Penentuan Umur Simpan Bumbu Rujak dalam Kemasan Botol Plastik Menggunakan Metode Arrhenius
on
PENENTUAN UMUR SIMPAN BUMBU RUJAK DALAM KEMASAN BOTOL PLASTIK MENGGUNAKAN METODE ARRHENIUS
(Determination Of Shelf-Life Rujak Seasoning Packed In Plastic Bottle Using Arrhenius Method)
Ida Ayu Agung Putri Trisiana Dewi1, Ida Bagus Putu Gunadnya2, Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja2
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana email: [email protected]
ABSTRACT
The objectives of this research were: to determine critical parameters and to estimate it’s shelf-life using Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT) with Arrhenius method. Rujak seasoning that packed in plastic bottle was stored at three storage temperature 35oC, 45oC, and 55oC. Each room storage was loaded with three samples. This research was carried out for 25 days and observation was done every 5 days. The parameters observed included pH and sensory parameters, namely flavor, color, and salak aroma of the seasoning. Results showed that the critical parameter of rujak seasoning was pH and all quality parameters of rujak seasoning such as pH, flavor, color, and aroma followed first reaction order. By using extrapolation, the shelf-life of rujak seasoning packed in plastic bottle which stored at room temperature 28oC was 167 days (5,6 months).
Keywords: Shelf-life, rujak seasoning, Arrhenius method.
-
1. Pendahuluan
Rujak manis adalah semacam salad yang dibuat dari campuran potongan buah segar dengan saus manis pedas. Bumbu rujak terbuat dari gula merah, kacang tanah sebagai bahan utamanya dan bumbu pelengkap seperti terasi, garam, bawang putih, asam jawa. Tidak semua produsen yang memproduksi bumbu rujak menggunakan bahan-bahan yang sama dalam membuat bumbu rujak, seperti Usaha Kecil Menengah (UKM) di daerah Karangasem-Bali, dalam proses pembuatan bumbu rujak, UKM ini hanya menggunakan madu salak, cabe, garam, dan gula untuk memproduksi bumbu rujaknya. Madu salak merupakan cairan yang dihasilkan pada saat proses pembuatan manisan salak. Rasa yang dimiliki bumbu rujak ini berbeda dengan bumbu rujak lainnya yang disukai bukan saja oleh konsumen di Bali tetapi juga konsumen di luar Bali.
Menurut pengelola UKM, bumbu rujak dalam kemasan buatannya memiliki ciri khas tersendiri yaitu terbuat dari madu salak dan mempunyai umur simpan 6 bulan
yang ditentukan dengan metode konvensional. Cara yang digunakan oleh UKM dalam menentukan umur simpan produknya adalah dengan membiarkan produk pada suhu ruang sampai mengalami kerusakan. Kerusakan pada bumbu rujak menurut pengelola UKM adalah sampai bumbu rujak menimbulkan buih (busa) maka umur simpan ditentukan. Namun penentuan umur simpan bumbu rujak yang dilakukan oleh pengelola dengan melihat keadaan secara visual bumbu rujak selama penyimpanan adalah kurang akurat. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yang lebih ilmiah untuk mengetahui parameter mutu yang mempengaruhi umur simpan bumbu rujak selama penyimpanan.
Menurut Floros dan Gnanasekharan di dalam Arfah (2001), pendugaan umur simpan produk dapat ditentukan dengan dua metode, yaitu metode konvensional (Extended Storage Studies/ESS) dan metode Accelerated Shelf-Life Testing (ASLT). Penentuan umur simpan pada metode ESS dilakukan dengan menyimpan produk pada kondisi penyimpanan sehari-hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai mutu kadaluarsa. Mutu kadaluarsa merupakan keadaan saat produk yang diamati telah mengalami penurunan mutu dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Penentuan umur simpan dengan metode ASLT dilakukan dengan meletakkan produk diluar kondisi normal dengan tujuan untuk mempercepat laju kerusakannya. Ada dua jenis metode ASLT yaitu metode kadar air kritis dan metode Arrhenius. Menurut Syarif dan Halid (1993), metode Arrhenius merupakan pendugaan umur simpan dengan menggunakan metode simulasi dan untuk menganalisis penurunan mutu dengan metode simulasi diperlukan beberapa parameter, yaitu harus ada parameter yang diukur secara kuantitatif dan parameter tersebut harus mencerminkan keadaan mutu yang akan terjadi pada kondisi ini.
