Pengaruh Campuran Minyak Wijen (Sesamum indicum L.) dan Apsa 80 Sebagai Bahan Pelapis Terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta Volume 8, Nomor 2, September 2020
Pengaruh Campuran Minyak Wijen dan APSA 80 Sebagai Bahan Pelapis terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah Manggis
The Effect of Sesame Oil and APSA 80 Mixture as a Coating Material on The Quality and Shelf Life of Mangosteen
Desak Ngakan Nyoman Mita Dewi, I Made Supartha Utama*, Pande Ketut Diah Kencana
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia *email: [email protected]
Abstrak
Buah manggis merupakan salah satu produk hortikultura yang mudah rusak dan memiliki umur simpan yang relatif singkat. Kemampuan campuran APSA 80 dan minyak wijen dengan konsentrasi yang berbeda sebagai bahan pelapis untuk menjaga kualitas dan memperpanjang masa simpan buah manggis yang diuji selama penyimpanannya. Tujuan penelitian ini ialah untuk menemukan konsentrasi terbaik dari campuran APSA 80 dan minyak wijen sebagai bahan pelapis untuk buah manggis. Minyak wijen paling tahan terhadap ketengikan karena mengandung antioksidan alami dan asam oleat yang tinggi. APSA 80 sebagai penyebar dan mampu merekatkan bahan campuran serta sebagai pengemulsi. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL) dengan tiga faktor perlakuan yaitu ragam konsentrasi pelapis dari APSA 80 dengan konsentrasi 0%, 0.03%, dan 0.06%, konsentrasi pelapis dari minyak wijen dengan konsentras 0%, 0.5%, dan 1% serta suhu penyimpanan menggunakan suhu ruang 28±2oC) dan suhu dingin 10±1oC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan SdA2M2 konsentrasi APSA 80 0.06% dan konsentrasi minyak wijen 1% pada suhu dingin) adalah konsentrasi bahan pelapis terbaik untuk menjaga kualitas dan memperpanjang masa simpan buah manggis. Kedua formulasi bahan pelapis tersebut mampu mempertahankan buah manggis selama 25 hari dimana warna aril masih berwarna putih, warna kulit ungu kemerahan dan tekstur kulit belum mengeras.
Kata kunci: APSA 80, pelapisan lilin, buah manggis, minyak wijen.
Mangosteen is one of the horticultural products that easily damages and has a relatively short shelf-life. The abilities of the mixed of APSA 80 and sesame (Sesamun indicum L.) with different concentrations as coting materials to maintain the quality and extend the self-life of mangosteen fruits were tested during storage. The main objective was to find the best mixed showed that the mixed concentrations of 0.06% APSA 80 and 0.5 % sesame oil, as well as the mixed concentrations of 0.06% APSA 80 and 1.0 % sesame oil were the best coating materials to maintain quality concentrations of the APSA 80 and Sesame oil as coating material for mangosteen fruits. Sesame oil is known to be the most resistant to rancidity because it contains natural antioxidants and high oleic acid. APSA 80 is as a spreader and gluing the mixed material and as an emulsifier. The experimental design used in this study was a Completely Randomized Design with three factors, namely the concentration of APSA 80 0%, 0.03%, and 0.06%), the concentration of sesame oil 0%, 0.5%, 1%) and storage temperatures 28 ± 2oC and 10 ± 1oC). The result and extend the self-life of mangosteen fruits. The both formulations of the coatings maintain the self life for 25 days at where the colors of the arils were snowy white, the color of skin surfaces were redish purple, and the pericarps were not yet hardenings.
Keyword: APSA 80, edible coating, mangosteen, sesame oil.
PENDAHULUAN
Produk hortikultura terutama buah-buahan yang telah dipanen masih mengalami serangkaian aktivitas metabolisme seperti respirasi, sehingga akan menyebabkan produk hortikultura tersebut mudah rusak. Pada buah-buahan, kerusakan diawali dengan adanya proses fisiologis lanjutan yang tidak terkendali, kemudian diikuti dengan kerusakan mekanis yang disebabkan oleh benturan-benturan selama kegiatan pascapanen, selanjutnya akan terjadi
kerusakan mikrobiologis yang mengakibatkan kerusakan seperti pembusukan sehingga umur simpan buah-buahan menjadi terbatas. Kondisi buah-buahan yang rentan, memerlukan penanganan pascapanen agar tidak mudah mengalami kerusakan. Salah satu produk hortikultura yang sangat rentan akan kerusakan ialah buah manggis. Buah manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan buah tropis yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Manggis menjadi salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Peningkatan
ekspor buah manggis membuat produsen harus memperhatikan kualitasnya. Sebab, buah yang sudah dipanen masih mengalami respirasi dan apabila respirasi meningkat maka akan mempercepat proses pemasakannya sehingga akan mempercepat proses pembusukan pada buah. Dalam menghambat proses pemasakan dapat dilakukan dengan upaya pemberian edible coating. Edible coating adalah suatu metode pemberian lapisan tipis yang edible (dapat dimakan) pada permukaan buah untuk menghambat keluar dan masuknya gas, terutama oksigen dan karbondioksida serta uap air, sehingga proses pemasakan buah dapat diperlambat. Beberapa syarat yang diperlukan untuk bahan pelapis yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa buah yang dilapisi, mudah kering, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, murah harganya, dan tidak beracun (Furness, 1997).
Pelapisan dengan menggunakan bahan pelapis minyak nabati dapat mengurangi laju respirasi lebih baik dibandingkan bahan pelapis lainnya karena dapat mengurangi kerusakan pada buah (Mitra, 1997). Minyak wijen dikenal paling tahan terhadap ketengikan (oksidasi) diantara minyak nabati lainnya karena mengandung antioksidan alami dan asam oleat yang tinggi. Antioksidan dan asam oleat dapat menghambat oksidatif, meningkatkan kualitas rasa, dan umur simpan yang lebih lama (Delfian, 2010).
Pelapisan dengan menggunakan minyak wijen sudah banyak digunakan, berdasarkan hasil penelitian oleh Inggas (2013), diketahui bahwa penambahan minyak wijen 0,5% pada pelapis dapat meningkatkan umur simpan buah tomat dalam suhu ruang.
Selain itu, pelapisan dapat ditambahkan dengan bahan lain seperti APSA 80. APSA (All Purpose Spray Adjuvant) adalah bahan perata dan perekat yang tidak mengandung racun serta ramah lingkungan. APSA 80 mengandung bahan aktif alkil alkosilat dan asam oleat sebanyak 800 mg/L. Bahan ini biasanya sering ditambahkan ke dalam campuran pestisida untuk membantu meratakan penyemprotan, sehingga meresap lebih cepat dan hasil panen lebih memuaskan.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Gedung Agrokomplek, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada bulan Maret - Mei 2019.
