Pengaruh Konsentrasi Dekstrin dan Tween 80 (Polyoxyethylene Sorbitan Monooleat) pada Proses Pengeringan Gel Daun Lidah Buaya (Aloe barbadensis Miller) dengan Cabinet Dryer.
on
BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 4, Nomor 2, September 2016
Pengaruh Konsentrasi Dekstrin dan Tween 80 (Polyoxyethylene Sorbitan Monooleat) pada Proses Pengeringan Gel Daun Lidah Buaya (Aloe barbadensis Miller) dengan Cabinet Dryer.
I Wayan Adi Saputra, I. A. Rina Pratiwi P., I.B.P Gunadnya
Prodi. Teknik Pertanian, Universitas Udayana
Email : adiexsaputra@ymail.com
Abstract
This study was conducted to determine the effect of the concentration of dextrin and tween 80 in the drying process by using dryer cabinet and determine the concentration of dextrin and tween 80 which can speed up the drying process of aloe vera gel. This study used a Randomized Complete Design (RBD) with 2 factors. The first factor was the concentration of dextrin (10%, 14%, 18%, 22%) and the second factor was the concentration of tween 80 (0.3%, 0.4%, 0.5%) with the drying temperature of 70°C. The experiment was repeated three times. Observations were made every 2 hours until the sample weight did not decrease. Variables which observed were rate of drying, whiteness, yield, and pH of flour aloe vera. The results showed that concentrations of dextrin and tween 80 significantly affected water content, the degree of whiteness of the flour was affected by concentrations of dextrin. Treatment interaction between dextrin concentration and tween 80 did not significantly affect all parameters observed. The addition of dextrin will slow the drying process, on the contrary the addition of tween 80 will speed up the drying process. The highest yield at amount of 10.99% was obtained from the treatment interaction of 22% dextrin with 0.3% tween 80. The degree of acidity (pH) of the flour at 4.00 which was the highest value of pH was yielded form the treatment interaction of 10% dextrin with 0.5% tween 80. In this study, the best treatment resulting aloe vera flour that approaching the standards of quality of Terry Laboratories was a treatment interaction of 22% dextrin with 0.3% tween 80. The flour had a water content of 8.68%, the degree of whiteness 50.51, yield 10.99%, and the degree of acidity (pH) 3.65.
Keywords: aloe vera flour, dextrin, tween 80, cabiner drayer
PENDAHULUAN
Lidah buaya atau Aloe vera (Aloe barbadensis Miller) merupakan tanaman berduri yang berasal dari daerah kering di benua Afrika. Tanaman lidah buaya ini telah dikenal dan digunakan sejak ribuan tahun yang lalu karena khasiat dan manfaatnya yang luar biasa. Catatan sejarah menyebutkan bahwa bangsa Mesir kuno telah mengetahui manfaat lidah buaya sebagai tanaman kesehatan sejak tahun 1500 SM. Mengetahui manfaat lidah buaya yang begitu luar biasa, bangsa Mesir kuno menyebut tanaman lidah buaya sebagai tanaman keabadian. Lidah buaya atau Aloevera adalah salah satu tanaman obat yang berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit. Tanaman ini sudah digunakan bangsa Samaria sekitar tahun 1875 SM. Seorang peracik obat-obatan
