Kebutuhan Air Irigasi pada Budidaya Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) dengan Sistem Polybag yang Menggunakan Berbagai Jenis Media Tanam
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 7, Nomer 2, September 2019
Kebutuhan Air Tanaman pada Budidaya Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) dengan Sistem Polybag yang Menggunakan Berbagai Tingkat Kandungan Organik Tanah
Water Needs of Plants in Chili Pepper (Capsicum frutescens L.) Culture with a Polybag System Using Various Soil Organic Content Levels
I Made Surya Adnyana Putra, I Wayan Tika, Ida Bagus Putu Gunadnya
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
E-mail: [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui pola kebutuhan air tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) dari usia tanam sampai tanaman berbunga dengan sistem polybag dan (2) mengetahui pola kebutuhan air tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) dengan berbagai tingkat kandungan organik tanah yang sejalan dengan usia tanaman. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap masing-masing terdiri dari lima perlakuan dan tujuh ulangan, yaitu perlakuan menggunakan tanah sawah 100%, perlakuan menggunakan tanah sawah 80% dan pupuk kandang 20%, perlakuan tanah sawah 60% dan pupuk kandang 40%, perlakuan tanah sawah 40% dan pupuk kandang 60%, perlakuan tanah sawah 20% dan pupuk kandang 80%. Data kebutuhan air tanaman yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel untuk memperoleh grafik dan dilanjutkan analisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Hasil penelitian jumlah kebutuhan air tanaman pada perlakuan menggunakan tanah sawah 100% rata-rata 25,29 ml/hari, pada perlakuan tanah sawah 80% dan pupuk kandang 20% rata-rata 24,26 ml/hari, pada perlakuan tanah sawah 60% dan pupuk kandang 40% rata-rata 22,06 ml/hari, pada perlakuan tanah sawah 40% dan pupuk kandang 60% rata-rata 21,27 ml/hari, pada perlakuan tanah sawah 20% dan pupuk kandang 80% rata-rata 19,32 ml/hari. Pada perlakuan tanah sawah 20% dan pupuk kandang 80% menunjukkan kebutuhan air paling sedikit diantara perlakuan yang lainnya.
Kata Kunci: cabai rawit, irigasi, pupuk kandang, tanah sawah.
Abstract
The purpose of this study was to (1) determine the pattern of water needs of chili pepper (Capsicum frutescens L.) from the age of planting to flowering plants with polybag systems and (2) determine the pattern of water needs of chili pepper (Capsicum frutescens L.) with various level of soil organic content that is in line with plant age. This study used a completely randomized design consisting of five treatments and seven replications, namely treatment using 100% paddy fields, treatment using 80% paddy soil and 20% manure, 60% rice field treatment and 40% manure, soil treatment rice fields 40% and manure 60%, treatment of rice fields 20% and manure 80%. Data obtained from irrigation water needs were processed using Microsoft Excel computer programs to obtain charts and continued analysis using Analysis of Variance (ANOVA). The results of the study amount of plant water requirements in the treatment using 100% paddy soil an average of 25.29 ml / day, in the treatment of 80% of paddy field and manure 20% on average 24.26 ml / day, in the treatment of rice fields 60% and manure 40% on average 22.06 ml / day, on the treatment of rice fields 40% and manure 60% on average 21.27 ml / day, on the treatment of 20% paddy fields and manure 80% on average 19.32 ml / day. In the treatment of 20% of paddy fields and 80% of manure, water requirements are the least among the other treatments.