Syarif dan Halid (1993) menjelaskan bahwa suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu makanan. Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu dalam menduga kecepatan penurunan mutu selama penyimpanan perlu memperhitungkan faktor suhu. Dalam penyimpanan makanan, suhu ruangan penyimpanan berubah dari waktu ke waktu, keadaan suhu penyimpanan seperti ini dapat mempermudah pendugaan laju penurunan mutu makanan dengan persamaan Arrhenius. Asumsi yang digunakan untuk model Arrhenius ini adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam pereaksi saja, tidak terdapat pereaksi lain yang mengakibatkan perubahan mutu. Proses perubahan mutu tidak dianggap sebagai akibat dari proses-proses yang terjadi sebelumnya, suhu penyimpanan tetap atau dianggap konstan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan parameter kritis dari bumbu rujak dan menentukan umur simpan bumbu rujak dalam kemasan botol plastik menggunakan metode Arrhenius.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan umur simpan bumbu rujak menggunakan metode ASLT (Accelerated Shelf-Life Testing) dengan metode
Arrhenius. Penyimpanan sampel pada metode Arrhenius menggunakan tiga oven listrik dengan tiga suhu penyimpanan berbeda yaitu 35oC, 45oC, dan 55oC. Penelitian mengenai penentuan umur simpan bumbu rujak dalam kemasan menggunakan metode Arrhenius belum pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai Juni 2015.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pengukur pH yaitu pH-meter digital ATC (memiliki spesifikasi secara teknis diantaranya, measuring range: 0.0 – 14.0 pH, resolution: 0.01 pH, accuracy: ±0.01 pH, calibration: 1 point), oven listrik Kirin KBO-90M (Negara pembuat: China, Importir: PT. Aditya Sarana Graha-Jakarta), termometer Isolab yang memiliki kisaran suhu -20oC sampai dengan 110oC, peralatan gelas plastik, spait 60cc, sendok plastik, dan selang transparan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bumbu rujak dalam kemasan botol plastik, akuades, larutan buffer pH 4 dan larutan buffer pH 7.
Penelitian ini dilakukan dengan melalui beberapa tahapan. Tahapan penelitian dapat dijelaskan secara runtut pada diagram alir penelitian berikut:
Gambar 1. Diagram alir penelitian.
-
a. Penyimpanan sampel, dilakukan menggunakan ruang penyimpanan masing-masing ruang penyimpanan diatur suhunya yaitu 35oC, 45oC, dan 55oC. Penyimpanan sampel dilakukan selama 25 hari.
-
b. Pengukuran parameter mutu, dilakukan setiap 5 hari selama 25 hari penyimpanan. Pengukuran parameter mutu bumbu rujak meliputi pengukuran pH dan uji organoleptik terhadap rasa, warna, dan aroma buah salak dari bumbu rujak. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH-meter digital ATC. pH-meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan buffer pH 4 dan larutan buffer pH 7. Sampel dimasukkan kedalam gelas plastik kemudian pH-meter dicelupkan hingga sensor pH-meter tenggelam pada sampel dan dibiarkan hingga diperoleh angka yang stabil. Pengamatan lainnya yang dilakukan adalah pengamatan secara subjektif terhadap bumbu rujak. Pengujian subjektif dilakukan berupa uji organoleptik dengan metode uji pembeda dengan skoring (Larmond, 1973) menggunakan kuisioner. Uji organoleptik dilakukan menggunakan 15 orang panelis tidak terlatih.
-
c. Penentuan parameter mutu kritis, parameter kritis ditentukan menurut Kusnandar (2011) dengan kriteria perubahan mutu dengan energi aktivasi (Ea) yang paling rendah.
-
d. Penentuan orde reaksi, dilakukan pada masing-masing parameter mutu yang diamati yaitu pH, rasa, warna, dan aroma bumbu rujak. Pemilihan orde reaksi dilakukan dengan mengelompokkan nilai rata-rata (skor) parameter mutu selama penyimpanan sebagai sumbu y dan waktu penyimpanan (dalam hari) sebagai sumbu x pada 3 suhu penyimpanan berbeda. Analisis regresi linier dan non-linier digunakan dalam menentukan orde reaksi dari parameter mutu bumbu rujak.
