Pengaruh Lama Waktu Cekaman Anaerobik Dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Sebagai Bahan Pelapis Terhadap Mutu Dan Masa Simpan Buah Tomat
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 5 Nomor 2 September 2017
Pengaruh Lama Waktu Cekaman Anaerobik dan Konsentrasi Emulsi Lilin Lebah Sebagai Bahan Pelapis Terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah Tomat
The Effects of the Length of Time of Anaerobic Stress and the Concentration of Beeswax Emulsion as a Coating Material on the Quality of Tomato Fruit During Storage
Ni Putu Nita Lospiani1, I Made Supartha Utama1, I.A Rina Pratiwi Pudja1
1Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Unud
Email: [email protected]
Abstrak
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) termasuk golongan tanaman sayur yang dapat tumbuh di daerah subtropis dan daerah tropis. Buah tomat sangat ringkih mengalami kerusakan selama periode pascapanen. Untuk memperpanjang masa simpan buah tomat dapat dilakukan dengan pelapisan menggunakan bahan edible. Lilih lebah adalah salah satu bahan yang aman dikonsumsi dan dapat digunakan sebagai bahan pelapis pada buah. Cekaman anaerobik yang diberikan pada buah tomat bertujuan untuk mengreasi senyawa volatile anaerobik untuk memperlambat laju kemunduran buah selama periode pascapanen dengan demikian, memperpanjang masa simpan. Pada kondisi anaerobik, ethanol dan acetaldehyde adalah senyawa volatile yang secara alami diproduksi dari buah dan sayuran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dua faktor perlakuan, yaitu lama cekaman anaerobik dan konsentrasi emulsi lilin lebah (o/w), sebagai bahan pelapis, terhadap mutu dan masa simpan buah tomat. Hasil penelitian menunjukkan, pengaruh dua faktor perlakuan tersebut secara nyata berinteraksi terhadap mutu dan masa simpan. Cekaman anerobik selama 36 jam dikombinasikan dengan konsesntrasi emulsi lilin lebah berbeda (1.5 dan 3.0%) sebagai bahan pelapis, memperlambat kemunduran mutu dan memperpanjang masa simpan buah tomat. Akan tetapi, bila lama cekaman 72 jam yang dikombinasikan dengan perlakuan pelapisan emulsi lilin lebah 3%, intensitas kerusakan buah meningkat.
Kata kunci: Tomat, edible coating, lilin lebah, stres anaerobik
Abstract
Tomato (Lycopersicon esculentum Mill) is classified as one of fruity vegetables which could grow both sub-tropical region and tropical region. Tomato fruits are naturally prone to damage during the postharvest period. Extending the shelf-life of the fruits could be done by using edible natural coating. Beeswax is one of the natural edible materials that could be applied for fruit coating which is safe to be consumed. Anaerobic stress given to the fruits aimed to create suitable anaerobic volatiles to reduce the deterioration rate during the postharvest period; therefore, prolong the shelflife. In anaerobic condition, ethanol (ethyl alcohol) and acetaldehyde are volatile compounds which are naturally produced from fruits and vegetables. This research was aim to investigate the effect of two different factors of treatments, namely the length of time of anaerobic stresses and different concentration of beeswax emulsion (o/w), as a coating material, on the quality and storage life of tomato fruits.The result showed that the effect of the both factors of treatments were significantly interacted on the deterioration of quality and storage life of tomato fruits. The length of anaerobic stress of 36 hrs combining with different concentration (1.5 and 3.0%) of beeswax emulsion as a coating material slowed the deterioration of quality and increased the storage life of tomato fruits. However, if the length of stress of 72 hrs combined with concentration of beeswax emulsion of 3%, the intensity of fruit damage increased.
Keywords: Tomato, edible coating, beeswax, anaerobic stress.
PENDAHULUAN
Kerusakan yang terjadi akibat stres yang dialami komuditi hortikultura karena perbedaan kondisi normal, ketika masih melekat pada tanaman induknya. Kondisi normal yang masih dilakukan
proses respirasi, respirasi secara aerob dilakukan oleh produk hortikultura, dimana terdapat udara yang cukup untuk melakukan respirasi. Pada respirasi aerob terjadi perombakan karbohidrat kompleks menjadi karbohidrat sederhana selanjutnya
dioksidasi menghasilkan energi. Hasil sampingan dari respirasi adalah CO2, uap air dan panas. Kerusakan dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (pathogen) seiring dengan perubahan fisiologis produk hortikultura segar selama periode pascapanen.Kerusakan patologis ini dapat dipercepat dengan adanya kerusakan-kerusakan fisik/mekanis selama periode penanganan pascapanennya. Kerusakan fisik/mekanis mempermudah proses infeksi dan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk karena ketersediaan nutrisi dan air bebas.
