JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 5, Nomor 1 , Maret, 2017

Analisis Pemakaian Air Irigasi Pada Budidaya Padi Beras Merah Dengan Sistem Tanam Legowo Nyisip (Studi Kasus di Subak Sigaran).

Usage Analysis of Irrigation Water of Red Rice Cultivation with Legowo Nyisip Cropping Systems (Case Studies in Subak Sigaran)

I Komang Adi Dipayana1, I Wayan Tika1, Sumiyati1 1Jurusan Teknik Pertanian, FakultasTeknologi Pertanian Universitas Udayana

Email : [email protected]

Abtrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemakaian air irigasi pada budidaya padi beras merah dengan sistem tanam legowo nyisip dan membandingkan produktivitas pada setiap perlakuan. Penelitian ini terdiri dari lima perlakuan, yaitu: K0 (konvensional, sesuai kebiasaan petani setempat), K1 (sistem tanam legowo 4:1), K2 (sistem tanam legowo 4:1 nyisip), K3 (sistem tanam legowo 6:1), K4 (sistem tanam legowo 6:1 nyisip). Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah: kebutuhan air irigasi, efisiensi penggunaan air irigasi, jumlah anakan berbuah, panjang malai, jumlah biji padi per malai, berat gabah per rumpun, persentase gabah isi basis jumlah, persentase gabah isi basis berat, berat 1000 butir gabah isi dan hasil produksi tanaman padi. Hasil penelitian menunjukan perbedaan sistem budidaya sesuai perlakuan tidak berpengaruh terhadap kebutuhan air irigasi tiap perlakuan dan efisiensi relatif. Pada produktivitas K0 menghasilkan 5.4 ton/ha, K1 menghasilkan 7.8 ton/ha, K2 menghasilkan 7.2 ton/ha, K3 menghasilkan 7.7 ton/ha, dan K4 menghasilkan 6.5 ton/ha.

Kata kunci: legowo, nyisip, produktivitas.

Abtract

This researce is conducted to compare the usage of irrigation water of red rice cultivation by using legowo nyisip planting sytem and compare productivity of the treatments. This research was consist of five treatments, they were: K0 (the treatment which appropriate to local farmers custom), K1 (planting system of legowo 4:1), K2 (planting sytem of legowo 4:1 nyisip), K3 (planting sytem of legowo 6:1), K4 (planting system of legowo 6:1 nyisip). Parameters that observed in this research were: the requirement of irrigation water, the efficiency of irrigation water using, the number of plants produce grains, the stalks length, the weight of rice in a clump, the rice weight per clump, the percentage of rice based on its amount, the percentage of rice based on its weight, the weight of 1000 grains and the result rice plants production. The research results showed significant differences with cultivation technique between the treatments was no influence to the requirement of irrigation water and efficiency relative in every treatments. To productivity KO produced 5.4 ton/ha, K1 produced 7.8 ton/ha, K2 produced 7:2 ton/ha, K3 produced 7:7 ton/ha, and K4 produced 6:5 ton/ha.

Keywords: legowo, nyisip, productivity.

PENDAHULUAN

Salah satu jenis komoditi padi di Indonesia adalah beras merah. Padi beras merah yang umumnya adalah padi gogo mempunyai produktivitas rendah serta penelitian padi beras merah belum menjadi prioritas. Beras merah juga terbatas dipasarkan dan harganya relatif tinggi. Rendahnya produktivitas tanaman padi beras merah disebabkan oleh tingkat kesuburan tanah

yang terus menurun serta penerapan teknologi budidaya di lapangan yang masih rendah (Adiningsih, S, dkk., 1994),

Sekarang mulai banyak dikembangkan metode tanam padi, salah satunya dengan metode tanam jajar legowo. Legowo diambil dari bahasa Jawa yang berasal dari kata lego dan dowo, lego artinya luas dan

dowo artinya memanjang. Menurut penelitian (Anonim 2007) sistem tanam jajar legowo 4:1 yang menghasilkan gabah tertinggi, tetapi hasil penelitian Hendra (2014) adalah penerapan sistem tanam jajar legowo 6:1 dengan lebar legowo 1,75 x 28 cm menunjukkan produksi per satuan luas sebesar 7,41 ton/ha pada varietas padi ketan. Sedangkan menurut Ludgerius (2015), menerapkan sistem tanam jajar legowo 6:1 menghasilkan produktivitas paling tinggi yaitu 7,48 ton/ha pada varietas padi beras merah.

