Analisis Kinerja Distribusi Air Irigasi pada Temuku di Subak
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023
Analisis Kinerja Distribusi Air Irigasi pada Temuku di Subak
Performance Analysis of Water Irrigation Distribution in Temuku of Subak
I Wayan Tika*, Mentari Kinasih, Ni Nyoman Sulastri, Sumiyati, Ida Ayu Gede Bintang Madrini
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: wayantika@unud.ac.id
Abstrak
Gangguan distribusi air juga kadang-kadang disebabkan oleh adanya sampah dan faktor pemias (penyusutan debit) serta mengabaikan aliran numbak (aliran lurus) dan ngerirun (aliran berbelok). Dengan pemahaman seperti itu maka petani (krama subak) yang lahannya terletak di hilir cendrung mendapatkan kuota air yang kurang dari seharusnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja manajemen distribusi air irigasi sesuai nilai dan kriteria RPM pada subak tradisional dan subak semi teknis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kuantitaif yang menjelaskan peristiwa berdasarkan nilai RPM dari 30 bangunan bagi (temuku) pada subak di Kabupaten Gianyar. Hasil penelitian menunjukkan 30% memiliki kinerja distribusi air irigasi yang sangat kurang, 30% dengan kriteria kinerja kurang, 13% dengan kriteria kinerja cukup, dan 27% dengan kriteria kinerja baik. Dari hasil tersebut juga dapat diperoleh dimensi baru dari bangunan bagi pada subak dengan pendekatan formula proporsional yang melibatkan variabel luasan subak yang diberikan air irigasi, luasan subak di hilir, serta koefisien gangguan aliran air sekitar 1,05 sampai 1,1.
Kata Kunci: distribusi irigasi, RPM, subak, temuku
Abtract
Disturbances in water distribution are also sometimes caused by the presence of rubbish and biasing factors (decreased discharge) also ignoring the flow of numbak (straight flow) and ngerirun (curved flow). With this understanding, farmers (krama subak) whose land is located downstream tend to get less water quota than they should. This research aims to determine the performance of irrigation water distribution management according to RPM values and criteria in traditional subak and semi-technical Subak. This research uses a descriptive-quantitative method that explains events based on the RPM values of 30 buildings for (temuku) in Subak in Gianyar Regency. The research results showed that 30% had very poor irrigation water distribution performance, 30% had poor performance criteria, 13% had sufficient performance criteria, and 27% had good performance criteria. From these results, it is also possible to obtain a new dimension of the subak building using a proportional formula approach involving variables of the area of the subak provided with irrigation water, the area of the subak downstream, as well as a water flow disturbance coefficient of around 1.05 to 1.1.
Keywords: irrigation distribution, RPM, subak, temuku
PENDAHULUAN
Secara umum metode yang diterapkan oleh organisasi subak dalam distribusi air irigasi selama ini adalah secara proporsional, yang artinya kuota air irigasi yang diterima masing-masing oleh lahan petani dari anggota (karma) subak proporsional dengan luasan lahannya (Putri et al., 2020). Namun demikian, ada kalanya metode proporsional tersebut dapat berubah karena adanya beberapa faktor seperti adanya kerusakan konstruksi bangunan bagi tersebut khususnya yang tradisional. Bangunan bagi (temuku) tradisional pada subak dibuat dari bahan yang tidak permanen seperti kayu atau bambu, sehingga sejalan dengan perkembangan waktu konstruksinya mudah rusak, akibat bahannya mudah
lapuk (Supriawan et al., 2018). Gangguan distribusi air juga kadang-kadang disebabkan oleh adanya sampah yang tersangkut pada bangunan bagi (temuku) pada saluran tersebut. Faktor lain yang juga dapat menyebabkan metode distibusi air yang seharusnya dilakukan secara proporsional ternyata secara riilnya tidak lagi proporsional, karena megabaikan faktor pemias. Pemias atau pada beberapa subak yang lain menyebutnya dengan istilah pelampias merupakan perhitungan penyusutan debit air sepanjang saluran atau penyusutan akibat aliran air yang berbelok. Jika dibandingkan dengan teknik irigasi secara nasional maka pemias atau pelampias merupakan variabel yang menentukan tinggi rendahnya nilai efisiensi penyaluran. Menurut Sumiasih et al., (2016), dari
hasil penelitian pada beberapa subak diperoleh nilai koefisien pemias sekitar 0,095 atau sekitar 9,5%. Nilai koefisien pemias sebesar 9,5% menunjukkan adanya penurunan debit air dari titik awal aliran (hulu) sampai di titik akhir (hilir) sebesar 9,5%. Dengan pemahaman seperti itu maka petani atau anggota (krama) subak yang lahannya terletak di hilir seharusnya memperoleh kebijakan ukuran bangunan bagi (temuku) yang berbeda sehingga memperoleh debit air yang berlebih. Berdasarkan faktor-faktor terebut, maka distribusi air yang seharusnya proporsional dan dianggap berkeadilan sehingga bisa diterima oleh segenap anggota subak dapat menurunkan kinerja manajemen distribusi air pada subak tersebut. Kondisi demikian bahkan tidak menutup kemungkinan menimbulkan konflik internal pada subak.