Keywords: chili pepper, irrigation, paddy fields, manure.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai rawit adalah gangguan hama dan penyakit serta kebutuhan air pada tanaman. Pada budidaya tanaman cabai rawit memiliki pengairan yang cukup, apabila jumlah air berlebihan maka dapat menyebabkan kelembaban tanah yang tinggi sehingga merangsang munculnya penyakit dan hama pada tanaman. Jika kekurangan air maka tanaman cabai rawit akan kurus, kerdil, layu, dan mati. Oleh karena itu kebutuhan air irigasi sangat penting dalam budidaya cabai rawit (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Dalam budidaya tanaman cabai, air sangat penting dalam proses pertumbuhan. Air merupakan faktor essensial bagi tanaman dan menjadi faktor pembatas bagi tanaman cabai. Kelebihan atau kekurangan air dapat menyebabkan tanaman mengalami titik kritis, dimana tanaman akan mengalami penurunan, proses fisiologis dan fotosintesis yang akhirnya mempengaruhi produksi dan kualitas buahnya. Perlakuan periode pemberian air, erat hubungannya dengan tingkat ketersediaan air dalam tanah. Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan pertambahan jumlah air namun, terdapat batasan maksimun dan minimum dalam jumlah air (Gould, 1974).
Budidaya tanaman cabai pada umumnya dilakukan di lahan terbuka tetapi dalam penelitian ini budidaya tanaman cabai dilakukan pada polybag dengan berbagai tingkat kandungan organik tanah. Polybag merupakan kantong plastik berbentuk segi empat yang digunakan untuk menyemai dan budidaya tanaman dengan ukuran tertentu yang di sesuaikan dengan jenis tanaman. Dalam budidaya tanaman cabai rawit dengan polybag bisa berhasil apabila mempersiapkan kandungan organik tanah yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Bahan organik tanah merupakan bahan di dalam atau permukaan tanah yang berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia baik yang telah mengalami dekomposisi lanjut maupun yang sedang mengalami proses dekomposisi secara substansi bahan organik tersusun dari bahan humus dan non humus (Bohn et al., 1979). Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi baru kepada petani dalam pengelolaan air untuk tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) yang menggunakan berbagai tingkat kandungan organik tanah dengan sistem polybag.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada lahan pertanian di Subak Suala, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2018 dan kondisi iklimnya tropis.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit cabai rawit, polybag berukuran 35x20, plaster hitam, tali, air irigasi, pupuk urea, media tanam (tanah & pupuk kandang), dan pestisida. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu spet jarum suntik, timbangan, meteran, penggaris, alat tulis, laptop (komputer), pottray, ember, sabit (mesin potong rumput), gergaji, pisau besar dan cangkul.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan dan tujuh kali pengulangan.
P0 = Perlakuan menggunakan tanah sawah 100% P1 = Perlakuan menggunakan tanah sawah 80% dan pupuk kandang 20%
P2 = Perlakuan menggunakan tanah sawah 60% dan pupuk kandang 40%
P3 = Perlakuan menggunakan tanah sawah 40% dan pupuk kandang 60%
P4 = Perlakuan menggunakan tanah sawah 20% dan pupuk kandang 80%
Dimensi plastik polybag adalah tinggi polybag 35 cm dan lebar polybag 20 cm. Permukaan tanah pada polybag ditutup menggunakan plastik dan jenis tanah yang digunakan adalah andosol yang memiliki karakteristik warna coklat keabuan. Tanah ini kaya dengan mineral, unsur hara dan air sehingga baik untuk tanaman. Tanah andosol baiasanya terdapat di daerah yang dekat dengan gunung berapi.
Analisis Tingkat Kebutuhan Air Tanaman (ETc) Untuk analisis tingkat kebutuhan air tanaman dilakukan dengan cara pemberian air irigasi terhadap tanaman cabai rawit pada masing-masing perlakuan. Jumlah pemberian air pada masing-masing perlakuan dilakukan hingga media tanam mulai jenuh.
Setelah diberi air irigasi selanjutnya menunggu hingga tanaman cabai rawit mulai layu, jika sudah mulai layu catat waktu yang dibutuhkan tanaman cabai rawit untuk mencapai titik layu (dihutung dari setelah penyiraman), lakukan hal tersebut hingga tanaman memasuki fase generatif (75 hari setelah tanam). Titik layu tersebut merupakan titik layu sementara. Dikatakan titik layu sementara karena tanaman masih hidup hanya saja tanaman tidak mendapatkan air karena air di dalam media tanam sudah habis, bila tanaman disiram kembali dengan
air maka tanaman akan hidup/segar kembali (Abdurachman dan Hidayat, 1999). Batasan yang digunakan untuk menentukan apakah tanaman cabai rawit siap disiram kembali adalah pada setiap perlakuan dan ulangan sudah ditemukan satu tanaman yang mengalami gejala layu. Untuk menghitung kebutuhan air tanaman(ETc) menggunakan rumus:
ETc =
Jumlah air yang diberikan waktu tanaman layu
[1]
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini dimulai dari persiapan yang meliputi : persiapan lahan, persiapan polybag, persiapan tanah sawah jenis andosol, persiapan pupuk kandang dan persiapan bibit cabai rawit.