Dalam proses menanam padi tentu saja tidak lepas dari proses pemberian air atau yang sering disebut irigasi. Menurut (Sudjarwadi,1979) irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan usaha mendapakan air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian. Petani di Bali mengenal suatu sistem irigasi yang sudah ada sejak zaman dahulu yaitu subak. Menurut Windia (2006), subak merupakan suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi dilahan sawah. Salah satu Subak yang ada di Bali yaitu Subak Sigaran.

Subak Sigaran terletak di Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Faktor yang menjadi pertimbangan dipilihnya Subak Sigaran Sebagai lokasi penelitian adalah hampir semua lahan petani di Subak Sigaran dimanfaatkan untuk budidaya tanaman padi. Faktor lain yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah ketersediaan air irigasi. Pada Subak Sigaran ketersediaan air yang melimpah umumnya melebihi dari kebutuhan, sehingga secara teknis kebutuhan air irigasi yang berlebih untuk budidaya tanaman padi tidak menjadi kendala. Ketersediaan air yang melimpah membuat prilaku petani dalam menggunakan air irigasi cenderung berlebihan sehingga penggunaannya menjadi tidak efisien. Dengan demikian maka perlu diadakannya penelitian tentang “Analisis Pemakaian Air Irigasi Pada Budidaya Padi Beras Merah dengan Sistem Tanam Legowo Nyisip”. Untuk mengetahui konsumsi air irigasi pada budidaya tanaman padi beras merah dengan sistem tanam legowo nyisip. Mengetahui tingkat produktivitas tanaman padi beras merah dengan sistem tanam konvensional dan sistem tanam legowo nyisip. Sehingga akan bermanfaat bagi petani.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Subak Sigaran yang terletak di Desa Jegu, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Agustus 2015 sampai Januari 2016.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: gelas ukur, penggaris, meteran, alat olah tanah, tanam caplak, landak (odrok) untuk

pemberantasan gulma, sprayer, sabit, alat pemanen padi. Bahan yang digunakan antara lain: bibit padi varietas Beras Merah Cendana, pupuk, pestisida dan air irigasi.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima demplot dengan tiga kali pengulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan, dengan luas masing-masing demplot seluas 1,5 are, yaitu :

K0 :Kontrol, perlakuan sesuai dengan kebiasaan petani setempat (sistem konvensional)

K1     :Sistem tanam legowo tipe 4:1 tanpa nyisip

K2    :Sistem tanam legowo tipe 4:1 nyisip

K3    :Sistem tanam legowo tipe 6:1 tanpa nyisip

K4    :Sistem tanam legowo tipe 6:1 nyisip

Variabel Pengamatan

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah volume air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Cara pengukuran Kebutuhan Air Irigasi adalah dengan cara mengukur air yang masuk ke petak lahan dengan menggunakan ember dan stopwatch untuk menghitung waktu. Selanjutnya air diukur dengan gelas ukur sehingga air yang masuk diketahui jumlahnya per satuan waktu (liter/detik). Pengukuran tersebut dilakukan dua minggu sekali pada saat pagi, siang dan sore hari. Hal tersebut juga dilakukan untuk menghitung air yang keluar dari petak lahan. Kebutuhan air irigasi dapat di hitung dengan menggunakan rumus prinsip neraca air sebagai berikut :

KAI = Qin – Qout                  [1]

