JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana

http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta Volume 6, Nomor 1, Maret, 2018

Karakteristik Biji Kakao Hasil Fermentasi Kapasitas Kecil dengan Jenis Wadah dan Lama Fermentasi yang Berbeda

Characteristics of Cocoa Beans on Small Capacity Fermentation Results Based on Different Types of Containers and Different Fermentation Lengths

Ni Luh Putu Novi Adi Aryani, Ni Luh Yulianti, Gede Arda

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Unud

E-mail: naryani331@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui pengaruh variasi wadah dan lama fermentasi terhadap karakteristik biji kakao hasil fermentasi pada kapasitas kecil. 2) dan untuk mengetahui perlakuan yang menghasilkan karakteristik biji kakao terbaik setelah fermentasi. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah wadah yang terdiri dari tiga taraf yaitu kotak kayu, keranjang bambu dan karung plastik. Faktor kedua adalah lama fermentasi, yang terdiri dari tiga taraf yaitu 4 hari, 5 hari dan 6 hari. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi suhu fermentasi, pH luar biji kakao, pH dalam keping biji kakao, jumlah biji per 100 gram, kadar kulit, kadar air, uji belah meliputi biji tidak terfermentasi, biji setengah terfermentasi, biji terfermentasi sempurna, biji berkecambah, biji berjamur, biji berserangga. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan wadah dan lama fermentasi berpengaruh terhadap suhu fermentasi, pH luar biji kakao, pH dalam keping biji kakao, jumlah biji per 100 gram, kadar kulit, kadar air, hasil uji belah yaitu biji tidak terfermentasi dan biji terfermentasi sempurna. Perlakuan biji kakao yang difermentasikan dalam kotak kayu berukuran 25,5 cm x 25,5 cm x 30,5 cm dengan kapasitas 7,5 kg yang difermentasikan selama 6 hari merupakan kombinasi perlakuan yang menghasilkan karakteristik biji kakao terbaik yaitu dengan suhu maksimal fermentasi yang dapat dicapai sebesar 45,45oC, pH luar biji kakao segar sebesar 6,40, pH dalam keping biji kakao segar sebesar 4,10, jumlah biji per 100 gram sebesar 87,5, kadar kulit sebesar 10,95%, kadar air sebesar 7,3% bb, hasil uji belah yaitu biji tidak terfermentasi 0%, biji setengah terfermentasi 8%, biji terfermentasi sempurna 92%, berjamur 0%, berkecambah 0% dan berserangga 0%.

Kata kunci: kakao, jenis wadah, lama fermentasi, karakteristik biji kakao.

Abstract

This study is aimed at 1) knowing the effect of container variation and fermentation time to the characteristics of fermented cocoa beans in small capacity. 2) and knowing the treatment that produces the best cocoa beans characteristics after fermentation. The factorial randomized block design with two factors is used in this study. The first factor is a container type consisting of three levels, namely wooden box, bamboo basket, and plastic sack. The second factor is the fermentation length which consists of three levels; they are 4 days, 5 days, and 6 days. The parameters observed in this study are fermentation temperature, external cocoa bean pH, internal cocoa bean pH, number of beans per 100 grams, skin content, water content, split test including unfermented beans, underfermented beans, fermented beans, germinating beans, moldy beans, and beans that contain insect. The results showed that container treatment and fermentation time had an effect on the fermentation temperature, external cocoa bean pH, internal cocoa bean pH, number of beans per 100 grams, skin content, and water content, split test result that is unfermented beans and fermented beans. Furthermore, the treatment of fermented cocoa beans in a wooden box measuring 25.5 cm x 25.5 cm x 30.5 cm with 7.5 kg capacity fermented during 6 days is a combination of treatments that produce the best characteristics of cocoa beans with maximum temperature fermentation that can be achieved at 45.45oC, external cocoa bean pH at 6.40, internal cocoa bean pH 4.10, number of beans per 100 grams content of 87,5, skin content of 10.95%, water content of 7,3% bb, split

test including unfermented beans 0%, underfermented beans 8%, fermented beans 92%, germinating beans 0%, moldy beans 0%, and beans that contain insect 0%.