Penanaman dan Pemeliharaan
Tahapan penanaman cabai rawit pada masing-masing perlakuan dan pemeliharaan tanaman cabai rawit. Penelitian ini memiliki 5 perlakuan dan 7 ulangan sehingga total sebanyak 35 tanaman.
Pengambilan Data
Untuk memperoleh data analisis tingkat kebutuhan air dilakukan pemberian air pada tanaman cabai rawit. Setelah pemberian air tunggu/amati tanaman hingga mengalami gejala layu sementara. Kemudian hitung data dengan cara membagi waktu yang dibutuhkan tanaman memasuki gejala layu (hari) dengan jumlah air yang diberikan (ml). Lakukan hal tersebut hingga tanaman memasuki fase generatif (75 hari setelah tanam).
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan mengkompilasi data kebutuhan air tanaman pada budidaya cabai rawit dengan sistem polybag yang menggunakan berbagai tingkat kandungan organik tanah. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program computer Microsoft Excel untuk memperoleh gambaran pola kebutuhan air tanaman, lalu dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Apabila terdapat pengaruh yang nyata maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji BNT pada tingkat ɑ = 0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari data yang ditunjukan pada Tabel 1, kebutuhan air tanaman dari fase vegetatif dan fase generatif (awal tanam sampai 75 hari) pada P0 rata-rata kebutuhan air tanaman sebesar 25,29 ml/hari, pada P1 rata-rata kebutuhan air tanaman sebesar 24,26 ml/hari, pada P2 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 22,06 ml/hari, pada P3 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 21,27 ml/hari, pada P4 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 19,32 ml/hari. Perbedaan jumlah kebutuhan air tanaman berdasarkan jumlahnya disebabkan oleh : (1) pada masing-masing perlakuan takaran jumlah pupuk kandang berbeda-beda sehingga jumlah unsur haranya juga berbeda dan perlakuan yang memiliki jumlah pupuk kandang yang lebih banyak akan lebih lama menahan air dan sebaliknya.
Tabel 1. Tabel kebutuhan air tanaman pada budidaya cabai rawit
USIA TANAMAN |
KAT Cabai Rawit (ml/hari) | ||||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 | |
1-3 |
11,52 |
11,04 |
10,80 |
11,28 |
10,56 |
4-6 |
11,52 |
11,04 |
10,80 |
11,60 |
10,72 |
7-9 |
12,00 |
12,24 |
12,48 |
12,24 |
11,04 |
10-12 |
12,40 |
12,56 |
12,48 |
12,48 |
11,52 |
13-15 |
12,72 |
12,80 |
12,56 |
12,64 |
11,92 |
16-18 |
12,96 |
12,96 |
12,72 |
12,72 |
12,24 |
19-21 |
14,73 |
12,96 |
12,96 |
12,72 |
12,72 |
22-24 |
15,91 |
14,96 |
13,12 |
12,96 |
13,04 |
25-27 |
16,40 |
15,76 |
13,80 |
13,03 |
13,20 |
28-30 |
16,72 |
16,16 |
15,28 |
13,84 |
13,20 |
31-33 |
17,12 |
16,96 |
16,16 |
15,36 |
14,14 |