tradisional berkebangsaan Yunani bernama Dioscordes menyebutkan bahwa lidah buaya dapat mengobati berbagai penyakit. Misalnya bisul, kulit memar, pecah-pecah, lecet, rambut rontok, wasir, dan radang tenggorokan. Dalam laporannya, Fujio L. Panggabean, seorang peneliti dan pemerhati tanaman obat, mengatakan bahwa keampuhan lidah buaya tak lain karena tanaman ini memiliki kandungan nutrisi yang cukup bagi tubuh manusia. Hasil penelitian lain, lidah buaya menunjukkan kandungan karbohidrat merupakan komponen terbanyak setelah air, dan menyumbangkan sejumlah kalori sebagai sumber tenaga (Anonim, 2011). Gel lidah buaya menurut Winarti dan Nurjanah (2005), memiliki sifat yang mudah rusak karena adanya kandungan nutrisi dan enzim. Sifat gel lidah buaya yang mudah rusak mendorong dilakukannya upaya
pengolahan menjadi salah satu produk tepung. Upaya ini disamping untuk mempertahankan kandungan nutrisi dalam gel juga untuk memberikan nilai tambah karena penggunaan lidah buaya saat ini sangat beragam dari makanan, minuman, kosmetik dan obat-obatan, sehingga lidah buaya tidak hanya dijual dalam bentuk pelepah segar yang relatif murah (Syahputra, 2008). Pengeringan atau pembuatan tepung dari gel lidah buaya dalam industri umumnya menggunakan metode freeze drying dan spray drying. Namun produk tepung yang dihasilkan harganya mahal karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi alat pengering seperti freeze dryer dan spray dryer (Latifah dan Apriliawan, 2009). Dengan membuat penelitian pengeringan kabinet (cabinet drying), peralatan yang digunakan lebih sederhana dibandingkan dengan freeze dryer dan spray dryer. Dengan demikian dapat menghemat biaya operasional serta pengeringan dengan metode ini memiliki biaya investasi yang jauh lebih rendah (Wirakartakusumah et al., 1992). Gonnissen et al. (2008) menyatakan bahwa pengolahan tepung memerlukan filler sebagai pengisi dengan tujuan untuk mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume. Filler yang digunakan dalam pengeringan gel lidah buaya menjadi tepung adalah maltodekstrin dan tween 80 dengan menggunakan metode Foam-mat Drying serta suhu yang digunakan adalah 60°C (Ramadhia et al., 2012). Selanjutnya Ramadhia et al. (2012) melaporkan hasil perlakuan terbaik adalah kombinasi dari 15% maltodekstrin dan 0.3% tween 80. Hasil penelitian pembuatan tepung lidah buaya yang lain dengan menggunakan filler dekstrin 15%, memberikan hasil tepung lidah buaya terbaik dengan menggunakan freeze dryer (Latifah dan Apriliawan, 2009). Dari penelitian yang sudah dilakukan oleh Latifah dan Apriliawan (2009), Ramadhia et al., (2012) belum disebutkan berapa lama waktu yang digunakan untuk mengeringkan gel lidah buaya, karena lama waktu pengeringan sangat berpengaruh terhadap kualitas yang terdapat di dalam gel lidah buaya
yang dikeringkan. Tetapi Syahputra (2008) melaporkan bahwa pembuatan tepung lidah buaya dengan menggunakan oven blower dan suhu 70°C serta lama waktu pengeringan selama 12 jam memberikan hasil yang terbaik pada proses pengeringan gel lidah buaya dengan konsentrasi dekstrin 6%. Pada penelitian ini, filler yang digunakan adalah dekstrin dan tween 80. Untuk proses pengeringan gel daun lidah buaya menggunakan cabinet dryer dengan suhu pengeringan 70°C. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi bahan pengisi dekstrin dan tween 80 pada proses pengeringan gel lidah buaya dengan menggunakan cabinet dryer dan mengetahui konsentrasi dekstrin dan tween 80 yang dapat mempercepat proses pengeringan gel daun lidah buaya.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Proses pengeringan dilakukan di Industri Aloevera Mekar Sari Dusun Bonbiu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar dan analisis data dilakukan di Laboratorium Teknik Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanaian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2014 sampai September 2014.