Dampak Penggunaan Naungan Plastik Terhadap Profil Iklim Mikro Pada Budidaya Kentang Bibit (Solanum Tuberosum L) Varietas Granola Kelompok G0
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana https://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 7, Nomor 1, Maret 2019
Dampak Penggunaan Naungan Plastik terhadap Profil Iklim Mikro pada Budidaya Kentang Bibit (Solanum tuberosum L) Varietas Granola Kelompok G0
Impact of The Use of Plastic Shade on Microclimate Profiles on Potato Cultivation of Seeds (Solanum tuberosum L) of Granola Group G0 Varieties
I Putu Tantra Ardika1, Yohanes Setiyo1, Sumiyati1
1Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. E-mail : [email protected]
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui profil iklim mikro pada naungan plastik dengan warna plastik berbeda dan (2) mengetahui warna plastik untuk naungan yang sesuai terhadap peningkatan kualitas kentang varietas granola G0. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap masing-masing terdiri dari empat perlakuan dan tiga ulangan, yaitu perlakuan tanpa naungan, perlakuan naungan plastik warna bening, perlakuan naungan plastik warna biru dan perlakuan naungan plastik warna merah. Untuk pengukuran iklim mikro digunakan alat temperature and humidity meter dan light meter. Pengukuran iklim mikro dilakukan seminggu sekali yaitu setiap pukul 12.00 WITA. Analisis data intensitas cahaya matahari dilakukan membuat gambar dalam naungan menggunakan metose garis kontur, sedangkan data hasil pengukuran suhu udara, suhu tanah, kelembaban dan variabel kualitas yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel untuk memperoleh grafik, lalu dianalisis dengan metode deskiptif, dan dilanjutkan analisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Hasil penelitian intensitas cahaya matahari menunjukkan kontur profil saat tanaman berusia 2 minggu profil sebaran naungan warna bening 975-1025 lux, naungan warna merah 675725 lux, naungan warna biru 575-595 lux, sedangkan pada tanaman berusia 8 minggu naungan warna bening 100-800 lux, naungan warna merah 100-700 lux, dan naungan warna biru 100-400 lux. Rata-rata suhu udara tanpa naungan 26,20C, naungan bening 26,80C, naungan merah 26,60C, naungan biru 26,20C. Rata-rata kelembaban tanpa naungan 76%, naungan bening 77%, naungan merah 78%, naungan biru 79%. Perlakuan naungan bening menunjukkan kualitas terbaik yaitu rata-rata 4,4 umbi per pohon, rata-rata berat 257,6 gram per pohon dan rata-rata 1 umbi per pohon.
Kata kunci: naungan plastik, kentang varietas granola G0, iklim mikro.
Abstract
The purpose of this study was to (1) determine the microclimate profile of plastic shade with different plastic colors and (2) find out the color of plastic for the appropriate shade to increase the quality of granola G0 potato varieties. This study used a completely randomized design, each consisting of four treatments and three replications, namely treatment without shade, transparent plastic shade treatment, blue plastic shade treatment and red plastic shade treatment. For microclimate measurement, the temperature and humidity meter and light meter are used. Microclimate measurement is done once a week, which is at 12.00 p.m. Analysis of sunlight intensity data was carried out to make profile image in the shade using metose contour lines, while the results of measurements of air temperature, soil temperature, humidity and quality variables obtained were processed using a Microsoft Excel computer program to obtain graphics, then analyzed using the deskiptive method and continued the analysis using variance analysis (ANOVA). The result of the intensity of sunlight is made profile countur, and the result of measurement of air temperature, soild temperature, moisture and variable quality is made graph. The results of the study of solar light intensity show the contour of the profile when the plant is
two weeks old, the clear shade distribution profile is 975-1025 lux, the shade is read 675-725 lux, the shade is blue 575-595 lux, while in the eight week old plant, the clear shade is 100-800 lux, the shade is red 100-700 lux, and the shade is blue 100-400 lux. Average air temperature without shade 26,20C, clear shade 26,80C, red shade 26,60C, blue shade 26,20C, average moisture without shade 76%, clear shade 77%, red shade 78%, and blue shade 79%. The treatment of clear shade shows the best quality, that is an average of 4,4 tubers every single tree, average 257,6 grams every single tree and average of 1 tuber every single tree.