34-36 |
17,44 |
17,44 |
16,88 |
16,00 |
15,84 |
37-39 |
19,76 |
17,52 |
17,33 |
16,48 |
16,56 |
40-42 |
25,28 |
20,24 |
18,34 |
17,04 |
16,80 |
43-45 |
26,08 |
24,32 |
20,00 |
17,84 |
17,52 |
46-48 |
26,16 |
26,24 |
23,20 |
19,52 |
17,76 |
49-51 |
26,32 |
26,40 |
26,32 |
23,20 |
18,00 |
52-54 |
30,08 |
30,56 |
26,16 |
26,32 |
22,24 |
55-57 |
36,00 |
36,24 |
26,64 |
27,12 |
24,96 |
USIA KAT Cabai Rawit (ml/hari)
TANAMAN |
P0 |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 |
58-60 |
38,59 |
37,68 |
30,40 |
32,16 |
26,66 |
61-63 |
41,12 |
39,68 |
36,00 |
34,80 |
27,36 |
64-66 |
41,92 |
41,44 |
37,92 |
36,24 |
32,24 |
67-69 |
48,00 |
43,04 |
41,12 |
38,72 |
34,32 |
70-72 |
50,56 |
46,40 |
42,88 |
41,12 |
37,52 |
73-75 |
50,88 |
49,92 |
45,12 |
44,40 |
40,88 |
Rata-rata |
25,29a |
24,26a |
22,06a |
21,27a |
19,32a |
Ket. Huruf yang sama pada nilai rata-rata menyatakan beda nilai rataan yang tidak nyata (p>0.05).
Keterangan :
KAT : Kebutuhan Air Tanaman
P0 : Perlakuan menggunakan tanah sawah 100%
P1 : Perlakuan menggunakan tanah sawah 80% dan pupuk
kandang 20%
P2 : Perlakuan menggunakan tanah sawah 60% dan pupuk
kandang 40%
P3 : Perlakuan menggunakan tanah sawah 40% dan pupuk
kandang 60%
P4 : Perlakuan menggunakan tanah sawah 20% dan pupuk
kandang 80%
Kebutuhan tanaman cabai rawit dengan berbagai perlakuan di polybag ini tidak mengalami rembesan atau air yang keluar di dalam polybag, hal ini terjadi karena lubang sirkulasi yang ada di polybag di tutup sehingga banyaknya air yang diberikan sama dengan kebutuhan air irigasi tanaman cabai rawit.
Hubungan antara kebutuhan air irigasi dengan usia tanaman untuk kelima perlakuan tersebut diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan antara kebutuhan air dengan usia tanaman untuk kelima perlakuan
Hubungan kebutuhan air dengan usia tanaman untuk kelima perlakuan tersebut berpola polinhomial orde dua. Persamaan kebutuhan air tanaman pada P0 dengan nilai R2 = 0,9682. Persamaan kebutuhan air tanaman pada P1 dengan nilai R2 = 0,9674. Persamaan kebutuhan air tanaman pada P2 dengan nilai R2 = 0,9575. Persamaan kebutuhan air tanaman pada P3 dengan nilai R2 = 0,9492. Persamaan kebutuhan air tanaman pada P4 dengan nilai R2 = 0,9334. Korelasi (R) merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk
mencari hubungan antara dua variabel yang bersifat kuantitatif. Hubungan dua variabel tersebut dapat terjadi karena adanya hubungan sebab akibat atau dapat pula terjadi karena kebetulan saja. Dua variabel dikatakan berkolerasi apabila perubahan pada variabel yang satu akan diikuti perubahan pada variabel yang lain secara teratur dengan arah yang sama (korelasi positif) atau berlawanan (korelasi negatif).