Keyword: cocoa, container type, fermentation length, cocoa beans characteristics.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara penghasil kakao ketiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading (Ivory Coast) dan Ghana (Arsyad, 2016). Pada beberapa petani kakao dengan jumlah lahan yang luas proses fermentasi dilakukan pada kapasitas besar sekitar 750 kg biji kakao basah dalam kotak kayu yang memiliki lubang aerasi pada setiap sisi kotak kayu (Rasadi, 2015). Perlakuan tersebut menjadi salah satu kendala yang dihadapi oleh petani kakao rakyat yang hanya memiliki jumlah lahan yang tidak luas dengan hasil produksi yang tidak banyak.Sejauh ini belum banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan proses fermentasi biji kakao di tingkat petani rakyat dengan jumlah biji kakao yang lebih sedikit dan waktu fermentasi yang tepat dan juga penggunaan jenis wadah yang sesuai untuk fermentasi biji kakao pada kapasitas kecil.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Karinawantika (2015) menunjukkan bahwa penggunaan kotak kayu sebagai wadah fermentasi dengan lama fermentasi selama 4 – 5 hari menghasilkan karakteristik fisik dan kimia biji kakao terbaik. Selain itu, penggunaan karung plastik sebagai wadah fermentasi yang difermentasikan selama 4 – 5 hari dengan penambahan proses pengadukan mampu meningkatkan suhu fermentasi. Sementara itu yang selama ini dilakukan oleh beberapa petani di lapangan, adalah penggunaan keranjang bambu sebagai wadah fermentasi dengan lama fermentasi selama 5 hari mampu mengasilkan biji kakao terfermentasi dengan kualitas yang lebihbaik.Hasil penelitian oleh Ginting (2011) menunjukkan bahwa lama fermentasi 4 hari dengan menggunakan kotak kayu menghasilkan mutu bubuk kakao yang terbaik.Akan tetapi, hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursalam (2016) menunjukkan bahwa mutu biji kakao lindak yang baik dapat diperoleh dari hasil fermentasi selama 6 hari dengan menggunakan kotak kayu. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra dkk (2017) menunjukkan bahwa lama fermentasi 6 hari dengan menggunakan kotak kayu menghasilkan bubuk kakao yang memiliki cita rasa yang disukai oleh panelis.Namun, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan pada kapasitas yang besar.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik biji kakao hasil fermentasi kapasitas kecil dengan jenis

wadah dan lama fermentasi yang berbeda.Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh variasi wadah dan lama fermentasi terhadap karakteristik biji kakao hasil fermentasi pada kapasitas kecil serta menentukan jenis wadah dan lama fermentasi yang menghasilkan karakteristik biji kakao terbaik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan informasi mengenai inovasi wadah terbaik untuk fermentasi biji kakao dan lama waktu fermentasi yang sesuai serta paling tepat untuk fermentasi biji kakao pada kapasitas kecil.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan sebanyak dua tahap. Tahap pertama, adalah proses fermentasi yang dilakukan di Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan dan tahap kedua dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Laboratorium Pengolahan Pangan dan Laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2017.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya biji kakao jenis lindak/bulk cocoa yang diperoleh dari masyarakat desa Gadungan dan diterima dalam bentuk buah kakao yang sudah disortasi dan dikumpulkan sehari sebelum fermentasi dilakukan dengan jumlah setiap sampel 7,5 kg biji kakao segar; wadah fermentasi kotak kayu berukuran 25,5 cm x 25,5 cm x 30,5 cm; keranjang bambu berukuran diameter 40 cm dan tinggi 16 cm, karung plastik berukuran dengan kapasitas mencapai 50 kg yang diikat dengan volume yang sama dengan keranjang bambu dan kotak kayu, tali, karung goni. Masing-masing kemasan memiliki rata-rata volume ruang fermentasi adalah 20.000 ± 2 cm3. Bahan analisis yang digunakan adalah aquades.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain timbangan manual skala 150 kg (Model Kresno, Indonesia),timbangan skala 5 kg (Model Camry), timbangan analitik (Model Shimadzu, Jepang), pH meter digital (Model Hanna), thermometer digital (Model TP3001), ember, loyang, rumpang, desikator, oven (Model Blue-m),pisau, talenan, kamera, spidol dan alat tulis.