Bahan dan Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, gelas ukur, chamber, blender, rak penyimpanan, gelas plastik, nampan, kertas saring, pisau, gelas beaker, refractometer, alat pengukur warna calorimeter, texture analyzer, timbangan digital, keranjang
plastik, labu ukur, pipet tetes, corong, spatula, biuret, gelas pyrex dan kompor.
Bahan yang digunakan pada saat penelitian ialah buah manggis dengan ukuran diameter 4-6 cm, warna hijau kemerahan, dan sepal masih hijau segar yang dibeli dari exporter PT Bali Organik Subak di Kabupaten Badung. Buah telah dipanen dua hari sebelum diperlakukan dalam eksperimen ini. Bahan perlakuan pelapisan pada buah manggis adalah APSA 80 dan minyak wijen, sedangkan bahan tambahan untuk pembuatan emulsi adalah asam oleat, tween 80, alkohol, dan air.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor perlakuan yaitu ragam konsentrasi pelapis dari APSA 80 dengan konsentrasi 0%, 0.03%, dan 0.06%, konsentrasi pelapis dari minyak wijen dengan konsentrasi 0%, 0.5%, dan 1%. Buah manggis yang telah diperlakukan disimpan pada suhu dingin (10±1oC). Eksperimen diulang sebanyak tiga kali untuk setiap perlakuan. Setiap unit percobaan terdiri dari 4 buah manggis. Buah tanpa perlakuan sebagai kontrol disediakan sebagai pembanding. Pengamatan dilakukan secara periodik setiap lima hari selama penyimpanan terhadap mutu, sedangkan masa simpannya diamati setiap hari secara deskriptif sampai buah rusak dan secara komersial tidak diterima oleh konsumen. Kriteria deskriptif untuk masa simpannya adalah buah sudah keras dan tidak bisa dibuka dengan tangan, dan kerusakan internal yaitu pembusukan daging buah. Keragaman data hasil pengamatan dianalisis secara statistika (Analysis of Variances) dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).
Persiapan Bahan Pelapis
Dalam pembuatan emulsi, dibutuhkan emulsifier yang terdiri dari tween 80 (sebagai pelarut untuk berbagai zat termasuk minyak), asam oleat (sangat efektif untuk emulsifier karena mampu mengikat air dan minyak), alkohol (sebagai zat penstabil untuk emulsi), dan aquades. Minyak wijen dan APSA 80 yang telah ditentukan konsentrasinya untuk satu unit volume emulsi dimasukkan ke dalam air panas (sekitar 100oC) yang telah ditentukan volumenya dimana di dalamnya telah bercampur merata dengan asam oleat (0,5%) dan tween 80 (0,5%). Campuran tersebut selanjutnya diblender dengan blender komersial selama 2-3 menit. Emulsi selanjutnya dibiarkan selama 2-3 jam pada suhu kamar untuk melihat apakah emulsi sempurna telah terjadi, dan didapatkan dengan metode ini emulsi telah terjadi secara sempurna.
Pelapisan Pada Buah Manggis
Pelapisan pada buah manggis dilakukan dengan cara mencelupkan buah manggis ke dalam emulsi sesuai dengan perlakuan pelapisan yang telah ditentukan. Lapisan pada buah selanjutnya diangin-anginkan selama 15 menit. Buah manggis yang sudah diberi lapisan emulsi disusun di atas keranjang yang sudah dilapisi kertas dan diletakkan diatas meja kemudian disusun penempatannya sesuai dengan perbedaan perlakuannya.
Pengamatan
Pada penelitian ini pengamatan dilakukan secara objektif dan subjektif terhadap buah yang diperlakukan maupun buah kontrol. Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 atau hingga buah sudah tidak mempunyai nilai komersial atau tidak dapat dikonsumsi. Pengamatan secara objektif dilakukan terhadap susut bobot, warna daging buah dan aril buah, kekerasan buah, total asam, dan total padatan terlarut. Sedangkan pengamatan secara subjektif dilakukan dengan uji organoleptik terhadap warna dan rasa daging buah, warna kulit dan warna sepal buah.
Parameter yang Diamati
Susut bobot
Pengukuran perubahan berat dilakukan dengan cara menimbang buah menggunakan timbangan analitik. Rumus untuk perhitungan susut bobot ialah sebagai berikut (Qantiyah, 2004):
(Wo) - (Wf)
Susut bobot (%) =---;-------x100%
(Wo)
Berat awal buah manggis (Wo) yaitu berat buah sebelum diberikan perlakuan dan berat akhir buah manggis (Wt) yaitu berat buah setelah diberikan perlakuan yang selanjutnya akan ditimbang pada pengamatan selama periode penyimpanannya (t = 0, 5, 10, 15, 20, 25) atau hingga buah manggis tidak dapat dikonsumsi lagi.
Kekerasan buah
Pengukuran untuk kekerasan buah menggunakan alat texture analyzer yang dihubungkan ke perangkat komputer. Pertama, buka aplikasi “Texture Exponent 32” kemudian dilakukan setting kecepatan 5 detik, kedalaman 10mm dengan diameter probe 6mm dan luas probe (0,282cm2). Satuan akhir pada uji kekerasan buah menunjukan nilai kekerasan dalam satuan kg.
Color Difference
Adapun rumus yang digunakan untuk mengukur nilai color difference ialah sebagai berikut (Rhim et al 1999).
∆E = √∆L2 + ∆a2 + ∆b2
Keterangan:
∆E* = perbedaan warna total,
∆L*, ∆a*, ∆b* = perbedaan warna dari nilai L*, a *, dan b*.
Total Asam
Analisa kandungan total asam buah manggis dilakukan dengan menggunakan metode titrasi, dimana sampel di timbang sebanyak 10 gram, kemudian dihancurkan, lalu dimasukan ke dalam gelas baker dan ditambah air sebanyak 250 ml, kemudian disaring dengan kertas saring. Selanjutnya sebanyak 10 ml filtrat dititrasi dengan NaOH 0,1 N dan tiga tetes indikator fenolftalin (pp) sampai berwarna merah muda. Perhitungan total asam titrasi dengan menggunakan rumus berikut (Apriyantono, 1989):
_ Vol NaOH x N NaOH x P ιθθ 9
Dimana:
Vol = volume larutan NaOH (ml)
N = normalisasi larutan NaOH
P = pengenceran
g = massa sampel (gram)
Total Padatan Terlarut
Pengamatan total padatan terlarut diukur menggunakan refractometer. Daging buah diambil sarinya, kemudian hasilnya diteteskan pada prisma refractometer. Setiap sesudah pembacaan angka pada alat, prisma refractometer dibersihkan dengan aquades secukupnya. Besarnya nilai padatan terlarut dinyatakan dengan skala 0Brix.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan berupa pengujian terhadap warna kulit, kesegaran sepal, kekerasan, warna daging buah dan rasa buah manggis dari 15 panelis dengan kisaran skor 1-5. Nilai yang diperoleh pada tiap-tiap sampel akan dijumlahkan kemudian dibagi rata-rata untuk menentukan hasil akhir dari uji organoleptik yang lakukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Bobot
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa pengaruh tunggal dari minyak wijen berpengaruh nyata pada hari ke-25, sedangkan interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-15 serta 20. Hasil uji beda rata-rata ditunjukkan oleh notasi di belakang angka yang menunjukkan perbedaan nyata dari tiap-tiap perlakuan.