Perlu adanya upaya pemantauan agar kinerja manajemen distribusi air irigasi tetap dalam kondisi bisa diterima oleh segenap rama subak. Menurut Santika et al., (2020) salah satu indikator untuk mengukur kinerja manajemen distribusi air pada subak adalah dengan RPM (Ratio Performance Management). RPM menunjukkan rasio debit terukur secra teoritis dengan debit aktual (riil) untuk debit yang dibutuhkan pada titik tertentu melalui sistem (Arnanda et al., 2020). Sistem tersebut berupa bangunan bagi atau temuku. RPM juga bisa menunjukkan perbandingan antara jumlah pasokan air yang tersedia dengan kebutuhan air di lahan. Dalam hal ini kebutuhan air di lahan termasuk kebutuhan air berdasarkan hasil analisis konsumtif dan non-konsumtif tanaman pada subak. Hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai ukuran kecukupan atau ketepatan waktu musiman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja manajemen distribusi air irigasi sesuai nilai dan kriteria RPM pada subak tradisional dan subaksemi teknis. Dengan diketahuinya nilai dan kriteria RPM tersebut, maka dapat dirancang teknik distribusi air yang lebih baik pada subak yang sebelumnya memiliki kinerja manajemen iirigasi yang kurang baik. Manfaat hasil penelitian ini adalah sebagai acuan bagi pekaseh dan petani (anggota subak) dalam distribusi air irigasi pada bangunan bagi primer dan sekunder.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 30 titik pada beberapa subak yang secara sistem irigasi memiliki bangunan bagi (temuku) di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Gianyar. Analisis data dilakukan di Laboratorium Pengelolaan Sumberdaya Alam Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana. Penelitian ini berlangsung dari bulan Mei sampai Agustus 2022 atau menjelang musim tanam II.
Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat untuk kepentingan pengukuran dimensi bangunan bagi (temuku) dan debit air. Alat-alat pengukuran tersebut meliputi: meteran dan mistar, wadah tampungan air, stopwatch dan alat tulis serta komputer digunakan untuk alat analisis data. Obyek dalam penelitian ini adalah sebanyak tiga puluh (30) bangunan bagi atau temuku yang berada pada beberapa lahan sawah pada subak yang ada di Kabupaten Tabanan dan Gianyar. Dengan demikian pada penelitian diperoleh beberapa temuku (khususnya temuku aya dan temuku gede) yang diukur dimensinya dan debit aliran air yang didistribusikannya.