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK), dengan 2 faktor sebagai perlakuan. Faktor I yaitu wadah fermentasi yang terdiri dari 3 taraf dan faktor II yaitu lama fermentasi yang terdiri dari 3 taraf.

Faktor I : Wadah Fermentasi (A)

A1= kotak kayu

A2= keranjang bambu

A3= karung plastik

Faktor II : Lama Fermentasi (B)

  • B1    = 4 hari

  • B2    = 5 hari

B3= 6 hari

Dari 2 faktor di atas diperoleh 9 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak 2 kali sehingga diperoleh sebanyak 18 unit percobaan. Data dianalisis mengguanakan analisis sidik ragam dan apabila dijumpai perlakuan maupun interaksi antar perlakuan yang memberikan pengaruh yangsignifikan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) terhadap rata-rata perlakuan pada taraf uji 5%.Perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan yang menghasilkan nilai paling mendekati standar SNI 2323:2008.

ParameterPengamatan

Suhu Fermentasi Biji Kakao Basah

Pengukuran suhu biji kakao basah dilakukan selama proses fermentasi berlangsung setiap 12 jam sekali. Pengukuran suhu menggunakan thermometer digital dilakukan dengan cara menancapkan ujung thermometer di tengah-tengah wadah setiap kali pengukuran suhu dilakukan.

Keasaman (pH) Luar dan Dalam Biji Kakao Basah

Pengukuran pH luar biji kakao basah dilakukan setiap 12 jam sekali dengan meggunakan pH meter jenis digital. Pengukuran dilakukan dengan cara melarutkan 10 gram biji kakao basah ke dalam 10 ml aquades terlebih dahulu kemudian dimasukkan pH meter ke dalam larutan tersebut. Demikian pula dengan pengukuran pH dalam biji kakao basah dilakukan dengan cara melarutkan 10 gram bubuk nib (biji kakao basah yang dihaluskan tanpa kulit biji) ke dalam 10 ml aquades kemudian aduk sampai rata untuk selanjutnya dihitung besar nilai pHnya.

Jumlah Biji Per 100 Gram

Pengukuran jumlah biji per 100 gram dilakukan dengan cara menimbang biji kakao kering sebanyak 100 gram kemudian dihitung jumlah biji yang terdapat dalam 100 gram tersebut (BSN, 2008). Hasil

uji dinyatakan sesuai dengan jumlah biji yang dihitung dalam 100 gram antara lain sebagai berikut: AA : jumlah biji maksimum 85 biji per seratus gram;

A      : jumlah biji 86 – 100 biji per seratus gram;

B      : jumlah biji 101 – 110 biji per seratus gram;

C      : jumlah biji 111 – 120 biji per seratus gram;

S       : jumlah biji lebih dari 120 biji per seratus

gram.

Kadar Kulit

Pengukuran kadar kulit dilakukan dengan cara dipisahkan secara manual keping biji (nib) dan kulit kakao kemudian dilakukan penimbangan (SNI 2323:2008). Pengujian dilakukan dengan menggunakan biji kakao kering yang masih utuh kulitnya sebanyak 100 ± 2 gram (M0), kemudian dipisahkan nib dan kulit kakao tersebut.Setelah itu, dihitung bobot cawan yang masih kosong (M1).Ditimbang cawan yang sudah berisi kulit kakao (M2). Kadar kulit dinyatakan dalam persentase dengan perhitungan rumus sebagai berikut :

Kadar kulit = (M2-M) × 100% MO

Kadar Air

Pengukuran kadar air menggunakan metode oven (SNI, 2323:2008), yakni dimulai dengan cara mengeringkan cawan kosong terlebih dahulu selama 10 menit (M0) kemudian biji kakao kering dipecahkan dan ditimbang sebanyak 3 gram lalu dimasukkan ke dalam cawan tersebut. Cawan beserta isinya (M1) ditempatkan dalam oven pada suhu (103oC ± 2oC) selama 16 jam, dengan tidak sekali-sekali membuka oven. Sesudah 16 jam, cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam desikator. Kemudian timbang cawan beserta isinya tersebut (M2). Kadar air dinyatakan dalam persentase bobot seperti berikut: TZ i    ∙ Ml —M2    nnn/

Kadar air =-----% 100%.