Rata-rata kebutuhan air tanaman pada fase vegetatif dari awal tanam sampai berumur 42 hari (minggu ke-6) dengan P0 adalah 15,46 ml/hari, dengan P1 adalah 14,62 ml/hari, dengan P2 adalah 14,98 ml/hari, dengan P3 adalah 13,6 ml/hari, dengan P4 adalah 13,11 ml/hari. Sedangkan rata- rata kebutuhan air tanaman pada fase generatif dari umur 43 hari sampai umur 75 hari (minggu ke-10) dengan P0 adalah 37,8 ml/hari, dengan P1 adalah 36,54 ml/hari, dengan P2 adalah 32,34 ml/hari, dengan P3 adalah 31,04 ml/hari, dengan P4 adalah 27,22 ml/hari. Kebutuhan air tanaman pada fase vegetatif dengan fase generatif sangat berbeda, hal ini disebabkan karena pada fase vegetatif membutuhkan suplai air hanya untuk pertumbuhan batang, daun sehingga kebutuhan airnya relatif kecil, sedangkan pada fase generatif kebutuhan air meningkat pesat karena pada fase ini tanaman membutuhkan air dengan volume yang tinggi untuk proses penyerbukan bunga, pada fase pembuahan kebutuhan air tanaman relatif tinggi karena digunakan untuk proses pembuahan, pada fase pematangan membutuhkan volume air yang lebih kecil karena untuk mempercepat proses pemasakan
buah tetapi apabila kurang air menyebabkan kerusakan pada buah bisa retak pada kulit buah dan kekurangan kandungan air pada buah (pudjiatmoko, 2008).
Kebutuhan air pada tanaman cabai rawit yang P0 memiliki kecendrungan peningkatan lebih besar dibandingkan tanaman cabai rawit yang P4. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan tanaman sangat dibatasi oleh jumlah air yang tersedia dalam tanah, sehingga perlu adanya penambahan air. Semakin baik tanah dalam melakukan transport hara, kebutuhan akan hara juga akan semakin tercukupi, sehingga tanaman mampu memberikan luas daun yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Tisdale dan Nelson (1998) yang mengemukakan bahwa ketersediaan air dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk mengikat air. Jumlah air yang dapat ditahan oleh tanah tergantung dari bahan organik dan tekstur tanah. Dengan pemenuhan kebutuhan air yang digunakan oleh tanaman, maka akan terjadi kesinambungan penggunaan dan pengeluaran air yang selanjutnya merangsang aktivitas metabolisme yang digunakan untuk pertumbuhan bagian-bagian tanaman. Tanaman yang mengalami kekurangan air, stomatanya menutup lebih awal untuk mengurangi kehilangan air, tetapi penutupan stomata dan berkurangnya stomata yang membuka juga menghambat jalan masuknya CO2 sehingga laju fotosintesis berkurang. Laju fotosintesis yang berkurang menyebabkan hasil fotosintat berkurang juga, sehingga pertumbuhan tanaman yang terhambat. Aktivitas fotosintesis yang seperti itu akan menghambat laju pertumbuhan tanaman dan dapat pula menyebabkan pertumbuhan tanaman menurun. Tanaman yang kekurangan air dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil dan bagian tanaman berbentuk kecil. Tanaman yang menderita kekurangan air mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh normal (Asona, 2013).
Pada budidaya tanaman cabai rawit dengan berbagai perlakuan pupuk kandang, titik kebutuhan air tertinggi berada pada saat tanaman cabai rawit berumur 75 hari setelah tanam. Kebutuhan air irigasi tanaman cabai rawit di fase vegetatif terus mengalami peningkatan kebutuhan air, hal ini dikarenakan tanaman membutuhkan air sangat banyak pada saat tanaman berada pada fase vegetatif, yang mana pada saat fase vegetatif tanaman akan intensif pada pertumbuhan akar, batang dan daun yang mengakibatkan air yang dikonsumsi oleh tanaman lebih besar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bustomi (1999) yang mengatakan kebutuhan air konsumtif dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai
tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji.
Hubungan Bahan Organik Tanah dengan Kebutuhan Air Tanaman
Bahan organik adalah bahan – bahan yang berasal dari limbah tumbuhan atau hewan atau produk samping (pupuk kandang atau kotoran unggas, jerami padi yang dikomposkan, sedimen pada saluran air, serta sampah kota dan industri) bahan organik sebaiknya diberikan dalam bentuk kompos (terdekomposisi). Pengomposan diartikan sebagai proses biologis oleh mikroorganisme yang mengurai bahan organik menjadi bahan semacam humus. Bahan yang terbentuk mempunyai berat dan volume yang lebih rendah daripada bahan dasarnya, stabil, dekomposisi lambat, dan sebagai sumber pupuk organik (Pingadi, 2009).