Sifat yang dimiliki tomat mudah mengalami kerusakan setelah memasuki pascapanen membutuhkan cara agar dapat memperkecil kerusakan yang terjadi. Menurut McGregor (1989), suhu selama penanganan, pendistribusian dan penyimpanannya bepengaruh nyata terhadap masa simpan. Suhu penyimpanan dan transportasi untuk buah tomat masak merah secara optimal sekitar 13-150C, sedangkan suhu 18-220C untuk tomat matang hijau. Terdapat kendala dalam pengaplikasian suhu dingin untuk usaha skala kecil yaitu biaya yang dibutuhkan cukup tinggi. Sehingga diperlukan alternatif teknologi yang murah dan mudah diaplikasikan, serta dapat diadopsi pada sistem rantai suplai skala kecil.
Teknologi alternatif yang dicoba untuk dikembangkan melalui penelitian ini adalah kombinasi perlakuan lama waktu cekaman anaerobik dan pelapisan dengan emulsi lilin lebah. Menurut Apandi (1984) pada kondisi anaerobik, asam pirufat yang dihasilkan dari proses glikolisis dikonversi melalui poses dekarboksilasi menjadi asetaldehid dan selanjutnya melalui proses dehidrogenase menghasilkan etanol. Etanol dan asetaldehid adalah senyawa volatil yang memiliki sifat antimikroba. Karena sifatnya yang volatil atau mudah menguap maka perlu ada usaha untuk memperkecil menguapnya kedua senyawa tersebut dari dalam buah menuju ke atmosfer atau udara bebas. Alternatif untuk menghalangi keluarnya kedua senyawa volatil tersebut adalah dengan melapisi buah menggunakan bahan edible, seperti lilin lebah (beeswax). Pelapisan dengan menggunakan lilin lebah dapat menurunkan susut bobot buah paprika secara nyata (Nussinovitch et al., 2013).
Artikel ini melaporkan hasil penelitian dengan menggunakan kedua kombinasi perlakuan di atas, yaitu perlakuan pemberian kondisi cekaman anaerobik dengan lama waktu berbeda dan pelapisan dengan bahan pelapis emulsi lilin lebah berbeda terhadap buah tomat terhadap perubahan fisiko-kimia
selama penyimpanan pada suhu kamar (kisaran 28-30oC).
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan timbangan digital (merk AdventurerTM Pro Av 8101, Ohaus New York, USA), blender (merk KrisR made in China), texture analyzer (merk T.A XT plus, USA), alat yang digunakan adalah refractometer (merk labo 10807), pH meter, kertas saring, labu ukur, pipet tetes, corong, biuret, pipet volume, boult.
Tomat yang digunakan dalam penelitian adalah tomat dengan stadia breaker (hijau serabut kuning) varietas Marta. Bahan lilin lebah yang berbentuk granula dibeli dari PT. Batraco Chemika.Minyak wijen didapat dari supermarket, dan beberapa bahan tambahan berupa asam oleat dan tween 80 yang dibeli di Saba Kimia, etanol 95% dan asam askobat didapat di Bina Ilmu. Untuk plastik PE dengan ketebalan 0,04 mm dibeli di pasar Badung.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada bulan Juni 2016.
Perlakuan dan Rancangan Percobaan
Dua faktor perlakuan pada penelitian ini, kondisi anaerobik dan pelapisan emulsi lilin. Kondisi anaerobik dibuat dengan memasukkan buah tomat ke dalam kantong plastik dengan dimensi 30 cm x 40 cm dan ketebalan 0.04 mm. Lama waktu kondisi anaerobik diragamkan, yaitu dikemas 0 jam (A0), 36 jam (A36), dan 72 jam (A72). Setelah diberikan kondisi anaerobik dilanjutkan dengan pelapisan dengan emulsi lilin lebah (O/W) yaitu dengan konsentrasi 0%(L0), 1.5%(L1.5) dan 3%(L3%).
Perlakuan diulang sebanyak tiga kali dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Demikian juga buah kontrol (tanpa perlakuan) disediakan sebanyak 3 ulangan. Setiap unit percobaan berisi delapan belas buah tomat, dimana sepuluh buah disediakan untuk pengamatan non-destruktif yaitu susut bobot dan intensitas kerusakan sedangkan delapan buah untuk pengamatan destruktif, yaitu kekerasan, total tertitrasi, pH, total padatan terlarut. Pengamatan dilaksanakan pada hari ke-5, 10, 15 dan 20.