M1-M0

Uji Belah/Cut Test

Pengukuran dengan uji belah ini dilakukan dengan cara mengamati perubahan warna secara visual dan subyektif. Sebanyak 50 biji kakao kering dibelah secara membujur tepat di bagian tengahnya sehingga menjadi dua belahan dengan ukuran yang sama besar. Dari 100 belahan biji kakao kering tersebut kemudian diamati satu per satu warna dari keping biji kakao berdasarkan klasifikasinya (Mulato, dkk. 2005). Klasifikasi pengujian ini dibedakan menjadi tiga kelas yaitu, warna slaty dimasukkan ke dalam kelas biji tidak terfermentasi (unfermented), warna ungu dominan terhadap coklat dimasukkan ke dalam biji setengah terfermentasi (underfermented), dan coklat dominan dimasukkan ke dalam kelas biji

terfermentasi sempurna (fermented). Dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% Biji Tidak terfermentasi belahan biji berwarna slaty

Σ                × 100%

belahan total biji kakao

% Biji Setengah terfermentasi belahan biji berwarna ungu

Σ                 × 100%

belahan total biji kakao

% Biji Terfermentasi sempurna belahan biji berwarna coklat

belahan total biji kakao

Selain untuk mengukur persentase warna biji kakao kering, uji belah juga digunakan untuk

mengukur kadar biji cacat meliputi berjamur,

berkecambah, dan berserangga. Pengujian dilakukan

dengan cara yang sama dengan uji warna. Persentasenya dihitung dengan menggunakan rumus

sebagai berikut :

% Biji Berjamur belahan biji berjamur belahan total biji kakao

× 100%


% Biji Berkecambah


Σ


belahan biji berkecambah belahan total biji kakao

× 100%


% Biji Berserangga belahan biji berserangga

Σ               × 100%

belahan total biji kakao

HASIL DAN PEMBAHASAN


Suhu Fermentasi Biji Kakao Basah

Aktivitas proses fermentasi dapat diketahui melalui perubahan suhu fermentasi mulai dari awal hingga akhir masa fermentasi. Seperti terlihat pada diagram di bawah ini.

—♦—AIBI

—■—A1B2

-⅛-AlB3

-S-A2B1

—⅛S-A2B2

-∙-A2B3

-H-A3B1

—A3B2

-^A3B3


Waktu (jam)

Gambar 1.Diagram nilai rata-rata suhu selama fermentasi.

Berdasarkan data yang terlihat pada Gambar 1 diketahui bahwa suhu fermentasi mula-mula berkisar antara 25,15oC – 25,85oC pada semua perlakuan.

Selanjutnya, semua perlakuan mengalami peningkatan dari awal masa fermentasi hingga jam ke-36. Menurut Kustyawati dan Setyani (2008), aktivitas mikroba selama proses fermentasi akan menghasilkan alkohol, asam, dan membebaskan panas (reaksi eksothermal).Dari seluruh kombinasi perlakuan, perlakuan yang mampu mencapai suhu optimum adalah A1B1, A1B2, A1B3 yaitu berturut-turut sebesar 45,60oC pada jam ke-60; 45,25 pada jam ke-84; 45,45 pada jam ke-60. Sedangkan perlakuan-perlakuan yang lain belum dapat mencapai suhu optimal fermentasi. Menurut Amin (2005), suhu optimum yang dibutuhkan untuk fermentasi kakao agar memperoleh hasil yang baik adalah 44 – 48oC, yaitu terjadi setelah 48 jam fermentasi. Setelah tercapainya suhu puncak fermentasi, selanjutnya suhu mulai mengalami penurunan.

Keasaman (pH) Biji Kakao Basah

pH Luar Biji Kakao Basah

Aktivitas proses fermentasi dapat dilihat dari perubahan pH luar biji kakao basah. Seperti terlihat pada diagram di bawah ini


Gambar 2.Diagram nilai rata-rata pH luar biji kakao basah selama fermentasi.

