Pengaruh Larutan Disinfektan dan Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Menggunakan Film Plastik Terperforasi Terhadap Susust Bobot dan Mutu Buah Cabai Merah Besar (Capsicum annuum L.) Selama Penyimpanan
on
PENGARUH LARUTAN DISINFEKTAN DAN PENGEMASAN ATMOSFER TERMODIFIKASI MENGGUNAKAN FILM PLASTIK TERPERFORASI TERHADAP SUSUT BOBOT DAN MUTU BUAH CABAI MERAH BESAR (Capsicum annuum L.) SELAMA PENYIMPANAN
Gede Oka Mandana(1)
I Made Supartha Utama (2), Ni Luh Yulianti (2) Fakultas Teknologi Pertanian, Teknik Pertanian Universitas Udayana Email :okamandana@ymail.com
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan jenis larutan disinfektan sebagai bahan pencuci dan perbedaan persentase perforasi kemasan film plastik polyprophylene (PP) yang mampu memperlambat kemunduran mutu buah caber merah besar selama penyimpanan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis larutan disinfektan dengan tiga taraf perlakuan yaitu; tanpa disinfektan (Do), perendaman dalam 200 ppm larutan potassium sorbat (Ds) dan perendaman dalam 300 ppm larutan klorin (Dk). Faktor kedua adalah persentase perforasi kemasan dengan empat taraf perlakuan yaitu; 0% perforasi (Po), 0.3% perforasi (P0.3), 1.0% perforasi (P1.0) dan 3.0% perforasi (P3.0). Penelitian ini menggunakan jenis plastik polypropylene berukuran 30 cm x 20 cm dengan ketebalan 0.06 mm. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dengan 280300 gr buah untuk setiap unit percobaan. Sebagai pembanding disiapkan kontrol yaitu buah cabai merah besar tanpa perlakuan disinfektan dan pengemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman di dalam 300 ppm klorin dengan perforasi kemasan sebesar 3% (DkP3) secara signifikan mampu menekan susut bobot dan tingkat pembusukan pada buah cabe merah besar dibandingkan perlakuan lainnya dan kontrol.
Kata Kunci: Cabai, Disinfektan, Perforasi, Mutu
ABSTRACT
The aim of this research was to determine the type of disinfectant solution to wash the large-red chili fruit and the percentage of perforation plastic film packaging polypropylene perforation (PP) which are able to decelerate the quality deterioration of the chili fruit during storage. This research used a completely randomized with two factors of treatments. The first factor was isinfectant solution with three stage treatments which is consisted of three different treatments, namely without treatment of disinfectants (Do), submersion in 200 ppm solution of potassium sorbate (Ds) and submersion in 300 ppm chlorine solution (Dk). The second factor was the percentage of perforation of plastic film packaging with four different levels of treatments, namely without perforation (Po), with 0.3% perforation (P0.3), with 1.0% perforation (P1.0) and with 3.0% perforations (P3.0). The experiment used a plastic film type of polypropylene with dimension of 30 cm x 20 cm and 0.06 mm thickness. Each treatment was repeated three times with 280 – 300 g fruits for each experimental units. Control was prepared using chili fruits without disinfectant and packaging as comparison. The result indicated that the chili fruits submerged in 300 ppm chlorine and packed in the 3 % perforated plastic films bags gave significant reduction in weight loss and intensity of of decay compare than other treatments and control.
Key Words: Chili, Disinfectant, Perforation, Quality
PENDAHULUAN
Cabai merah besar (Capsicum annum L) merupakan salah satu komoditas sayuran yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia karena memiliki harga jual yang tinggi. Buah cabai merah besar memiliki banyak manfaat yang mengakibatkan permintaan buah dipasaran cukup tinggi. Produksi cabai merah besar segar pada tahun 2011 sebesar 195.4 ton dengan luas panen 15.8 hektar, dan rata-rata produktivitas 12,3 ton per hektar (Biro Pusat Statistik, 2011). Dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi, buah cabai merah besar memiliki standar mutu. Pengertian mutu adalah suatu produk atau jasa yang memenuhi syarat atau keinginan pelanggan, dimana pelanggan dapat menggunakan atau menikmati produk atau jasa tersebut dengan sangat puas dan ia menjadi pelanggan tetap. Menurut Philip B. Crosby (1986), yang dimaksud dengan mutu adalah derajat kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kepuasan pemakai dan penghasilnya. Di Indonesia buah cabai merah besar memiliki standar mutu sesuai dengan standar nasional Indonesia.