Keyword : plastic sharps, potatoes varietas granola G0, microclimate
PENDAHULUAN
Pertumbuhan tanaman membutuhkan kondisi iklim mikro yang sesuai dengan syarat tumbuh tanaman, kondisi ini akan membuat tanaman dapat berkembang secara optimal, khusunya untuk menghasilkan kentang bibit yang sehat dan memenuhi ukuran standar. Salah satu teknik budidaya kentang bibit yang mempunyai potensi untuk meningkatkan hasil yang berkualitas adalah teknik budidaya kentang bibit dibawah naungan. Pada naungan plastik kondisi mikrolimat seperti cahaya, suhu dapat dimanipulasi agar optimal bagi tanaman (Hamid dan Hobir, 2004), dan naungan menyebabkan kelembaban udara dan evapotranspirasi menjadi maksimal sehingga ketersedia air bagi tanaman lebih optimal (Milselet, 2005).
Naungan plastik merupakan rumah plastik berbentuk terowongan. Lengkungan atap naungan menyebabkan radiasi matahari yang dibutuhkan tanaman bisa masuk, terhindar dari kondisi lingkungan seperti curah hujan tinggi, angin, terhindar dari hama dan penyakit (Hapsari, 2003).
Pada siang hari mekanisme penyerapan radiasai yang diterima atap, diserap oleh atap dan sebagian dipantulkan kembali, radiasi matahari yang yang masuk dedalam naungan kemudian ada yang diserap oleh tanaman dan diserap oleh tanah lalu dipantukan kembali ke atap, mekanisme ini menyebabkan udara di dalam naungan plastik menjadi panas. Radiasi yang diserap oleh tanaman akan digunakan untuk proses fotosintesis dan radiasi yang diserap oleh tanah akan mengakibatkan suhu tanah menjadi meningkat, sedangkan pada malam hari naungan dapat menahan radiasi matahari yang dilepaskan permukaan tanah sehingga energi dari pelepasan radiasi akan terakumlasi yang menyebabkan meningkatnya suhu udara dibawah naungan (Hulaesuddin, 2001).
Penerapan naungan plastik di Bali semakin berkembang, terutama di Desa Candikuning, penggunaan naungan plastik di Desa Candikuning sudah dilakukan sejak tahun 2001. Pembuatan naungan plastik dengan penggunaan warna plastik yang tidak sesuai dapat berakibat tidak terkendalinya iklim mikro di dalam naungan. Berdasarkan hal tersebut pengaruh warna naungan perlu diketahui, mulai dari intensitas cahaya matahari yang diterima
naungan, suhu udara, suhu tanah dan kelembaban udara di dalam naungan. Maka berdasarkan urain diatas dilakukan penelitian Dampak Penggunaan Naungan Plastik Terhadap Profil Iklim Mikro pada Budidaya Kentang Bibit (Slanum tuberosum L) Varietas Granola Kelompok G0.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian milik I Wayan Swi Dana yang terletak di Banjar Batusesa, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Penelitian ini dimulai pada bulan April – Juni 2018.
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan sebagai berikut :
Alat
Alat yang digunakan yaitu alat pengolah tanah (cangkul dan hand traktor), temperature and humidity meter dengan kisaran suhu 200C hingga 700C dan relatif humidity (RH) 10% hingga 99%, light meter dengan rentang pengukuran 200,000 lux, thermometer, timbangan, meteran, penggaris dan alat tulis.
Bahan
Bahan utama adalah kentang varietas granola G0, pupuk organik (kompos kotoran ayam terfermentasi), pupuk NPK, pestisida, mulsa plastik hitam perak (MPHP), sprayer, tali, kayu, bambu, air irigasi. Untuk bangunan naungan menggunakan kerangka dari pipa PVC ukuran 2,2 cm, dan plastik yang digunakan yaitu, plastik warna bening dengan ketebalan 0,66 mm, plastik warna merah dengan ketebalan 0,03 mm, dan plastik warna biru dengan ketebalan 0,03 mm.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu persiapan bibit, persiapan lahan dan olah tanah, pembuatan bedengan dan pemasangan mulsa, pembuatan naungan, penanaman, pemeliharaan tanaman, panen.
Persiapan Bibit
Bibit yang digunakan adalah varietas granola G0 yang sehat dan sudah bertunas dengan ketinggian 1 – 2 cm. Pada satu umbi memiliki tunas 1 – 2 batang
Persiapan Lahan dan Olah Tanah
Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan lahan yaitu pembersihan tumbuhan liar yang tumbuh disekitar lahan. Setelah itu dilakukan pengolahan tanah menggunakan traktor untuk menggemburkan tanah dengan kedalaman 25 cm, setelah dibajak satu kali kemudian dibuat bedengan.