Pelaksanaan dan Batasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan observasi dan pengukuran serta analisis (perhitungan). Beberapa perhitungan dan analisis pendekatan yang digunakan terutama dalam menghitung debit air pada bangunan bagi dilakukan dengan metode pelampung, metode tampungan dan juga degan rumus empiris Cipoletti. Bangunan bagi (temuku) yang digunakan sebagai obyek penelitian ini hanya jenis Temuku Aya dan Temuku Gede saja. Kondisi demikian karena kinerja distribusi yang diukur pada penelitian ini hanya untuk distribusi air irigasi di tigkat subak gede sampai di tingkat subak atau tempekan saja. Sebenarnya kinerja distribusi air irigasi pada tingkat krama subak juga penting untuk dilakukan, tetapi langkah dan aktivitas tersebut direncanakan pada penelitian tahap berikutnya. Bahkan ada dugaan sementara kinerja distribusi seperti tersebut juga perlu diukur untuk subak yang berlokasi di hulu, tengah atau hilir, sebab berdasarkan pengamatan di lapangan ada kemungkinan kinerja distribusi air di hilir lebih baik jika dibanding dengan yang berlokasi di hulu.
Analisis Data
Pendekatan Analisis Debit berdasarkan Dimensi Bangunan Bagi
Dari bangunan bagi (temuku) yang ditetapkan sebagai obyek dalam penelitian ini diukur lebar ambang dan tinggi kolom alirannya untuk masing-masing pembagiannya. Prinsip ini mengacu pada besarnya debit yang proporsional dengan lebar ambang aliran, dengan asumsi tinggi kolom airnya sama. Diasumsikan pula dampak aliran ngerirun pada bangunan bagi tersebut tidak, mereduksi debit dari 5%, sehingga tidak perlu dilakukan perhitungan
terhadap variabel pemias pada analisis debit tersebut.
Debit Pembagian pada Bangunan Bagi
Pengukuran debit pada pembagian bangunan bagi dilakukan dengan beberapa alternatif. Jika debit tidak terlalu besar maka metode yang paling akurat untuk pengukuran debit tersebut adalah dengan metode tampungan. Jika debit relatif besar dan konstruksi saluran air yang merupakan aliran dari air yang didistribusikan oleh bangunan bagi kondisinya tertata dengan baik, maka pengukuran debit dapat dilakukan dengan metode pelampung. Jika kondisi debit relatif besar dan kondisi konstruksi salurannya kurang baik, maka pengukuran debit dapat dilakukan dengan pendekatan rumus empiris Cipoletti yang konversinya dari tinggi kolom airnya menjadi debit diperoleh dari petugas bendung atau petugas lainnya pada jaringan irigasi yang menjadi salah satu obyek penelitian.
Kebutuhan Air Irigasi
Tingkat kebutuhan air irigasi yang diperlukan pada lahan subak ditetapkan berdasarkan nilai standar yang digunakan oleh petugas bendung dari subak gede tersebut. Menurut Munir (2012), tujuan pemberian air pada tanaman, termauk tanaman padi pada lahan sawah adalah untuk memperoleh hasil yang optimal dengan pemakaian air yang sehemat mungkin. Secara teoritis kebutuhan air irigasi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi iklim, kondisi tanah, jenis tanaman, pola tanam, dan jadwal tanam (Sari et al., 2020). Secara umum, persamaan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air irigasi seperti pada persamaan [1].
(ETc+IR+WLR+P-Re) .
KAI = ---------------- × A [1]
Eff
dimana,
KAI : Kebutuhan Air Irigasi (liter/detik)
ETc : Kebutuhan Air Konsumtif Tanaman
(mm/hari)
IR : Kebutuhan air irigasi di persawahan
(mm/hari)
WLR : KebubuthanPenggantianLapisan Air
(mm/hari)
P : Perkolasi (mm/hari)
Re : Curah HujanEfektif (mm/hari)
Eff : Efisiensi Irigasi (%)
A : Luas Areal Irigasi (ha)
Perhitungan kebutuhan air irigasi meliputi beberapa tahapan, yaitu melakukan uji konsistensi curah hujan dari data hujan stasiun terdekat, menghitung curah hujan rata-rata sesuai dengan topografi wilayah,
evapotranspirasi, kebutuhan konsumtif tanaman, perkolasi, efisiensi, dan kebutuhan air irigasi. Uji konsistensi data hujan dimaksudkan untuk mengetahui kebenaran data lapangan (Prawati & Dermawan, 2018).