Tabel 2. Pengaruh konsentrasi APSA 80 dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai susut bobot buah manggis pada suhu dingin.
Susut Bobot (%) | |||||
Hari ke-15 |
Hari ke-20 |
Hari |
ke-25 | ||
A0M0 |
1.46ab |
A0M0 |
2.04a |
M0 |
6.73a |
A0M1 |
1.81ab |
A0M1 |
1.52ab |
M1 |
3.54ab |
A0M2 |
1.40ab |
A0M2 |
1.09ab |
M2 |
2.32b |
A1M0 |
2.09a |
A1M0 |
1.16ab |
- |
- |
A1M1 |
1.67ab |
A1M1 |
1.10ab |
- |
- |
A1M2 |
1.38ab |
A1M2 |
0.94b |
- |
- |
A2M0 |
2.24a |
A2M0 |
1.30ab |
- |
- |
A2M1 |
2.46a |
A2M1 |
0.91b |
- |
- |
A2M2 |
0.76a |
A2M2 |
1.55ab |
- |
- |
Kontrol |
1.98 |
Kontrol |
1.59 |
- |
- |
A dan M berinteraksi - A dan M berinteraksi -
berpengaruh nyata berpengaruh nyata
Keterangan: A = APSA 80 0%, 0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen 0%, 0,5%, 1%)
M berpengaruh nyata
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%) mengalami perubahan susut bobot yang semakin tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pelapis yang dibuat terlalu tebal sehingga memungkinkan terjadinya respirasi anaerob. Menurut Manthika (2016), semakin tinggi konsentrasi bahan pelapisnya maka tidak akan efektif dalam menghambat laju susut bobot pada buah, bahkan konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya respirasi anaerobik pada buah yang justru akan mempercepat proses kehilangan air. Dari hasil uji, dapat diketahui bahwa perlakuan terbaik ialah pada perlakuan A0M2 (APSA 80 0% dan minyak wijen 1%) karena nilai susut bobot dari waktu ke waktu cenderung stabil. Sehingga mampu menjadi penghalang untuk proses respirasi dan memperlambat pertumbuhan mikroba pantogen maka dari itu masa simpan buah manggis dapat dipertahankan sebab adanya pelapisan pada permukaan buah manggis dengan emulsi minyak wijen dan APSA 80 akan memberikan hambatan bagi uap air untuk menguap.
Total Padatan Terlarut
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-10 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-5, 15, 20 dan 25. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan APSA 80 dan minyak wijen berkecenderungan tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut. Nilai total padatan terlarut hanya berpengaruh nyata pada hari ke-10. Hal ini terjadi karena setelah hari ke-10, buah manggis sudah mengalami pemasakan. Penurunan nilai TPT terjadi karena gula sederhana sebagai padatan terlarut dirombak menjadi asam-asam organik dan selanjutnya dirombak menjadi
senyawa volatile yang mengindikasikan off-flavor (Wills et al., 1998).
Nilai total padatan terlarut yang terendah yaitu pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%). Hal ini disebabkan karena pelapisan dengan APSA 80 dan minyak wijen dapat menghambat proses pematangan yang lebih cepat sehingga nilai TPT semakin meningkat dan dapat menekan laju respirasi sehingga buah dapat bertahan lama selama penyimpanannya. Nilai TPT yang rendah berkaitan dengan keadaan daging buah yang berubah warna dari putih menjadi bening. Menurut Siriphanick dan Luckanatinvong (1997), daging buah yang berwarna bening mengandung nilai TPT yang secara nyata lebih rendah daripada daging buah yang normal.
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen terhadap nilai total padatan terlarut.
Total Padatan Terlarut (% Brix) H10
A0M0 |
22.00a |
A0M1 |
21.97a |
A0M2 |
20.50ab |
A1M0 |
21.40ab |
A1M1 |
20.20ab |
A1M2 |
20.00ab |
A2M0 |
21.37ab |
A2M1 |
20.03ab |
A2M2 |
18.63b |
Kontrol |
21.83 |
A dan M berinteraksi - berpengaruh nyata Keterangan: A=APSA 80 0%, 0,03%, 0,06%), M=Minyak wijen 0%, 0,05%, 1%)
Nilai total padatan terlarut pada perlakuan A0M0 dan A0M1 memiliki nilai TPT tertinggi yang menandakan bahwa proses pematangan berlangsung cepat sehingga membuat buah manggis mengalami kerusakan lebih cepat. Pelapisan dengan konsentrasi
bahan pelapis yang tinggi dapat menjadi penghalang dan menutup pori-pori buah sehingga pertukaran gas dapat diperlambat sehingga dapat menekan prores respirasi. Dimana proses respirasi tersebut mampu menghasilkan energy agar proses metabolisme dapat berlangsung sehingga menyebabkan gula pada buah terus mengalami perombakan yang menyebabkan nilai TPT akan terus berkurang (Muchtadi, 1992).
Kekerasan
Dari analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-5, 10, 15 serta 20 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-25. Pada hari ke-25, tingkat kekerasan kulit buah manggis tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan pada hari ke-25 buah manggis sudah mengeras dan mengalami kerusakan.
Tingkat kekerasan tertinggi yaitu pada buah Kontrol, diikuti dengan buah manggis pada perlakuan A0M0 (Konsentrasi APSA 80 0% dan minyak wijen 0%) dan A0M1 (Konsentrasi APSA 80 0% dan minyak wijen 0,5%) Tingkat kekerasan terendah pada perlakuan A2M2 (Konsentrasi APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%).
Menurut Kader (2005) menyebutkan bahwa konsentrasi pelapisan yang semakin tinggi menyebabkan pori-pori kulit buah manggis tertutupi sehingga mengakibatkan proses transpirasi terhambat serta mampu menghambat pengerasan buah manggis. Sehingga dapat menekan proses chilling injury, dimana proses metabolisme pada buah tidak berjalan semestinya sehingga menyebabkan tidak terjadinya perombakan pada hemiselulosa dan protopektin.
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai kekerasan buah manggis pada suhu dingin.