Pembuatan Bedengan dan Pemasangan Mulsa
Pembuatan bedengan dan saluran drainase dilakukan dengan menggunakan cangkul. Setelah pembuatan bedengan kemudian ditaburkan pupuk NPK dengan dosis sesuai dengan yang digunakan oleh petani kentang di Candikuning dan pupuk kompos kotoran ayam sebanyak 10 kg untuk setiap bedengan kemudian pupuk diaduk sampai merata. Bedengan dibuat dengan lebar 80 cm dan panjang 5 meter, dan saluran drainase dengan lebar 50 cm, kedalaman 30 cm, tanah hasil galian saluran drainase dipakai untuk meninggikan bedengan. Pemasangan mulsa plastik warna hitam perak dilakukan setelah bedengan selesai dibuat dan sudah dipupuk. Pada mulsa plastik dibuat lubang dengan diameter 5 cm.
Pembuatan Naungan
Pembuatan naungan plastik dilakukan setelah pemasangan mulsa plastik pada bedengan dan sudah di buat lubang penanaman, hal ini bertujuan untuk memudahkan pada saat penanaman bibit kentang. Kerangka naungan menggunakan pipa PVC ukuran 2,2 cm, tinggi naungan yang digunakan untuk semua perlakuan 1 meter dan panjang 5 meter.
Penanaman
Penanaman kentang bibit dilakukan dengan cara membuat lubang sedalam 4 – 5 cm pada titik-titik di mulsa plastik yang sudah dilubangi dengan diameter 10 cm. Bibit kentang yang sudah tumbuh tunasnya diletakkan di lubang dengan posisi tunas ada di bagian atas, kemudian tunas ditimbun tanah dengan tebal 1 – 2 cm. Jarak tanam pada bedengan 20 cm x 30 cm.
Pemeliharaan Tanaman
Dalam pemeliharaan tanaman dilakukan penyiangan gulma dengan cara mencabut tanaman pengganggu yang tumbuh di sekitar tanaman. Apabila ada tamanan mati atau kerdil maka dilakukan penyulaman, penyulaman dilakukan sampai 2 minggu setelah penanaman kentang bibit. Untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan sistem pengendalian hama terpadu (PHT)
menggunakan pestisida (dakonil + new kristalon + antracol + dekamon) yang dicampurkan kedalam air sebanyak 8 liter kemudian disemprotkan secara intensif 4 hari sekali mulai tanaman berumur 2 minggu sampai tanaman menjelang panen.
Panen
Pemanenan kentang bibit dapat dilakukan setelah tanaman berumur 90 hari. Waktu untuk pemanenan kentang yang baik adalah pada pagi hari pukul 06.00 - 09.00 dengan kondisi cuaca yang cerah. Prosedur pemanenan adalah menggali tanah di sekitar tanaman sampai umbi kentang nampak kemudian umbi kentang diambil beserta akarnya dengan cara mengangkat sisa tanaman setelah batang di pangkas, lalu pisahkan umbi kentang dengan cara memutuskan dari akar, setelah itu umbi kentang di kumpulkan.
Metode Penelitian
Perlakuan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) masing-masing terdiri dari 4 perlakuan dan 3 ulangan.
P0 = Perlakuan Tanpa Naungan (Kontrol)
P1 = Perlakuan Naungan Plastik Warna Bening
P2 = Perlakuan Naungan Plastik Warna Merah
P3 = Perlakuan Naungan Plastik Warna Biru
Dasar pertimbangan menggunakan plastik warna merah adalah karena warna merah mudah menyerap panas dan untuk plastik warna biru karena mudah menyerap zat kimia.
Variabel pengamatan
Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut.
-
1. Iklim Mikro (Intensitas cahaya matahari, suhu udara, dan kelembaban udara)
-
2. Suhu tanah dan
-
3. Pengamatan kualitas (jumlah umbi per pohon, berat umbi per pohon, dan jumlah umbi rusak per pohon).
-
4.
Analisis Data
Analisis data untuk intensitas cahaya matahari dilakukan membuat gambar profil dalam naungan menggunakan metode garis kontur dengan menghubungkan titik-titik pengukuran, dilanjutkan dengan melakukan iterpolasi kuadratik, setelah mendapatkan titik-titik dengan interval kontur jarak tengah antar kontur berdekatan lalu ditarik garis yang menghubungkan titik-titik tersebut, sehingga terbentuk garis-garis kontur untuk intensitas cahaya matahari.
Data hasil pengukuran suhu udara, suhu tanah, kelembaban dan variabel kualitas yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel untuk memperoleh grafik, lalu
dianalisis dengan metode deskiptif dan dianalisis menggunakan Analysis of varian (ANOVA) . Apabila terdapat pengaruh yang nyata maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat α=0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Serta Naungan Untuk Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian milik I Wayan Swi Dana yang berlokasi di Banjar Batusesa, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Lokasi lahan pada ketinggian sekitar ± 1.300 m dpl.