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, talenan, keranjang plastik, loyang stainless steel, gelas ukur 10 ml, sendok, stopwatch, kertas pelabelan, blender (Philips Pelumat 350 W, 220-240 V, 50-60 Hz, 2 L), cabinet dryer (20 rak sudah dimodifikasi, kompor gas (Quabtum Q6C-101R), timbangan digital (ACIS EXCLLENCE in Measurement, Compact Multi-Purpose Scale-BC 5.000), timbangan manual (Lion Star), pH meter (pH meter Tester HI 98107), dan colormeter (AcuuProbe HH 06, New York, USA). Bahan utama penelitian ini adalah daun lidah buaya dengan panjang pelepahnya kurang lebih 80 cm serta bercirikan daun sudah berwarna hijau tua. Daun lidah buayadiperoleh dari kebun petani
lidah buaya di Kelompok Tani Aloevera Mekar Sari, dekstrin, tween 80, dan aquades.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor. Faktor pertama yaitu konsentrasi dekstrin dan faktor yang kedua yaitu konsentrasi tween 80 dengan suhu pengeringan 70°C. Perlakuan diulang sebanyak tiga (3) kali. Pengamatan dilakukan setiap 2 jam sekali sampai berat sampel tidak mengalami penurunan. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan untuk mengetahui konsentrasi dekstrin dan tween 80 yang terbaik untuk digunakan sebagai acuan penelitian utama. Kisaran konsentrasi dekstrin yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah D1 (4%), D2 (12%), D3 (20%), D4 (28%) dan tween 80 pada penelitian pendahuluan adalah T1 (0.2%), T2 (0.3%), T3 (0.4%), T4 (0.5%). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan hasil bahwa penggunaan konsentrasi dekstrin D1 (4%) dengan tween 80 T1 (0.2%) menyebabkan penampakan tepung lidah buaya kurang bagus, berwarna coklat tua dan teksturnya juga kasar serta sulit dipisahkan dari loyang karena masih ada sampel yang menempel di loyang, selain itu pada konsentrasi tween 80 T2 (0.3%), T3 (0.4%), T4 (0.5%) menyebabkan penampakan warna tepung lidah buaya berwarna coklat muda dan teksturnya halus serta mudah dipisahkan dari loyang. Perlakuan konsentrasi dekstrin D2 (12%) dan D3 (20%) dengan tween 80 T1 (0.2%), T2 (0.3%), T3 (0.4%), T4 (0.5%) menyebabkan penampakan tepung lidah buaya cukup bagus dan berwarna kream muda serta teksturnya halus, namun pada konsentrasi tween 80 T1 (0.2%) masih sulit dipisahkan dari loyang, sedangkan perlakuan konsentrasi dekstrin D4 (28%) dengan tween 80 T1 (0.2%), T2 (0.3%), T3 (0.4%), T4 (0.5%) menyebabkan penampakan tepung berwarna putih seperti dekstrin dan teksturnya keras, ini disebabkan karena terlalu banyak menggunakan dekstrin.
Karena pemberian konsentrasi dekstrin D1 (4%) dan D4 (28%) serta tween 80 T1 (0.2%) menyebabkan penampakan tepung tidak bagus,
maka kisaran konsentrasi dekstrin yang digunakan dalam penelitian utama adalah D1 (10%), D2 (14%), D3 (18%), D4 (22%) dan tween 80 T1 (0.3%), T2 (0.4%), T3 (0.5%).
Tahapan-tahapan pelaksanaan penelitian utama sebagai berikut :
-
1. Pelepah daun lidah buaya disortasi pada saat panen untuk memperoleh pelepah yang seragam yaitu dilihat dari warna dan ukuran yang seragam serta tidak ada bagian pelepah yang rusak. Pelepah yang dipanen bercirikan daun berwarna hijau tua dan panjang pelepahnya 80 + 2 cm.
-
2. Pelepah daun lidah buaya dicuci untuk menghilangkan kotoran - kotoran yang menempel dipermukaan pelepah dengan menyemprotkan air menggunakan selang air dan menggosok permukaan pelepah dengan menggunakan kain bersih. Selanjutnya pelepah yang sudah bersih dipotong menjadi tiga bagian untuk memudahkan proses pengupasan kulit sehingga didapatkan gelnya saja.