Disamping buah cabai merah besar memiliki banyak manfaat dan permintaan pasar sangat tinggi, buah cabai memiliki sifat mudah mengalami kemunduran mutu setelah dipanen. Kondisi ini disebabkan oleh laju metabolismenya yang tinggi. Karena tingkat kemundurannya yang tinggi, maka sangat memerlukan penanganan pascapanen yang baik untuk dapat memperpanjang masa simpannya.
Tingkat laju kemunduran dapat diindikasikan oleh tingkat laju respirasi. Semakin tinggi laju respirasi maka semakin cepat produk mengalami kemunduran mutu. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah kondisi lingkungan yaitu suhu dan gas atmosfer seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan etilen (C2H4). Atmosferik O2 dan CO2 berpengaruh terhadap laju respirasi, dimana semakin rendah kandungan oksigen dan semakin tinggi kandungan karbondioksida di udara maka laju respirasi cenderung menurun. Pengemasan produk dengan plastik film dapat memodifikasi konsentrasi gas O2 dan CO2 di dalam kemasan, sehingga laju respirasi produk terkemas menurun.
Modifikasi atmosfer merupakan hasil interaksi antara permeabilitas kemasan terhadap O2 dan CO2, metabolisme produk dalam kemasan dan kondisi lingkungan luar kemasan terutama tekanan gas O2 dan CO2 (Utama, 2005). Turunnya konsentrasi O2 dan CO2 dalam kemasan akibat interaksi tersebut dapat menurunkan laju respirasi produk dalam kemasan. Seperti disampaikan oleh Brown (1992), bahwa penggunaan plastik film sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan film plastik memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan yang berbeda dengan atmosfer udara normal yang dapat memperlambat perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pemasakan dan pelayuan.
Selain pengemasan dengan film plastik, penggunaan disinfektan pada komoditi hortikultura juga dapat memperlambat laju kemunduran mutu produk. Disinfektan adalah bahan kimia yang memiliki sifat mampu membunuh bentuk-bentuk pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit (Waluyo, 2005).
Untuk memilih disinfektan yang sesuai, perlu dipahami sifat-sifat dari disinfektan tersebut. Menurut Sapers (2001) disinfektan yang ideal harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : (a) dapat membunuh mikroorganisme, aktifitas anti mikroorganisme berspektrum luas terhadap sel-sel vegetative dari bakteri, kapang dan khamir untuk menghasilkan kematian yang cepat, (b) ketahanan terhadap lingkungan (bahan organik, residu deterjen dan sabun, kesadahan air dan pH), (c) tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, (d) larut dalam air dengan berbagai pengenceran, (e) stabil dalam larutan pekat dan encer, (g) mudah digunakan, (h) banyak tersedia dan murah. Beberapa bahan disinfektan yang dapat digunakan sebagai sanitaiser bahan makanan yaitu diantaranya klorin dan potassium sorbat.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian untuk memperlambat laju kemunduran mutu dan memperpanjang masa simpan cabai merah besar dengan penggunaan disinfektan dan pengemasan dengan film plastik polyprophylene (PP) terperforasi yang aman bagi produk sebagai perlakuan.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah cabai merah besar (Capsicum annuum L.) yang dipanen dari kebun milik petani di desa Perean, Kabupaten Tabanan, Bali. Buah cabai dikirim ke laboratorium Teknik Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dengan wadah box Styrofoam. Pengemas yang digunakan adalah film plastik polyprophylene (PP) ketebalan 0,06 mm dan berukuran 20x30 cm. Senyawa klorin yang digunakan sebagai disifektan berasal dari bayclin ocean fresh dengan konsentrasi aktif klorin 15% (Johnson & Johnson). dan senyawa potassium sorbat yang digunakan sebagai disinfektan berbentuk padatan yang dapat ditemukan di toko-toko bahan makanan.
Alat yang digunakan adalah timbangan Camry EK5055 untuk mengukur berat dan susut bobot, ember, gelas ukur, pipet, saringan, sealer (alat perekat plastik), alat pelubang plastik, rak penyimpanan, kertas pelabelan.