Tinggi naungan yang digunakan untuk semua perlakuan adalah 1 meter dan panjang 5 meter dengan naungan mengarah ke utara-selatan, kerangka naungan menggunakan pipa PVC ukuran 2,2 cm dengan panjang 380 cm dan plastik yang digunakan adalah plastik warna sesuai perlakuan yaitu, plastik UV warna bening dengan ketebalan 0,06 mm, plastik warna merah dengan ketebalan 0,03 mm, dan plastik warna biru dengan ketebalan 0,03 mm, dengan pentilasi 45 cm dan jari-jari lingkaran 25 cm sehingga didapatkan persentase yaitu 53,4%.
Profil Intensitas Cahaya Matahari
Profil intensitas cahaya matahari pada tanaman berusia 2 minggu
80 cm
(a)
(c)
Gambar 1. Profil sebaran intensitas cahaya matahari masing-masing perlakuan pada siang hari (12.00 WITA) saat tanaman brusia 2 minggu (a) naungan bening (b) naungan merah dan (c) naungan biru.
Berdasarkan pada Gambar 1 memperlihatkan profil sebaran intensitas cahaya matahari pada waktu siang hari pada masing-masing perlakuan, mulai dari (a) yaitu perlakuan naungan warna bening menunjukkan profil sebaran intensitas cahaya matahari 975-1025 lux, untuk (b) yaitu dengan perlakuan naungan warna merah menunjukkan profil sebaran intensitas cahaya matahari 675-725 lux, dan (c) yaitu dengan perlakuan penggunaan naungan warna biru menunjukkan profil sebaran 575-595 lux.
Perlakuan naungan bening memiliki profil sebaran paling besar dibandingkan perlakuan naungan merah dan naungan biru, hal ini dikarenakan warna bening memiliki sifat mudah ditembus cahaya matahari sehingga intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam naungan bening lebih besar dari perlakuan naungan merah dan naungan biru sehingga mempengaruhi ketersediaan energi cahaya yang akan diubah menjadi energi panas, perbedaan warna naungan akan mempengaruhi serapan cahaya yang masuk kedalam naungan. Sesuai dengan pendapat Noor (2006) yang menyatakan pemberian naungan pada tanaman selain mengurangi intensitas cahaya juga spektrum cahaya yang diterima daun di bawah naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya langsung, intensitas cahaya dalam penggunaan naungan plastik yang berbeda warna akan menahan dan mengabsorbsi sejumlah cahaya yang berbeda pula, sehingga ini akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan merupakan sejumlah energi yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Profil intensitas cahaya matahari pada tanaman berusia 8 minggu
Gambar 2. Profil sebaran intensitas cahaya matahari masing-masing perlakuan pada siang hari (12.00 WITA) saat tanaman brusia 8 minggu (a) naungan bening (b) naungan merah dan (c) naungan biru.
Berdasarkan pada Gambar 2 memperlihatkan profil sebaran intensitas cahaya matahari pada siang hari saat tanaman berumur 8 minggu, dari (a) yaitu dengan perlakuan naungan warna bening memiliki profil sebaran intensitas cahaya matahari 100-800 lux, untuk (b) yaitu dengan perlakuan naungan warna merah memiliki profil sebaran intensitas cahaya matahari 100-700 lux, dan (c) yaitu dengan perlakuan penggunaan naungan warna biru memiliki profil sebaran 100-400 lux. Perbedaan profil sebaran intensitas cahaya matahari disebabkan karena
masing-masing perlakuan memiliki tingkat serapan intensitas cahaya matahari yang berbeda-beda.
Seiring dengan bertambahnya usia tanaman maka akan berpengaruh terhadap intensitas cahaya matahari yang diterima sampai permukaan tanah, nilai rata-rata intensitas cahaya matahari pada saat tanaman berusia 8 minggu setelah tanam lebih rendah dibandingkan dari tanaman saat berusia 2 minggu setelah tanam, hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tinggi dan semakin rimbunnya tanaman, sehingga menyebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk ke naungan banyak yang diserap oleh tanaman yang lebih tinggi, dan intensitas cahaya matahari yang masuk ke sela-sela tanaman menjadi terhalang yang menyebabkan semakin rendahnya intensitas cahaya matahari yag sampai ke permukaan tanah, hal tersebut yang dapat menjadi alasan mengapa tingkat sebaran intensitas cahaya matahari pada minggu ke-8 lebih rendah dibandingankan dengan tingkat sebaran intensitas cahaya matahari pada minggu ke-2. Sesuai dengan pernyataan Nursanti (2009) yang menyatakan bahwa pertambahan tinggi tanaman disebabkan karena tajuk tanaman yang semakin merapat mengakibatkan kualitas cahaya yang diterima menjadi menurun.
