JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 7, Nomor 2, September 2019

Karakteristik Asap Cair Batang Bambu Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) yang Dipirolisis pada Suhu yang Berbeda

Characteristics of Liquid Smoke Bamboo Tabah (Gigantochloa nigrociliata BUSE-KURZ) Stems Pyrolyzed at Different Temperatures

I Gusti Ngurah Agung Yogi Angga Diatmika, Pande Ketut Diah Kencana, Gede Arda Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana E-mail: [email protected]

Abstrak

Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara pirolisis seperti kayu, tempurung kelapa, cangkang kelapa sawit dan serabut kelapa yang kemudian diikuti dengan proses kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rendemen dan karakteristik asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis batang bambu tabah dengan perlakuan suhu yang berbeda. Penelitian ini menggunakan batang bambu tabah yang sudah dipotong dengan panjang 5 cm. Masing-masing perlakuan menggunakan 3 kg batang bambu tabah. Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu, reaktor pirolisis berbentuk tabung dengan diameter 38 cm dan tinggi 50 cm. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan suhu pirolisis yang berbeda yaitu perlakuan suhu pirolisis 200oC, 300oC dan 400oC. Karakteristik asap cair yang diamati adalah pH, rendemen, total fenol, total asam dan densitas asap cair. Penelitian menunjukan bahwa perlakuan suhu pirolisis berpengaruh terhadap rendemen, total asam serta total fenol, namun suhu pirolisis tidak berpengaruh pada pH dan densitas asap cair. Hasil penelitian menunjukan bahwa rendemen asap cair tertinggi sebesar 46,11% pada pirolisis suhu 400oC namun total asamnya paling rendah dibandingkan dengan pirolisis pada suhu 200oC yang total asamnya mencapai 13,774% sedangkan untuk total fenol tertinggi terdapat pada suhu pirolisis 300oC sebesar 24,19 mg/L.

Kata kunci: Asap Cair, Bambu Tabah (G. nigrocilliata BUSE-KURZ), Pirolisis

Abstract

Liquid smoke is an acetic acid (vinegar) which is obtained by pyrolysis of such as wood, coconut shell, palm shells and coconut fibers which are then followed by a condensation process in a water-cooled-condenser. The purpose of this study is to determine yield and characteristics of the liquid smoke produced from the pyrolysis of "Tabah" bamboo stems with different temperature treatments. This study uses "Tabah" bamboo stems that have been cut into 5 cm length. The treatment used 3 kg of "Tabah" bamboo sticks. A tubular pyrolysis reactor with 38 cm in diameter and height of 50 cm was used in this research. This study used a completely randomized design (CRD) with 3 different pyrolysis temperature treatments, namely 200oC, 300oC and 400oC. The observed characteristics of liquid smoke were pH, yield, total phenol, total acid and liquid smoke density. Research shows that treatment of pyrolysis temperature affects total yield and total phenol, but has no effect on pH and density of liquid smoke. The highest liquid smoke yield (46.11%) was obtained at pyrolysis temperature of 400oC (12,354% total acid) but its total acid is lower than of 200oC which reached 13.774%. However the highest total phenol is producid at pyrolysis temperature of 300oC (24.19 mg /l).

Keyword: Liquid Smoke, Pyrolysis, Tabah Bamboo (G. nigrocilliata BUSE-KURZ)

PENDAHULUAN

Asap cair merupakan asam cuka (vinegar) yang diperoleh dengan cara pirolisis seperti kayu, tempurung kelapa, cangkang kelapa sawit dan serabut kelapa yang kemudian diikuti dengan proses kondensasi dalam kondensor berpendingin air. Asap

cair berasal dari bahan alami yaitu pembakaran selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dihasilkan dari kayu-kayu keras seperti kayu akasia (Surest et al., 2013), kayu sengon (Darmadji, 2017) dan kayu glugu (Erawati et al., 2015).