Dimana :

QIn = jumlah air yang masuk pada lahan (petak) Qout = jumlah air yang keluar dari lahan (petak)

Efisiensi Relatif

Efisiensi relatif terhadap metode konvensional dapat diukur menggunakan persamaan berikut :

Efisiensi Relatif=100%-(Kp-Kr)/Kp×100%     [2]

Dimana :

Kp : Kebutuhan air setiap perlakuan (mm/hari)

Kr : Kebutuhan air relatif data terkecil (mm/hari)

Produktivitas

Produksi per satuan luas (ton/Ha) = (berat gabah per perlakuan) / (luas lahan)                 [3]

Selain produktivitas juga dilakukan perhitungan mutu komoditi beras merah yang meliputi beberapa variabel (Anonim, 2013)

Panjang Malai

Pengukuran panjang malai dilakukan menggunakan penggaris pengukuran dimulai dari pangkal malai sampai ujung malai.

Jumlah Bulir Gabah Per Malai

Penghitungan jumlah bulir gabah dilakukan secara manual, dengan cara menghitung banyaknya bulir gabah pada tiap malai.

Berat Bulir Gabah Per Rumpun

Untuk menghitung berat bulir gabah per rumpun dilakukan dengan cara merontokkan bulir gabah dari rumpun kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital.

Bobot 1000 Bulir gabah

Dipisahkan sebanyak 1000 bulir gabah pada tiap perlakuan kemudian ditimbang menggunakan timbangan digital.

Prosentase Gabah Isi (Bernas)

Untuk menghitung persentase gabah isi (bernas), diambil ±10 gram kemudian dipisahkan antara gabah isi dengan gabah hampa.

Untuk menghitung persentase gabah bernas basis jumlah dan persentase gabah bernas basis berat dapat digunakan rumus sebagai berikut.

  • •    Persentase gabah bernas (basis jumlah) = (jumlah gabah isi / jumlah total gabah sampel) x 100%..... (4)

  • •    Persentase gabah bernas (basis berat) = (berat gabah isi / berat total gabah sampel) x 100%.....(5)

Jumlah anakan per rumpun

Jumlah anakan per rumpun dihitung secara manual dengan menghitung jumlah anakan dari tiap rumpun pada setiap perlakuan.

Analisis Data

Tahap pertama yang dilakukan untuk analisis data adalah dengan mengkompilasi data pengukuran dan produktivitas, selanjutnya akan dilakukan validasi data menggunakan Uji One-sample kolmogorov-smirnov test. Uji ini dilakukan untuk menentukan apakah data yang diuji berdistribusi normal atau tidak. Jika uji ini tidak dilakukan maka uji statistik menjadi tidak valid atau bias terutama untuk sampel kecil.

Tahap selanjutnya setelah validasi adalah mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap kondisi pada tanaman padi yang meliputi kebutuhan air irigasi dan efisiensi relatif pada tanaman padi dianalisis dengan metode analysis of variance (ANOVA). Rata-rata data harian pengamatan akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Begitu juga untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan terhadap produktivitas yang meliputi jumlah anakan berbuah, panjang malai, jumlah biji

padi per malai, berat gabah per rumpun, persentase gabah bernas basis jumlah dan berat, dan bobot 1000 butir gabah juga akan di analisis dengan metode analysis of variance (ANOVA). Data rata-rata produktivitas masing-masing perlakuan akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Analysis of variance atau yang disingkat dengan ANOVA adalah salah satu uji komperatif yang digunakan untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua kelompok.