Suhu Udara
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap suhu udara. Grafik hasil pegukuran rata-rata suhu udara dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 dapat dilihat pada Gambar 3.
32.0
30.0
28.0
26.0
24.0
22.0
Naungan
Bening
—■— Naungan Biru
Naungan
Merah
0123456789 Tanpa
Usia Tanaman (Minggu)
Naungan
Gambar 3. Grafik perubahan suhu udara pada setiap perlakuan sejalan dengan umur tanaman
Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan hasil pengamatan suhu udara siang hari pada masing-masing perlakuan mulai dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 yang menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda pada setiap perlakuan, untuk perlakuan tanpa naungan yaitu sebesar 26,20C, untuk perlakuan naungan bening yaitu sebesar 26,80C, untuk perlakuan naungan merah yaitu sebesar 26,60C, untuk perlakuan naungan biru yaitu sebesar 26,20C.
Pada hasil penelitian menunjukkan perlakuan tanpa naungan memiliki rata-rata suhu udara yang rendah, hal ini dikarenakan faktor angin yang menyebabkan terjadi perpindahan panas yang lebih cepat pada perlakuan tanpa naungan. Pada perlakuan naungan bening memiliki rata-rata suhu udara tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalan naungan bening lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya, sehingga semakin besar intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam naungan akan semakin tinggi suhu udara yang terjadi. Perlakuan menggunakan plastik warna biru memiliki nilai rata-rata suhu udara terendah, kondisi ini diakibatkan karena setiap warna pada naungan memiliki frekuensi dan panjang gelombang yang berbeda sehingga cahaya yang diteruskan kedalam naungan mempengaruhi ketersediaan energy cahaya yang akan diubah menjadi energi panas, sehingga perbedaan warna naungan akan mempengaruhi suhu udara yang terjadi dalam naungan. Energi cahaya yang diteruskan ke dalam naungan diserap oleh tanaman, kemudian akan menyebabkan panas yang dihasilkan dari aktivitas tanaman dan akan terserap oleh udara yang mengakibatkan kenaikan suhu di dalam naungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widiastuti (2004) yang menyatakan perbedaan tingkat naungan pada perlakuan secara keseluruhan mempengaruhi intensitas cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara dan suhu tanah lingkungan tanaman, sehingga intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman berbeda dan mempengaruhi ketersediaan energi cahaya yang akan diubah menjadi energi panas dan energi kimia.
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat penurunan suhu udara yang terjadi pada setiap minggunya, kondisi ini terjadi karena seiring bertambahnya usia tanaman yang semakin tinggi dan rimbun, maka intensitas cahaya matahari yang masuk ke naungan banyak yang diserap oleh tanaman sehingga menyebabkan suhu udara yang berada di sekitar tanaman menjadi rendah. Sesuai dengan pendapat Villegas dkk. (2010) yang menyatakan tanaman atau vegetasi memberikan pengaruh kepada kondisi iklim mikro yang ada melalui modifikasi radiasi matahari. Hal ini menyebabkan kelembaban menjadi tinggi sehingga berbanding terbalik dengan nilai rata-rata suhu udara yang mengalami penurunan.
Suhu Tanah
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap suhu tanah. Grafik hasil pegukuran rata-rata suhu tanah dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 dapat dilihat pada Gambar 4.
Tanpa Naungan
—■— Naungan Bening
—⅛- Naungan Biru
0123456789
Usia Tanaman (Minggu)
Naungan
Merah
Gambar 4. Grafik perubahan suhu tanah pada setiap perlakuan sejalan dengan umur tanaman
Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan hasil pengamatan suhu tanah siang hari pada masing-masing perlakuan mulai dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 yang menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda pada setiap perlakuan, untuk perlakuan tanpa naungan yaitu sebesar 27,40C, untuk perlakuan naungan bening yaitu sebesar 27,40C, untuk perlakuan naungan merah yaitu sebesar 27,30C, untuk perlakuan naungan biru yaitu sebesar 27,10C.