Analisis RPM
Dari data debit yang terukur pada bangunan bagi sebagai data debit yang tersedia (Qt) serta tingkat kebutuhan air irigasi (KAI) dari lahan yang menjadi oyek distribusi air oleh bangunan bagi tersebut, maka nilai RPM untuk setiap pembagian pada bangunan bagi (temuku) sebagai titik distribusi bisa dihitung seperti pada Persamaan [2]. Pada analisis ini faktor Pemias dan Aliran Numbak atau Ngerirun juga diperhitungkan berdasarkan pendekatan dari beberapa acuan refrensi. Dari hasil perhitungan pada setiap titik bagi pada bangunan bagi maka kinerja distribusi dari titik bagi tersebut dapat dikategorikan sesuai dengan keterangan yang melengkapi pada Persamaan [2].
Debit air yang tersedia(Qt) r,1
RPM — ----------------—— 121
Kebutuhan air irigasi (Qr)
Dengan kriteria berdasarkan hasil perhitungannya sebagai berikut:
0,75≤RPM≤ 1,25 : Baik
0,60 ≤RPM<0,75atau 1,25 <RPM≤ 1,40 : Cukup
0,40≤RPM< 0,60 atau 1,40 <RPM≤ 1,60 : Kurang RPM< 0,40 atauRPM> 1,60 : Sangat Kurang
Analisis Kinerja Distribusi
Secara analog tentunya analisis RPM apat digunakan untuk mengevaluasi distribusi air pada Bangunan Bagi Primer (Temuku Aya) dan Bangunan Bagi Sekunder (Temuku Gede) pada Subak. Berdasarkan banyak jumlah titik bagi yang ada pada bangunan bagi yang dimiliki oleh subak maka secara total dapat dihitung persentase titik bagi yang memiliki kriteria baik sampai kurang baik. Dalam hal ini analisis hanya dilakukan secara kuantitatif berdasarkan kategori kinerja sesuai metode analisis RPM.
Rancangan Dimensi Bangunan Bagi Altenatif
Dari hasil analisis RPM dan kriteria kinerja distribusinya maka diperoleh beberapa titik bagi pada bagunan bagi yang termasuk kategori kinerja yang tidak baik. Dari bangunan bagi yang memiliki kinerja yang tidak baik tersebut dirancang dimensi yang baru khususnnya menyangkut lebar ambangnya. Dari upaya perancangan tersebut diharapkan nantinya diperoleh kinerja distribusi yang lebih baik dari sebelumnya, untuk bisa direkomendaikan pada para petani di lokasi obyek peneltian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Debit Riil dan Debit Teoritis pada Temuku
Berdasarkan pengukuran debit yang dilakukan pada beberapa bangunan bagi serta luasan subak sampel maka diperoleh debit riil pada masing subak sampel. Kebutuhan air irigasi pada masing-masing subak sampel dihitung berdasarkan nilai standar yang diterapkan oleh petugas bendung. Besaran nilai standar tersebut adalah 1,0 sampai 1,2 l/dt/ha pada