Prosedur Penelitian
Buah tomat yang dipanen langsung di kebun petani di desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, disortasi untuk mendapatkan buah yang seragam dan tidak terdapat cacat fisik. Buah tomat
yang dipilih berwarna hijau semburat merah dengan diameter lingkaran tengah 4-5 cm dan panjang buah tomat 5-6 cm diukur melalui pangkal keujung buah. Buah selanjutnya diberi perlakuan kondisi anaerobik dengan cara memasukannya ke dalam plastik dengan lama waktu sesuai perlakuan. Buah yang telah diberi perlakuan anaerobik segera diberi pelapisan emulsi lilin lebah dengan konsentrasi sesuai perlakuan.
Cara pembuatan emulsi lilin adalah dengan memasukan lilin dengan konsentrasi sesuai perlakuan ke dalam air mendidih 100oC. Volume air yang digunakan adalah 100% minus konsentrasi lilin lebah sesuai perlakuan, minus bahan emulsifier dan dispersant (0.5% Tween 80) dan emulsifier berupa 0.5% asam oleat, 1% asam askorbat serta 3% etanol berfungsi sebagai (dispersing agent) serta minus 5% minyak wijen. Bahan emulsifier dan dispersant, serta minyak wijen dituangkan perlahan setelah lilin lebah larut dalam air panas.Pengadukan dilakukan menggunakan glass rod (batang gelas) terus menerus sehingga terbentuknya emulsi. Dalam keadaan panas emulsi dimasukan ke dalam blender dan diblender selama 2 menit. Emulsi dengan ragam konsentrasi lilin lebah ini selanjutnya digunakan untuk pelapisan buah tomat.
Parameter Penelitian
-
a. Susut Bobot
Alat yang digunakan untuk pengukuran susut bobot adalah timbangan analitik. Empat buah tomat yang ditimbang pada awal penelitian dibandingkan dengan hasil pengukuran bobot pada saat periode penyimpanan tertentu. Nilai persentase susut bobot buah tomat selama periode penyimpanan dihitung dengan rumus :
Susut bobot(%) = berat ",l-t,r,ιt akhir× 100 berat awal
-
b. Kekerasan
Alat yang digunakan untuk pengukuran kekerasan adalah texture analyzer. Alat inidi operasikan dengan cara menghubungkan dengan komputer yang telah diinstal dengan aplikasi “Texture Exponent 32”. Pada texture analyzer digunakan probe silinder dengan diameter penampang 0.5 cm. Kecepatan pergerakan probe diatur 2 detik/mm untuk menembus buah tomat dengan kedalaman 10 mm. Nilai kekerasan dinyatakan dalam unit kg tekanan.
-
c. Intensitas Kerusakan
Pengamatan intensitas kerusakan dilakukan terhadap 10 buah tomat pada setiap ulangan perlakuan.Pengamatan dilakukan selama waktu penyimpanan secara visual. Buah dianggap tidak
memiliki nilai dijual apabila buah tomat mengalami kerusakan lebih dari 25% buah dengan kriteria tersebut akan dikeluarkan dari perlakuan. Kriteria yang digunakan untuk menilai kerusakan bercak-bercak coklat atau hitam pada kulit tomat, adanya serangan mikroorganisme dengan aroma busuk, serta buah sangat lembek karena adanya kerusakan jaringan internal. Selanjutnya pengukuran intensitas kerusakan pada setiap unit perlakuan (terhadap 10 buah) dihitung menggunakan formula yang dikembangkan oleh Kramer dan Untertenshofer (1967).
Tabel 1
Persentase kerusakan dan rating individu buah tomat
Kerusakan |
Rating |
0 |
0 |
1-5 |
1 |
6-10 |
2 |
11-15 |
3 |
16-20 |
4 |
21-25 |
5 |
>25 |
6 |
Tingkat kerusakan unit percobaan (%)
∑(n × v) N×V
× 100
Dimana,
N = jumlah buah dalam satu unit percobaan v = nilai rating kerusakan n = jumlah buah pada setiap rating
V = rating maksimum (6)
-
d. Total Padatan Terlarut
Alat yang digunakan terhadap pengukuran Total Padatan terlarut terhadap sari daging buah adalah digital refraktometer dengan satuan oBrix.
-
e. Derajat Keasaman (pH)
Alat yang digunakan untuk pengukuran pH adalah digital pH meter terhadap sari daging buah. Sebelumnya alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan pH buffer 6.86. Pada alat terdapat skala yang menunjukan pH sari buah tomat.