Asap cair digunakan secara komersial sebagai bahan tambahan pangan yang berfungsi sebagai bahan yang

memberikan aroma pada ikan serta daging karena dalam asap cair terdapat komponen-komponen senyawa fenolik (Muratore et al., 2007). Selain senyawa fenolik terdapat juga senyawa-senyawa yang memiliki sifat antimikroba, antibakteri dan antioksidan seperti senyawa asam (Luditama, 2006). Pengaplikasian asap cair sangat luas yang mencakup beberapa aspek seperti industri pangan digunakan sebagai bahan pengawet alami pada produk tahu, dalam bidang pertanian digunakan sebagai pestisida, bioinsektisida dan desinfektan (Luditama, 2006). Asap cair memiliki keunggulan sebagai pengawet yang alami dibandingkan dengan penggunaan bahan kimia. Pengaplikasian asap cair pada ikan atau daging sangat praktis, dengan cara merendam atau menyemprotkan asap cair pada produk daging atau ikan yang akan diberikan asap cair.

Kualitas asap cair dipengaruhi oleh proses suhu pembakaran atau suhu pirolisis, hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Tranggono et al., (1996) yang menggunakan suhu pirolisis dalam proses pembuatan asap cair yaitu dengan suhu 350-400oC, bahan baku yang digunakan untuk membuat asap cair dari bermacam jenis-jenis kayu, seperti kayu akasia (Acacia Mangium Mill) (Surest et al., 2013) dan (Marasabessy, 2007) menggunakan campuran batang singkong dan tempurung kelapa dengan suhu pirolisis sebesar 200, 300 dan 400oC, (Wibowo, 2012) menggunakan tempurung nyamplung dengan suhu pirolisis 200, 300, 400 dan 500oC dan (Luditama, 2006) yang menggunakan batok kelapa dan sabut kelapa sebagai bahan baku pembuatan asap cair menggunakan variasi suhu pirolisis 300oC dan 500oC. Hasil penelitian (Wibowo, 2012) menggunakan suhu 200, 300, 400 dan 500oC menghasilkan rendemen secara berturut-turut sebesar 19,8%, 33,7%, 44,4% dan 45,3%, sementara rendemen yang dihasilkan oleh (Luditama, 2006) menggunakan suhu pirolisis 300oC dan 500oC sebesar 40,29% dan 57,45%.

Dari hasil penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa belum ada penelitian asap cair dengan menggunakan bahan baku bambu khususnya bambu tabah. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik asap cair dari hasil pirolisis batang bambu tabah dengan perlakuan suhu yang berbeda.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ergonomika dan Perancangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana untuk proses pirolisis batang bambu tabah, Laboratorium Analitik Universitas Udayana untuk pengukuran parameter pengamatan fenol, pH dan total asam serta untuk mengukur kadar air batang bambu tabah dan

Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana yang digunakan untuk pengukuran densitas asap cair. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2018.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain satu unit alat pirolisator yang dilengkapi dengan kondensor, selang, gergaji, pH meter, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, buret, labu ukur, pipet tetes, tabung reaksi, vortex shaker, piknometer, timbangan duduk manual merk Q2 dengan kapasitas maksimal 15 kg, kertas saring, corong dan botol penampung. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batang  bambu tabah  (Gigantochloa

nigrociliata BUSE-KURZ) berumur diatas dua tahun yang diperoleh  dari  kelompok Tani yang

mengembangkan bambu tabah dibawah Kelompok Bambu Alam Sejahtera di Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan. Bagian batang bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah setelah dua ruas bagian batang bambu tabah mulai dari bagian pangkal sampai pada bagian ujung bambu yang kemudian dipotong sepanjang 5cm. Untuk bahan yang digunakan dalam analisis yaitu aquadest, indikator fenolphthalein, Folin Ciocalteau, sodium carbonate dan NaOH 0,1N.

Rancangan Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan lima kali pengulangan. Faktor yang digunakan dalam rancangan penelitian ini adalah suhu pirolisis yang terdiri dari tiga taraf yaitu 200oC (T1), 300oC (T2), dan 400oC (T3). Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan analisis sidik ragam dan apabila pengaruh perlakuan signifikan (P>0,05) maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan dimulai dari persiapan bahan, proses pirolisis dan analisis.