Kekerasan Buah Manggis (kg) | |||
H5 |
H10 |
H15 |
H20 |
A0M0 |
22.55b |
A0M0 |
22.00ab |
A0M0 |
22.67b |
A0M0 |
22.67b |
A0M1 |
28.63a |
A0M1 |
21.97a |
A0M1 |
21.03ab |
A0M1 |
21.83ab |
A0M2 |
28.41ab |
A0M2 |
20.50ab |
A0M2 |
23.20ab |
A0M2 |
17.67b |
A1M0 |
27.24ab |
A1M0 |
21.40ab |
A1M0 |
21.43ab |
A1M0 |
18.13ab |
A1M1 |
26.73ab |
A1M1 |
20.20a |
A1M1 |
22.57ab |
A1M1 |
17.50a |
A1M2 |
29.25a |
A1M2 |
20.00ab |
A1M2 |
22.30ab |
A1M2 |
17.50ab |
A2M0 |
28.71a |
A2M0 |
21.37a |
A2M0 |
20.87b |
A2M0 |
18.73ab |
A2M1 |
30.04a |
A2M1 |
20.03b |
A2M1 |
21.93a |
A2M1 |
18.20ab |
A2M2 |
26.37ab |
A2M2 |
18.63ab |
A2M2 |
21.67ab |
A2M2 |
16.67ab |
Kontrol |
33.50 |
Kontrol |
21.62 |
Kontrol |
32.82 |
Kontrol |
93.80 |
A dan M A dan M berinteraksi A dan M berinteraksi A dan M berinteraksi
berinteraksi - - berpengaruh nyata - berpengaruh nyata - berpengaruh nyata
berpengaruh nyata
Keterangan: A = APSA 80 0%, 0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen 0%, 0,5%, 1%)
Total Asam
Dari analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-5, 10, 20, serta 25 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-15. Nilai total asam dari keseluruhan perlakuan mengalami penurunan setiap harinya. Dimana, nilai total asam tertinggi yaitu pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%), sedangkan nilai total asam terendah yaitu pada perlakuan Kontrol, A1M0 (APSA 80 0,03% dan minyak wijen 0%) dan A1M1 (APSA 80 0,03% dan minyak wijen 0,5%).
Kadar asam pada buah manggis cenderung menurun. Penurunan kadar asam ini disebabkan oleh penggunaan asam-asam organik pada proses respirasi. Penurunan kadar asam pada buah manggis
dengan perlakuan pelapisan cenderung lebih lambat sehingga buah dapat bertahan lebih lama. Menurut Arda dan Yulianti (2016) semakin tinggi konsentrasi minyak dalam bahan pelapis maka akan semakin memperlambat kerusakannya. Sesuai dengan Tabel 5 yang menunjukkan bahwa bahan pelapis dengan konsentrasi minyak wijen 1% lebih memberikan hasil terbaik dibandingkan dengan minyak wijen konsentrasi 0% dan 0,5%. Hal ini membuktikan bahwa pelapisan dapat mengurangi penurunan kadar asam dengan menghambat proses respirasi sehingga mampu mempertahankan masa simpan buah manggis. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Ahmad et al (2014) yang menyatakan bahwa metode pelapisan mampu memperpanjang masa simpan dengan baik pada buah manggis diikuti dengan penyimpanan pada suhu dingin.
Tabel 5. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai total asam buah manggis pada suhu dingin.
Total Asam | |||||||
H5 |
H10 |
H20 |
H25 | ||||
A0M0 |
3.82d |
A0M0 |
3.70b |
A0M0 |
2.00c |
A0M0 |
2.05a |
A0M1 |
10.27ab |
A0M1 |
3.93b |
A0M1 |
3.23abc |
A0M1 |
2.23a |
A0M2 |
10.39ab |
A0M2 |
4.93ab |
A0M2 |
3.99ab |
A0M2 |
2.82a |
A1M0 |
5.34cd |
A1M0 |
3.82b |
A1M0 |
3.05bc |
A1M0 |
2.52a |
A1M1 |
6.93bcd |
A1M1 |
4.05b |
A1M1 |
2.99bc |
A1M1 |
1.94a |
A1M2 |
7.16bcd |
A1M2 |
6.58a |
A1M2 |
4.05ab |
A1M2 |
3.23a |
A2M0 |
8.10bc |
A2M0 |
4.11b |
A2M0 |
2.88bc |
A2M0 |
2.47a |
A2M1 |
8.86abc |
A2M1 |
4.58ab |
A2M1 |
3.76ab |
A2M1 |
2.58a |
A2M2 |
12.27a |
A2M2 |
5.40ab |
A2M2 |
4.52a |
A2M2 |
3.05a |
Kontrol |
3.70 |
Kontrol |
3.11 |
Kontrol |
2.70 |
Kontrol |
1.53 |
A dan M |
A dan M |
A dan M |
A dan M berinteraksi |
berinteraksi - berinteraksi - berinteraksi - - berpengaruh nyata
berpengaruh nyata berpengaruh nyata berpengaruh nyata
Keterangan: A = APSA 800%,0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen0%,0,5%, 1%)
Intensitas kerusakan
Dari analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-5, 10, 15, 20 dan 25. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan notasi di belakang angka yang menunjukkan perbedaan nyata dari tiap-tiap perlakuan.
APSA 80 dan minyak wijen dengan konsentrasi tinggi lebih efektif untuk mencegah kerusakan pada buah tersebut dibandingkan dengan konsentrasi bahan pelapis yang lebih kecil. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6, dimana. nilai intensitas kerusakan terbesar yaitu pada perlakuan A0M0 (APSA 80 0% dan minyak wijen 0%), A0M1 (APSA 80 0% dan
minyak wijen 0,5%), dan A0M0 (APSA 80 0% dan minyak wijen 1%) sedangkan nilai intensitas kerusakan terendah pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%). Hal ini disebabkan karena pemberian pelapisan mampu menjaga kualitas dan mutu buah tersebut, dimana pelapisan dapat memperlambat laju respirasi sehingga kerusakan buah menjadi lebih lambat. Menurut Prastya (2015), minyak wijen memiliki sifat penghalang yang dapat menghambat perkembangan mikroba pembusuk. Sedangkan APSA memiliki sifat sebagai perekat, sehingga campuran kedua bahan tersebut mampu menjaga masa simpan buah manggis.
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai intensitas kerusakan buah manggis pada suhu dingin.