Rancangan Percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola perlakuan faktorial dengan dua factor. Faktor pertama adalah perlakuan disinfektan dengan tiga taraf perlakuan, yaitu; tanpa perlakuan disinfektan (Do), perendaman dalam 200 ppm larutan potassium sorbat (Ds) dan perendaman dalam 300 ppm larutan klorin (Dk). Faktor kedua adalah perlakuan persentase lubang perforasi kemasan, terdiri dari; tanpa lubang perforasi (Po), 0.3% lubang perforasi (P0.3), dengan 1.0% lubang perforasi (P0.1) dan dengan 3.0% lubang perforasi (P0.3). Pada penelitian ini disediakan kontrol yaitu buah cabai merah besar tanpa diberikan perlakuan disinfektan maupun kemasan.
Masing-masing perlakuan dilakukan tiga kali, sehingga diperoleh 39 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam dan apabila terdapat pengaruh perlakuan yang nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan.
Prosedur Penelitian
Buah cabai hasil panen langsung dari petani di Desa Perean disortasi untuk memisahkan buah yang busuk ataupun terdapat bekas luka akibat pemanenan. Buah cabai disortasi berdasarkan warna, kesegaran buah, kesegaran tangkai buah, pembusukan dan kerusakan fisik, dan ukuran buah. Buah cabai merah besar yang digunakan untuk penelitian adalah yang berwarna merah cerah.
Larutan klorin dipersiapkan menggunakan air aquades dan menambahkan stok larutan klorin dengan bahan aktif 15% dan konsentrasi dijustifikasi menjadi 300 ppm klorin dalam air. Larutan potassium sorbat 200 ppm dibuat dengan melarutkan serbuk potassium sorbat di dalam air aquades. Setelah larutan klorin dan potassium sorbat siap, maka buah cabai dicuci dengan cara merendam selama satu menit. Setelah pencucian, air cucian pada buah cabai ditiriskan sampai kering.
Film plastik polyprophylene (PP) sebagai kemasan dalam bentuk kantongan berdimesi 20 cm x 30 cm dan ketabalan 0,06 mm diberikan lubang perforasi sesuai dengan perlakuan yaitu 0%, 0.3%, 1%, 3%. Setiap unit lubang berukuran diameter 0.5 cm dibuat menggunakan hole puncher baja dan jumlah lubang per plastik disesuaikan dengan persentase perforasi pada permukaan kemasan.
Kemasan kemudian diberi label sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Sebanyak 17-18 buah atau dengan berat berkisar 290 -300 gram per kemasan. dimasukkan ke dalam kemasan terperforasi. Kemasan dengan buah di dalamnya selanjutnya di seal menggunakan sealer electric dan disimpan pada suhu kamar (20 -25oC). Kontrol berupa buah tanpa disiinfektanisasi dan kemasan dipersiapkan sebagai pembanding dari perlakuan. Ulangan percobaan adalah tiga kali.
Parameter Penelitian
Susut bobot selama penyimpanan diamati dengan menghitung selisih berat awal dengan berat pada waktu pengukuran dibagi dengan berat awal yang diekspresikan dalam unit persen. Parameter yang diamati untuk mengevaluasi mutu buah cabai selama penyimpanan meliputi warna buah dan kesegaran buah dengan uji hedonic berdasarkan kesukaan berskala 1-5, dimana 1 adalah sangat tidak suka, 2 adalah tidak suka, 3 adalah sedang, 4 adalah suka, dan 5 adalah sangat suka. Sedangkan intensitas pembusukan dari buah cabai dalam unit eksperimen diukur dengan formula dari persentase 0 - 50% dan apabila tingkat pembusukan pada buah cabai merah besar >50%, maka buah cabai merah besar dianggap sudah rusak dan harus dikeluarkan dari kemasan yang nantinya buah cabai merah besar yang rusak dibuang. Dimana 0 berarti tidak ada infeksi dan 6 sebagai nilai maksimum menunjukkan lebih dari 50% individu buah terinfeksi oleh mikroorganisme pembusuk. Berdasarkan persamaan diatas jumlah buah cabai di setiap peringkat (n); peringkat dari pembusukan (v); jumlah buah per unit percobaan (N) dan nilai maksimum 6 (V). Pembusukan individu buah di unit perrcobaan diberi peringkat seperti yang ditunjukkan pada Tabel.1 di bawah ini.