Persiapan Bahan

Batang bambu dipanen di desa Padangan dibantu oleh petani-petani setempat yang tergabung dalam kelompok. Batang bambu yang dipanen adalah batang bambu yang sudah berumur ± 2 tahun, dengan ciri-ciri tidak terdapatnya pelepah yang menempel pada ruas-ruas bambu dan warna pada batang bambu sudah berwarna hijau kegelapan, bambu yang digunakan dalam pembuatan asap cair ini adalah batang bambu yang telah dipotong dua ruas atau node dari bagian atas maupun bagian bawah bambu. Bambu yang telah dipanen kemudian dipotong-

potong dengan panjang 5 cm menggunakan gergaji lengkung (pruning chop saw) untuk memotong bambu. Batang bambu yang sudah dipotong kemudian dikeringkan selama tujuh hari dengan sinar matahari. Batang bambu yang dikeringkan ditata supaya bambu tidak menumpuk, setiap dua hari sekali bambu dibalikkan, hal ini bertujuan untuk menyeragamkan tingkat kekeringan pada bambu. Batang bambu yang sudah kering diukur kadar airnya di Laboratorium Analitik Universitas Udayana, dan diperoleh kadar air batang bambu tabah rata-rata 7,18%. Bambu kering ditimbang untuk masing-masing perlakuan sebanyak 3kg menggunakan timbangan duduk dengan merk Q2 dan selanjutnya dilakukan proses pirolisis menggunakan alat pirolisator.

Proses Pembuatan Asap Cair

Proses pembuatan asap cair diawali dengan menimbang batang bambu yang akan digunakan masing-masing sebanyak 3kg pada masing-masing sampel, kemudian bambu dimasukan kedalam reaktor pirolisis yang sudah dilengkapi dengan kondensor terbuat dari stainless steel dan dilengkapi dengan kompor bertekanan tinggi yang digunakan sebagai sumber pemanas reaktor pirolisator. Setelah bambu dimasukan kedalam reaktor pirolisis kemudian reaktor pirolisis ditutup dengan rapat hal ini bertujuan untuk mencegah keluranya asap dari reaktor pirolisis selama berlangsungnya proses pirolisis.

Mekanisme kerja dalam proses pirolisis adalah dimana uap yang dihasilkan pada proses pirolisis mengalir melalui pipa yang menuju ke kondensor pendingin, sebelum menuju ke kondensor uap atau asap cair yang memiliki masa jenis yang berat akan tertampung dalam penampung tar dan asap cair yang masa jenisnya lebih ringan akan mengalir menuju pipa kondensor yang berfungsi sebagai pendingin karena pada kondensor terdapat air yang disirkulasikan secara terus menerus menggunakan pompa, hasil dari pirolisis yang berupa asap cair ditampung menggunakan gelas ukur, proses pirolisis dilakukan selama lima jam. Proses pirolisis melibatkan berbagai proses reaksi yaitu dekomposisi, oksidasi, polimerisasi dan kondensasi.

Menurut Girrard (1992) proses dekomposisi terjadi pada berbagai suhu pirolisis, pada suhu 120-1500C merupakan proses penghilangan air pada bahan, suhu 200-250oC terjadi dekomposisi hemiselulosa, pada suhu 280-320oC terjadi dekomposisi selulosa, dan pada suhu 400oC merupakan proses terdekomposisinya senyawa lignin.

Parameter Penelitian

Rendemen

Rendemen adalah persentase dari jumlah asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis yang

didapatkan dengan cara membandingkan hasil produk akhir (asap cair) yang dihasilkan per berat bahan baku (bambu tabah). Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara menimbang berat akhir sampel (asap cair) dengan cara menghitung densitas dan mengukur banyaknya asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis dibandingkan dengan berat bahan baku awal sebelum mengalami proses pirolisis.

Rendemen (%b) = x x 100%            [1]

Keterangan: x adalah volume (ml) asap cair dan y merupakan berat bambu yang digunakan pada proses pirolisis.

Nilai pH

Nilai pH ditentukan dengan cara menyiapkan masing-masing sampel sebanyak 10 mL, kemudian sampel diukur menggunakan pH meter, terlebih dahulu dilakukan standarisasi buffer pH 4,0 dan 7,0. Pengukuran pH dilakukan dengan cara mencelupkan elektroda pH meter kedalam sampel dan skala dibaca setelah jarum penunjuk konstan.

Total Asam

Sampel asap cair sebanyak 10 ml ditambah 100 mL aquades selanjutnya dihomogenkan. Ditambahkan indikator PP sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sampai titik akhir titrasi yang ditunjukan dengan berubahnya warna sampel menjadi merah keunguan dan stabil (tidak berubah jika dihomogenkan). Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam asetat.