-
e. Penentuan umur simpan sampel menggunakan metode Arrhenius, setelah menentukan orde reaksi dan parameter mutu kritis maka, umur simpan bumbu rujak dapat ditentukan menggunakan metode Arrhenius. Untuk dapat menggunakan metode ini, nilai k diplotkan dengan 1/T dan ln k yang merupakan intersep dan slope dari persamaan regresi linier
lnk=lnkO - (Ea ∕R)(1∕T) (1)
dengan ln ko adalah intersep, Ea∕ adalah slope, Ea adalah energi aktivasi dan R adalah konstanta gas ideal yaitu 1,986 kal/mol. Dengan persamaan Arrhenius dapat dihitung nilai konstanta Arrhenius (k) pada suhu (T) yang ditentukan. Umur simpan bumbu rujak dihitung menggunakan persamaan kinetika reaksi berdasarkan orde reaksi, jika berlangsung pada orde reaksi nol maka persamaannya:
t= A0-At (2)
K
Sedangkan jika berlangsung pada reaksi orde satu maka persamaannya:
t=
InA0 - InAt
k
(3)
dimana A0 adalah konsentrasi A pada awal umur simpan dan t adalah umur simpan dengan satuan bulan.
Penelitian diawali dengan melakukan pengamatan di UKM pada saat proses pembuatan sampel. Cara pembuatan bumbu rujak diawali dengan proses pembuatan manisan salak dimana proses pembuatan manisan salak diawali dengan merebus 25 kg buah salak ditambahkan dengan 5 kg gula pasir dan direbus selama 2 jam. Selanjutnya manisan salak dipisahkan dari air yang dihasilkan selama proses pemasakan. Air yang dihasilkan selama proses pemasakan tersebut disebut sebagai madu salak dan digunakan sebagai bahan utama dalam proses pembuatan bumbu rujak. Madu salak kemudian direbus selama 1 jam kemudian disaring. Bumbu pelengkap seperti garam, cabai, dan terasi dihancurkan dan kemudian dicampurkan dengan madu salak. Selanjutnya bumbu rujak dikemas kedalam botol plastik, diberi label, dan kemudian didistribusikan ke pusat oleh-oleh di Bali.
Pendugaan umur simpan bumbu rujak terlebih dahulu dilakukan analisis terhadap parameter yang mempengaruhi mutu produk pada awal penyimpanan. Karakteristik mutu bumbu rujak dapat dipengaruhi oleh kondisi penyimpanan, dan suhu penyimpanan. Hasil karakteristik mutu awal (A0) dapat dilihat pada Tabel 1.
Untuk menentukan nilai mutu akhir bumbu rujak (At), dilakukan penyimpanan pada suhu tinggi (55oC) dan diamati secara berkala setiap 5 hari. Parameter pengujian meliputi uji organoleptik terhadap rasa, warna, dan aroma buah salak sampai karakteristik mutu ditolak oleh panelis tidak terlatih. Nilai karakteristik mutu yang dihasilkan melalui uji organoleptik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1. Karakteristik mutu bumbu rujak sebelum penyimpanan (A0) hari ke-0.
No. |
Parameter Analisis |
Awal Penyimpanan |
1. |
pH |
3,64 |
2. |
Skor rasa bumbu rujak |
3,7 |
3. |
Skor warna bumbu rujak |
3,93 |
4. |
Skor aroma buah salak bumbu rujak |
3,67 |
Tabel 2. 55oC. |
Rata-rata skor uji organoleptik bumbu rujak selama penyimpanan pada suhu | |
Hari |
Hasil Uji Organoleptik |
% % |
Ke - |
Rasa Warna Aroma |
Penerimaan Penolakan |
0 |
3,7 3,93 3,67 |
100 0 |
20 |
1,07 1 1,13 |
33 67 |
Penyimpanan pada suhu 55oC menyebabkan warna bumbu rujak berubah dari yang awalnya berwarna coklat kemerahan menjadi hitam. Aroma buah salak yang kuat berubah menjadi tidak memiliki aroma buah salak. Rasa dari bumbu rujak yang awalnya sangat asam berubah menjadi pahit setelah penyimpanan 20 hari.
Penolakan panelis untuk melakukan uji organoleptik terjadi pada pengamatan hari ke-20. Oleh karena itu, bumbu rujak sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi setelah penyimpanan hari ke-20. Hasil analisis parameter mutu pada penyimpanan hari ke-20 digunakan sebagai karakteristik mutu akhir bumbu rujak (At). Nilai karakteristik mutu akhir dari bumbu rujak (At) dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik mutu bumbu rujak setelah penyimpanan (At) hari ke-20.
No. Parameter Analisis Akhir Penyimpanan
1. |
pH |
3,02 |
2. |
Skor rasa bumbu rujak |
1,07 |
3. |
Skor warna bumbu rujak |
1,00 |
4. |
Skor aroma buah salak bumbu rujak |
1,13 |
Penolakan panelis untuk melakukan uji organoleptik terjadi pada hari ke-20 penelitian dimana 67% panelis memberikan skor 1 untuk masing-masing parameter sensoris. Oleh karena itu, bumbu rujak tidak layak untuk dikonsumsi lagi dan dilakukan pengukuran parameter mutu yang digunakan sebagai karakteristik mutu akhir bumbu rujak. Hasil pengukuran parameter mutu akhir bumbu rujak digunakan sebagai parameter mutu kritis.