H5
H10
A0M0 |
30.56a |
A0M0 |
41.67a |
A0M0 |
A0M1 |
25.00ab |
A0M1 |
36.11bc |
A0M1 |
A0M2 |
25.00ab |
A0M2 |
41.67a |
A0M2 |
A1M0 |
23.61ab |
A1M0 |
29.17d |
A1M0 |
A1M1 |
22.22ab |
A1M1 |
27.78d |
A1M1 |
A1M2 |
22.22ab |
A1M2 |
37.50ab |
A1M2 |
A2M0 |
19.44b |
A2M0 |
27.78d |
A2M0 |
A2M1 |
22.22ab |
A2M1 |
31.94cd |
A2M1 |
A2M2 |
18.06b |
A2M2 |
29.17d |
A2M2 |
Kontrol |
30.56 |
Kontrol |
33.33 |
Kontro |
H20
H25
63.89ab |
A0M0 |
69.44ab |
A0M0 |
77.78ab |
73.61a |
A0M1 |
77.78a |
A0M1 |
84.72a |
51.39bcd |
A0M2 |
55.56bcd |
A0M2 |
65.28bc |
59.72abc |
A1M0 |
65.28abc |
A1M0 |
76.39ab |
52.78bcd |
A1M1 |
59.72bcd |
A1M1 |
69.44bc |
44.44cd |
A1M2 |
55.56bcd |
A1M2 |
66.67bc |
41.67d |
A2M0 |
50.00cd |
A2M0 |
63.89bc |
45.83cd |
A2M1 |
48.61d |
A2M1 |
63.89bc |
43.06cd |
A2M2 |
54.17bcd |
A2M2 |
59.72b |
94.44 |
Kontrol |
91.67 |
Kontrol |
91.67 |
Color Difference Daging Buah
Dari hasil analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-25 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-5, 10, 15 dan 20. Hal ini disebabkan karena daging buah manggis pada hari ke-5 sampai hari ke-20 masih berwarna putih bersih sedangkan pada hari ke-25 daging buah manggis mulai berubah warna menjadi kecoklatan yang menandakan kerusakan pada daging buah mulai berlangsung.
Buah manggis pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%) memiliki degradasi warna yang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan pelapisan dengan konsentrasi pelapisan yang lebih kecil. Dengan pemberian pelapisan mampu mempertahankan warna daging buah hingga hari ke-20. Menurut Delfian (2010), pemberian perlakuan pelapisan pada buah manggis dapat menghambat proses pemucatan daging buah, terlihat dari nilai degradasi warna yang lebih besar dibandingkan buah manggis tanpa pemberian perlakuan pelapisan.
Tabel 7. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen terhadap nilai Color Difference Daging Buah manggis.
Color Difference Daging Buah H25
A0M0 |
12.29b |
A0M1 |
13.71b |
A0M2 |
7.40b |
A1M0 |
10.39b |
A1M1 |
20.36b |
A1M2 |
14.54b |
A2M0 |
10.53b |
A2M1 |
14.48b |
A2M2 |
40.08a |
A dan M berinteraksi - berpengaruh nyata Keterangan: A=APSA 80 0%, 0,03%, 0,06%), M=Minyak wijen 0%, 0,05%, 1%)
Perubahan warna pada daging buah manggis dari putih bersih menjadi keruh dan kecoklatan merupakan bentuk kerusakan yang muncul seiring dengan lamanya waktu penyimpanan akibat kemunduran fisiologis dan serangan mikroorganisme pembusuk. Daging buah manggis juga mengalami browning, menurut Sapers dan Douglas (1987) browning buah dan sayuran disebabkan karena cidera selama penanganan pasca panen sehingga pengolahan sangat penting untuk menjaga kualitas dan kehilangan nilai pada produk yang terkena browning.
Uji Organoleptik Tekstur Daging Buah
Penilaian uji organoleptik tekstur daging buah manggis dinilai oleh 15 panelis yang akan mengamati buah manggis dengan 20 perlakuan yang berbeda-beda. Skor penilaian uji organoleptik tekstur daging buah berkisar antara rentang 1-5, dimana 1=lembek, 2=tidak keras, 3=kurang keras, 4=keras, 5=sangat keras. Berdasarkan analisis ragam, Berdasarkan analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-5 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-10, 15, 20 dan 25.
Penilaian tertinggi yaitu pada perlakuan A0M1 (APSA 80 0% dan minyak wijen 0,5%). dan A0M2 (APSA 80 0% dan minyak wijen 1%). sedangkan penilaian terendah yaitu pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%). Buah manggis semakin lama akan semakin mengeras. Buah manggis tanpa pemberian pelapisan akan lebih cepat mengalami transpirasi yang semakin lama akan membuat buah manggis semakin mongering yang diikuti dengan mengeringnya daging buah manggis. Buah manggis dengan konsentrasi yang lebih rendah akan lebih cepat mengalami kerusakan dibandingkan buah manggis dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Menurut Pantastico (1989), nilai sensoris terhadap tekstur daging buah manggis kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu hilangnya kandungan air pada daging buah sehingga menyebabkan buah cepat rusak dan juga mengeras, terjadinya proses respirasi yang diakibatkan karena kandungan bahan pelapis yang kurang tebal sehingga tidak mampu menutup pori-pori permukaan kulit buah dengan sempurna dank arena pengaruh enzimatis yang akan mempengaruhi kondisi daging buah.
Tabel 8. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen terhadap nilai uji organoleptik tekstur daging buah manggis.
Uji Organoleptik Tekstur Daging Buah (skor) H5
A0M0 |
2.87ab |
A0M1 |
3.33ab |
A0M2 |
3.40a |
A1M0 |
3.13a |
A1M1 |
3.27a |
A1M2 |
3.13a |
A2M0 |
2.73b |
A2M1 |
2.87ab |
A2M2 |
2.87ab |
Kontrol |
3.40 |
A dan M berinteraksi |
- berpengaruh nyata |
Keterangan: A=APSA 80 0%, 0,03%, 0,06%), M=Minyak wijen 0%, 0,05%, 1%)
Uji Organoleptik Rasa Asam Pada Buah
Penilaian uji organoleptik rasa asam pada buah mulai dari rentang 1-5, dimana 1=tidak asam, 2=kurang asam, 3=asam, 4=sangat asam, dan 5=amat sangat asam. Dari analisis ragam, Berdasarkan analisis ragam, Berdasarkan analisis ragam, menunjukkan
bahwa faktor tunggal dari APSA 80 berpengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-25, sedangkan interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-5, 10, 15 serta 20.
Intensitas Kerusakan H15
A dan M |
A dan M |
A dan M |
A dan M |
A dan M |
berpengaruh |
berinteraksi - |
berinteraksi - |
berinteraksi - |
berinteraksi - |
nyata |
berpengaruh nyata |
berpengaruh nyata |
berpengaruh nyata |
berpengaruh |
nyata
Keterangan: A = APSA 800%,0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen0% 0,5%, 1%)
Tabel 9. Pengaruh konsentrasi APSA 80 dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai uji organoleptik rasa asam pada buah manggis pada suhu dingin.