Total asam (%) = VJ N x BM x 100%        [2]

BC x 1000

Keterangan :

V    = Volume NaOH (ml)

N     = Normalitas NaOH (N)

BM   = Berat molekul asam asetat

BC    = Bobot sampel (gram)

Total Fenol

Sampel sebanyak 100 ml ditambah 70 mL aquades. Tambahkan 2 ml reagen Folin-Ciocalteu dan biarkan 2-3 menit. Tambahkan 20 ml Brutan Natrium 10% kemudian tambahkan aquades sampai tanda tera. Biarkan berwarna biru selama 1,5 jam kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 660 nm. Kadar fenol dihitung berdasarkan kurva standar yang diperoleh dari larutan fenol.

Densitas

Piknometer dibersihkan dengan alkohol 96% kemudian dioven selama 15 menit pada suhu 105oC dan didinginkan selama 15 menit. ml. Sampel asap

cair diisi kedalam piknometer yang memiliki volume sebanyak 10 ml sampai melebihi tanda tera, kemudian ditutup sampai tanpa adanya gelembung-gelembung udara. Bagian luar piknometer dikeringkan menggunakan tisu, kemudian piknometer ditimbang.

W2-W1

Densitas (m/v) =                          (3)

W1 = Berat piknometer kosong (gram)

W2 = Berat sampel + piknometer (gram)

V = Volume sampel (10 ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rendemen

Rendemen adalah persentase dari jumlah asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis yang didapatkan dengan cara membandingkan berat produk akhir (asap cair) yang dihasilkan per berat bahan baku (bambu tabah). Perhitungan rendemen dilakukan dengan cara menimbang berat akhir sampel (asap cair) dengan cara menghitung densitas dan mengukur banyaknya asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis dibandingkan dengan berat bahan baku awal sebelum mengalami proses pirolisis. Menurut Budaraga et al., (2016) presentase rendemen yang dihasilkan bergantung pada bahan baku dan suhu pirolisis yang digunakan. Berdarakan hasil penelitian data rendemen menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pirolisis rendemen asap cair yang dihasilkan semakin tinggi. Berdasarkan Gambar 3 menunjukan bahwa hasil setiap perlakuan memiliki jumlah rendemen yang berbeda. Semakin tinggi suhu pirolisis yang digunakan maka hasil rendemen akan semakin banyak, hal ini didukung dengan penelitian Wibowo (2012) yang menyatakan bahwa semakin tinggi suhu pirolisis, asap cair yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini dapat dilihat dari semakin tinggi suhu pirolisis, rendemen yang dihasilkan juga semakin tinggi.

Rendemen yang dihasilkan dalam penelitian ini yang paling besar pada suhu 400oC sebesar 46,11%, pada suhu 300oC 44,38% dan rendemen paling rendah diperoleh pada suhu 200oC yaitu sebesar 38,92. Rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini masih lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Tranggono et al.,   (1996) yang

menggunakan bahan baku tempurung kelapa sebesar 52,85%. Rendahnya rendemen yang dihasilkan diduga diakibatkan oleh rendahnya kandungan senyawa lignin yang terdapat pada bambu tabah.

Keterangan: 1. Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (p<0.05)

Gambar 3. Grafik Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Rendemen Asap Cair

Perlakuan suhu pirolisis 200oC menghasilkan rendemen yang paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu sebesar 38,92%. Hal ini dapat dilihat dari arang hasil pirolisis belum terbakar secara sempurna karena pirolisis pada suhu 200oC belum mampu membakar bahan secara maksimal. Hal ini mengakibatkan rendemen yang dihasilkan lebih sedikit, rendemen yang paling banyak yaitu pada suhu 400oC. Tingginya jumlah rendemen yang dihasilkan pada suhu 400oC disebabkan oleh terjadinya proses dekomposisi senyawa lignin secara sempurna. (Budaraga et al., 2016) menyebutkan ketika suatu bahan mengandung terlalu banyak faksi lignin maka akan meningkatkan rendemen yang dihasilkan. (Mustafiah, 2016) menyatakan bahwa pirolisis pada suhu 200oC menghasilkan rendemen dengan presentase yang lebih sedikit dikarenakan rendahnya laju pemanasan sehingga mengakibatkan lambatnya pembentukan asap cair dan menghasilkan asap cair yang rendah sehingga rendemennya menurun sedangkan pada suhu 400oC meghasilkan rendemen yang cenderung meningkat secara signifikan, hal ini disebabkan karena semakin tinggi laju pemanasan dan mengakibatkan meningkatnya asap cair yang dihasilkan sehingga rendemen yang dihasilkan juga meningkat.