-
f. Total Asam Tertitrasi
Total Tertitrasi buah tomat adalah jumlah asam di dalam daging buah yang diekspresikan dengan total asam sitrat. Pengukuran dilakukan secara titrasi menggunakan larutan NaOH Rangana, (1979). Total tertitrasi dihitung berdasarkan rumus di bawah ini :
Total Asam (%)
ml titrasi x N NaOH x Mf x 100
Berat sampel (g)
Dimana,
Mf = Millieqivalent faktor untuk asam sitrat = 0.064; N NaOH= 0.989
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Bobot
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi perlakuan lama waktu kondisi anaerobik dan konsentrasi emulsi lilin lebah secara konsisten berpengaruh sangat nyata (P>0.01) terhadap susut bobot buah tomat selama penyimpanan (Tabel 2). Konsistensi ini diperlihatkan pada setiap pengukuran, yaitu hari ke-5, 10, 15 dan 20.
Pada Gambar 1 terlihat bahwa pada kondisi aerobik (A0), peningkatan konsentrasi emulsi lilin lebah sebagai bahan pelapis buah mampu menurunkan susut bobot secara berarti selama penyimpanan. Sedangkan dengan pemberian kondisi cekaman anaerobik selama 36 jam (A36) peningkatan konsentrasi emulsi lilin lebah tidak menyebabkan penurunan susut bobot secara tidak berarti. Berbeda dengan buah yang diberikan kondisi cekaman anaerobik selama 72 jam, tanpa pelapisan (L0.0) atau pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah 1.5% (L1.5) tidak menyebabkan perbedaan susut bobot yang berarti. Namun bila kedua perlakuan pelapisan lilin lebah tersebut dibandingkan dengan pelapisan menggunakan konsentrasi 3.0% maka susut bobot melonjak secara berarti. Pelonjakan susut bobot secara berarti ini dimungkinkan karena adanya akumulasi yang tinggi dari etanol dan asetaldehid akibat cekaman anaerobik selama 72 jam ditambah adanya pelapisan lilin lebah dengan konsentrasi 3.0%. Produksi tinggi dari etanol dan asetaldehid ini
Tabel 2
dapat berakibat pada kerusakan fisiologis buah tomat yang mengarah pada kerusakan sel dan desintegrasi jaringan serta mengarah pada tingginya transpirasi, sehingga berakibat pada susut bobot yang relatif tinggi. Kerusakan fisiologis akibat senyawa volatil tersebut juga dijumpai pada buah apel seperti adanya scald (Huelin and Coggiola.1968). Namun Klieber et al. (1996) menyebutkan pada konsentrasi tertentu etanol dan asetaldehid yang juga berperan dalam perlambatan pemasakan buah tomat dibandingkan dengan kontrol.
Dibandingkan dengan kontrol, susut yang terjadi pada buah dengan perlakuan kombinasi lama kondisi cekaman anaeroik dan konsentrasi emulsi lilin lebah sebagai bahan pelapis memberikan perbedaan berarti terhadap susut bobot, kecuali kombinasi perlakuan tanpa kondisi cekaman anaerobik dengan konsentrasi lilin 0% (A0L0.0) dan perlakuan kondisi anaerobik selama 72 jam dengan konsntrasi lilin 3% (A72L3.0). Hal ini mengindikasikan bahwa pelapisan buah dengan lilin lebah mampu memberikan kondisi atmosfer internal yang memperlambat proses metabolisme melalui penurunan laju respirasi. Namun bila cekaman anaerobik yang cukup lama dapat berakibat pada kerusakan internal. Perlambatan laju respirasi menyebabkan perlambatan perombakan senyawa kompleks karbohidrat menjadi karbohidrat sederhana yang dapat direspirasikan menjadi CO2, H2O dan energi, sehingga susut transpirasi berlangsung lambat. Rendahnya konsentrasi O2 internal buah dapat berakibat pada induksi respirasi anaerobik dan menyebabkan pada pemecahan gula yang cepat (Kader 1986; Boersig et al. 1988). Kondisi ini adalah secara praktis sangat penting di dalam penyimpanan buah dengan modifikasi atmosfer (Weichmann,1986).
Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan terhadap susut bobot buah tomat.
Perlakuan
Tingkat Signifikasi Pengaruh Perlakuan Pada Hari ke-
5 |
10 |
15 |
20 | |
A |
NS |
NS |
NS |
NS |
L |
HS |
HS |
NS |
S |
A*L |
HS |
HS |
HS |
HS |
Tanda S bila perlakuan berpengaruh nyata (P>0.05); tandaNS bila berpengaruh tidak berdeda nyata (P<0.05), dan HS bila berpengaruh sangat nyata (P>0.01)
Gambar 1. Susut bobot buah tomat selama penyimpanan akibat perbedaan perlakuan lama waktu cekaman anaerobik (A0, A36 dan A72) dan pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah berbeda (L0.0, L1.5 dan L3.0).