Karena beberapa variabel yang diamati terjadi pengaruh nyata, maka dilakukan uji beda nyata terkecil (BNT). BNT merupakan uji lanjutan yang digunakan untuk mengetahui jenis terbaik berdasarkan rangkinya. Uji ini dilakukan karena adanya perbedaan nyata pada hasil analisis varians.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan Air Irigasi

Dari hasil penelitian terhadap hasil kebutuhan air irigasi tanaman padi beras merah selama satu kali musim tanam pada masing-masing perlakuan diperoleh data seperti yang disajikan pada Tabel 1. Dari uji statistik menunjukkan semua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kebutuhan air irigasi tanaman padi beras merah selama satu kali musim tanam. Secara kuantitatif data dari tabel di atas dapat dilihat perlakuan K1 dengan penerapan sistem tanam legowo 4:1 yang jarak tanamnya lebih lebar dan lorong legowo yang banyak kebutuhan air irigasinya paling hemat yaitu 14.14 mm/hari dibandingkan dengan perlakuan K0 yang menerapkan sistem tanam konvensional yang jarak tanamnya lebih rapat kebutuhan air irigasinya paling boros yaitu 14.53 mm/hari. Hal ini disebabkan karena jarak tanam yang rapat menyebabkan terjadinya kompetisi antar tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Sohel (2009), menyatakan bahwa jarak tanam yang optimum akan memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan bagian akar yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya matahari serta memanfaatkan lebih banyak unsur hara. Sebaliknya, jarak tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman dalam hal cahaya matahari, unsur hara, dan air. Data hasil penelitian kebutuhan air irigasi sejalan dengan usia tanaman pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 1

Kebutuhan air irigasi pada masing-masing perlakuan.

Data Kebutuhan Air Irigasi (mm/hari) Perlakuan

Minggu ke-

K0

K1

K2

K3

K4

Rata-rata

0

8.4

8.7

9.1

8.6

9.2

8.8

2

11.1

11.4

11.4

11.1

11.7

11.34

4

15.9

15.6

15.6

15.3

14.7

15.42

6

17.4

15.9

16.8

17.7

16.8

16.92

8

18

17.1

17.7

17.1

18.6

17.7

10

18.3

19.5

18.6

18.6

18.6

18.72

12

19.6

19.2

19.1

19.5

19.3

19.34

14

20.4

19.9

20.1

20.3

20.1

20.16

16

16.6

15.4

15.6

16.2

15.9

15.94

18

13.2

12.6

13.4

12.8

12.9

12.98

20

9.2

8.1

9.1

8.3

8.4

8.62

Rata-rata

15.3

14.9

15.1

15.0

15.1

15.1

Gambar 2. Grafik Kebutuhan Air Irigai

Gambar 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan mengalami peningkatan kebutuhan air irigasi dari minggu ke 0 sampai minggu ke 14. Dimana dari minggu ke 0 sampai minggu ke 14 merupakan usia vegetative tanaman padi beras merah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjarwadi (1990), yang menyatakan bahwa pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung beberapa saat, nilai kebutuhan air konsumtif akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Dari minggu ke 14 sampai ke minggu 21 kebutuhan air irigasi mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan pendapat De Datta (1981) pada fase pematangan, air yang diperlukan

semakin sedikit dan berangsur-angsur sampai tanaman hanya mengkonsumsi air dari curah hujan dan air bawah tanah pada periode matang kuning, sehingga drainase perlu dilakukan.

Efisiensi Relatif

Dari hasil penelitian, data efisiensi relatif pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi relatif. Secara kuantitatif data perlakuan K1 yang menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 efisiensi penggunaan air irigasinya paling rendah yaitu 63,97%. Hal ini disebabkan karena perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar dan lorong legowo yang lebih banyak akan mengakibatkan evaporasi menjadi tinggi. Evaporasi yang tinggi, dikarenakan suhu pada bulan Agustus sampai Desember yang cenderung meningkat sesuai dengan data BMKG sepuluh tahun terakhir. Hal ini sesuai dengan pendapat (Manan dan Suhardianto, 1999) umumnya radiasi matahari tinggi diikuti suhu udara tinggi dan kelembaban udara rendah. Kedua hal ini dapat memacu terjadinya evaporasi. Tisdale dan Nelson (1966), menyatakanbahwa dengan kata lain pada keadaan udara yang panas maka evaporasi air dari permukaan tanah akan semakin besar.