Nilai pH

Nilai pH merupakan salah satu parameter yang penting dalam mengetahui kualitas asap cair yang dihasilkan dari proses pirolisis. Pengukuran pH pada asap cair bertujuan untuk mengetahui tingkat keasaman yang terkandung dalam asap cair dari proses pirolisis. Semakin rendah nilai pH maka semakin tinggi kualitas asap cair yang dihasilkan, sebaliknya semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah kualitas asap cair yang dihasilkan. Selain itu, pengukuran pH asap cair bertujuan untuk mengetahui tingkat pengurain bahan baku yang digunakan dalam proses pirolisis (Haji, 2007).

Keterangan: 1. Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (p<0.05)

Gambar 4. Grafik Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap pH Asap Cair

Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat bahwa perlakuan suhu 300oC memiliki tingkat keasaman yang paling rendah yaitu sebesar 3,20 lebih rendah jika dibandingkan pada suhu 200 dan 400oC yaitu sebesar 3,37 dan 3,70 perlakuan suhu 400oC walaupun secara statistika perlakuan suhu tidak berpengaruh nyata terhadap pH asap cair yang dihasilkan.

Menurut standar mutu Jepang yang dikemukakan oleh Yatagai (2002), pH asap cair berkisar antara 1,50-3,70. Pada analisis varians rata-rata pH menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P < 0,05) antara masing-masing perlakuan suhu pirolisis. Semakin rendah nilai pH pada asap cair menunjukan kualitas asap cair semakin tinggi sehingga asap cair baik digunakan untuk menghambat laju aktivitas mikroorganisme yang merugikan. Rata-rata nilai pH pada Gambar 4 menunjukan bahwa pada suhu pirolisis 200oC dan 300oC lebih rendah dibandingkan pada suhu pirolisis pada suhu 400oC. Hal ini berhubungan erat dengan terdekomposisinya fraksi hemiselulosa dan selulosa yang terjadi pada rentang suhu 200oC dan 300oC (Girrard, 1992). Hal ini sesuai dengan pendapat (Budaraga et al., 2016) yang menyatakan bahwa hemiselulosa dan selulosa adalah komponen kayu yang telah mengalami proses dekomposisi sehingga menghasilkan senyawa asam organik seperti asam asetat. Nilai pH memiliki hubungan dengan kadar total fenol yang terdapat pada asap cair, dimana semakin tinggi kandungan dari total fenol asap cair, maka nilai pH semakin rendah (Haji, 2007). Rendahnya pH yang dipengaruhi oleh fenol dikarenakan senyawa fenol memiliki sifat yang cenderung asam, hal ini dikarenakan senyawa fenol mampu melepaskan ion H+ (“The Acidity of Phenol” Chem Guide. Jim Clark).

Total Asam

Total asam merupakan jumlah keseluruhan kandungan senyawa asam yang terdapat pada asap cair. Menurut Sediadi et al., (2012), senyawa asam merupakan senyawa yang berperan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa pada produk asapan. Kadar asam yang tinggi berfungsi sebagai penghambat berkembangnya mikroba karena mikroba tidak bisa berkembang pada kadar asam yang tinggi (Pszczola, 1995) hal ini sejalan dengan pendapat Darmadji dan Suhardi (1998) yang menyatakan bahwa tingginya kadar asam asetat pada asap cair mencirikan bahwa asap cair yang diproduksi berpotensi sebagai koagulan dan sebagai antimikroba. Kandungan total asam yang terdapat pada asap cair antara lain adalah asam asetat, propionate, butirat dan valerat. Total asam merupakan senyawa kimia yang sangat menentukan kualitas dari asap cair yang dihasilkan. Kualitas asap cair akan semakin meningkat dengan adanya perpaduan antara senyawa asam dengan senyawa fenol yang terkandung dalam asap cair hal ini dikarenakan senyawa fenol juga memiliki sifat antimikroba.

20

Keterangan: 1. Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (p<0.05)

Gambar 5. Grafik Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Total Asam Asap Cair

Gambar 5 menunjukan bahwa rata-rata total asam tertinggi dilihat pada pirolisis suhu 200oC. Hal ini disebabkan karena pada suhu 200oC merupakan fase terjadinya dekomposisi komponen hemiselulosa yang mampu membentuk senyawa-senyawa asam seperti senyawa asam asetat. Pirolisis pada suhu 200oC sebesar 14,774% lebih besar dari rata-rata total asam pada perlakuan yang lainnya yaitu 13,646% pada suhu 300oC dan pada suhu 400oC sebesar 12,354%.