-
3. Gel daun lidah buaya yang sudah dipisahkan dari kulitnya dipotong kecil menyerupai dadu. Selanjutnya hasil potongan tersebut ditimbang sebanyak 1 kg dan dimasukkan ke dalam blender serta ditambahkan dengan dekstrin dan tween 80 sesuai perlakuan. Saat proses penghancuran menjadi bubur gel daun lidah buaya, dekstrin dan tween 80 sudah tercampur merata, selanjutnya gel daun lidah buaya tersebut diletakkan pada loyang. Loyang yang berisi gel daun lidah buaya dikeringkan dengan cabinet dryer dengan suhu 70°C dan setiap 2 jam sekali dikeluarkan dari cabinet dryer dan ditimbang untuk menghitung penurunan kadar air dari proses pengeringan tersebut hingga tidak lagi mengalami penurunan berat.
-
4. Setelah kering menjadi tepung lidah buaya dilanjutkan dengan menganalisa.
Variabel Pengamatan
Variabel yang diamati di dalam penelitian ini meliputi karakteristik pengeringan yang terdiri atas kadar air dan laju pengeringan yang dihitung berdasarkan pada berat sampel yang ditimbang setiap 2 jam sekali, serta karakteristik fisik tepung lidah buaya yang terdiri dari warna derajat putih, rendemen, dan pH.
Analisis Data
Data hasil pengeringan dari kombinasi dekstrin dan tween 80 yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam pada tarafuji 5%dan apabila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter yang diamati,
maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan Laju Pengeringan dengan Kadar Air Laju pengeringan menggambarkan bagaimana cepatnya pengeringan berlangsung. Laju pengeringan diukur dengan banyaknya air yang dikeluarkan per satuan waktu. Adapun laju pengeringan yang terjadi pada penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Laju Pengeringan dengan Kadar Air pada Interaksi Perlakuan Dekstrin 10%, 14%, 18% dan 22% dengan Kombinasi Tween 80 A (0.3%), B (0.4%), C (0.5%).
Gambar 1. dapat dilihat hubungan antara laju pengeringan terhadap kadar air menggunakan kombinasi dektrin dan tween 80. Pada interaksi perlakuan dekstrin D1 (10%) dengan tween 80 T3 (0.5%) terlihat laju pengeringannya lebih tinggi dibandingkan dengan interaksi perlakuan dekstrin D2 (14%), interaksi perlakuan dekstrin D3 (18%), dan interaksi perlakuan D4 (22%) dengan tween 80 T1 (0.3%), T2 (0.4%), dan T3 (0.5). Semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang digunakan maka laju pengeringan akan semakin
rendah dan semakin tinggi konsentrasi tween 80 yang digunakan maka laju pengeringan akan semakin tinggi. Peningkatan konsentrasi dekstrin dan tween 80 akan menurunkan kadar air gel lidah buaya sampai menjadi tepung. Selain itu adanya penambahan konsentrasi bahan pengisi dekstrin yang semakin meningkat akan mengikat air yang ada pada gel lidah buaya sehingga laju pengeringan dan kadar airnya semakin rendah. Menurut Al Kahtani dan Hassan (1990) dalam Rakhmad (2007),
penambahan bahan pengisi akan meningkatkan jumlah total padatan dalam bahan sehingga jumlah air pada bahan yang dikeringkan akan semakin sedikit. Ratti dan Kudra (2006) mengungkapkan bahwa semakin banyak jumlah tween 80 yang digunakan semakin memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori pada bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses pengeringan
dalam mengeluarkan air yang terdapat dalam bahan pada proses penguapan.
Kadar Air
Proses pengeringan gel lidah buaya dengan pemberian konsentrasi dekstrin dan tween 80 menunjukan bahwa kadar air gel lidah buaya hingga menjadi tepung mengalami penurunan. Penurunan kadar air selama proses pengeringan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Penurunan Kadar Air pada Interaksi Perlakuan Dekstrin 10%, 14%, 18%, dan 22% dengan Tween 80 A (0.3%), B (0.4%), dan C (0.5%).