Tabel 2

Efisiensi penggunaan air irigasi pada masing-masing perlakuan.

Data Efisiensi Relatif (%)

Minggu ke-

K0

K1

perlakuan

K2

K3

K4

Rata-rata

0

96.4

92.9

88.1

94.0

86.9

91.7

2

73.0

70.3

70.3

73.0

67.6

70.8

4

50.9

52.8

52.8

54.7

58.5

54.0

6

46.6

55.2

50.0

44.8

50.0

49.3

8

45.0

50.0

46.7

50.0

41.7

46.7

10

44.3

37.7

42.6

42.6

42.6

42.0

12

41.3

43.4

43.9

41.8

42.9

42.7

14

39.7

42.2

41.2

40.2

41.2

40.9

16

48.8

56.0

54.8

51.2

53.0

52.8

18

61.4

65.9

59.8

64.4

63.6

63.0

20

88.0

100.0

89.1

97.8

96.7

94.3

Rata-rata

57.8

60.6

58.1

59.5

58.6

58.9

Produktivitas

100

Data hasil penelitian terhadap variabel produktivitas dalam bentuk diagram dari pengamatan variabel produktivitas dapat dilihat pada gambar 2.

S


30


I 122505 lllll

S 0


K0 K1 K2 K3 K4


Perlakuan


Gambar 2c Persentase Bernas Basis Jumlah


0


M          K0 K1 K2 K3 K4


85


Perlakuan


Gambar 2a. Berat 1000 Bulir

Gambar 2b.Berat Gabah per Rumpun


A 65 illll


K


65


0        K0 K1 K2 K3 K4


Perlakuan


Gambar 2d. Persentase Bernas Basis Berat


250


g           K0 K1 K2 K3 K4


Perlakuan


Gambar 2e. Jumlah Bulir per Malai


42

B 40

3 38 i 36

H1 34

K 'S’ 32 ⅛ 30


K1 K2 K3 K4


Sesuai dengan Gambar 2a dibawah, Perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan bobot 1000 bulir gabah yang paling berat yaitu 26.9 gram. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan bobot 1000 bulir gabah yang paling ringan yaitu 21.6 gram. Menurut Masdar (2006), bahwa bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh jarak tanam. Hal ini diduga bentuk dan ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang dihasilkan hampir sama. Tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak atau tidaknya bahan kering yang terkandung dalam biji.Bahan kering dalam biji diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengisian biji. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap bobot 1000 bulir gabah.

K0


Perlakuan


Gambar 2f. Panjang Malai

Gambar 2g . Jumlah Anakan Berbuah


Pada Gambar 2b, Perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan berat bulir gabah per rumpun yang paling berat yaitu 67.9 gram. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan berat bulir gabah per rumpun yang paling ringan yaitu 35.3 gram. Hal ini sesuai dengan pendapat Sohel (2009) yang menyatakan, jarak tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman untuk memperoleh cahaya matahari, air, dan unsur hara. Menurut Harjadi (1984), dengan meningkatnya proses asimilasi maka pemupukan karbohidrat yang disimpan dalam jaringan batang dan daun yang kemudian diubah menjadi gula dan diangkut ke jaringan buah semakin meningkat, sehingga dapat menambah berat gabah. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap berat bulir gabah per rumpun.

10


Sesuai dengan Gambar 2c, Perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan persentase gabah bernas basis jumlah yang paling tinggi yaitu 74.7 %. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan bernas basis jumlah yang paling rendah yaitu 65.7 %. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap bernas basis jumlah.