saat kondisi lahan ada buddaya tanamannya dan 1,6 – 2,0 l/dt/ha. Berdasarkan nilai standar tersebut maka kebutuhan air irigasi sebagai debit teoritis pada masing-masing subak sampel dapat dihitung. Berdasarkan prinsip pengukuran dan perhitungan seperti itu maka nilai debit riil dan debit teoritis pada obyek penelitian bisa diperoleh seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Debit Riil dan Debit Teoritis pada Lokasi Penelitian
No |
Nama Subak |
Luas Subak (ha) |
Debit Riil Intake (l/dt) |
Kondisi Lahan |
Debit Teoritis Intake (l/dt) |
1 |
Subak Gadon |
5 |
11 |
Budidaya |
5,5 |
2 |
Subak Bija 1 |
10 |
20 |
Budidaya |
11,0 |
3 |
Subak Lodtunduh |
25 |
51 |
Budidaya |
27,5 |
4 |
Subak Bija II |
30 |
52 |
Budidaya |
33,0 |
5 |
Subak Abian Tiying |
76 |
155 |
Budidaya |
83,6 |
6 |
Subak Gaga |
52 |
106 |
Budidaya |
57,2 |
7 |
Subak Kalang Samu (1) |
66 |
135 |
Budidaya |
72,6 |
8 |
Subak Kalang Samu (2) |
1 |
3 |
Budidaya |
1,1 |
9 |
Subak Selasih |
80 |
163 |
Budidaya |
88,0 |
10 |
Subak Dlod Belang |
74 |
119 |
Budidaya |
81,4 |
11 |
Subak Pasekan |
48 |
77 |
Budidaya |
52,8 |
12 |
Subak Padedekan (1) |
3 |
5 |
Budidaya |
3,3 |
13 |
Subak Padedekan (2) |
9 |
15 |
Budidaya |
9,9 |
14 |
Subak Padedekan (3) |
24 |
39 |
Budidaya |
26,4 |
15 |
Subak Padedekan (4) |
36 |
58 |
Budidaya |
39,6 |
16 |
Subak Samblung |
35 |
56 |
Budidaya |
38,5 |
17 |
Subak Banjarame |
29 |
47 |
Budidaya |
31,9 |
18 |
Subak Semampan |
28 |
45 |
Budidaya |
30,8 |
19 |
Subak Wahem Kangin |
3,5 |
5 |
Olah Tanah |
6,3 |
20 |
Subak Celuk |
36 |
42 |
Budidaya |
39,6 |
21 |
Subak Wahem Kesanga |
76 |
88 |
Budidaya |
83,6 |
22 |
Subak Pengubengan |
72 |
84 |
Olah Tanah |
129,6 |
23 |
Subak Pejajah |
119,3 |
138 |
Budidaya |
131,2 |
24 |
Subak Pancung |
9 |
11 |
Budidaya |
9,9 |
25 |
Subak Pasekan |
112,4 |
130 |
Budidaya |
123,6 |
26 |
Subak Biaung Badung |
11 |
13 |
Olah Tanah |
19,8 |
27 |
Subak Biaung Gianyar |
9 |
11 |
Olah Tanah |
16,2 |
28 |
Subak Suala |
25 |
43 |
Budidaya |
27,5 |
29 |
Subak Sigaran |
21 |
30 |
Budidaya |
23,1 |
30 |
Subak Jegu |
100 |
135 |
Budidaya |
110,0 |
Dari Tabel 1 dapat dilihat, antara debit riil dengan debit teoritis dari subak sampel cendrung tidak sama. Besaran perbandingan (rasio) antara debit riil dengan debit yang direncanakan atau debit teoritis menunjukkan nilai Raio Prestasi Manajemen (RPM)
dari kinerja distribusi air irigasi pada subak sampel tersebut. Ratio Prestasi Manajemen (RPM) diartikan sebagai perbandingan antara debit aktual dengan debit yang direncanakan di berbagai pintu sadap selama periode operasional irigasi (Arnanda et al.,
2020; Suweta et al., 2024). Nilai debit teoritis juga bisa dianggap sama besarnya dengan kebutuhan air irigasi. Dari Tabel 1 juga dapat dilihat kondisi lahan saat olah tanah nilai kebutuhan air irigasinya lebih bdesar jika dibanding pada lahan tersebut aktivitasnya budidaya.