Gambar 2. dapat dilihat perlakuan dekstrin 10% lebih cepat menurunkan kadar air dibandingkan dengan perlakuan dekstrin 14%, perlakuan dekstrin 18%, dan perlakuan dekstrin 22%. Semakin bertambahnya konsentrasi dekstrin yang digunakan maka pengeringan gel lidah buaya akan semakin lama. Fennema (1985) mengemukakan bahwa dekstrin tersusun atas unit glukosa yang dapat mengikat air, sehingga oksigen yang larut dapat dikurangi, akibatnya proses oksidasi dapat dicegah. Faktor penyebab penurunan kadar air pada tepung lidah buaya juga disebabkan oleh penambahan konsentrasi tween 80. Ratti dan Kudra (2006) mengungkapkan bahwa semakin banyak jumlah
tween 80 yang digunakan semakin memperbesar luas permukaan dan memberikan struktur berpori pada bahan, sehingga akan menyebabkan kecepatan proses pengeringan dalam mengeluarkan air yang terdapat dalam bahan pada proses penguapan. Hasil akhir kadar air yang didapat dari tepung lidah buaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Kadar Air Akhir Tepung Lidah Buaya
Kombinasi Perlakuan Kadar Air %bb
D1T1 9.03 a
D1T2 |
8.95 b |
D1T3 |
8.92 b |
D2T1 |
8.91 b |
D2T2 |
8.87 c |
D2T3 |
8.84 d |
D3T1 |
8.79 e |
D3T2 |
8.72 f |
D3T3 |
8.69 f |
D4T1 |
8.68 f |
D4T2 |
8.64 g |
D4T3 |
8.59 h |
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P>0.05).
Tabel 1. menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar air tertinggi tepung lidah buaya adalah
dari interaksi perlakuan D1 (10%) T1 (0.3%) sebesar 9,03% yang dikeringkan selama 28 jam dan terendah adalah dari interaksi perlakuan D4 (22%) T3 (0.5%) sebesar 8.59% yang dikeringkan selama 50 jam. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi dekstrin dan tween 80 berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penurunan kadar air gel lidah buaya hingga menjadi tepung.
Derajat Warna Putih
Gambar 3. terlihat derajat warna putih tepung lidah buaya yang terendah adalah dari interaksi perlakuan D1 (10%) T2 (0.4%) sebesar 44.99 dan derajat warna putih yang tertinggi adalah dari interaksi perlakuan D4 (22%) T1 (0.3%) sebesar 50.51.

Gambar 3. Nilai Derajat Warna Putih Tepung Lidah Buaya
Hasil analisis sidik ragam memberikan pengaruh nyata (P<0.05) terhadap derajat warna putih tepung lidah buaya. Hasil uji lanjutan untuk derajat warna putih tepung lidah buaya menunjukkan bahwa interaksi perlakuan D1 (10%) T2 (0.4%) menyebabkan derajat warna putih lebih rendah dan berbeda nyata (P<0.05) dengan interaksi perlakuan yang lain. Menurut Reynold (1982), dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam, berwarna putih sampai
kuning. Menurut Mulyandari (1992), derajat warna putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Semakin murni proses ekstraksi pati, maka tepung yang dihasilkan akan semakin putih. Jika proses ekstraksi pati dilakukan dengan baik maka semakin banyak komponen pengotor yang hilang bersama air pada saat pencucian pati. Nilai rata-rata keputihan tepung lidah buaya dan hasil analisis Duncan ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Rata-rata Warna Keputihan Tepung Lidah Buaya
Perlakuan |
Rata-rata Derajat Putih |
D1T1 |
47.32 c |
D1T2 |
44.99 d |
D1T3 |
47.65 bc |
D2T1 |
49.42 abc |
D2T2 |
49.92 ab |
D2T3 |
49.70 abc |
D3T1 |
48.48 abc |
D3T2 |
49.93 ab |
D3T3 |
49.04 abc |
D4T1 |
5.,51 a |
D4T2 |
48.79 abc |
D4T3 |
49.03 abc |
Keterangan : Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata (P>0.05).