Untuk mencari parameter mutu kritis maka terlebih dahulu dicari persamaan regresi dari nilai kemiringan dari persamaan ordo satu untuk ketiga suhu penyimpanan. Gambar 2 menunjukkan contoh penentuan koefisien Arrhenius (k) dan energi aktivasi (Ea) untuk pH bumbu rujak.
Gambar 2. Plot Arrhenius perubahan pH selama penyimpanan.
Berikut disajikan persamaan regresi linier plot 1/T dan ln k yang merupakan persamaan Arrhenius dan nilai Energi aktivasi untuk setiap parameter pengamatan bumbu rujak pada Tabel 4.
Tabel 4. Persamaan Arrhenius dan energi aktivasi dari parameter mutu bumbu rujak.
Parameter mutu Persamaan Arrhenius |
Energi aktivasi (kal/mol) |
pH y = -6287,2x + 14,163 Rasa bumbu rujak y = -7189,9x + 18,993 Warna bumbu rujak y = -6914,5x + 18,267 Aroma buah salak y = -9623,6x + 26,496 |
12486,38 14279,14 13732,20 19112,47 |
Berdasarkan hasil yang didapatkan pada Tabel 4, parameter mutu kritis yang digunakan adalah parameter mutu yang memiliki nilai energi aktivasi (Ea) terendah. Parameter yang memiliki nilai energi aktivasi (Ea) terendah dan dapat digunakan sebagai parameter kritis dari bumbu rujak adalah parameter pH. Persamaan Arrhenius yang digunakan untuk menduga umur simpan bumbu rujak pada parameter pH yaitu y = -6287,2x + 14,163 dengan nilai energi aktivasi (Ea) sebesar 12486,38 kal/mol dan koefisien korelasi (R2) adalah 0,9475. Energi aktivasi yang didapatkan dari parameter ini termasuk dalam kelompok produk dengan energi aktivasi rendah (2-15 kkal/mol), yang kerusakannya disebabkan oleh terjadinya reaksi enzimatis, reaksi oksidasi lemak, serta kerusakan pigmen klorofil dan karotenoid (Arfah, 2001).
Penentuan orde reaksi parameter mutu bumbu rujak dalam kemasan dilakukan dengan melihat nilai koefisien korelasi (R2) yang lebih besar dari analisis regresi linier dan non-linier pada masing-masing parameter mutu. Penurunan mutu yang mengikuti orde nol merupakan penurunan mutu yang bersifat konstan. Tipe kerusakan ini meliputi reaksi kerusakan enzimatik, pencoklatan enzimatik, dan reaksi oksidasi. Tipe kerusakan produk yang mengikuti orde reaksi satu meliputi ketengikan, pertumbuhan mikroba, off-flavor, kerusakan vitamin, dan penurunan mutu vitamin (Wulandari, 2014). Berikut ini diuraikan orde reaksi pada masing-masing parameter mutu bumbu rujak.
Tabel 5. Hasil analisis regresi linier dan orde nol dan orde satu dari parameter mutu bumbu rujak.
Parameter mutu |
Suhu (oC) |
Persamaan regresi linier |
R2 | ||
Orde 0 |
Orde 1 |
Orde 0 |
Orde 1 | ||
pH |
35 |
y = -0,0076x + 3,5623 |
y = -0,0021x + 1,2702 |
0,6691 |
0,6757 |
45 |
y = -0,0109x + 3,5338 |
y = -0,0031x + 1,2619 |
0,6827 |
0,6923 | |
55 |
y = -0,0241x + 3,5280 |
y = -0,0073x + 1,2612 |
0,8960 |
0,9119 | |
Rasa |
35 |
y = -0,0389x + 3,8038 |
y = -0,0121x + 1,3450 |
0,9128 |
0,8863 |
45 |
y = -0,0744x + 3,3923 |
y = -0,0301x + 1,2418 |
0,9057 |
0,9453 | |
55 |
y = -0,0972x + 3,1433 |
y = -0,0502x + 1,1840 |
0,8522 |
0,9393 | |
Warna |
35 |
y = -0,0436x + 4,0223 |
y = -0,0132x + 1,4037 |
0,8490 |
0,8093 |
45 |
y = -0,0887x + 3,2509 |
y = -0,0416x + 1,2030 |
0,7416 |
0,8010 | |
55 |
y = -0,1016x + 3,17 |
y = -0,0514x + 1,1697 |
0,7767 |
0,8928 | |
Aroma |
35 |
y = -0,0265x + 3,7180 |
y = -0,0079x + 1,3163 |
0,9378 |
0,9298 |
45 |
y = -0,07x + 3,4733 |
y = -0,0275x + 1,2709 |
0,9427 |
0,9459 | |
55 |
y = -0,1037x + 3,3414 |
y = -0,0527x + 1,2728 |
0,9418 |
0,9798 |
Keterangan: y (parameter mutu), x (waktu penyimpanan).