Dilihat dari Grafik hasil total asam terdapat kecenderungan semakin tinggi suhu pirolisis total asam yang dihasilkan cenderung semakin menurun, hal ini sesuai dengan Padil et al., (2008) yang menyatakan bahwa dengan kenaikan suhu pirolisis

menyebabkan hemiselulosa yang berfungsi untuk menghasilkan asam asetat semakin menurun karena hemiselulosa terdekomposisi pada suhu 200-260oC. Maga (1988) menyatakan bahwa asap cair pada suhu >300oC menghasilkan total asam yang cenderung menurun disebabkan karena pada suhu >300oC merupakan terdekomposisinya senyawa fenol hasil dekomposisi dari lignin yang mempengaruhi kadar total asam pada asap cair.

Total Fenol

Fenol merupakan senyawa yang memiliki fungsi sebagai antioksidan yang memiliki peran sebagai pemberi cita rasa atau flavour pada bahan pangan serta memperpanjang masa simpan karena senyawa fenol memiliki efek antibakteri dan antimikroba. Menurut Guillen et al. (2002) senyawa fenol merupakan senyawa yang penting pada produk asap, pentingnya senyawa fenol pada asap cair dikarenakan senyawa fenol berfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa yang spesifik produk asapan. Nilai rata-rata total fenol dapat dilihat pada Gambar 8.

Keterangan: 1. Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (p<0.05)

Gambar 6. Grafik Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Total Fenol Asap Cair

Data rata-rata kadar total fenol pada Gambar 6 menunjukan bahwa kadar total fenol pada asap cair bambu tabah berkisar antara 22,06-24,19 mg/l. Kadar total fenol asap cair yang paling tinggi terdapat pada suhu pirolisis 300oC sebesar 24,19 mg/l, dan yang terendah terdapat pada suhu pirolisis 400oC sebesar 22,06. Tingginya kadar total fenol pada suhu pirolisis 300oC karena menurut Girrard (1992) pada suhu tersebut merupakan fase terdekomposisinya lignin yang mampu menghasilkan fenol. Total fenol yang dihasilkan juga memiliki keterkaitan dengan nilai pH pada asap cair, semakin tinggi kadar fenol maka asap cair yang dihasilkan semakin asam dan nilai pH pada asap cair rendah (Haji et al., 2007).

Densitas

Densitas merupakan pengukuran rasio antara berat suatu sampel setiap satuan volume. Densitas (bobot

jenis) tidak menentukan tinggi rendahnya kualitas asap cair yang dihasilkan.

1.06

I 1.05 ~bb 1.04

Ji 1.03 8  1.02

Q 1.01 1.00 0.99

Suhu Pirolisis

Keterangan: 1. Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT (p<0.05)

Gambar 7. Grafik Pengaruh Suhu Pirolisis Terhadap Densitas Asap Cair

Nilai densitas asap cair meningkat seiring tingginya suhu pirolisis yang digunakan dalam produksi asap cair. Rata-rata densitas dari masing-masing perlakuan suhu pirolisis menunjukan bahwa semakin tinggi suhu pirolisis densitas asap cair yang dihasilkan juga semakin besar namun jika dilakukan uji analisis lebih lanjut menunjukan perlakuan suhu pirolisis tidak berbeda nyata terhadap densitas asap cair pada masing-masing perlakuan suhu pirolisis. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarif et al., (2014) yang menyebutkan peningkatan densitas disebabkan oleh semakin meningkatnya suhu pirolisis menyebabkan penguraian proses bahan baku lebih sempurna dan endapan tar juga semakin banyak. Hasil yang didapat dari penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian (Syarif et al., 2014) yang menggunakan rentang suhu 200-250oC; 280-350oC dan >400oC yaitu secara berturut-turut sebesar 1,0144; 1,0185 dan 1,0313. Hasil dari pengamatan densitas asap cair ini telah sesuai standar wood vinegar Jepang dengan densitas >1,005 (Yatagai, 2002). Dilihat dari hal tersebut maka asap cair bambu tabah telah memenuhi standar yang ada.