Analisis Kinerja Distribusi Air Irigasi
Berdasarkan debit riil dan debit teoritis pada masing-masing subak sampel maka maka nilai RPM (Ratio Performan Manajemen) dapat ditetapkan. Bedasarkan nilai RPM tersebut maka Kinerja Distribusi Air Irigasi pada subak sampel atau obyek penelitian ini dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai RPM di Subak Sampel
No |
Nama Subak |
Debit Riil Intake (l/dt) |
Debit Teoritis Intake (l/dt) |
RPM |
Kriteria |
1 |
Subak Gadon |
11 |
5,5 |
2,00 |
Sangat Kurang |
2 |
Subak Bija 1 |
20 |
11,0 |
1,82 |
Sangat Kurang |
3 |
Subak Lodtunduh |
51 |
27,5 |
1,85 |
Sangat Kurang |
4 |
Subak Bija II |
52 |
33,0 |
1,58 |
Sangat Kurang |
5 |
Subak Abian Tiying |
155 |
83,6 |
1,85 |
Sangat Kurang |
6 |
Subak Gaga |
106 |
57,2 |
1,85 |
Sangat Kurang |
7 |
Subak Kalang Samu |
135 |
72,6 |
1,86 |
Sangat Kurang |
8 |
Subak Kalang Samu |
3 |
1,1 |
2,73 |
Sangat Kurang |
9 |
Subak Selasih |
163 |
88,0 |
1,85 |
Sangat Kurang |
10 |
Subak Dlod Belang |
119 |
81,4 |
1,46 |
Kurang |
11 |
Subak Pasekan |
77 |
52,8 |
1,46 |
Kurang |
12 |
Subak Padedekan |
5 |
3,3 |
1,52 |
Kurang |
13 |
Subak Padedekan |
15 |
9,9 |
1,52 |
Kurang |
14 |
Subak Padedekan |
39 |
26,4 |
1,48 |
Kurang |
15 |
Subak Padedekan |
58 |
39,6 |
1,46 |
Kurang |
16 |
Subak Samblung |
56 |
38,5 |
1,45 |
Kurang |
17 |
Subak Banjarame |
47 |
31,9 |
1,47 |
Kurang |
18 |
Subak Semampan |
45 |
30,8 |
1,46 |
Kurang |
19 |
Subak Wahem Kangin |
5 |
6,3 |
0,79 |
Baik |
20 |
Subak Celuk |
42 |
39,6 |
1,06 |
Baik |
21 |
Subak Wahem Kesanga |
88 |
83,6 |
1,05 |
Baik |
22 |
Subak Pengubengan |
84 |
129,6 |
0,65 |
Cukup |
23 |
Subak Pejajah |
138 |
131,2 |
1,05 |
Baik |
24 |
Subak Pancung |
11 |
9,9 |
1,11 |
Baik |
25 |
Subak Pasekan |
130 |
123,6 |
1,05 |
Baik |
26 |
Subak Biaung Badung |
13 |
19,8 |
0,66 |
Cukup |
27 |
Subak Biaung Gianyar |
11 |
16,2 |
0,68 |
Cukup |
28 |
Subak Suala |
33 |
27,5 |
1,20 |
Baik |
29 |
Subak Sigaran |
30 |
23,1 |
1,30 |
Cukup |
30 |
Subak Jegu |
135 |
110,0 |
1,23 |
Baik |
Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kinerja distribusi air irigasi pada subak sampel 26,7 % termasuk kriteria baik, 13,30% kriteria cukup, 30,0% kriteria kurang dan 30,0% kriteria sangat kurang. Secara persentase dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kinerja distribusi dengan kriteria sangat kurang dan kurang cukup besar. Dengan kondisi seperti itu sebenarnya pada anggota (karma) subak sangat berpotensi terjadi konflik. Namun demikian kalaupun konflik
riil yang terjadi sangat jarang, salah satu penyebabnya karena karakter toleransi dan hubungan sosial dari anggota (krama) subak yang cukup tinggi. Kondisi demikian merupakan salah satu nilai lebih yang terdapat pada anggota subak sekaligus pada subak yang mewadahi keberadaan mereka.
Analisis Dimensi Bangunan Bagi Irigasi
Pendekatan nilai koefisien pemias berkisar 5 - 10% atau 0,05 – 0,1 berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumiasih (2016) merupakan variabel yang perlu dimasukkan apabila pada aliran air di bangunan bagi ada ngerirun (berbelok). Jika alirannya lurus (ngerirun) maka nilai koefisien tersebut nilainya nol. Dengan demikian pada formula untuk menentukan dimensi bangunan bagi jika ada aliran ngerirun maka faktor pemiasnya menjadi 1,05 sampai 1,10. Dengan formula umum seperti itu diharapkan bisa digubakan sebagai aaciuan dalam membuat dimensi yang baru (redesain) bangunan bagi atau tembuku pada subak. Dengan demikian pendekatan penentuan dimensi bangunan bagi (khususnya lebar ambang) dapat dihitung dengan Persamaan 3.