Bahan organik tanah berperan secara fisik, kimia, dan biologis, sehingga menentukan status kesuburan tanah. Humus merupakan koloid organik yang bermuatan listrik, sehingga secara fisik berpengaruh terhadap struktur tanah dan secara kimiawi berperan dalam menentukan pertukaran anion/kation sehingga berpengaruh penting terhadap ketersediaan hara tanah, dan secara biologis merupakan sumber energei dan karbon bagi mikrobia heterotrofik. Hasil mineralisasi bahan organik merupakan anion atau kation hara tersedia bagi tanaman dan mikrobia (Hanafiah, 2004).
Pemberian bahan organik ke dalam tanah sawah akan membantu mengurangi erosi, mempertahankan kelembaban tanah, mengendalikan pH tanah, memperbaiki drainase, mencegah pengerasan dan retakan, meningkatkan kapasitas pertukaran ion, dan meningkatkan aktivitas biologi tanah. Semua peran tersebut dapat berlangsung setelah bahan organik mengalami perombakan oleh aktivitas organisme tanah. Tanpa adanya aktivitas organisme tanah bahan organik tersebut akan tetap utuh (tidak terurai) di dalam tanah dan dapat mengganggu sistem produski tanaman seperti hal nya yang banyak terjadi di kawasan subtropika (Subowo, 2010).
Menurut Hanafiah (2005) kadar air tanah dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah, makin tinggi kadar bahan organik tanah akan makin tinggi kadar air tanah, demikian pula sebaliknya. Dalam penelitian ini bahan organik tanah yang paling tinggi adalah pada P4 sehingga rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 19,32 ml/hari sedangkan bahan
organik tanah yang paling rendah adalah P0 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 25,29 ml/hari.
Kebutuhan air pada umur awal tanam sampai umur 42 hari sebenarnya tanaman tidak memerlukan banyak air. Jika diberikan banyak air maka akan terjadi cekaman. Jika terjadi cekaman dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan menurunnya produktifitas tanaman. Jika air diberikan terlalu banyak dapat menyebabkan layu dan akar tanaman akan busuk. Jika pemberian air sedikit, tanaman tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehingga mengalami kekeringan dan mati. Menurut Sumarna (1998) tanah yang banyak mengandung air akan menyebabkan aerasi tanah menjadi buruk dan tidak menguntungkan bagi pertumbuhan akar, akibatnya pertumbuhan tanaman akan kurus dan kerdil. Jika kekeringan terjadi pada saat pembentukan bunga dan buah, produksi akan menurun bahkan tidak dapat panen. Sedangkan kebutuhan air pada umur 43-75 hari cukup meningkat pesat karena pada fase ini tanaman membutuhkan air dengan volume yang tinggi untuk proses penyerbukan bunga, pada fase pembuahan kebutuhan air tanaman relatif tinggi karena digunakan untuk proses pembuahan (Pudjiatmoko, 2008).
Pertumbuhan Tanaman
Tinggi tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang paling sering diamati sebagai indikator pertumbuhan. Berdasarkan Gambar 2 yang merupakan grafik rata-rata tinggi tanaman cabai dari minggu ke-1 sampai ke-10 pada P0, P1, P2, P3, P4.
40
2 4 6 8 IO
Gambar 2. Grafik rata-rata tinggi tanaman cabai
Berdasarkan Gambar 2 dapat dilihat pada minggu ke-10 tanaman cabai dengan P4 menunjukkan pertumbuhan tertinggi yaitu 36,37 cm. Pada penelitian ini fase vegetatif dan generatif tanaman cabai yang ditanam dengan tanah sawah dan pupuk kandang yang berbeda berakhir pada minggu ke-10. Tanaman cabai memiliki fase vegetatif pada minggu ke-2 sampai dengan minggu ke-6, pada fase ini tanaman cabai akan bertambah tinggi. Dimana pada fase ini tanaman menggunakan sebagian besar
karbohidrat untuk membentuk akar, batang, daun, pucuk tanaman, dan pembesaran tanaman. Setelah fase vegetatif, tanaman akan mengalami fase generatif pada minggu ke-7 sampai minggu ke-10. Pada fase ini tanaman menimbun karbohidrat untuk pembentukan bunga, buah, biji, serta pemasakan buah. Tanaman dengan P4 memperlihatkan tanaman cabai lebih tinggi dibandingkan dengan P0, P1, P2, P3.