Berdasarkan data yang terlihat pada Gambar 2 diketahui bahwa nilai awal pH luar biji kakao basah adalah pH rendah atau keasaman tinggi yaitu berkisar antara 2,75 – 3,80 pada semua perlakuan. Menurut Karinawantika (2015), selain kondisi anaerob kondisi pH rendah ini sangat baik untuk pertumbuhan khamir (yeast). Sehingga dengan adanya khamir ini akan mengubah gula dalam pulp menjadi alkohol dan CO2. Selain itu juga menghasilkan panas yang dapat melonggarkan dan menghancurkan pulp maka dapat terjadi proses aerasi. Dengan adanya proses aerasi maka oksigen dapat masuk ke dalam tumpukan biji mengakibatkan bakteri asam asetat mulai tumbuh dan mengubah alkohol menjadi asam asetat sehingga

proses ini mengakibatkan pH luar biji kakao basah mengalami penurunan hingga jam ke-24 hampir terjadi pada semua perlakuan. Setelah jam ke-24 terjadi peningkatan pH atau penurunan tingkat keasaman ini disebabkan karena pada akhir fermentasi asam asetat berpenetrasi ke dalam keping biji kakao sehingga mengakibatkan kondisi asam di luar biji kakao basah berpindah menuju bagian dalam keping biji kakao basah (Nielsen, 2006).

Dari semua perlakuan yang paling mendekati pH netral yaitu perlakuan fermentasi biji kakao dengan menggunakan kotak kayu, keranjang bambu dan karung plastik selama 6 hari yaitu A2B1, A2B2, A2B3 berturut-turut sebesar 6.40, 6.10, 6.45. Nilai pH biji kakao yang baik adalah mendekati netral (pH>6) agar senyawa-senyawa khas cokelat dapat terbentuk secara intensif (Indarti, et al. 2011). Standar pH kakao berkisar antara 6 - 7 (Muhajir, 2015).

pH Dalam Biji Kakao Basah

Aktivitas proses fermentasi dapat dilihat dari perubahan pH dalam keping biji kakao basah. Seperti terlihat pada diagram di bawah ini.

Gambar 3. Diagram nilai rata-rata pH dalam biji kakao basah selama fermentasi.

Berdasarkan data yang terlihat pada Gambar 3 diketahui bahwa nilai awal pH dalam keping biji kakao basah adalah pH tinggi atau keasaman rendah yaitu berkisar antara 4,30 – 4,75 pada semua perlakuan kemudian pH dalam keping biji kakao menurun. Menurut Karinawantika (2015), penurunan pH disebabkan oleh terjadinya penetrasi asam-asam organik seperti asam laktat dan asam asetat yang dihasilkan oleh aktivitas mikroorganisme selama fermentasi ke dalam keping biji kakao sehingga menyebabkan kondisi pH di dalam keping biji kakao menjadi semakin asam yang ditunjukkan dengan penurunan pH. Perlakuan yang paling mendekati kisaran tingkat keasaman biji kakao yang baik yaitu perlakuan biji kakao yang dikemas menggunakan kotak kayu dan karung plastik selama 4 hariyaitu

A1B1 dan A3B1 yaitu memiliki nilai sama sebesar 4,10 pada jam ke 96. Menurut Atiqoh (2007), tingkat keasaman biji kakao biasanya berkisar antara pH 5,0 – 5,8 jika pH > 5,8 berarti menandakan bahwa proses fermentasi kurang sempurna, sedangkan pH < 5,0 berarti menandakan biji mempunyai keasaman yang cukup tinggi.

Jumlah Biji per 100 gram

Berdasarkan hasil analisis keragaman diketahui bahwa interaksi antar perlakuan dan perlakuan jenis wadah memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap jumlah biji per 100 gram. Namun, dari hasil analisis tersebut juga diketahui bahwa perlakuan lama fermentasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah biji per 100 gram.

Tabel 1

Nilai rata-rata jumlah biji per 100 gram

Lani                           Wadah Fermentasi                        Rata-rata

Feimentisi

Al

A2

A3

Bl

96

92

90,5

94.00a

B2

91

89

95

91.67ab

B3

87,5

84

82

83.00b

Rata-rata

93.50

88.33

88.50

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji Duncan (P>0,05).