Uji Organoleptik Rasa Asam Pada Buah (skor)
H5 |
H10 |
H15 |
H20 |
H25 | |||||
A0M0 |
2.80c |
A0M0 |
2.80bc |
A0M0 |
2.80b |
A0M0 |
2.80b |
A0 |
2.82b |
A0M1 |
3.00bc |
A0M1 |
2.80bc |
A0M1 |
2.80b |
A0M1 |
2.80b |
A1 |
3.11a |
A0M2 |
2.87c |
A0M2 |
2.73c |
A0M2 |
2.87b |
A0M2 |
2.87b |
A2 |
3.18a |
A1M0 |
3.27abc |
A1M0 |
3.20abc |
A1M0 |
3.20ab |
A1M0 |
3.13ab |
- |
- |
A1M1 |
3.00bc |
A1M1 |
3.00bc |
A1M1 |
3.00ab |
A1M1 |
3.00ab |
- |
- |
A1M2 |
3.47ab |
A1M2 |
3.47ab |
A1M2 |
3.47a |
A1M2 |
3.47a |
- |
- |
A2M0 |
3.27abc |
A2M0 |
3.07abc |
A2M0 |
3.07ab |
A2M0 |
3.07ab |
- |
- |
A2M1 |
3.27abc |
A2M1 |
3.13abc |
A2M1 |
3.20ab |
A2M1 |
3.20ab |
- |
- |
A2M2 |
3.53a |
A2M2 |
3.27a |
A2M2 |
3.27ab |
A2M2 |
3.27ab |
- |
- |
Kontrol |
3.47 |
Kontrol |
3.02 |
Kontrol |
3.00 |
Kontrol |
2.93 | ||
A dan M |
A dan M |
A dan M |
A dan M |
A | |||||
berinteraksi - |
berinteraksi - |
berinteraksi - |
berinteraksi - |
berpengaruh | |||||
berpengaruh |
berpengaruh |
berpengaruh |
berpengaruh |
nyata | |||||
nyata |
nyata |
nyata |
nyata |
Keterangan: A = APSA 800%,0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen0% 0,5%, 1%)
Pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%) memiliki skor lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pelapisan juga mampu menghambat proses pemasakan sehingga proses pembusukan menjadi terhambat. Pada perlakuan A0M0 (APSA 80 0% dan minyak wijen 0%) dan A0M1 (APSA 80 0% dan minyak wijen 0,5%) mendapatkan skor rendah. Hal ini dikarenakan, buah manggis dengan konsentrasi bahan pelapis yang kecil membuat buah manggis lebih cepat mengalami pembusukan fisiologis dan serangan mikroorganisme sehingga mempercepat kerusakannya yang menyebabkan rasa asam pada buah semakin menurun.
Menurut (Hasbi et al (2005) semakin tinggi kandungan asam pada buah, maka akan semakin tinggi pula daya simpan buah tersebut. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas metabolisme buah. Penurunan kadar asam pada buah manggis dengan perlakuan pelapisan cenderung lebih lambat sehingga buah dapat bertahan lebih lama. Hal ini membuktikan bahwa pelapisan dapat mengurangi penurunan kadar asam dengan menghambat proses respirasi sehingga mampu mempertahankan masa simpan buah manggis.
Uji Organoleptik Rasa Manis Pada Buah
Penilaian uji organoleptik pada rasa manis buah manggis dinilai oleh 15 panelis. Rentang skor yang digunakan ialah 1-5, dimana 1=tidak manis, 2=kurang manis, 3=manis, 4=sangat manis, 5=amat sangat manis. Panelis akan menilai buah manggis dengan 20 perlakuan yang berbeda-beda. Dari analisis ragam, Berdasarkan analisis ragam, Berdasarkan analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-20 serta 25 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-5, 10, dan 15. Selama penyimpanan, penilaian tertinggi dari panelis yaitu pada buah manggis dengan perlakuan A2M2 (APSA 0,06% dan minyak wijen 1%). Hal ini membuktikan bahwa pemberian pelapisan mampu mempertahankan rasa manis pada buah manggis. Buah dengan pemberian pelapisan APSA 80 konsentrasi 0,06% dan minyak wijen 1% dapat mencegah proses resprirasi, dimana respirasi menyebabkan bahan-bahan yang merupakan komponen gula menjadi berkurang karena digunakan dalam proses respirasi (Crisosto et al, 1993).
Tabel 10. Pengaruh konsentrasi APSA dan minyak wijen terhadap nilai uji organoleptik rasa manis pada buah manggis.
Uji Organoleptik Rasa Manis Pada Buah (skor) | |||
H20 |
H25 | ||
A0M0 |
3.73b |
A0M0 |
3.73b |
A0M1 |
3.93ab |
A0M1 |
3.93ab |
A0M2 |
4.07ab |
A0M2 |
4.07ab |
A1M0 |
3.93ab |
A1M0 |
3.93ab |
A1M1 |
4.27a |
A1M1 |
4.00ab |
A1M2 |
4.13ab |
A1M2 |
4.07ab |
A2M0 |
4.07ab |
A2M0 |
4.07ab |
A2M1 |
4.07ab |
A2M1 |
4.07ab |
A2M2 |
4.27a |
A2M2 |
4.27a |
Kontrol |
3.93 |
Kontrol |
3.87 |
A dan M berinteraksi - |
berpengaruh nyata |
A dan M berinteraksi - |
berpengaruh nyata |
Keterangan: A=APSA 80 0%,0,03%, 0,06%), M=Minyak wijen0%,0,05%, 1%)
Uji Organoleptik Warna Dan Kesegaran Kulit Buah
Penilaian uji organoleptik warna dan kesegaran kulit buah dinilai oleh 15 panelis yang akan mengamati buah manggis dengan 20 perlakuan yang berbeda. Skor untuk uji organoleptik warna dan kesegaran kulit buah manggis dengan skor 1-5, dimana, 1=ungu kehitaman, tidak segar; 2=merah atau ungu
kemerahan, tidak segar; 3=ungu kehitaman, segar; 4=ungu segar; 5=merah atau ungu kemerahan, segar. Dari analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-5, 10, 15 serta 20 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-25.
Tabel 13. Pengaruh konsentrasi APSA 80 dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai uji organoleptik
warna dan kesegaran kulit buah manggis pada suhu dingin.
Uji Organoleptik Warna Dan Kesegaran Kulit Buah (skor) | |||
H5 |
H10 |
H20 |
H25 |
A0M0 |
4.13ab |
A0M0 |
3.53b |
A0M0 |
3.47bc |
A0M0 |
3.60ab |
A0M1 |
4.13ab |
A0M1 |
3.47b |
A0M1 |
3.53bc |
A0M1 |
3.80ab |
A0M2 |
4.20ab |
A0M2 |
3.87ab |
A0M2 |
3.87abc |
A0M2 |
4.00ab |
A1M0 |
4.33ab |
A1M0 |
4.40a |
A1M0 |
4.33ab |
A1M0 |
4.40a |
A1M1 |
4.40ab |
A1M1 |
3.87ab |
A1M1 |
3.87abc |
A1M1 |
3.93ab |
A1M2 |
3.87b |
A1M2 |
4.20ab |
A1M2 |
4.20abc |
A1M2 |
4.13ab |
A2M0 |
4.20ab |
A2M0 |
3.53b |
A2M0 |
3.40c |
A2M0 |
3.40b |
A2M1 |
4.07ab |
A2M1 |
3.93ab |
A2M1 |
3.93abc |
A2M1 |
3.67ab |
A2M2 |
4.47a |
A2M2 |
4.47a |
A2M2 |
4.47a |
A2M2 |
4.20ab |
Kontrol |
3.93 |
Kontrol |
3.47 |
Kontrol |
3.93 |
Kontrol |
3.40 |
A dan M A dan M A dan M A dan M
berinteraksi - berinteraksi - berinteraksi - berinteraksi -
berpengaruh nyata berpengaruh nyata berpengaruh nyata berpengaruh nyata
Keterangan: A = APSA 800%,0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen0% 0,5%, 1%)
Buah manggis pada perlakuan A2M2 (APSA 0,06% dan minyak wijen 1%) mendapatkan skor tertinggi dari panelis, ini berarti panelis menilai bahwa perlakuan tersebut mampu mempertahankan warna dan kesegaran kulit buah. Semakin tinggi konsentrasi bahan pelapis dengan APSA 80 dan minyak wijen dapat menutup pori-pori kulit buah sehingga akan mengurangi transpirasi, sehingga kesegaran kulit buah masih tetap terjaga. Ini dibuktikan dari penilaian
panelis terhadap perlakuan lainnya seperti A0M1 (APSA 0% dan minyak wijen 0,5%) dan A0M2 (APSA 0% dan minyak wijen 1%) dengan konsentrasi bahan pelapis yang lebih rendah mendapatkan penilaian yang lebih kecil daripada buah manggis dengan konsentrasi pelapisan yang lebih tinggi yaitu A2M2 (APSA 0,06% dan minyak wijen 1%).