Rendemen
Penambahan konsentrasi dekstrin dapat meningkatkan rendemen dan penambahan konsentrasi tween 80 dapat menurunkan rendemen. Gambar 4. dapat dilihat terjadinya penurunan rendemen pada perlakuan dekstrin 10%, 14%, 18%, dan 22% yang dikombinasikan dengan tween 80 0.3%, 0.4%, dan 0.5%.
Rata- atRa;a tD -RTR1aa;ttaa;-DR4atTa2;; D4T3;
-
■ Rata-Rata; D1T1;
_ . . ____ 1199
" Rata-R tRa;atDa3-RT1a;tRa;atDa3-RT2a;ta; D3T3;.
-
■ Rata-Rata; D2T1;
10.R1a8ta-RatRaa; tDa2-RT2a;ta; D2T130;.33 10.29
10.23
10
.
97 108D31T1
— D1T2
gB Rata-Rata; D1T2;
9.92 9.7R4ata-Rata; D1T3

10.06 10.01

Perlakuan
D1T3
■ D2T1
■ D2T2
D2T3
■ D3T1
Gambar 4. Penurunan Rendemen disetiap Kobinasi Perlakuan
Gambar 4. dapat dilihat nilai persentase rendemen terendah adalah dari interaksi perlakuan D1 (10%) T3 (0.5%) dengan persentase rendemen 9.58% dan nilai persentase rendemen tertinggi adalah dari interaksi perlakuan D4 (22%) T1 (0.3%) dengan persentase rendemen 10,99%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan kombinasi dekstrin dan tween 80 tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap peningkatan rendemen. Penurunan rendemen dipengaruhi oleh konsentrasi tween 80, semakin bertambahnya konsentrasi tween 80 yang digunakan maka air yang diuapkan semakin cepat dan rendemen pada tepung lidah buaya akan menurun. Menurut Sankat dan Castaigne (2004) tween 80 selain sebagai bahan pembusa juga dapat berfungsi sebagai kapsulat, emulsifier dan mempercepat proses pengeringan.
Derajat Keasaman (pH) Tepung Lidah Buaya Nilai pH dari tepung lidah buaya mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi dekstrin yang digunakan.
Gambar 5. menunjukkan nilai pH tertinggi adalah dari kombinasi perlakuan D1 (10%) T3 (0.5%) sebesar 4.00 dan terendah adalah dari kombinasi perlakuan D4 (22%) T1 (0.3%) sebesar 3,65. Nilai pH dari tepung lidah buaya mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi dekstrin yang digunakan. Menurut Reynold (1982), dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati yang diatur oleh enzim-enzim tertentu atau hidrolisis oleh asam. Oleh karena itu semakin tinggi konsentrasi dekstrin yang digunakan maka asam akan semakin banyak yang menyebabkan nilai pH tepung lidah buaya akan semakin menurun. Namun dengan bertambahnya konsentrasi tween 80 yang digunakan, pH
tepung lidah buaya menjadi meningkat. Peningkatan pH tersebut disebabkan oleh nilai pH dari tween 80 yang berada pada rentan 6.0 – 8.0 (Rowe et al., 2003). Oleh karena itu semakin bertambahnya konsentrasi tween 80 yang digunakan, maka nilai pH akan menjadi
meningkat. Hasil analisis sidik ragam derajat keasaman (pH) pada setiap kombinasi perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap pH tepung lidah buaya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Konsentrasi dekstrin berpengaruh nyata terhadap kadar air dan nilai derajat putih. Konsentrasi tween 80 berpengaruh nyata terhadap kadar air. Perlakuan interaksi konsentrasi dekstrin dan tween 80 tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati. Penambahan dekstrin akan memperlambat proses pengeringan, namun sebaliknya penambahan tween 80 akan mempercepat proses pengeringan. Perlakuan interaksi konsentrasi dekstrin dan tween 80 yang paling cepat mengeringkan gel lidah buaya sampai beratnya tidak mengalami penurunan adalah interaksi perlakuan dekstrin 10% dengan tween 80 0.5% dan yang paling lama adalah interaksi perlakuan dekstrin 22% dengan tween 80 0.3%. Derajat putih tepung lidah buaya tertinggi adalah dari interaksi perlakuan dekstrin 22% dengan tween 80 0.3% sebesar 50,51. Rendemen tertinggi yang didapatkan adalah dari