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa rata-rata jumlah biji yang paling sedikit jumlahnya dalam 100 gram adalah biji yang difermetasikan selama 6 hari (B3) dengan jumlah biji yang diperoleh adalah sebanyak 83 perbiji. Perlakuan ini menjadi kondisi paling baik hal ini disebabkan semakin lama proses fermentasi, kecenderungan biji kehilangan air dan sebagian kandungan keping biji semakin banyak. Sebagai akibatnya berat setiap biji kakao akan semakin ringan. Selanjutnya hal ini memberikan pengaruh pada jumlah biji yang diperoleh dalam 100 gram biji juga akan semakin banyak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursalam (2005) menunjukkan bahwa fermentasi selama waktu 6 hari adalah menunjukkan hasil terbaik dari semua perlakuan.

Kadar Kulit

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan dan perlakuan jenis wadah fermentasi berpengaruh nyata (P<0,05), sedangkan perlakuan lama fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar kulit biji kakao. Nilai rata-

rata kadar kulit dan hasil uji DMRT dapat dilihat pada

Tabel 2

Nilai rata-rata kadar kulit (%)

LamiFeimentasi                      Wadah Fennentasi                     Rita-Iita

Al            A2            A3

Bl

12.05a

10,30cd

9.80d

10.72

B2

12.55a

10.95b

11.20b

11.57

B3

10.95bc

11.70ab

11.15b

11.27

Rata-iata

11.85

10.98

10.72

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan (P<0,05).

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa rata-rata kadar kulit yang memenuhi standar kadar kulit terdapat pada perlakuanbiji kakao yang dikemas menggunakan kotak kayu selama 6 hari (A1B3) yaitu sebesar 10,95%, yang memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan biji kakao yang dikemas menggunakan keranjang bambu selama 4 hari dan 5 hari yaitu A2B1 dan A2B2 yaitu berturut-turut sebesar 10,30 dan 10,95%. Perlakuan-perlakuan ini memenuhi standar kadar kulit yang cukup baik karena nilai rata-ratanya tidak melebihi 11%. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Rasadi (2015), bahwa kadar kulit terendah yaitu sekitar 11% karena semakin tinggi kadar kulit biji maka semakin rendah rendemen yang dapat dikonsumsi sehingga berakibat pada rendahnya harga biji kakao. Selain itu, kadar kulit tidak kurang dari 10% karena biji kakao yang mengalami proses pencucian berkurang menjadi 8 -10% yang dapat berdampak pada kulit biji yang menjadi lebih rapuh dan kurang toleran terhadap serangan jamur dan serangga.

Kadar Air

Hasil analisis keragaman dengan menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05),selanjutnya perlakuan jenis wadah fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01), namunperlakuan lama fermentasi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air biji kakao. Nilai rata-rata kadar airdan hasil uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 3.

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa rata-rata kadar airyang memenuhi standar SNI 2323:2008 yaitu 6 – 7,5% Bb. Perlakuan yang memenuhi standar tersebut terdapat pada perlakuan A1B3 yaitu biji kakao yang difermentasikan dalam wadah kotak kayu selama 6 hari. Selanjutnya berdasarkan hasil uji lanjut diketahui bahwa perlakuan tersebut memiliki

pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Apabila kadar air pada biji kakao lebih dari 7,5% maka akan beresiko terserang oleh bakteri dan jamur. Akan tetapi, apabila kadar air kurang dari 5%, maka kulit biji akan mudah pecah atau rapuh dan biji harus dipisahkan karena mengandung kadar biji pecah yang tinggi.

Tabel 3

Nilai rata-rata kadar air (% bb)

Lama Fermentasi

Wadah Fermentasi

Rata-rata

Al

A2

A3

Bl

8.5 c

12.0 ah

8.8 c

9.7

B2

12.5 a

12.1a

10.0 be

11.5

B3

7.3 c

13.6 a

8.9 c

9.9

Rata-rata

9.4

12.5

9.2

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada uji Duncan (P<0,05).

Uji Belah/Cut Test

Biji Tidak Terfermentasi

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan, perlakuan jenis wadah fermentasi dan perlakuan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hasil uji belah biji tidak terfermentasi. Nilai rata-rata hasil uji belah biji tidak terfermentasi dan hasil Uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4

Nilai rata-rata hasil uji belah biji tidak terfermentasi (%)

Lama Fermentasi

Wadah Fermentasi

Rata-rata

Al

A2

A3

Bl

Oc

Oc

2b

1

B2

Oc

4b

2b

2

B3

Oc

12a

Ic

4

Rata-rata

O

5

2

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang sangat nyata pada uji Duncan (P<0,01).