Pembusukan individual cabai merah besar (%) |
Rating |
0 |
0 |
1-10 |
1 |
11-20 |
2 |
21-30 |
3 |
31-40 |
4 |
41-50 |
5 |
>50% |
6 |
Tingkat Kebusukan Dalam 1 Bungkus Kemasan Cabai (%) = × 100%
Pengamatan susut bobot, evaluasi mutu buah cabai, dan intensitas pembusukan dilakukan setiap dua hari sekali, sedangkan pengamatan konsentrasi O2 dilakukan setiap hari. Selain itu, secara deskriptif perubahan buah diamati setiap hari selama penyimpanan berlangsung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu terukur yang dapat digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan selama masa penyimpanan. Susut bobot diperoleh dari selisih antara berat awal produk dengan berat akhir selama masa penyimpanan dan secara ekonomi susut bobot pada produk pertanian akan sangat merugikan, terutama bagi produk yang dijual berdasarkan beratnya
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama 16 hari penyimpanan pada masing-masing perlakuan di ketahui bahwa, susut bobot yang terjadi pada kontrol signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya hingga akhir masa penyimpanan. Hal ini kemungkinan dikarenakan buah cabai pada perlakuan kontrol sesaat setelah dipanen telah membawa sejumlah mikroorganisme perusak didalamnya dan selanjutnya aktifitas mikroorganisme semakin berkembang seiring masa penyimpanan. Jarimopas (2008) menyatakan luka mekanis merupakan salah satu penyebab utama penurunan kualitas produk berupa susut bobot selanjutnya, kerusakan ini dapat terjadi ketika produk dipanen dan selama transportasi (Altisent,1991)
Selanjutnya hasil penelitian menunjukkan bahwa susut bobot terendah diperoleh pada perlakuan buah cabai merah besar yang didisinfektan klorin dengan kemasan terperforasi 3% (DkP3) dimulai dari hari ke 2 hingga hari ke 12 penyimpanan. Dimana susut bobot yang terjadi pada hari ke 12 untuk perlakuan DkP3 adalah sebesar 29,72%. Interaksi antar perlakuan ini memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dibandingkan perlakuan dengan cabai merah besar yang didisinfektan klorin dengan berbagai lubang perforasi 0%, 0,3%, dan 1%. Rendahnya susut bobot yang terjadi pada perlakuan DkP3 dikarenakan aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada buah setelah dipanen dan selama masa penyimpanan terhambat oleh adanya penggunaan disinfektan klorin. Hal ini berarti bahwa penggunaan klorin sebagai disinfektan sangat efektif untuk mengurangi susut bobot buah selama masa penyimpanan. Sapers (2001) menyatakan bahwa penggunaan disinfektan pada pencucian buah dan sayuran segar, sangat efektif untuk menekan susut bobot pada produk karena sifatnya yang mampu menghambat dan
membunuh pertumbuhan mikroorganisme perusak. Hasil penelitian yang dilakukan Singh et al, (2002)
dan Macnish et al. (2008) diketahui bahwa pencucian dan perendaman buah dan sayur (apel, melon,
stroberi, tomat) dan sayuran- mayur (paprika hijau, selada) menggunakan klorin dengan konsentrasi
rendah dalam waktu yang singkat (3-10 menit) secara signifikan dapat mengurangi jumlah bakteri pada
permukaan produk .
TANPA LARUTAN DISINFEKTAN
susut bobot (%)

—■— P0,3
—⅛— P1
waktu pengamatan (hari)
P0
DESINFEKTAN KLORIN

b
Desinfektan POTASSIUM SORBAT

—♦— P0
—■— P0,3
—⅛— P1
P3
waktu pengamatan (hari)
a
c
Gambar 1. (a) Pengaruh susut bobot dengan perlakuan tanpa penggunaan disinfektan, (b) pengaruh susut bobot dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan klorin, (c) pengaruh susut bobot dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan potassium sorbat.
Intensitas Pembusukan
Selain susut bobot, intensitas pembusukan juga menjadi salah satu parameter untuk mengukur perubahan mutu buah cabai selama masa penyimpanan. Seperti halnya dengan susut bobot, nilai intensitas pembusukan yang terjadi selama masa penyimpanan buah cabai tanpa perlakuan disinfektan (Do) memiliki intensitas pembusukan tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 2). Selanjutnya hasil analisis keragaman, menunjukan bahwa sampai hari ke 2 perlakuan maupun interaksi antar perlakuan tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap intensitas pembusukan. Ini berarti bahwa hingga 2 hari penyimpanan buah cabai dengan berbagai perlakuan memberikan efek yang sama terhadap intensitas pembusukan.