Tingkat Kekerasan Buah Tomat
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi lama waktu cekaman anaerobik dan konsentrasi emulsi lilin lebah berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap tekstur buah tomat hanya berpengaruh pada hari ke-15. Pada hari ke-5, Tabel 3
perbedaan data secara nyata hanya diperngaruhi oleh perlakuan lama waktu cekaman anaerobik. Sedangkan pada hari ke-10 dan ke-20, kedua faktor perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah.
Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan terhadap tekstur buah tomat
Tingkat Signifikasi Pengaruh Perlakuan pada Hari ke- Perlakuan 5 10 15 20 | |
A L A*L |
HS NS NS NS NS NS NS NS NS NS S NS |
Tanda S bila perlakuan berpengaruh sangat nyata (P >0.05); tandaNS bila berpengaruh tidak berdeda nyata (P <0.05), dan HS bila berpengaruh sangat nyata (P > 0.01)
Pada Gambar 2 hari ke-5 terlihat bahwa semakin lama buah diberi cekaman anaerobik maka semakin tinggi tingkat kekerasannya.Hal ini dimungkinkan karena selama periode lima hari setelah diberikan kondisi anaerobik masih terdapat akumulasi etanol akibat respirasi anaerobik yang menghentikan secara sementara produksi etilen sebagai hormon pemasakan atau pelayuan. Seperti dilaporkan oleh Saltveit and Sharaf (1992) perlakuan uap etanol 2 mL/kg secara exogenous menghamat pemasakan buah tomat matang hijau sampai 5, 6 dan 7 hari, berturut-turut pada suhu 20,15 dan 12oC. Setelah lima
hari penyimpanan kemungkinan produksi etilen berlangsung normal.
Sedangkan interaksi antara perlakuan lama cekaman aerobik dan pelapisan lilin yang berpengaruh nyata terhadap tingkat kekerasan buah pada hari ke-15, menunjukkan bahwa adanya kecenderungan peningkatan kekerasan sejalan dengan peningkatan konsentrasi lilin sebagai bahan pelapis pada buah tanpa diberikan perlakuan cekamanan aerobik (A0) (Gambar 2). Namun pola peningkatan ini tidak terjadi setelah buah diberikan perlakuan kondisi anaerobik 36 jam (A36) dan 72 jam (A72). Cekaman
anaerobik yang diberikan dan dikombinasikan pelapisan dengan emulsi lilin lebah tidak memberikan peningkatan kekerasan yang konsisten. Hal ini dikarenakan buah tomat yang diambil untuk pengukuran kekerasan buah tomat memiliki kondisi baik dan masih keras. Terjadi perbedaan tekstur terhadap buah tomat kontrol karena buah tomat pada hari kelima telah mengalami kematangan dan memiliki warna pink sehingga memiliki tekstur yang
lebih lembek dari pada buah yang diberikan perlakuan. Penurunan nilai kekerasan menunjukkan perubahan kematangan. Penurunan ini diakibatkanoleh degradasi yang terjadi pada pektin sehingga pektin larut dalam air (protopektin) yang awalnya tidak larut. Hal ini menyebabkan mengecilnya kemampuan kohesi pada dinding sel yang menghubungkan dinding sel lain (Kismaryanti, 2007).
Gambar 2. Tekstur buah tomat selama penyimpanan akibat perbedaan perlakuan lama waktu cekaman anaerobik (A0, A36 dan A72) dan pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah berbeda (L0.0, L1.5
dan L3.0)
Intensitas Kerusakan
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interaksi perlakuan lama waktu cekaman anaerobik dan konsentrasi emulsi lilin lebah secara konsisten berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap intensitas kerusakan buah tomat selama penyimpanan (Tabel 2) dilihat pada tabel signifikasi pengukuran, yaitu hari ke-5, 15 dan 20. Namun pada hari ke-10, perbedaan data intensitas kerusakan diakibatkan oleh perlakuan lama cekaman anaerobik.
Gambar 3. menunjukkan bahwa tanpa cekaman anaerobik (A0), peningkatan konsentrasi emulsi lilin lebah dari 0% (L0.0) ke konsentrasi 1.5% (L1.5) memberikan pengaruh secara berarti menurunkan kerusakan. Namun peningkatan konsentrasi sampai 3% (L3.0) tidak secara berarti menurunkan tingkat kerusakan. Sedangkan dengan memberikan cekaman kondisi anaerobik 36 jam (A36), peningkatan konsentrasi lilin lebah cenderung diikuti penurunan
tingkat kerusakan secara berarti. Sedangkan peningkatan cekaman anaerobik menjadi 72 jam (A72), sampai penyimpanan 20 hari, peningkatan konsentrasi lilin lebah sampai 3% justru mengakibatkan peningkatan intensitas kerusakan. Dengan demikian, cekaman anaerobik selama 36 jam dan pelapisan emulsi lilin lebah 3% sebelum dilakukan penyimpanan sangat efektif untuk menurunkan tingkat kerusakan buah tomat selama penyimpanan. Buah tomat kontrol atau tanpa perlakuan sampai penyimpanan hari ke-20 menunjukkan adanya intensitas kerusakan relative sangat tinggi.Perubahan tingkat kerusakan seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan terjadi karena kemunduran fisiologis dan serangan mikroorganisme pembusuk. Dengan memperlambat kemunduran fisiologis maka menurunnya kekerasan dapat diperlambat dan serangan mikroorganisme pembusuk dapat tertunda (Adaskaveg et al., 2002).