K0 K1 K2 K3 K4


Perlakuan


Gambar 2h. Produktivitas


Sesuai dengan Gambar 2d, Perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan persentase gabah bernas basis berat yang paling tinggi yaitu 82.0 %. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan bernas basis berat yang paling sedikit yaitu 75.3 %. Menurut Arimbawa (2012), penerapan legowo mempengaruhi panjang malai yang berkorelasi terhadap jumlah gabah per malai, semakin panjang malai yang terbentuk semakin banyak peluang gabah yang dapat ditampung oleh malai. Sementara itu, jumlah gabah bernas dan bobot biji yang terbentuk dalam satu malai 136

sangat bergantung dari proses fotosintesis dari tanaman selama pertumbuhannya dan sifat genetis dari tanaman padi yang dibudidayakan. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap bernas basis berat. Pada gambar 2e Perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan jumlah biji padi per malai yaitu 180.7 biji. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam lebih rapat dari perlakuan K1 menghasilkan jumlah biji padi per malai yang paling sedikit yaitu 142.7 biji . Hal ini sesuai dengan pendapat Lin (2009), menyatakan jarak tanam yang lebar serta semakin banyak lorong legowo dapat memperbaiki total penangkapan cahaya oleh tanaman dan dapat meningkatkan hasil biji. Menurut Arimbawa (2012), jumlah bulir gabah per malai merupakan salah satu komponen hasil yang berpengaruh terhadap hasil padi. Umumnya jumlah gabah per malai berkolerasi positif dengan panjang malai. Semakin panjang malai yang terbentuk, semakin banyak peluang jumlah gabah yang dapat ditampung oleh malai. Hal ini terjadi pada perlakuan K1, dimana K1 memiliki rata-rata malai yang terpanjang dan menghasilkan jumlah biji padi per malai yang terbanyak. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap biji padi per malai.

Untuk panjang malai dengan Gambar 2f, hasil penelitian menunjukkan perbedaan rata-rata panjang malai yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan. Perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan panjang malai yang paling panjang yaitu 38.27 (cm). Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam lebih rapat dari perlakuan K1 menghasilkan panjang malai yang paling pendek yaitu 34.78(cm). Pernyataan ini sesuai dengan pernyataan Hatta (2012) yang menyatakan bahwa jarak tanam yang lebih lebar akan menghasilkan malai yang lebih panjang. Sebaliknya, jarak tanam yang rapat akan menghasilkan malai yang lebih pendek. Sohel (2009), menyatakan bahwa jarak tanam yang optimum akan memberikan pertumbuhan bagian atas tanaman dan pertumbuhan bagian akar yang baik sehingga dapat memanfaatkan lebih banyak cahaya matahari serta memanfaatkan lebih banyak unsur hara. Sebaliknya, jarak tanam yang terlalu rapat akan mengakibatkan terjadinya kompetisi antar tanaman yang sangat hebat dalam hal cahaya matahari, air, dan unsur hara. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terhambat dan hasil tanaman rendah. Hal ini terjadi pada perlakuan K0 yang menghasilkan rata-rata malai yang pendek. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai.

Sesuai gambar 2g, perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan jumlah anakan

berbuah yang paling banyak yaitu 18.9 anakan berbuah. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan jumlah anakan per rumpun yang paling sedikit yaitu 11.2 anakan berbuah. Semakin lebar jarak tanam maka semakin banyak jumlah anakan berbuah yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Husna (2010), apabila jarak tanam yang diberikan semakin lebar maka akan menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak.

Sesuai dengan Gambar 2h, hasil penelitian menunjukkan perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan produktivitas yang paling berat yaitu 7.8 ton/ha. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan produktivitas yang paling rendah yaitu 5.4 ton/ha. Hal ini sesuai dengan pendapat Hatta (2012) yang menyatakan jarak tanam mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi. Menurut Hamzah dan Atman (2000), peningkatan hasil gabah ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya populasi tanaman padi. Selain pengaruh populasi tanaman, peningkatan hasil gabah juga disebabkan oleh meningkatnya nilai komponen hasil. Dari uji statistik menunjukkan bahwa semua perlakuan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas.