Perlakuan naungan warna bening menunjukkan nilai rata-rata tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, kondisi ini dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari yang diteruskan kedalam naungan pada warna bening lebih tinggi dibandingakn perlakuan lainnya dan mempengaruhi ketersediaan energi cahaya yang akan diubah menjadi energi panas, perbedaan warna naungan akan mempengaruhi suhu tanah yang terjadi dalam naungan sehingga semakin banyak intensitas cahaya matahari yang masuk akan menambah panas pada permukaan tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan (1992) yang menyatakan suhu tanah juga dipengaruhi oleh jumlah serapan radiasi matahari, pada siang hari suhu permukaan tanah akan lebih tinggi dibandingkan suhu pada lapisan yang lebih dalam, ini juga disebabkan karena permukaan tanah yang akan menyerap radiasi matahari secara langsung pada siang hari tersebut, baru kemudian panas akan dirambatkan ke lapisan tanah yang lebih dalam secara konduksi.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat penurunan suhu tanah yang terjadi pada setiap minggunya, hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari, dimana semakin rapatnya tanaman radiasi matahari yang diterima oleh permukaan tanah menjadi sedikit, sehingga ketersediaan energy cahaya yang akan diubah menjadi energi panas juga sedikit. Sesuai dengan pendapat Hanafiah K.A, (2010) menyebutkan bahwa suhu tanah ditentukan oleh interaksi sejumlah faktor diantaranya yaitu radiasi sinar matahari.
Kelembaban Relatif
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap kelembaban. Grafik hasil pegukuran rata-rata suhu tanah dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 dapat dilihat pada Gambar 5.
—■— Naungan Bening
Naungan Biru
Naungan
Merah
Tanpa
Usia Tanaman (Minggu) Naungan
Gambar 5. Grafik perubahan kelembaban pada setiap perlakuan sejalan dengan umur tanaman
Berdasarkan Gambar 5 menunjukkan hasil pengamatan kelembaban siang hari pada masing-masing perlakuan mulai dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 yang menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda pada setiap perlakuan, untuk perlakuan tanpa naungan yaitu sebesar 76%, untuk perlakuan naungan bening yaitu sebesar 77%, untuk perlakuan naungan merah yaitu sebesar 78%, untuk perlakuan naungan biru yaitu sebesar 79%.
Pada perlakuan tanpa naungan memiliki tingkat kelembaban paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya, hal tersebut karena pada perlakuan tanpa naungan dipengaruhi oleh angin. Sesuai dengan pendapat Lakitan (2002) yang menyatakan perpadua antara suhu tinggi dan kecepatan angin tersebut mengakibatkan tingkat pengupan kadar air dalam udara menjadi lebih cepat sehingga dengan
sendirinya akan menurunkan tingkat kelembaban.
Perlakuan menggunakan plastik warna biru memiliki nilai rata-rata kelembaban tertinggi diantara
perlakuan lainya, kondisi ini berbanding terbalik
dengan suhu udara, sesuai dengan pernyataan Guslim (2008) yang menyatakan bahwa suhu berbanding terbalik dengan kelembaban, jika suhu tinggi maka kelembaban akan rendah, begitu pula sebaliknya Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat kelembaban udara mengalami peningkatan setiap minggunya, hal ini terjadi karena semakin tingginya kelembaban dipengaruhi transpirasi pada tanaman, semakin besar ukuran tumbuhan maka akan menghasilkan uap air dari permukaan tanah yang dengan sendirinya akan meningkatkan kelembaban ruangan dalam naungan. Suhu udara dan kelembaban udara sangat erat hubungannya, karena jika suhu udara berubah, maka kelembaban juga akan berubah, kelembaban berbanding terbalik dengan suhu udara, semakin rendah suhu udara maka kelembaban semakin tinggi.
Sesuai dengan pernyataan Hanafi (2005) yang menyatakan, semakin banyak luas tanaman persatuan luas maka semakin tinggi indeks luas daun sehingga presentase cahaya yang dieterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun diatasnya sehingga seiring dengan bertambah tinggi dan rimbunnya tanaman, intensitas cahaya matahari yang masuk diantara sela-sela tanaman akan terhalang sehingga kelembaban menjadi meningkat.
Pengaruh Penggunaan Naungan Plastik Dengan Warna Berbeda Terhadap Kualitas Tanaman Kentang
Jumlah Umbi Per Pohon
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05)
Gambar 6. Grafik rata-rata jumlah umbi per pohon tanaman kentang pada masing-masing perlakuan
Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan hasil pengamatan jumlah umbi per pohon pada setiap perlakuan yang menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda pada setiap perlakuan, untuk perlakuan tanpa naungan menghasilkan rata-rata 4,4 umbi per pohon, untuk perlakuan naungan bening menghasilkan rata-rata 6,8 umbi per pohon, untuk perlakuan naungan merah menghasilkan rata-rata 5,5 umbi per pohon, dan untuk perlakuan naungan biru menghasilkan rata-rata 4,7 umbi per pohon.
Pada perlakuan naungan bening menghasilkan rata-rata jumlah umbi 6,8 per pohon, yang berarti sudah memenuhi ukuran standar jumlah bibit untuk kentang bibit kelompok G0 yang dibudidayakan (Setiyo et al, 2017).