Pengaruh perlakuan baru terlihat pada pengukuran hari ke 4, dimana interaksi antara perlakuan disinfektan dan lubang terperforasi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas pembusukan. Intensitas pembusukan terendah ditunjukkan oleh perlakuan buah cabai yang didisinfektasi klorin dengan kemasan perforasi 0% (DkP0) yaitu sebesar 18,3%. Rendahnya intensitas pembusukan ini dikarenakan penggunaan kemasan PP dengan 0% perforasi, dapat menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan terkontrol dan ini menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia, mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. Film plastik jenis Prophylene (PP) merupakan jenis kemasan yang memiliki nilai permeabilitas terhadap udara dan air sangat rendah, ini berarti daya tembus udara dan air dari kemasan sangat rendah terhadap kemasan (Suhelmi, 2007; Nurminah, 2002; Abdel, 2003)
Perlakuan DkP0 memberikan intensitas terendah hanya sampai hari ke 4 namun selanjutnya pada
hari ke 6 penyimpanan, intensitas pembusukan terendah terjadi pada perlakuan buah cabai merah besar yang didisinfektan klorin dengan kemasan terperforasi 3% (DkP3) dan kondisi ini tidak berbeda nyata dengan cabai yang didisinfektasi klorin dengan berbagai lubang perforasi. Ini berarti bahwa penggunaan klorin sebagai disinfektan memberikan efek yang sama untuk mengurangi intensitas pembusukan tanpa memperhatikan persentase perforasi yang digunakan pada hari ke 6 penyimpanan. Rendahnya intensitas pembusukan buah cabai pada perlakuan (DkP3) menunjukkan bahwa untuk penyimpanan dalam waktu yang panjang, penggunaan kemasan film plastik polyprophylene (PP) dengan perforasi efektif untuk mengurangi intensitas pembusukan produk karena penggunaan perforasi dapat mengurangi produksi uap air yang terkondensasi di dalam headspace sehingga pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang bersifat anaerob dapat di tekan.(Hong and Kim, 2004)
Pada hari ke 12 hingga akhir masa penyimpanan, buah cabai merah besar dengan semua perlakuan memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap intensitas pembusukan. Hal ini berarti pada hari ke 12 hingga akhir penyimpanan yaitu pada hari ke 16, penggunaan disinfektan klorin, potassium sorbat maupun tanpa disinfektan pada berbagai persentase lubang perforasi kemasan sudah tidak efektif untuk mengurangi intensitas pembusukan pada buah cabai.
Tanpa Disinfektan
intensitas kebusukan (%)

0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu pengamatan (hari)
—♦— P0
—■—■ P0,3
—⅛— P1
P3

—■— P0,3
—*— P1
P3
Waktu pengamatan (hari)
b
Disinfektan Kalium Sorbat
P0

—•— P0
—■— P0,3
—*— P1
P3
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu pengamatan (hari)
a
c
Gambar 2. (a) Intensitas Pembusukan buah cabai pada 16 hari penyimpanan tanpa perlakuan disinfektan, (b) Intensitas Pembusukan buah cabai pada 16 hari penyimpanan dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan klorin, (c) Intensitas Pembusukan buah cabai pada 16 hari penyimpanan dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan Potasium sorbate
Evaluasi Warna, Kesegaran Buah dan Tangkai
Warna
Evaluasi warna pada buah cabai yang dilakukan oleh panelis selama penyimpanan menunjukan bahwa sebagian besar dipengaruhi oleh film plastik terperforasi yang digunakan sebagai kemasan buah (gambar 3). Berdasarkan skala hedonis, skor dari para panelis pada pengamatan hari ke 4 berada pada kisaran 4,70 – 4,00 yang berarti mencangkup kode sangat suka. Pada pengamatan hari ke 4, buah cabai tanpa disinfektan yang dikemas menggunakan film Plastik polyprophylene (PP) dengan perforasi 1% (DoP1) paling disukai oleh panelis dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan hari ke 6 dari penyimpanan berada pada kisaran 4,03 – 3,07 atau sedang. Pada hari ke 16,
para panelis cenderung ”tidak suka” (gambar 3). Akhir masa penyimpanan perlakuan yang paling disukai adalah perlakuan dengan disinfektan klorin dan film plastik terperforasi 3% (DkP3). Uji evaluasi warna menunjukan bahwa penyimpanan buah cabai dengan menggunakan klorin dan kemasan film plastik terperforasi sangat baik digunakan dibandingkan dengan potassium sorbat dan kontrol (tanpa perawatan apapun) memiliki warna yang lebih rendah. Hal ini membuktikan klorin dapat mempertahankan warna buah karena salah satu dari sifat klorin yaitu dapat menjernihkan warna yang menyebabkan warna dari buah cabai menjadi paling disukai oleh panelis (Hong and Kim, 2004).