Berdasarkan Tabel10, rata-rata kadar biji tidak terfermentasi terendah terdapat pada kombinasi perlakuan A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A3B3

berturut-turut sebesar 0%, 0%, 0%, 0% dan 1%. Perlakuan-perlakuan ini sesuai dengan standar SNI 2323-2008 yaitu kadar biji slaty (tidak terfermentasi) sebesar maksimal 3% untuk kualitas mutu I. Oleh sebab itu, perlakuan-perlakuan tersebut telah

memenuhi standar untuk kualitas mutu I biji kakao kering terfermentasi.

Biji Setengah Terfermentasi

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan dan perlakuan lama fermentasi tidak memberikan pengaruh nyata(P>0,05), sedangkan perlakuan wadah fermentasimemberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap hasil uji belah biji setengah terfermentasi. Nilai rata-rata hasil uji belah biji setengah terfermentasi dan hasil Uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5

Nilai rata-rata terfermentasi (%)

hasil

uji belah

biji

setengah

LamiFennentisi

Wadah Fennentasi

Rita-rati

Al

A2

A3

Bl

5

13

14

11

B2

i

19

17

14

B3

S

17

12

12

Rati-Iita

61

16a

14a

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji Duncan (P>0,05).

Berdasarkan Tabel5, perlakuan lama fermentasi maupun jenis wadah fermentasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap rata-rata kadar biji setengah terfermentasi. Hal ini ditunjukkan dengan notasi yang ada di belakang nilai rata-rata semuanya sama.

Biji Terfermentasi Sempurna

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi antar perlakuan dan lama fermentasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05), sedangkan perlakuan wadah fermentasi berpengaruh sangat nyata (P<0,01)terhadap hasil uji belah biji terfermentasi sempurna. Nilai rata-rata hasil uji belah biji terfermentasi sempurna dan hasil Uji DMRT dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan Tabel 6, rata-rata kadar biji terfermentasi sempurna yang tertinggi terdapat padaperlakuan wadah kotak kayu (A1) yaitu sebesar 94%. Perlakuan ini menjadi kondisi paling baik, hal ini disebabkan semakin banyak persentase kadar biji terfermentasi sempurnasemakin tinggi juga kualitas mutu biji kakao. Hal ini sesuai dengan standar SNI 2323-2008 yaitu semakin rendah nilai persentase kadarbiji slaty maka kualitas mutu akan semakin baik.

Tabel 6

Nilai rata-rata hasil uji belah biji terfermentasi sempurna (%)

Lama Feimentasi

Wadah Feimentasi

Rata-rata

Al

A2

A3

Bl

95

83

84

87

B2

95

77

81

S4

B3

92

71

87

83

Rata-rata

941

77b

84ab

Keterangan: Huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji Duncan (P>0,05).

Biji Berjamur, Berkecambah, Berserangga Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tidak ditemukan kadar biji berjamur, berkecambah maupun berserangga pada seluruh perlakuan yang diberikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kadar biji berjamur, berkecambah maupun berserangga yaitu sebesar 0. Dengan demikian, perlakuan jenis wadah dan lama fermentasi tidak memberikan pengaruh terhadap kadarbiji berjamur, berkecambah maupun berserangga.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Interaksi perlakuan wadah dan lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar kulit, kadar air dan berpengaruh sangat nyata terhadap hasil uji belah biji tidak terfermentasi. Perlakuan wadah fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar kulit, dan berpengaruh sangat nyata terhadap hasil uji belah biji tidak terfermentasi, biji setengah terfermentasi, biji terfermentasi sempurna, kadar air. Perlakuan lama fermentasi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji per 100 gram, hasil uji belah biji tidak terfermentasi.

