terutama pigmen klorofil terdegradasi menjadi feofitin yang menyebabkan warna kuning pada teh daun bambu tabah serta pigmen fenol dan flavonoid yang menghasilkan warna kuning.

Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan dapat menyebabkan menurunnya warna alami teh herbal yang dihasilkan, hal ini disebabkan pada

proses pengeringan yang merusak warna seperti klorofil pada daun (Fitrayana, 2014).

Rasa Air Seduhan Teh Daun Bambu Tabah

Rasa merupakan salah satu kriteria penting dalam menilai suatu produk pangan yang melibatkan indra pengecap yaitu lidah. Pengujian ini dilakukan dengan mengecap rasa dari teh daun bambu tabah dengan menggunakan indra pengecap. Rasa dapat ditentukan melalui indera mulut (Winarno, 2008).

Gambar 7. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap skoring rasa air seduhan teh daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata - rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik, tingkat kesukaan panelis terhadap rasa teh daun bambu tabah yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 50oC (t2T1) dan perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 60o C (t1T2) dengan rerata 4,67 (rasa daun bambu tabah tidak sepat) sedangkan rasa teh daun bambu tabah yang memiliki rasa terendah dalah perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 70oC (t1T3) dengan rerata 3.53 (rasa daun bambu tabah agak sepat).

Diduga dari hasil penelitian ini rasa sepat yang timbul disebabkan adanya senyawa fenol dan flavonoid. Menurut Ramlah (2017), senyawa fenol dan flavonoid dapat memberikan rasa pahit dan sepat pada seduhan teh. Sehingga semakin tinggi kandungan fenol dan flavonoid pada daun bambu tabah maka rasa dari teh tersebut akan semakin sepat. Hal ini dibuktikan dengan kadar flavonoid yang tinggi dalam teh herbal daun alpukat berkontribusi dalam memberikan rasa pahit pada teh (Mahmood et al., 2010).

Aroma Air Seduhan Teh Daun Bambu Tabah

Aroma merupakan indikator yang penting dalam industri pangan karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian diterima atau tidaknya produk tersebut. Aroma merupakan salah satu faktor

mutu sebagai tingkat penerimaan konsumen terhadap produk.

Gambar 8. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap skoring Aroma teh daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata - rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Berdasarkan hasil pengujian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma teh daun bambu tabah yang memiliki nilai tertinggi adalah perlakuan perlakuan pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 50 oC (t2T1) dengan rerata 4,73 (keharuman daun teh daun bambu tabah sangat khas) sedangkan aroma teh daun bambu tabah yang memiliki nilai terendah adalah perlakuan pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 70 oC (t1T3) dengan rerata 4.00 (keharuman daun teh bambu tabah khas).

Menurunnya aroma teh herbal daun bambu tabah disebabkan adanya aktivitas enzim pada proses pelayuan (withering) yang menyebabkan terlepasnya berbagai senyawa volatile pada bahan sehingga menimbulkan aroma khas pada teh herbal daun bambu tabah dan semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan maka aroma dari teh herbal daun bambu tabah semakin menurun. Hal ini disebabkan karena rusaknya senyawa–senyawa aromatik pada proses pengeringan. Menurut Fello (1988) dalam Anjarsari (2015), aroma dalam bahan makanan dapat ditimbulkan oleh beberapa komponen volatif, akan tetapi komponen volatif tersebut dapat hilang selama proses pengolahan terutama panas.

Uji Hedonik Teh Daun Bambu Tabah

Gambar 9. Hubungan antara waktu pelayuan dan suhu pengeringan terhadap skoring Uji Hedonik teh daun bambu tabah. Keterangan: Huruf yang berbeda dibelakang nilai rata – rata menunjukan adanya perbedaan yang signifikan berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Berdasarkan hasil pengujian Hedonik, tingkat kesukaan panelis terhadap teh daun bambu tabah yang memiliki nilai tertinggi adalah perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 60 oC ( t1T2) dengan rerata 4,53 (suka) sedangkan hasil uji hedonik terhadap kesukaan panelis yang memiliki nilai terendah adalah perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 70 oC (t3T3) dengan rerata 3,20 (kurang suka).