Tabel 4
Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan terhadap Intensitas Kerusakan buah tomato
Tingkat Signifikan Pengaruh Perlakuan pada Hari ke- Perlakuan 5 10 15 20 | |
A L A*L |
S S NS NS NS NS NS NS S NS HS HS |
Tanda S bila perlakuan berpengaruh sangat nyata (P>0.05); tanda NS bila berpengaruh tidak berdeda nyata (P<0.05), dan HS bila berpengaruh sangat nyata (P > 0.01)
Gambar 3. Intensitas kerusakan buah tomat selama penyimpanan akibat perbedaan perlakuan lama waktu cekaman anaerobik (A0, A36 dan A72) dan pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah berbeda (L0.0, L1.5 dan L3.0).
Total Padatan Terlarut (°Brix)
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan interaksi anaerobik dan emulsi lilin hanya berpengaruh sangat nyata (P<0.05) terhadap total padatan terlarut (TPT) buah tomat pada penyimpanan hari ke-20 (Tabel 5). Pada hari ke-10, cekaman anaerobik memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perbedaan data TPT.
Gambar 4. hari ke-10 menunjukkan dengan memberikan cekaman anaerobik 36 jam (A36) dan 72 jam (A72), TPT adalah lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian cekaman anaerobik (A0). Sedangkan pada hari ke-20, pada buah tanpa cekaman anaerobik (A0), peningkatan konsentrasi lilin lebah sebagai bahan pelapis memberikan nilai TPT lebih rendah. Namun bila buah diberikan cekaman anaerobik selama 72 jam (A72),
peningkatan konsentrasi lilin lebah sebagai bahan pelapis justru meningkatan nilai TPT. Kondisi cekaman anerobik yang cukup lama kemungkinan mengakibatkan akumulasi etanol dan asetaldehid yang cukup tinggi dan berakibat pada degradasi jaringan dan kerusakan sel yang pada akhirnya terjadi
peningkatan TPT. Seperti disebutkan oleh Klieber et al. (1996) pada konsentrasi tertentu etanol dan asetaldehid dapat memperlambat pemasakan buah tomat, namun bila konsentrasinya relatif tinggi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.
Tabel 5
Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan terhadap Total Padatan Terlarut buah tomat
A L A*L |
Tingkat Signifikan Pengaruh Perlakuan pada Hari ke- Perlakuan 5 10 15 20 NS HS NS NS NS NS NS NS NS NS NS S |
Tanda S bila perlakuan berpengaruh sangat nyata (P>0.05); tanda NS bila berpengaruh tidak berdeda nyata (P<0.05), dan HS bila berpengaruh sangat nyata (P > 0.01)
Gambar 4. Total padatan terlarut buah tomat selama penyimpanan akibat perbedaan perlakuan lama waktu cekaman anaerobik (A0, A36 dan A72) dan pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah berbeda (L0.0, L1.5 dan L3.0).
Asam Tertitrasi (%) dan pH Daging Buah Tomat
Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan lama cekaman anaerobik dan konsentrasi emulsi lilin lebah sebagai bahan pelapisan secara berinteraksi berpengaruh tidak nyata (P<0.05) terhadap ragam data total asam tertitrasi dan pH daging buah. Pada (Tabel 6), dan (Tabel 7) menunjukkan tidak terdapat pengaruh nyata terhadap interaksi kondisi anaerobik dan emulsi lilin, meskipun berpengaruh nyata terhadap total padatan
terlarut namun tidak mempengaruhi terhadap asam tertitrasi (%) dan pH daging buah tomat. Hal ini terjadi karena semakin lama buah tomat disimpan total asam dan pH tomat mengalami peningkatan namun tidak terlalu tinggi, sehingga tidak berpengaruh terhadap perlakuan.