kesukaan ( skor ) kesukaan ( skor )

a
DISINFEKTAN KLORIN

waktu pengamatan (hari b
DISINFEKTAN POTASSIUM

c
Gambar 3. (a) evaluasi kesukaan warna tanpa perlakuan disinfektan, (b) evaluasi kesukaan warna dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan klorin, (c) evaluasi kesukaan warna dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan Potasium sorbate
Kesegaran buah
Perlakuan jenis disinfektan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kesegaran buah pada
hari ke 4 sampai hari ke 12 pengamatan. Buah cabai tanpa disinfektan yang dikemas menggunakan film plastik polyprophylene (PP) dengan perforasi 0,3%, 1%, 3% paling disukai oleh panelis dan perlakuan ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Gambar 4). Setelah hari ke 12 sampai akhir penyimpanan, perlakuan buah cabai dengan disinfektan klorin yang dikemas menggunakan film plastik polyprophylene (PP) dengan perforasi 1% cukup disukai oleh panelis. Dapat disimpulkan bahwa klorin dan film plastik polyprophylene (PP) dapat mempertahankan kesegaran buah karena klorin dapat membunuh mikroorganisme pembusuk dan film plastik polyprophylene (PP) memiliki sifat permeabilitas tinggi yang dapat mengatur laju penyerapan atmosfer yang dapat mempertahankan kesegaran buah lebih lama (Park et al., 2005).
TANPA DISINFEKTAN

DISINFEKTAN KLORIN

2 4 6 8 10 12 14 16
waktu pengamatan (hari)

b c
Gambar 4. (a) evaluasi kesegaran buah tanpa perlakuan disinfektan, (b) evaluasi kesegaran buah dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan klorin, (c) evaluasi kesegaran buah dengan perlakuan penggunaan larutan disinfektan Potasium sorbate.
Pengamatan Deskriptif
Pengamatan visual kondisi fisik buah cabai merah besar yang digunakan pada hari ke-0 menunjukkan warna cabai masih cerah dan tidak terdapat pembusukan maupun kerusakan fisik. Akan tetapi setelah buah cabai disimpan selama 16 hari, batang buah mengalami kelayuan disertai dengan adanya jamur pada buah cabai, keluarnya cairan yang dikeluarkan oleh buah cabai, memudarnya warna merah menjadi merah kehitaman pada buah cabai dan mengkeriput.
Hasil pengamatan percobaan ini menunjukkan bahwa, buah cabai yang dikemas dengan film plastik PP berlubang dengan persentase perforasi 0,3-3% bermanfaat untuk mempertahankan mutu buah selama penyimpanan dibandingkan dengan perlakuan kemasan dengan persentase perforasi 0%. Hal ini dikarenakan, perlakuan dengan kemasan persentase perforasi 0% membuat udara diluar kemasan tidak mudah untuk masuk. Kondisi ini menyebabkan jumlah udara yang ada dalam kemasan menjadi rendah dan terkontrol sehingga laju respirasi dalam kemasan menjadi rendah. Rendahnya laju respirasi menyebabkan metabolisme yang terjadi pada perlakuan kemasan perforasi 0% menjadi rendah.
Selama periode penyimpanan, buah cabai yang dikemas film plastik polyprophylene (PP) dengan perforasi 0%, pada pengamatan hari ke 2 menunjukan keberadaan uap air didalam kemasan buah cabai sangat tinggi. Kemasan terlihat membesar, hal ini disebabkan oleh gas hasil respirasi yang terperangkap didalam kemasan sehingga memungkinkan kemasan mengembang. Pada pengamatan hari ke 10 warna pada buah cabai tampak memudar, terdapatnya jamur, tangkai buah cabai terlepas dari buahnya. Hal tersebut terjadi karena adanya pembusukan pada pangkal buah cabai. Setelah enam belas hari penyimpanan, buah cabai yang dikemas dengan lubang perforasi (0%) tidak dapat digunakan lagi dalam penelitian karena buah cabai sudah mengalami pembusukan. Konsentrasi optimum direkomendasikan untuk oksigen atmosfer untuk memperpanjang umur simpan buah cabai adalah 3-5% (Kader, 2002).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
-
1. Penggunaan 300 ppm klorin sebagai disinfektan berpengaruh menahan intensitas pembusukan terhadap masa simpan buah cabai merah besar dan memiliki pengaruh yang berbeda nyata dengan penggunaan 200 ppm potassium sorbat.