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Jumlah Umbi Per Pohon
No Perlakuan Rata-rata
1 |
Tanpa Naungan |
4,4a |
2 |
Naungan Bening |
6,8b |
3 |
Naungan Merah |
5,5a |
4 |
Naungan Biru |
4,7a |
Tanpa naungan, naungan merah dan naungan biru secara statistik nilai rata-rata ketiga perlakuan tidak berbeda signifikan, sedangkan tanpa naungan,
naungan merah, naungan biru berbeda signifikan dengan naungan bening.
Perlakuan tanpa naungan menghasilkan jumlah umbi terendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan perlakuan tanpa naungan menghasilkan suhu udara yang terlalu tinggi, suhu yang tinggi tidak dapat menyebabkan fotosintat hasil fotosintesis yang seharusnya ditimbun sebagai cadangan makanan berupa umbi, dialihkan sebagai sumber energi untuk proses respirasi tanaman, sehingga hal ini menyebakan pembentukan umbi menjadi tidak normal. Sesuai dengan pendapat Timlin et al., (2006) yang menyatakan suhu yang tinggi menyebabkan meningkatnya proses respirasi yang berpengaruh pada menurunnya asimilat dan juga mengurangi hasil umbi karena terjadinya penurunan translokasi fotosintat pada pembentukan umbi kentang.
Berat Umbi Per Pohon
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap berat umbi per pohon.
Perlakuan
Gambar 7. Grafik rata-rata berat umbi per pohon tanaman kentang pada masing-masing perlakuan
Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan berat umbi per pohon yang berbeda dari masing-masing perlakuan pada penggunaan warna sungkup. Pada perlakuan tanpa naungan menghasilkan rata-rata berat umbi per pohon sebesar 167,6 gram, perlakuan naungan warna bening menghasilkan rata-rata berat umbi per pohon sebesar 257,6 gram, perlakuan naungan warna merah menghasilkan rata-rata berat umbi per pohon sebesar 163,7 gram, dan untuk perlakuan naungan warna biru menghasilkan rata-rata berat umbi per pohon sebesar 160,7 gram.
Pada perlakuan naungan bening menghasilkan rata-rata berat umbi 257,6 per pohon, yang berarti sudah memenuhi ukuran standar berat umbi untuk kentang bibit kelompok G0 yang dibudidayakan (Setiyo et al, 2017).
Tabel 2. Nilai Rata-Rata Berat Umbi Per Pohon
Rata-rata
No Perlakuan (gram)
1 |
Tanpa Naungan |
167,6a |
2 |
Naungan Bening |
257,6b |
3 |
Naungan Merah |
163,7a |
4 |
Naungan Biru |
160,7a |
Tanpa naungan, naungan merah dan naungan biru secara statistik nilai rata-rata ketiga perlakuan tidak berbeda signifikan, sedangkan tanpa naungan, naungan merah, naungan biru berbeda signifikan dengan naungan bening.
Berat umbi per pohon yang dihasilkan oleh perlakuan naungan warna biru memiliki rata-rata terendah dibandingan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya intensitas cahaya matahari yang diterima permukaan daun menyebabakan rendahnya energi yang tersedia untuk mengkombinasikan CO2 dan H2O, keadaan ini menyebabakan laju fotosintesis rendah. Sesuai dengan pendapat Usman & Warkoyo (1993) yang menyatakan rendahnya laju fotosintesis akan diikuti dengan rendahnya laju pertumbuhan dan perkembangan, sehingga hasil yang diperoleh juga rendah.
Jumlah Umbi Rusak Per Pohon
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap jumlah umbi rusak per pohon.