Tabel 6
Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan terhadap Asam titrasi buah tomat
Perlakuan |
Tingkat Signifikasi Pengaruh Perlakuan pada Hari ke- | |||
5 |
0 |
15 |
20 | |
A |
NS |
NS |
NS |
NS |
L |
NS |
NS |
NS |
NS |
A*L |
NS |
NS |
NS |
NS |
Tanda S bila perlakuan berpengaruh nyata (P>0.05); tanda NS bila berpengaruh tidak berdeda nyata (P<0.05), dan HS bila berpengaruh sangat nyata (P>0.01)
Gambar 5. Asam Titrasi buah tomat selama penyimpanan akibat perbedaan perlakuan lama waktu cekaman anaerobik (A0, A36 dan A72) dan pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah berbeda (L0.0, L1.5 dan L3.0)
Tabel 7. Hasil analisis signifikansi pengaruh perlakuan terhadap pH buah tomat
Perlakuan |
Tingkat Siknifikasi Pengaruh Perlakuan pada hari ke 5 10 15 20 |
A L A*L |
NS NS NS NS NS NS NS NS NS NS NS NS |
Tanda S bila perlakuan berpengaruh nyata (P>0.05); tanda NS bila berpengaruh tidak berdeda nyata (P<0.05), dan HS bila berpengaruh sangat nyata (P > 0.01)
4.80
^r 4.60
4.40
a 4.20
4.00
6.00
4.00
Q_ 2.00
0.00
^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^ ^
5.30
5.20
^ ^ ^, √^ o'
X 5.00 ω∙ 4..90
4.80
■
O
Gambar 6. pH buah tomat selama penyimpanan akibat perbedaan perlakuan lama waktu cekaman anaerobik (A0, A36 dan A72) dan pelapisan buah dengan konsentrasi emulsi lilin lebah berbeda (L0.0, L1.5 dan L3.0).
Pengamatan Subjektif-Deskriptif
Pengamatan secara subjektif- deskriptif dilakukan setiap hari terhadap buah selama penyimpanan.Pengamatan ini bertujuan untuk mendeskripsikan perubahan warna dan pengeriputan pada kulit dan kekerasan buah pada masing-masing perlakuan selama penyimpanan.
Buah tomat sebagai buah klimakterik mengalami perubahan warna selama proses pemasakan. Menurut Harjadidan Sunarjono, (1990) bahwa stadia kematangan buah tomat dapat dibedakan berdasarkan warna kulit, yaitu stadia green (warna kulit hijau), stadia breaker (warna kulit kuning menuju pink dengan persentase warna kuning 10%), stadia turning (warna kulit kuning menuju pink dengan persentase kuning >10-30%), stadia pink (warna kulit pink menuju merah dengan persentase pink 30-60%) dan stadia red (kuit hampir 90% berwarna merah).
Pengamatan hari ke-0 semua sampel memiliki warna yang sama yaitu breaker. Pada pengamatan hari ke-5 terjadi perubahan warna yang sangat berbeda antara kontrol dan buah yang diberikan perlakuan kombinasi lama cekaman anaerobik dan konsenrasi lilin lebah sebagai bahan pelapis buah. Pada buah kontrol (tanpa perlakuan) semua berubah menjadi stadia pink, sedangkan buah dengan perlakuan, A0L0 mengalami perubahan menjadi stadia pink pada ke-10, sedangkan buah dengan perlakuan A0L1.5, A0L3.0, A36L0, A36L1.5, A36L3.0, A72L0. A72L1.5, A72L3.0 pada hari ke-10 stadia warna kulit adalah turning.Buah kontrol pada hari ke-10 telah berubah menjadi stadia red. Sedangkan buah dengan
perlakuan A0L0, A0L1.5, A0L3.0, A36L0, A36L1.5, A36L3.0 menunjukkan perubahan warna menjadi stadia pink rata-rata 6 buah dari 10 buah yang diamati, sedangkan perlakuan A72L0, A72L1.5, A72L3.0 menunjukkan perubahan warna stadia pink rata-rata 3 buah. Pada hari ke-15 semua buah yang diberikan perlakuan telah berubah menjadi warna pink.