-
2. Perlakuan dengan menggunakan kemasan film plastik polyprophylene (PP) terperforasi berpengaruh menurunkan intensitas pembusukan dan menekan susut bobot buah cabai merah besar dibandingkan dengan kontrol.
-
3. Penggunaan 300 ppm klorin sebagai disinfektan dan kemasan film plastik terperforasi 3% (DkP3) dapat menekan susut bobot dan tingkat pembusukan pada buah cabai merah besar. Hal ini
disebabkan oleh sifat senyawa klorin yang dapat membunuh mikroorganisme pembusuk dan menghambat proses metabolisme pada cabai.
Saran
Dengan penggunaan 300 ppm klorin sebagai disinfektan dan kemasan film plastik terperforasi 3% (DkP3) merupakan perlakuan yang terbaik pada penelitian ini maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang variasi konsentrasi disinfektan, tebal kemasan, dan perforasi yang berbeda untuk mengetahui perubahan mutu dan susut bobot buah cabai merah besar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdel-Bary. 2003. Handbook of Plastic Films. Rapra Technology Limited Shrewsbury, UK. ISBN: 1-85957-338-X.
Altisent, A. M. 1991. Damage Mechanisms in the Handling of Fruit. In: Matthews, John (Ed.), Progress on Agricultural Physics and Engineering. CAB International, UK, pp. 231–257.
Andrew J. M., Ria, T. L., Terril, A. N. 2008. Postharvest Biology and Technology. volume 50 (2008) 197–207.
Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi Cabai Besar, Bawang Merah, Dan Mangga Tahun 2011, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Brown, W.E. 1992. Plastic in Food Packaging. Macel Dekker, Inc. New York.
Hong, S. and Kim, D. 2004. The Effect of Packaging Treatment on the Storage Quality of Minimally Processed Bunched Onions. International Jour. of Food Science and Technology 39, 1033 – 1041.
Jarimopas, B., Rachanukroa, D. P. S. 2008. Rungsinee Sothornvit d Post-harvest damage and performance comparison of sweet tamarind packaging. Journal of Food Engineering 88 (2008) 193–201
Mikail, M. 2011. 11 Makanan Pengontrol Gula Darah.Kompas. Http://health.kompas
.com/read/2011/09/30/13271555/11.makanan.pengontrol.gula.darah. diakses 2 november 2012.
Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik Dan Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. Digitized By Usu Digital Library Fakultas Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Sumatera Utara. [http://library.usu.ac.id/download/fp/fp-mimi.pdf :diunggah tgl 15 April 2013)
Park, T., Kim, Y. A., Yun, J. 2004. The Need for Collaboration in the Supply Chain For Successful Direct Shipments, Proceedings of the Thirty-Third Annual Meeting of the Western Decision Sciences Institute.
Sapers, G. M. 2001. Efficacy of Washing and Sanitizing Methods for Disinfection of Fresh Fruit and Vegetable Products. Food Technol. Biotechnol. 39(4): 305-311.
Singh, N., Singh, R. K., Bhunia, A. K., Stroshine, R. L. 2002. Effect of Inoculation and Washing Methods on the Efficacy of Different Sanitizers Against Escherichia Coli on Lettuce. Food Microbiol. 19, 183–193.
Suhelmi. 2007. Pengaruh Kemasan Polypropylene Rigid Kedap Udara Terhadap Perubahan Mutu Sayuran Segar Terolah Minimal Selama Penyimpanan. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.http://repository.ipb.ac.id. diakses 23 juni 2012.
Utama, I M.S. 2005. Mempelajari Pengaruh Ketebalan Plastik Film Polietilen Densitas Rendah Sebagai Bahan Kemasan Buah Manggis Terhadap Modifikasi Gas Oksigen Dan Karbondioksida. Agritrop 25(1):1-11.
Waluyo, L. 2005. Mikrobiologi Lingkungan. Universitas Muhamadyah Malang, Malang:
10
Discussion and feedback