interaksi perlakuan dekstrin 22% dengan twen 80 0.3% sebesar 10.99%. Derajat keasaman (pH) tertinggi adalah dari interaksi perlakuan dekstrin 10% dengan tween 80 0.5% sebesar 4,00. Perlakuan terbaik dari penelitian ini yang mendekati standar mutu Terry Laboratories adalah interaksi perlakuan dekstrin 22% dengan tween 80 0.3% dengan kadar air 8.68%, nilai derajat keputihan 50.51, rendemen 10.99%, dan derajat keasaman (pH) 3.65.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kadar nutrisi dari tepung lidah buaya untuk menentukan kombinasi perlakuan yang terbaik dari dekstrin dan tween 80.
DAFTAR PUSTAKA
Al Kahtani dan Hassan (1990) dalam Rakhmad, W. 2007. Studi Pembuatan Serbuk Effervescent Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) Kajian Suhu
Pengering, Konsentrasi Dekstrin, Konsentrasi Asam Sitrat dan Na-Bikarbonat. Jurnal Pengolahan Hasil Pertanian 1 (3): 56-85.
Anonimus. 2011. http:// health.kompas.com / read / 2011 / 03 / 12 / 10012780 / Lidah Buaya Bantu Atasi Diabetes. (Diakses pada tanggal 8 Desember 2013)
Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Dekker, Inc. Cleveland.
Gonnissen Y, Remon JP and Vervaet C. 2008. Effect of Maltodextrin and Superdisintegrant in
Mixtures Prepared Via Co-Spray Drying. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 68:277–282.
Latifah dan Apriliawan A. 2009. Pembuatan Tepung Lidah Buaya Dengan Berbagai Macam Metoda Pengeringan. Rekapangan:Jurnal Teknologi Pangan : 70-80.
Mulyandari, S.H. 1992. Kajian Perbandingan Sifat-Sifat Pati Umbi-Umbian danPati Biji-Bijian. Skripsi. IPB, Bogor.
Ramadhia M, Kumalaningsih S dan Santoso I. 2012. Pembuatan Tepung Lidah Buaya (Aloe vera L.) dengan Metode Foammat Drying. Jurnal Teknologi Pertanian : 125-137
Ratti C and Kudra T. 2006. Drying of foamed biological materials: opportunities and challenges. Journal Drying Technology 24(9): 1101–1108
Reynolds, James E.F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopolia, Edition Twenty Eigth. The Pharmacentical Press. London.
Rowe, R, C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. (2003). Handbook of Pharmaceutical Excipients. Edisi IV. London: Publisher-Science and Practice Royal Pharmaceutical Society of Great Britain. Hal. 181-185, 453-455.
Sankat C and Castaigne F. 2004. Foaming and drying behaviour of ripe bananas. LWT
- Food Science and Technology 37: 517–525.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. Prisip dan Prosedur Statistika, Suatu PendekatanBiometrik. Terjemahan Bambang Sumantri. 1993. Gramedia PustakaUtama, Jakarta.
Syahputra. 2008. Pembuatan Tepung Lidah Buaya. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Winarti C dan Nurjanah N. 2005. Peluang tanaman rempah dan obat sebagai sumber pangan fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 24(2):47-55.
Wirakartakusumah A, Budiwati S.I, Arpah M, Subarna, Syah D, 1992. Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
16
Discussion and feedback