Pada hari ke-20 buah kontrol mengalami 8 buah pengeriputan dari 10 buah yang diamati, sedangkan perlakuan A0L0 mengalami pengeriputan 6 buah tomat, perlakuan A72L30 mengalami pengeriputan 4 buah, dan perlakuan lainnya A0L15, A36LL0, A36L15, A36L30, A72L0, A72L1.5 mengalami pengeriputan 3 buah, sehingga kontrol adalah perlakuan yang paling banyak mengalami pengeriputan pada permukaan buah tomat. Buah kontrol pada hari ke-5 telah mengalami perubahan kekerasan menjadi agak lembek. Sedangkan buah yang diberikan perlakuan belum dirasakan adanya perubahan kekerasan. Pada hari ke-10 buah tomat kontrol semakin lembek dengan semua buah berwarna merah. Sedangkan pada perlakuan A0L0, A0L1.5 dirasakan terjadi perubahan kekerasan, dan untuk perlakuan A0L3.0, A36L0, A36L1.5, A36L3.0, A72L0, A72L1.5, A72L3.0 buah masih keras. Pada hari ke-15 perbedaan kekerasan buah hampir samadengan hari ke-10. Samai hari ke-20, buah dengan perlakuan A36L1.5, A36L3.0, A72L1.5 masih relatif keras dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada hari ke-20 kerusakan terjadi pada perlakuan A72L0 dengan jumlah kerusakan rata-rata 2 buah, mengalami kerusakan >25% di bandingkan
kontrol, kontrol lebih banyak mendominasi dibandingkan semua perlakuan terhadap kerusakan yang terjadi pada buah tomat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Secara umum, pengaruh nyata dari lama cekaman anaerobik cenderung berinteraksi dengan konsentrasi emulsi lilin lebah terhadap mutu dan masa simpan. Pada kondisi tanpa pemberian cekaman kondisi anaerobik, semakin meningkat konsentrasi emulsi lilin lebah menyebabkan semakin meningkatnya lama mutu buah dapat dipertahankan. Sedangkan bila diberikan lama cekaman anaerobik selama 72 jam, maka pelapian dengan konsentrasi emulsi lilin lebah sampai 3%, menyebabkan kemunduran mutu semakin cepat dan kerusakan semakin tinggi. Secara umum, kombinasi perlakuan lama cekaman anaerobik (0, 36 dan 72 jam) dan pelapisan dengan emulsi lilin lebah (0, 1.5 dan 3%) pada buah tomat menyebabkan kemunduran mutu lebih lambat dan kerusakan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (tanpa perlakuan).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk melapisi buah tomat, yang sebelumnya diberi cekaman anaerobik selama 36 jam, dengan konsentrasi emulsi lilin lebah 1.5% atau 3% untuk memperlambat penurunan mutu, menurunkan kerusakan buah dan memperpanjang masa simpan buah tomat.
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, M., 1984.Teknologi Buah dan Sayur.Alumni, Bandung.
Adaskaveg, J.E., Foster, H., Sommer, N.F. 2002.Principles of Postharvest Pathology and Management Decay of Edible Horticultural Crops. In Kader A. (Edt). Postharvest Technology of Horticutural Cps (4th Ed).UC DANR Pub 3311. Oakland, CA.
Boersig, M.R., Kader, A.A., Romani, R.J. 1988. Aerobic-anaerobic respiratory transition in pear fruit and cultured pear fruit cells. J.Am. Soc. Hort. Sci .111:869–873.
Harjadi, S.S., dan H. Sunarjono, 1990. Budidaya tomat. Dalam S.S. Harjadi (ed), Dasar-dasar Hortikultura (hal. 1-26). Bogor. Jurusan Budidaya Pertanian. Faperta-IPB.
Huelin FE, Coggiola IM (1968) superficial scald, a functional disorder of stored apples. IV.
Effect of variety, maturity, oiled wraps and diphenylamine on the concentration of α-arnesene in the fruit. J Sci Food Agric 19:297–301
Kismaryanti, A. 2007.Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera) Sebagai Edible Coating Pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon
esculentum) .Tidak Dipublikasikan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Kremer, Fr. & Unterstenhofer, G. (1967): De l’ emploi de la metode de Townsend et Heuberger dans l’interpretation de results d’essais phytosanitares. Pflanzenschutz Nachrichten, Bayer 4: 625–628.
Klieber, A., Ratanachinakorn, B., Simone, D. H. 1996. Effect of low oxygen and high carbon dioxide on tomato cultivar ‘Bermuda’ fruit physiology and composition. Sci Hort 65:251–261.
McGregor B.M. 1989. Tropical Products Transport Handbook.USDA Office of Transportation, Agricultural Handbook 668
Nussinovitch, A., Marmur, T., Elkind, Y. 2013. Edible coating for plant matter. Paten WO2013144961 A1.
Rangana, S.C. 1979. Manual of Analysis of Fruit and Vegetable Products.Tata MsGrow Hill Pub. Co. Ltd. New Delhi, India.
Saltveit, M.E., Sharaf, A.R. 1992. Ethanol inhibits ripening of tomato fruit harvested at various degrees of ripeness without affecting subsequent quality. J.Amer.Soc.Hort.Sci. 117 (5): 793-798.
Weichmann, J. 1986. The effect of controlled atmosphere storage on the sensory and nutritional quality of fruits and vegetables. Hort Rev 8:101–127.
19
Discussion and feedback