Perlakuan biji kakao yang difermentasikan dalam kotak kayu berukuran 25,5 cm x 25,5 cm x 30,5 cm dengan kapasitas 7,5 kg yang difermentasikan selama 6 hari merupakan kombinasi perlakuan yang menghasilkan karakteristik biji kakao terbaik yaitu dengan suhu maksimal fermentasi yang dapat dicapai sebesar 45,45oC, pH luar biji kakao basah sebesar 6,40, pH dalam keping biji kakao basah sebesar 4,10, jumlah biji per 100 gram sebesar 87,5, kadar kulit sebesar 10,95%, kadar air sebesar 7,3% bb, hasil uji belah yaitu biji tidak terfermentasi 0%, biji setengah terfermentasi 8%, biji terfermentasi sempurna 92%, berjamur 0%, berkecambah 0% dan berserangga 0%.

Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya agar dilakukan fermentasi menggunakan kotak kayu dengan variasi dimensi wadah dan dilakukan pengeringan dengan suhu dan lama yang berbeda untuk mendapatkan biji kakao kering.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, S. 2005. Teknologi Pascapanen Kakao Untuk Masyarakat Perkakaoan Indonesia. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Anonimus. 2014. Outlook Komoditi Kakao. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. ISSN: 1907-1507.

Arsyad, Kisman A.. 2016. Indonesia Miliki Potensi Penghasil Kakao Terbesar Dunia. http://www.stppgowa.ac.id/indonesia-miliki-potensi-penghasil-kakao-terbesar-dunia/.Diakses tanggal: 20 Maret 2017.

Atiqoh, Ika. 2007. Isolasi Bakteri Asam Laktat Penghasil Senyawa Antikapang pada Fermentasi Kakao. Skripsi S1. Universitas Jember, Jember.

Ginting, S.. 2011. Mempelajari Pengaruh Lama

Fermentasi dan Lama Penyangraian Biji Kakao Terhadap Mutu Bubuk Kakao. Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Quality Medan, Medan.

Indarti, E., Widayat, H. P., & Zuhri, N. (2011). Effect of Fermentation Container and Thickness of Bean Mass during Fermentation Process of Cocoa Bean (Theobroma cocoa L.). Proceedings:     Annual     International

Conference (pp. 64-69). Univesitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Karinawantika, E. I.. 2015. Karakteristik Fisik dan Kimia Biji Kakao Hasil Fermentasi Dalam Wadah Karung Plastik di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, Jember.

Kustyawati, M.E. dan Setyani, S. 2008. Pengaruh Penambahan Inokulum Campuran Terhadap Perubahan Kimia dan Mikrobiologi Selama

Fermentasi Coklat. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 13(2).

Mahardika, E. L. 2015. Karakteristik Fisiko Kimia Biji Kakao (Theobroma cacao L.) Hasil Variasi Jenis Ukuran dan Wadah Fermentasi di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, Jember.

Muhajir, Anton. 2015. Mengembalikan Kakao Belanda    di    Pedalaman    Papua.

http://www.mongabay.co.id/2015/12/01/me ngembalikan-kakao-belanda-di-pedalaman-papua-kenapa/. Diakses tanggal:   25

November 2017.

Mulato, Widyotomo, Misnawi, dan Suharyanto. 2005. Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Nielsen, D.S. 2006. The Microbiology of Ghanaian Cocoa Fermentations. Denmark: Department of Food Science, Food Microbiology the Royal Veterinary and Agricultural University.

Nursalam.2005. Mutu Biji Kakao Lindak Pada Berbagai Lama Waktu Fermentasi. J. Agrisains. 6 (2): 73-80

Nursalam, N. 2016.Mutu Biji Kakao Lindak Pada Berbagai         Lama         Waktu

Fermentasi. Agrisains, 6(2).

Putra, G. G., Sutardi, S., & Kartika, B. 2017. Peranan Perubahan Komponen Prekursor Aroma dan Cita Rasa Biji Kakao Selama Fermentasi Terhadap Cita Rasa Bubuk Kakao yang Dihasilkan. Agritech, 13(4), 13-17.

Rasadi, Y. 2015. Karakteristik Fisik dan Kimia Biji Kakao  (Theobroma  cacao L.) Hasil

Fermentasi Variasi Wadah Kotak Kayu, Krat Plastik dan Daun Pisang di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, Jember.

SNI 2323-2008. 2008. Standar Nasional Indonesia Biji Kakao. Jakarta: Dewan Standarisasi Nasional.

Susanto, T. dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu.

24