LA = LM BB x (LSS/LSH) x FP [3]
dimana,
LA = Lebar Ambang pintu intake
LM BB = Lebar mercu Bangunan Bagi
LSS = Luas Subak Sampel
LSH = Luas Subak di Hilir
FP = faktor Pemias
(Jika ada aliran Ngerirun nilainya 1,05 sampai 1,10)
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis terhadap debit air irigasi pada bangunan bagi yang dimiliki subak sampel diperoleh 30% memiliki kinerja distribusi air irigasi yang sangat kurang, 30% dengan kriteria kinerja kurang, 13% dengan kriteria kinerja cukup, dan 27% dengan kriteria kinerja baik. Dengan kondisi seperti itu sebenarnya pada anggota (karma) subak sangat berpotensi terjadi konflik. Namun demikian kalaupun konflik riil yang terjadi sangat jarang, salah satu penyebabnya karena karakter toleransi dan hubungan sosial dari anggota (krama) subak yang cukup tinggi. Kondisi demikian merupakan salah satu nilai lebih yang terdapat pada anggota subak sekaligus pada subak yang mewadahi keberadaan mereka. Dari hasil tersebut juga dapat diperoleh dimensi baru dari bangunan bagi pada subak dengan pendekatan formula proporsional yang melibatkan variabel luasan subak yang diberikan air irigasi, luasan subak di hilir, serta faktor pemias aliran air sekitar 1,05 sampai 1,1. Dengan formula umum seperti itu diharapkan bisa digubakan sebagai
aaciuan dalam membuat dimensi yang baru (redesain) bangunan bagi atau tembuku pada subak.
DAFTAR PUSTAKA
Arnanda, I. K. Y., Tika, I. W., & Madrini, I. A. G. B. (2020). Analisis Rasio Prestasi Manajemen Irigasi pada Distribusi Air di Subak Kabupaten Tabanan. Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 290–300.
Munir, A. (2012). Peningkatan produktivitas dan efisiensi air dalam pertanian Madura. Agrovigor, 5(2), 125–131.
Prawati, E., & Dermawan, V. (2018). Debit banjir rancangan pada DAS Kedunglarangan ( Kabupaten Pasuruan Jawa Timur ). Seminar Nasional Sains Dan Teknologi 2018, 1–11.
Putri, D. A., Susilo, R. K. D., Hayat, M., &
Purwasih, J. H. G. (2020). Sistem Kelembagaan Organisasi Subak sebagai Pengelola Sumber Daya Air Berkelanjutan. EnviroScienteae, 16(2), 225–237.
Santika, I. K. A., Tika, I. W., & Budisanjaya, I. P. G. (2020). Analysis of Irrigation Management Achievement Ratio in Rice Cultivation in Tabanan Subak Regency. Jurnal Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 204– 210.
Sari, S. N. I., Yekti, M. I., & Norken, I. N. (2020). Analisis Pengembangan Sumber Daya Air DAS Tukad Saba Dengan Dibangunnya Waduk Titab di Kabupaten Buleleng. Jurnal Spektran, 8(1), 28–35.
Sumiasih, N. K., Tika, I. W., & BudiSanjaya, I. P. G. (2016). Desain Bangunan Bagi Numbak dan Ngerirun pada Sistem Distribusi Air Irigasi Subak Berdasarkan Konsep Pemias. Beta (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 4(2), 1–8.
Supriawan, I. M. M., Tika, I. W., & Wijaya, I. M. A.
S. (2018). Penerapan Koefisien Pemias Untuk Redesain Bangunan Tembuku Pengalapan pada Jaringan Irigasi Subak ( Studi Kasus di Kabupaten Tabanan Provinsi Bali ) The Implementation of Pemias Coefficient for Redesign Tembuku Pengalapan in the Subak Irrigation Channel (. BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 6(1), 41–47.
Suweta, I. M. B., Tika, I. W., Ngurah, I. G., & Aviantara, A. (2024). Analysis of Management Performance Ratio on Irrigation Water Distribution in Subak Gede Kedewatan. 12.
486
Discussion and feedback