Tabel 2. Nilai rata-rata tinggi tanaman cabai rawit pada berbagai perlakuan tanah sawah dan pupuk kandang.
Perlakuan |
TinggiAkliir(Cm) |
Rata-rata (cm) |
PO |
33.1 |
23.6 |
Pl |
33.5 |
2-2 |
K |
34.2 |
24.8 |
B |
35.1 |
25.4 |
P4 |
36.4 |
26.3 |
Berdasarkan tabel 2 tinggi tanaman dari awal tanaman sampai berumur 75 hari (minggu k-10) tinggi tanamannya berbeda-beda di setiap perlakuannya. Menurut Hakim dkk (1986) pada kondisi tanah yang baik memungkinkan akar tanaman berkembang luas sehingga serapan unsur hara menjadi lebih baik, dengan meningkatnya penyerapan unsur hara oleh akar tanaman maka laju fotosintesis akan semakin meningkat sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman.
Tinggi tanaman pada minggu ke-6 yaitu tinggi tanaman sudah pada pengukuran terahir karena tanaman sudah mengeluarkan bunga pertama 50% dari populasi tanaman penelitian sehingga dianggap tinggi tanaman sudah mencapai batas optimum dari masa pertumbuhan vegetatif. Faktor genetik dipengaruhi oleh perbedaan dalam susunan keturunan dari tumbuhan, perbedaan tetap antara berbagai kelompok tumbuhan yang terjadi pada setiap generasi sudah pasti disebabkan oleh perbedaan genetiknya Loveless (1987).
Tinggi tanaman akibat dari peningkatan pembelahan dan pembesaran sel pucuk. Hasil fotosintesis pada tanaman cabai rawit ditranslokasikan ke seluruh bagian tanaman seperti daun, batang dan akar yang digunakan untuk pertumbuhan tanaman
Jumlah daun
Berdasarkan Gambar 3 yang merupakan grafik rata-rata jumlah daun tanaman cabai dari minggu ke-1 sampai ke-10 pada masing-masing P0, P1, P2, P3, P4
Gambar 3. Grafik rata-rata jumlah daun tanaman Cabai
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat pada minggu ke-10 tanaman cabai P4 menunjukkan jumlah daun tertinggi yaitu 78,31 helai. Pada penelitian ini fase vegetatif dan generatif tanaman cabai yang ditanam dengan tanah sawah dan pupuk kompos yang berbeda berakhir pada minggu ke-10. Pada fase vegetatif tanaman menggunakan sebagian besar karbohidrat untuk membentuk akar, batang, daun, pucuk tanaman, dan pembesaran tanaman.Tanaman dengan P4 memperlihatkan tanaman cabai memilki jumlah daun terbanyak pada minggu ke-10 jika dibandingkan dengan tanaman dengan P0, P1, P2, P3.
Tabel 3. Nilai rata-rata jumlah daun cabai rawit pada berbagai perlakuan tanah sawah dan pupuk kandang.