Diskusi

Karakteristik asap cair dipengaruhi oleh komponen kimia yang terdapat pada bahan pengasap seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Sunarsih et al. (2012) pembentukan berbagai senyawa yang terkandung pada asap cair dikarenakan terjadinya dekomposisi tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin yang memiliki proposi yang bervariasi, yang bergantung pada jenis bahan yang dipirolisis.

Asap cair dapat diproduksi dengan berbagai jenis bahan baku, seperti cangkang pala dengan komponen kimia selulosa 21,34%, hemiselulosa 46,82%, lignin

sebesar 12,93% (Salindeho, 2017). Tempurung kelapa dengan komponen kimia selulosa 26,6% dan lignin sebesar 29,4% (Suhardiyono, 1995) dan bambu memiliki selulosa 44,22%, Holo-selulosa 75,57% dan lignin sebesar 27,17% (Reta & Anggraini, 2016). Dilihat dari komponen kimia pada masing-masing bahan untuk membuat asap cair, bambu memiliki komponen kimia yang lebih besar dari bahan baku diatas.

Dekomposisi bahan baku untuk asap cair terjadi pada beberapa tahapan proses. Sunarsih et al., (2012) menyatakan bahwa dalam proses pirolisis terjadi berbagai reaksi-reaksi yaitu, dekomposisi hemiselulosa bersama selulosa terjadi pada suhu 200oC-250oC yang mampu menghasilkan senyawa asam asetat dan dekomposisi lignin terjadi pada suhu 300oC yang membentuk senyawa fenol dan berakhir pada suhu 400oC. Dilihat dari hasil penelitian menunjukan bahwa rendemen tertinggi dihasilkan pada suhu 400oC sebesar 46,11%, tingginya rendemen yang dihasilkan pada suhu 400oC disebabkan oleh terdekomposisinya seluruh komponen kimia yang terdapat pada bambu tabah sampai komponen lignin. Untuk total asam tertinggi sebesar 14,774% yang dihasilkan pada suhu 200oC dimana pada suhu tersebut merupakan fase terdekomposisinya senyawa hemiselulosa dan selulosa yang menghasilkan senyawa-senyawa asam seperti asam asetat dan turunannya.

Sementara untuk senyawa fenol yang tertinggi dihasilkan pada suhu 300oC yaitu sebesar 24,19 mg/l dimana pada suhu tersebut merupakan fase terdekomposisinya senyawa lignin secara optimal dalam menghasilkan senyawa fenol yang memiliki fungsi sebagai pemberi citarasa pada produk asapan. Secara umum hasil penelitian ini menunjukan total asam tertinggi terdapat pada suhu pirolisis 200oC dan total fenol tertinggi terdapat pada suhu pirolisis 300oC. Sementara untuk nilai pH yang terendah terdapat pada suhu pirolisis 300oC walaupun total asam tertinggi terdapat pada suhu pirolisis 200oC yang seharusnya dimana total asam yang tinggi maka potensial hidrogen (pH) harusnya rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya senyawa fenol pada suhu 300oC karena fenol memiliki sifat yang cenderung asam karena mampu melepaskan ion H+ sehingga pH yang dihasilkan lebih rendah pada suhu 300oC. Menurut Haji (2007) nilai pH memiliki hubungan dengan kadar total fenol yang terdapat pada asap cair, dimana semakin tinggi kandungan dari total fenol asap cair, maka nilai pH semakin rendah.

KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bambu tabah pada penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan baku untuk memproduksi asap cair. Pirolisis bambu tabah pada suhu 200, 300 dan 400oC diperoleh rendemen asap cair secara berurut sebesar 38,92; 44,38 dan 46,11%. Nilai pH terendah pada suhu 300oC yaitu sebesar 3,20 dan tertinggi pada suhu 400oC sebesar 3,70. Total asam tertinggi terdapat pada suhu pirolisis 200oC yaitu sebesar 14,774%, total fenol asap cair pada suhu pirolisis 200, 300 dan 400oC sebesar 22,57; 24,19 dan 22,06 mg/L. Densitas yang diperoleh dari pirolisis pada suhu 200, 300 dan 400oC sebesar 1,024: 1,043 dan 1,048 g/ml.

Daftar Pustaka

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist.Virginia: Association of Official Analytical Chemist.