Hasil analisis sidik ragam teh daun bambu tabah menunjukan nilai F hitung yang lebih besar dari nilai F tabel 5%, hal ini menunjukan adanya pengaruh nyata dari perlakuan waktu pelayuan dan perlakuan suhu pengeringan terhadap uji hedonik teh daun bambu tabah. Selanjutnya dilakukan uji BNT 5%. Hasil uji BNT 5% menunjukan bahwa perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 50oC (t1T1) berbeda nyata dengan perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 50 oC (t2T1) dan berbeda nyata terhadap perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 50 oC (t3T1). Perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 60 oC (t1T2) berbeda nyata dengan perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 60 oC (t2T2) dan perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 70 oC. Perlakuan waktu pelayuan 12 jam, suhu pengeringan 60 oC (t3T2) tidak berbeda nyata terhadap perlakuan waktu pelayuan 8 jam, suhu pengeringan 70 oC (t1T3) dan perlakuan waktu pelayuan 10 jam, suhu pengeringan 70 oC (t2T3). Parameter sensoris yang sangat mempengaruhi penerimaan keseluruhan panelis terhadap teh daun bambu tabah adalah rasa seduhan teh daun bambu tabah, sehingga semakin sepat rasa seduhan teh bambu tabah, kesukaan panelis akan semakin berkurang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan perlakuan waktu pelayuan dan suhu pengeringan berpengaruh nyata terhadap kadar air, pH, total asam, total flavonoid, organoleptik aroma, organoleptik rasa, dan penerimaan secara keseluruhan. Semakin tinggi suhu pengovenan mengakibatkan peningkatan terhadap total asam, total fenol, total flavonoid, namun mengakibatkan penurunan terhadap pH dan kadar air. Waktu pelayuan 12 jam dengan suhu pengeringan 70oC menghasilkan teh herbal daun bambu tabah dengan total fenol tertinggi yaitu 114,5664 mg/100g dan total flavonoid sebesar 27,1697 mg/100 g. sedangkan untuk uji skoring tingkat kesukaan panelis terhadap warna, rasa, aroma, dan penerimaan keseluruhan yaitu pada perlakuan waktu pelayuan 8 jam dengan suhu pengeringan 60oC.

Daftar Pustaka

Anjarsari, B. 2015. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Karakteristik Teh Herbal Daun Katuk (Sauropus adrogynus L. Merr) (Doctoral dissertation, Fakultas Teknik Unpas).

Chu, D. C., & Juneja, L. R. 1997. General Chemical Composition of Green Tea and Its Infusion. Chemistry and Applications of Green Tea, 13-22.

Fitrayana, C. 2014. Pengaruh Lama dan Suhu Pengeringan terhadap Karakteristik Teh Herbal Pare   (Momordica charantia L) (Doctoral

dissertation, Fakultas Teknik Unpas).

Jeong, S. M., Kim, S. Y., Kim, D. R., Jo, S. C., Nam, K. C., Ahn, D. U., & Lee, S. C. 2004. Effect of heat treatment on the antioxidant activity of extracts from citrus peels. Journal of agricultural and food chemistry, 52(11), 33893393.

Kencana, P. K. D., Widia, W. And Antara, N. S. 2012. Praktek Baik Budi Daya Bambu Rebung Tabah (Gigantochloa Nigrociliata Buse-Kurz)’, Pp. 1– 69

Kusumaningrum, R., Supriadi, A., & RJ, S. H. 2013. Karakteristik dan Mutu Teh Bunga Lotus (Nelumbo nucifera). Jurnal Fishtech, 2(1), 921.

Lase, V. A. 2010. Laporan Praktek Kerja Lapangan Pada Pengolahan Teh hitam (Orthodox) di TPN IV Sidamanik. Departemen Teknologi pertnian. Fakultas Pertanian Universitas sumatra Utara.

Mahmood, T., Akhtar, N., & Khan, B. A. 2010. The morphology, characteristics, and medicinal properties of Camellia sinensis tea. Journal of Medicinal Plants Research, 4(19), 2028-2033.

Pramono, S. 2006. Penanganan Pasca Panen Dan Pengaruhnya Terhadap Efek Terapi Obat Alami. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXXVII, Bogor.

Putratama, M. S. W. 2009. Pengolahan Teh Hitam Secara CTC di PT. Perkebunan Nusantara VIII, Kebun Kertamanah Pengalengan-Bandung, Laporan yang tidak dipublikasikan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Ramlah, R. 2017. Penentuan Suhu dan Waktu Optimum Penyeduhan Daun Teh Hijau (Camellia Sinensis L) P+ 2 Terhadap Kandungan Antioksidan Kafein, Tanin dan Katekin (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar).

Satyarno, I., Sulistyo, D., & Prayitno, T. A. 2014. Sifat Mekanika Bambu Petung Laminasi. Dinamika Rekayasa, 10(1), 6-13.

Sayekti, E. D., Asngad, A., & Chalimah, S. 2016. Aktivitas Antioksidan Teh Kombinasi Daun Katuk Dan Daun Kelor Dengan Variasi Suhu Pengeringan (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Susanti, D. Y. 2008. Efek suhu pengeringan terhadap kandungan fenolik dan kandungan katekin ekstrak daun kering gambir. In Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian. Peran Teknik Pertanian dalam Kedaulatan Pangan dan Energi Hayati Menuju Agroindustri yang Berkelanjutan, hal (pp. 1-49).

Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi, jakarta, kimia pangan dan gizi.

Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi edisi terbaru. Embrio Biotekindo. Bogor.

Zhang, Y., Bao, B., Lu, B., Ren, Y., Tie, X., & Zhang, Y. 2005. Determination of flavone C-glucosides in antioxidant of bamboo leaves (AOB) fortified foods by reversed-phase high-performance liquid chromatography with ultraviolet diode array detection. Journal of Chromatography A, 1065(2), 177-185.

230