Perlakuan |
JumhhAkhiriHelail |
Rata-Iata(Helai) |
PO |
68.8 |
36.2 |
Pl |
72.1 |
37.9 |
P2 |
72.8 |
38.4 |
P3 |
73.9 |
39.2 |
P4 |
78.3 |
40.8 |
Berdasarkan Tabel 3, jumlah daun pada setiap perlakuan saat tanaman sampai berumur 75 hari (minggu ke-10) jumlahnya berbeda-beda. Menurut Salisbury dan Ross (1995) salah satu yang menyebabkan bertambahnya jumlah daun pada tanaman adalah adanya suplay hara ke dalam tanaman tersebut, di samping fase pertumbuhan tanaman tersebut dan faktor lingkungan dan faktor fisiologislah yang menentukan berapa banyak cabang yang tumbuh dari batang utama tanaman cabai rawit. Perbaikan dalam penyerapan nutrisi akan mendukung proses metabolisme dalam tubuh tanaman diantaranya adalah proses fotosintesis sehingga tanaman akan aktif membentuk cabang-cabang baru dalam perkembangannya. Cabang produktif adalah cabang yang menghasilkan bunga dan buah.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: kebutuhan air tanaman cabai rawit dari fase vegetatif dan generatif (awal tanam sampai 75 hari) pada P0 rata-rata kebutuhan air tanaman sebesar 25,29 ml/hari, pada P1 rata-rata kebutuhan air tanaman sebesar 24,26 ml/hari, pada P2 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 22,06 ml/hari, pada P3 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 21,27 ml/hari, pada P4 rata-rata kebutuhan air tanaman sebanyak 19,32 ml/hari.
Rata-rata kebutuhan air tanaman cabai rawit pada fase vegetatif dari awal tanam sampai berumur 42 hari (minggu ke-6) dengan P0 adalah 15,46 ml/hari, dengan P1 adalah 14,62 ml/hari, dengan P2 adalah 14,98 ml/hari, dengan P3 adalah 13,6 ml/hari, dengan P4 adalah 13,11 ml/hari. Sedangkan rata-rata kebutuhan air tanaman cabai rawit pada fase generatif dari umur 43 hari sampai umur 75 hari (minggu ke-10) dengan P0 adalah 37,8 ml/hari, dengan P1 adalah 36,54 ml/hari, dengan P2 adalah 32,34 ml/hari, dengan P3 adalah 31,04 ml/hari, dengan P4 adalah 27,22 ml/hari.
Saran
Pada budidaya tanaman cabai rawit jenis perlakuan yang baik diaplikasikan adalah jenis perlakuan tanah sawah 20% dan pupuk kandang 80%.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2008. Penuntun Praktikum teknik Irigasi dan Drainase. Program Studi Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian.
Universitas Hasanuddin; Makassar.
Anonim. 2014. Standar Operasional Prosedur Budidaya Cabai Rawit. Bidang Pengembangan Produksi Hortikultura Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah 2014. Diakses pada tanggal 5 Desember 2017.
Agnellia, dan N. G. Ustriyana. 2016. Analisis Struktur, Perilaku dan Kinerja Cabai di Desa Bayung Gede, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Bastian. 2016. Identifikasi Karakter Beberapa Varietas Cabai (Capsicum annuum L.) Introduksi di Rumah Kaca. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, Bandar
Lampung.
Cahyono. 2003. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Jl. Cempaka 9, Deresan, Yogyakarta.
Doorenbos, J. and Pruitt, W.O. 1977. Food and Agriculture Organization (rome, Italia) – Rome [Italy]:FAO 1997. (FAO Irrigation and drainase paper No. 33)
Dewi, dan N. G. Ustriyana. 2017. Strategi Pemasaran Cabai Merah Pada Sub Terminal Agribisnis Manik Mekar Nadi. Program Studi Agribisnis, Program Non Reguler, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Ningsih. 2017. Makalah Pengantar Bisnis "Budidaya Tanaman Cabai Rawit". Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Merdeka Surabaya 2017.
Prabaningrum. 2011. Budidaya Cabai Merah di Bawah Naungan untuk Menekan Serangan Hama dan Penyakit. Yayasan Bina Tani Sejahtera Lembang -
Bandung Barat.
Badan Pusat Statistik, 2010. Kalimantan arat
Dalam Angka BPS 2009. Pontianak Provinsi Kalimantan Barat.
Balai Penelitian Tanah. 2005. Pupuk Organik
Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor. Vol. 27.
Purwono., 2006. Bertanam cabai rawit dalam pot. Tim lentera. Agro Media Pustaka. Bogor.
309
Discussion and feedback