Bagus Sediadi, et al., 2012. Asap Cair Cara Membuat dan Aplikasinya Pada Pengolahan Ikan Asap. Jakarta; Penebar Swadaya.

Budaraga, I. K., Marlida, Y., & Bulanin, U. (2016). Liquid Smoke Production Quality from Raw Materials Variation and Different Pyrolysis Temperature, 6(3), 306–315.

Darmadji, P., & Pranoto, Y. (2017). Asap Cair Kayu Sengon sebagai Chelating Agents Logam Timbal (Pb) pada Model Menggunakan Biji Kedelai,            5(1),            42–51.

https://doi.org/10.18196/pt.2017.070.42-51

Erawati, E., Kirana, T. W., Budiyati, E., Sediawan, W. B., & Mulyono, P. (2015). Distilasi Asap Cair Hasil Pirolisis Limbah Serbuk Gergaji Kayu Glugu. Simposium Nasional RAPI XIV, 213–219.

Girrard JP. 1992. Smoking. In : Technology of Meat and Meat Products, Girrard JP. and Morton I. (Ed). Ellis Horwood Limited, New York.

Guillen, M.D dan Manzanos, M.J (2002). Study of The Components of a Solid Smoke Flavouring Praparation. Food Chemistry 55: 251-257.

Haji, G. (2007). ( Characterization Of Liquid Smoke Pyrolyzed, 16(3), 111–118.

Luditama, C. (2006a). Isolasi dan Pemurnian Asap

Cair Berbahan Dasar Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Prosiding Kkonfrensi Nasional Kelapa, VIII, 93–102.

Luditama, C. (2006b). Isolasi dan Pemurnian Asap Cair Berbahan Dasar Tempurung dan Sabut Kelapa Secara Pirolisis dan Distilasi. Prosiding Kkonfrensi Nasional Kelapa, VIII, 93–102.

Maga JA. 1988. Smoke in Food Processing. CRC Press. Inc. Boca Raton. Florida.

Marasabessy, I. (2007). Produksi Asap Cair dari Limbah Pertanian dan Penggunaannya Dalam Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap.

Mustafiah. (2016). Pengaruh Suhu Terhadap Produksi Asap Cair dari Blending Limbah Biomassa Cangkang Sawit dengan Batubara secara Pirolisis, 01(01), 1–8.

Padil, Sunarso, & Andriyasih, T. (2008). Pirolisis Cangkang Sawit Menjadi Asap Cair (Liquid Smoke) (pp. 1–7).

Reta, K. B., & Anggraini, S. P. A. (2016). Pembuatan Asap Cair dari Tempurung Kelapa , Tongkol Jagung dan Bambu Menggunakan Proses Slow Pyrolysis, 1(1), 57–64.

Salindeho, N. (Ed.). (2017). Asap Cair Hasil Pirolisis Cangkang Pala Dan Cangkang Kemiri. Unsrat Press.

Sunarsih, S., Pratiwi, Y., & Suratno, Y. (2012). Pengaruh Suhu, Waktu dan Kadar Air pada Pembuatan Asap Cair dari Limbah Padat Pati Aren. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III, 1(1), 9–13.

Surest, A. H., Reza, M. S., & Priyayi, D. (2013). Pembuatan Asap Cair dari Kayu Akasia dan Uji Awal Kemampuannya Sebagai Bahan Bakar Cair. Jurnal Teknik Kimia, 19(4), 38– 44.

Syarif, U. I. N., Jakarta, H., Anisah, K., Kedokteran, F., Ilmu, D. A. N., & Farmasi, P. S. (2014). Analisa Komponen Kimia dan Uji Antibakteri Asap Cair Tempurung Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq) Pada Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

Tanaman Kelapa : Budidaya dan Pemanfaatannya, L. Suhardiyono, Kanisius, cetakan pertama, 1998.

Tranggono, Suhardi, Setiadji B, Darmadji P, Supranto, Sudarmanto, 1996. Identifikasi Asap Cair dari Berbagai Jenis Kayu dan Tempurung Kelapa. J. Ilmu dan Teknologi Pangan. Yogyakarta.1 (2): 15-24

Wibowo, S. (2012). ( Characteristic of Smoke liquid from Nyamplung Shell ), 30(3), 218–227.

Yatagai Mitsuyoshi. 2002. Utilizatio of Charcoal and Wood Vinegar in Japan. Graduate School of Agricultural and Life Science. Japan: The University of Tokyo.

285