Uji Organoleptik Warna Dan Kesegaran Sepal Buah
Skor pada penilaian ini yaitu dari rentang 1-5, dimana 1=hijau kecoklatan, tidak segar; 2=hijau tua, tidak segar; 3=hijau muda, tidak segar; 4=hijau tua, segar; 5=hijau muda, segar.
Dari analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-10, 20 serta 25 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-5 dan 15. Hal ini ditunjukkan oleh perbedaan notasi di belakang angka yang menunjukkan perbedaan nyata dari tiap-tiap perlakuan.
Penilaian panelis terhadap warna dan kesegaran sepal buah manggis pada suhu ruang dan suhu dingin
berbeda-beda, dimana pada suhu dingin skor yang diberikan panelis jauh lebih besar dibandingkan pada suhu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa suhu dingin mampu menjaga warna dan kesegaran sepal buah sehingga masih berwarna hijauh dan masih menarik dimata konsumen. Pada perlakuan Kontrol mendapatkan skor terendah sedangkan pada perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%) mendapatkan skor tertinggi dari hasil penilaian panelis. Hal ini membuktikan bahwa pemberian perlakuan pelapisan mampu menjaga sepal buah manggis tetap hijau dan segar dibandingkan dengan tanpa perlakuan pelapisan yang akan menyebabkan sepal buah manggis lebih mudah rusak sehingga tidak menarik dimata konsumen.
Tabel 15. Pengaruh konsentrasi APSA 80 dan minyak wijen pada suhu dingin terhadap nilai uji organoleptik
warna dan kesegaran sepal buah manggis pada suhu dingin.
Uji Organoleptik Warna Dan Kesegaran Sepal Buah (skor) | |||
H10 |
H15 |
H20 |
H25 |
A0M0 |
3.47b |
A0 |
3.49b |
A0M0 |
3.27ab |
A0M0 |
3.27ab |
A0M1 |
4.00a |
A1 |
3.71ab |
A0M1 |
3.07b |
A0M1 |
3.07b |
A0M2 |
3.73ab |
A2 |
3.82a |
A0M2 |
3.33ab |
A0M2 |
3.33ab |
A1M0 |
3.73ab |
- |
- |
A1M0 |
3.47ab |
A1M0 |
3.47ab |
A1M1 |
3.73ab |
- |
- |
A1M1 |
3.53ab |
A1M1 |
3.53ab |
A1M2 |
3.73ab |
- |
- |
A1M2 |
3.53ab |
A1M2 |
3.53ab |
A2M0 |
3.67ab |
- |
- |
A2M0 |
3.40ab |
A2M0 |
3.40ab |
A2M1 |
4.00a |
- |
- |
A2M1 |
3.67a |
A2M1 |
3.67a |
A2M2 |
4.00a |
- |
- |
A2M2 |
3.40ab |
A2M2 |
3.40ab |
Kontrol |
3.67 |
- |
- |
Kontrol |
2.93 |
Kontrol |
2.93 |
A dan M A berpengaruh A dan M berinteraksi A dan M berinteraksi
berinteraksi - nyata - berpengaruh nyata - berpengaruh nyata
berpengaruh nyata
Keterangan: A = APSA 80 0% 0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen0%,0,5%, 1%)
Uji Organoleptik Penerimaan Keseluruhan
Penilaian penerimaan keseluruh berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap buah manggis, dimana penilaian penerimaan keseluruhan mulai dari rentang skor 1-5, 1=sangat tidak suka; 2=tidak suka; 3=biasa; 4=suka; 5=sangat suka. Penilaian ini dinilai oleh 15 panelis yang akan menilai tingkat kesukaan panelis terhadap buah manggis dengan 20 perlakuan yang berbeda. Dari analisis ragam, menunjukkan bahwa interaksi dari APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada hari ke-15, 20 serta 25 dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada hari ke-5 dan 10.
Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pada penyimpanan suhu dingin
lebih disukai oleh panelis dibandingkan perlakuan pada suhu ruang. Hal ini disebabkan karena pada suhu ruang, buah manggis semakin cepat mengalami kerusakan sehingga penampilan buah manggis tidak begitu menarik bagi konsumen, berbeda dengan perlakuan pada suhu dingin, dimana suhu dingin mampu menjaga buah manggis tetap baik sehingga masih menarik dimata panelis. Dari hasil penilaian panelis, dapat dilihat bahwa perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%) mendapatkan skor tertinggi sedangkan skor terendah yaitu pada perlakuan Kontrol. Hal ini membuktikan bahwa panelis lebih menyukai buah manggis dengan perlakuan pelapisan karena mampu menjaga mutu dan masa simpan buah manggis.
Tabel 16. Pengaruh konsentrasi APSA 80 dan minyak wijen terhadap nilai uji organoleptik penerimaan keseluruhan buah manggis pada suhu dingin.