Tabel 5 memperlihatkan bahwa semua parameter mutu dari bumbu rujak dalam kemasan mengikuti reaksi ordo satu. Nilai koefisien korelasi (R2) pada ordo satu lebih besar dari nilai koefisien korelasi (R2) pada ordo nol.
Dari hasil perhitungan sebelumnya telah didapatkan parameter mutu kritis berupa pH pada ordo reaksi satu dengan persamaan Arrhenius: y = -6287,2x + 14,163. Persamaan ini kemudian digunakan untuk mendapatkan nilai k pada masing-masing suhu penyimpanan, sehingga diperoleh umur simpan bumbu rujak dalam kemasan seperti yang dijelaskan pada Tabel 6. Umur simpan pada reaksi ordo satu dihitung menggunakan persamaan:
t In (nil a i p H awal s i mp a n)-l n(nil a i p H akh ir s im p a n) konstanta Arrhenius untuk pH
(4)
Hasil perhitungan umur simpan bumbu rujak menggunakan persamaan Arrhenius diatas pada parameter pH dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perhitungan umur simpan bumbu rujak pada berbagai suhu penyimpanan dengan parameter pH.
Suhu |
Nilai k |
Umur Simpan (hari) |
Umur simpan (bulan) | |
oC |
oK | |||
35 |
308 |
0,0019 |
105 |
3,5 |
45 |
318 |
0,0037 |
54 |
1,8 |
55 |
328 |
0,0067 |
30 |
1 |
Berdasarkan hasil perhitungan umur simpan bumbu rujak, didapatkan bahwa bumbu rujak dalam kemasan memiliki umur simpan selama 167 hari (5,6 bulan) apabila disimpan pada suhu kamar 28oC. Sedangkan menurut pengelola UKM terkait, umur simpan bumbu rujak yang diperoleh dengan menyimpan menggunakan metode ESS dan dengan melihat kerusakan secara visual adalah 6 bulan.
-
4. Kesimpulan
Penelitian bumbu rujak dalam kemasan botol plastik menggunakan metode Arrhenius menghasilkan; parameter kritis bumbu rujak dalam kemasan botol plastik adalah pH bumbu rujak; hasil pendugaan umur simpan bumbu rujak menggunakan parameter mutu kritis pH pada penyimpanan suhu kamar adalah 167 hari. Kajian ulang penentuan umur simpan bumbu rujak dalam kemasan botol plastik di UKM terkait dapat dilakukan dengan menggunakan metode Arrhenius. Pengelola UKM dapat menentukan umur simpan bumbu rujak dalam kemasan dengan menekankan pada perubahan nilai pH bumbu sebagai parameter mutu kritis, sehingga pengelola UKM tidak perlu mengamati perubahan mutu bumbu rujak selama 6 bulan.
Ucapan Terimakasih
Penulis mengucapkan terimakasih kepada UKM Adiguna Harapan yang telah bersedia memberikan bantuan berupa produk bumbu rujak dalam kemasan botol plastik untuk kelancaran penelitian.
Daftar Pustaka
Arfah, M. 2001. Penentuan Kadaluwarsa Pangan. Program studi Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusnandar, F. 2011. Pendugaan umur simpan produk pangan dengan metode accelerated shelf-life testing (ASLT). Di dalam: Steffy MF, Teti E. 2013. Prediksi umur simpan crackers menggunakan metode ASLT dengan pendekaran arrhenius. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Larmond, E. 1973. Method for Sensory Evaluation of Food. Food Research Institute;
Canada Department of Agriculture. Canada Ottawa.
Syarif R., H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Wulandari, R. 2014. Pengembangan dan Pendugaan Umur Simpan Minuman Sari Tebu (Saccharum officinarum L) dalam Kemasan Cup Menggunakan Metode Arrhenius. Jurnal. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Discussion and feedback