KESIMPULAN

Perlakuan K1 dengan penerapan sistem tanam legowo 4:1 rata rata kebutuhan air irigasinya paling hemat yaitu 14.9 mm/hari dibandingkan dengan perlakuan K0 yang menerapkan sistem tanam konvensional yang kebutuhan air irigasinya paling boros yaitu 15.3 mm/hari. Perlakuan K1 yang menggunakan sistem tanam jajar legowo 4:1 efisiensi penggunaan air irigasinya paling rendah yaitu 57.8%. Pada produktivitas perlakuan K1 dengan jarak tanam yang lebih lebar menghasilkan produktivitas yang paling tinggi yaitu 7.8 ton/ha. Sebaliknya, perlakuan K0 dengan jarak tanam yang rapat menghasilkan produktivitas yang paling rendah yaitu 5.4 ton/ha.

SARAN

Untuk menghasilkan produktivitas tanaman padi beras merah yang optimal pada subak, sebaiknya menerapkan sistem tanam jajar legowo 4:1. Perlu dilakukan penetian lebih lanjut dengan perlakuan yang berbeda seperti sistem tanam jajar legowo 2;1.

Daftar pustaka

Arimbawa I.B. 2012. Pengaruh Sistem Tanam Terhadap Peningkatan Produktivitas Padi Di Lahan Sawah Dataran Tinggi Beriklim Basah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jln. By Pass Ngurah Rai, Denpasar.

De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley & Sons, Inc.Canada. 618p.

Hamzah, Z. Dan Atman. 2000. Pemberian Pupuk SP36 dan System Tanam Padi Sawah Varietas Cisokan. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian Dan Pengkajian Pertanian. Buku I. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian Bogor; 89-92 Hlm.

Hatta, M. 2012. Uji Jarak Tanam Sistem Legowo Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Padi Pada Metode SRI. Staf Pengajar Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh.

Hendra, I Putu. 2014. Kajian Jarak Legowo Pada Budidaya Padi Sistem Jajar Legowo (Studi Kasus di Subak Suala, Desa Pitera, Kec. Penebel, Kab. Tabanan). Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Bali.

Lin, XQ, D.F. Zhu, H.Z. Chen, and Y.P. Zhang. 2009. Effects of Plant Density and Nitrogen Application Rate On Grain Yield And Nitrogen Uptake Of Super Hybrid Rice. Rice Science 16(2):138-142

Ludgerius, Paul. 2015. “Aplikasi Metode SRI dan Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Iklim Mikro yang Mempengaruhi Produktivitas Padi Beras Merah”. (Studi Kasus di Subak Suala, Desa Pitera, Kec. Penebel, Kab. Tabanan)

Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana. Bali.

Manan dan Suhardianto, 1999.Penelitian Agroklimat dan Pengembangan Database Sumberdaya Iklim untuk meningkatkan Hasil Pertanian di Sulawesi Tenggara. Laporan Penelitian. Pusat Penelitan Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Masdar, Musliar. K, Bujang R., Nurhajati H., Helmi. 2006. Tingkat Hasil Dan Komponen Hasil Sistem Intensifikasi Padi (SRI) Tanpa Pupuk Organik Di Daerah Curah Hujan Tinggi. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 8 (2):126-131.

Sudjarwadi. 1990. Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik, UGM. Yogyakarta.

Sohel, M. Siddique, M. Asaduzzaman, M. N. Alam, & M.M. Karim, 2009. Varietal Performance of Transplant Aman Rice under Different Hill Densities. Bangladesh J. Agril. Res. 34(1): 33 – 39.

Tisdale, S.L. and W.L. Nelson. 1966. Soil Fertility and Fertilizers. The Macmillan Company, New York.

Windia, W.2006.Transformasi Sistem Irigasi Subak yang Berlandaskan Tri Hita Karana, Denpasar: Pustaka Bali Post.

138