Uji Organoleptik Penerimaan Keseluruhan (skor) | |||
H5 |
H15 |
H20 |
H25 |
A0 |
4.42b |
A0M0 |
4.40ab |
A0M0 |
3.07c |
A0M0 |
3.07c |
A1 |
4.67a |
A0M1 |
4.20b |
A0M1 |
3.27c |
A0M1 |
3.27c |
A2 |
4.78a |
A0M2 |
4.33ab |
A0M2 |
3.73ab |
A0M2 |
3.73ab |
- |
- |
A1M0 |
4.33ab |
A1M0 |
3.47bc |
A1M0 |
3.33bc |
- |
- |
A1M1 |
4.33ab |
A1M1 |
3.80ab |
A1M1 |
3.80a |
- |
- |
A1M2 |
4.73a |
A1M2 |
3.80ab |
A1M2 |
3.33bc |
- |
- |
A2M0 |
4.40ab |
A2M0 |
4.07a |
A2M0 |
3.73ab |
- |
- |
A2M1 |
4.27ab |
A2M1 |
3.80ab |
A2M1 |
3.73ab |
- |
- |
A2M2 |
4.40ab |
A2M2 |
3.93a |
A2M2 |
3.93a |
- |
- |
Kontrol |
4.07 |
Kontrol |
3.53 |
Kontrol |
3.33 |
A berpengaruh A dan M berinteraksi A dan M A dan M
nyata - berpengaruh nyata berinteraksi - berinteraksi -
berpengaruh nyata berpengaruh nyata
Keterangan: A = APSA 80 0% 0,03%, 0,06%), M = Minyak Wijen0% 0,5%, 1%)
KESIMPULAN
Kesimpulan
Secara umum, interaksi pemberian pelapisan dengan campuran APSA 80 dan minyak wijen memberikan pengaruh terhadap masa simpan buah manggis. Suhu penyimpanan dingin mampu mempertahankan mutu buah manggis dibandingkan pada suhu ruang. Dimana buah yang diberikan perlakuan pelapisan APSA 80 dan minyak wijen memiliki nilai susut bobot yang lebih rendah dibandingkan buah manggis tanpa pemberian perlakuan pelapisan (Kontrol). Intensitas kerusakan buah yang diberikan perlakuan pelapisan juga lebih kecil dibandingkan buah tanpa pemberian perlakuan pelapisan. Perbedaan warna (color difference) buah dengan perlakuan juga lebih besar terhadap kontrol. Nilai kekerasan buah manggis yang diberikan perlakuan pelapisan juga lebih rendah dibandingkan buah tanpa pemberian perlakuan pelapisan. Total asam pada buah yang diberikan perlakuan pelapisan lebih tinggi dibandingkan buah tanpa pemberian perlakuan pelapisan serta total padatan terlarut yang dimiliki buah dengan perlakuan pelapisan lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Pengaruh positif dari pemberian perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan juga terlihat pada nilai kesukaan panelis terhadap rasa, warna dan penerimaan keseluruhan buah manggis.
Perlakuan A2M2 (APSA 80 0,06% dan minyak wijen 1%) merupakan kombinasi perlakuan yang memberikan nilai kemunduran mutu lebih lambat dibandingkan perlakuan lainnya pada hampir semua parameter mutu dan nilai ini sekaligus menunjukkan kerusakan yang terjadi pada perlakuan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan pelapisan). Buah manggis pada perlakuan A2M2 mampu mempertahankan mutu buah manggis
hingga hari ke-25. Sedangkan untuk perlakuan Kontrol (tanpa bahan pelapis) mampu mempertahankan mutu buah manggis hingga hari ke-15.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bahwa untuk mendapatkan masa simpan buah manggis yang lebih lama, maka perlu diberikan pelapisan dengan campuran APSA 80 dan minyak wijen serta suhu penyimpanan pada suhu dingin (10±10C. Jika ingin melakukan penelitian lebih lanjut, maka perlu melakukan kombinasi konsentrasi yang berbeda pada bahan pelapis serta menggunakan suhu penyimpanan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, U., Darmawati, E., dan Refilia, N. R. (2014). Kajian Metode Pelilinan Terhadap Umur Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana) Semi-Cutting dalam Penyimpanan Dingin. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 19(2), 104110.
Apriyantono, A., Fardiaz, D., Puspitasari, N. L., Sedarnawati, B. S., dan Budianto, S. (1989). Petunjuk laboratorium analisis pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.
Yulianti, N. L., & Arda, G. Pengaruh Pelapisan Emulsi Minyak Wijen Dan Kelapa Sawit Mentah Pada Buah Manggis (Garcinia Mangostana L.) Kualitas Ekspor.
Crisosto, C. H., Garner, D., Doyle, J., & Day, K. R. (1993). Relationship between fruit respiration,
bruising susceptibility, and temperature in sweet cherries. HortScience, 28(2), 132-135.
Delfian, R. 2010. Pelapisan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dan Adaptasi Suhu Terhadap Perubahan Karakteristiknya Selama Penyimpanannya. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Furness, C. 1997. How to Make Beeswax Candles. British Bee Publ. Geddington. UK.
Inggas, M. A. N., dan Utama, I. M. S. (2013). Pengaruh emulsi minyak nabati sebagai bahan pelapis pada buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) terhadap mutu dan masa simpannya. Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 1(2).
Kader, A. A. (2005). Mangosteen recommendation for maintaining postharvest quality. Departement of Pomology, University of California, Davis (US). CA, 95616.
Manthika, I Gede, and I. Made Supartha Utama. "Pengaruh konsentrasi emulsi lilin lebah sebagai pelapis buah mangga arumanis terhadap mutu selama penyimpanan pada suhu kamar." Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian) 4.2 (2016): 81-92.
Mitra, S. K. (Ed.). (1997). Postharvest physiology and storage of tropical and subtropical fruits (No. 04; SB359, P6.). New York: CAB
international.
Muchtadi, D., Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Pantastico, Er.B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika
(Terjemahan Kamariyani). Gajahmada University Press. Yogyakarta. 409 hal.
Prastya, O. A., Utama, I. M. S., dan Yulianti, N. L. (2015). Pengaruh pelapisan emulsi minyak wijen dan minyak sereh terhadap mutu dan masa simpan buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill). Jurnal BETA (Biosistem dan Teknik Pertanian), 3(1).
Qantiyah. 2004. Kajian Perubahan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) dengan Perlakuan Precooling dan Penggunaan Giberelin Selama Penyimpanan [Thesis]. Sekolah Pascasarjana Institusi Pertanian Bogor. Bogor.
Rhim, J., Wu Y., Weller, C., and Schnepf, M. 1999. Physical characteristics of a composite film of soy protein isolate and propyleneglycol alginate. Journal of Food Science, 64(1), 149152.
Sapers, G. M., and Douglas Jr, F. W. (1987). Measurement of enzymatic browning at cut surfaces and in juice of raw apple and pear fruits. Journal of Food Science, 52(5), 12581285.
Saputra, D. (2005). Shelf life of Manggis Fruit (Garcinia mangostana L.) at Various Fruit Maturity Levels, Temperature, and Types of Packaging. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 16(3), 199.
Siriphanick, J., & Luckanatinvong, V. (1997). Chemical composition and the development of flesh translucent disorder in mangosteen. Proceeding of the australasian Postharvest Horticulture, Univ. of Western Sydney Hawkesbury, NSW Australia, 410-413.
Wills, R. H. H., Lee, T. H., Graham, D., McGlasson, W. B., and Hall, E. G. (1981). Postharvest. An introduction to the physiology and handling of fruit and vegetables. Granada.
320
Discussion and feedback