2.0
1.5
1.0
0.5
1.7
Tanpa Naungan Naungan Naungan
Naungan Bening Merah Biru
Perlakuan
Gambar 8. Grafik rata-rata jumlah umbi rusak per pohon tanaman kentang pada masing-masing perlakuan
Berdasarkan Gambar 8 menunjukkan rata-rata jumlah umbi rusak per pohon dari masing-masing perlakuan. Pada perlakuan tanpa naungan didapatkan rata-rata umbi rusak yaitu 1,7, perlakuan naungan warna bening didapatkan rata-rata umbi rusak yaitu 1,0, perlakuan naungan warna merah didapatkan rata-rata umbi rusak yaitu 1,1, dan untuk perlakuan naungan warna biru didapatkan rata-rata umbi rusak yaitu 1,3. Perlakuan tanpa naungan menghasilkan umbi rusak paling banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan tanaman yang tanpa naungan mendapatkan kondisi lingkungan yang ekstrim sehingga tidak sesuai untuk pertumbuhan yang optimal untuk tanaman kentang dan menyebabkan pertumbuhan pada umbi kentang
menjadi terganggu. Sesuai dengan pendapat Husni (2003) yang menyatakan iklim merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tingkat keberhasilan pada budidaya tanaman selalu tergantung dengan kondisi iklim yang ada.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, diambil kesimpulan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro pada masing-masing perlakuan dengan penggunaan warna naungan yang berbeda, pada pengukuran intensitas cahaya matahari menghasilkan pola sebaran yang berbeda pada masing-masing perlakuan yang disebabkan oleh serapan intensitas cahaya matahari pada masing-msing perlakuan berbeda dan terjadi pola sebaran yang berbeda saat tanaman berumur 2 minggu dengan tanaman berumur 8 minggu yang dipengaruhi oleh kerapatan tanaman. Sedangkan untuk rata-rata suhu udara pada naungan bening dari minggu ke-0 hingga minggu ke-9 yaitu untuk perlakuan tanpa naungan 26,20C, perlakuan naungan bening yaitu sebesar 26,80C, untuk perlakuan naungan merah yaitu sebesar 26,60C, untuk perlakuan naungan biru yaitu sebesar 26,20C, dan rata-rata kelembaban untuk perlakuan tanpa naungan yaitu sebesar 76%, untuk perlakuan naungan bening yaitu sebesar 77%, untuk perlakuan naungan merah yaitu sebesar 78%, untuk perlakuan naungan biru yaitu sebesar 79%. Semakin tinggi intensitas cahaya matahari yang diterima dalam naungan menyebabkan suhu udara dalam naungan semakin tinggi, dan suhu udara berbanding terbalik dengan kelembaban, semakin tinggi suhu maka kelembaban akan rendah, begitu pula sebaliknya.
Dari ke empat jenis perlakuan, yang menghasilkan kualitas terbaik adalah perlakun naungan bening. Kualitas tanaman yang terbaik pada naunga bening yaitu menghasilkan rata-rata jumlah umbi per pohon paling banyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 6,8 umbi, untuk berat rata-rata umbi per pohon yaitu 257,6 gram, dan menghasilkan rata-rata umbi rusak paling sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya yaitu 1,0 umbi.
DAFTAR PUSTAKA
Guslim. 2008. Agrokloimatologi. USU Press. Medan. Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivatur Jagung (Zea mays L.) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas
pertanian universitas brawijaya. Malang. Hal 6-9.
Hanafiah, K.A. 2010. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Hamid, A dan Hobir, 2004. Naungan Plastik Pada Persemaian Tanaman. Pers. LPTI No: 36
Hapsari.2003. Sayuran Bermutu dari Bawah Terowongan.Vol.3 No. 4.Hal.80.
Husni, M. H. Ahmad. 2003. Combined Use of Chemcal and Organik Fertilizer. University Pertanian Malaysia.
Hulaesuddin, 2001. Kadar rutin dan produktivitas biji soba pada iklim mikro yang berbeda. Skripi. Tidak dipublikasikan. Pascasarjana Institusi Pertanian Bogor.
Lakitan, B. 1992. Dasar-Dasar Klimatologi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Milselet,C. K., Kolker, J. Reed, dan Becker, J. 2005. Alternative to plastic mulce for organic vegetable production. Washington State University Press, USA.
Noor Z. 2006. Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annum L.) Dalam Sistem
Hidroponik di Dataran Rendah Pulau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan. Tidak dipublikasikan. Fakultas Pascasarjana ipb, Bogor.
Nursanti, D. F. 2009. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi caisim (Brassica juncea L.) Jurnal Agronobis, 1(1):89-98.
Setiyo, Y., Susrusa, B., IBW Gunam, IBP Gunadnya, Yulianti, Wayan Ada. 2017. Agribisnis
Kentang. Universitas Udayana. Badung-Bali.
Timlin, D., S.M.L. Rahman, J. Baker,
V.R.Reddy, D.Fisher, Q. Quebedeaux. 2006. Whole plant photosynthesis, development, andcarbon partitioning in potato as afunction of temperature Agron. J. 98:1195-1203.
Usman, & Warkoyo. 1993. Iklim Mikro Tanaman. Malang: IKIP Malang.
Widiastuti, L., Tohari, Sulistyaningsih, E. 2004. Pengaruh Intensitas Cahaya dan Kadar Daminosida terhadap Iklim Mikro dan Pertumbuhan Tanaman Krisan dalam Pot. Jurnal Ilmu Pertanian (11) 2:35-42.
Villegas, J.C., David D.B., Chris B.Z. and Patrick D.R. 2010. Seasonally Pulsed Heterogeneity in Microclimate: Phenology and Cover Effects along Deciduous Grassland-Forest Continuum. Vadose Zone Journal 9 (3): 537-547.
143
Discussion and feedback