Evaluasi Penggunaan Lahan dan Teknik Konservasi Lahan di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 12, Nomor 1, bulan April, 2024
Evaluasi Penggunaan Lahan di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
Evaluation Of Land Use Techniques in Candikuning Village, Baturiti District, Tabanan Regency
I Gusti Ayu Agung Sinta Dewi, Sumiyati*1),Ni Luh Yulianti 1)Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia),
*Email: sumiyati@unud.ac.id
Abstrak
Evaluasi lahan merupakan proses penilaian penggunaan lahan. Pelaksanaan evaluasi lahan mempertimbangkan segala aspek agar pengunaanya dapat dimaksimalkan. Penggunaan lahan di Desa Candikuning memiliki indikasi ketidaksesuaian dengan kelas kemampuan lahannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian penggunaan lahan di Desa Candikuning. Parameter penelitian meliputi kemiringan lereng, tekstur, kedalaman efektif, permeabilitas, bebatuan dan kerikil, serta ancaman banjir. Metode yang digunakan yaitu metode pipet untuk tekstur, constant head permeability test untuk permeabilitas dan drainase, matching data aktual dengan kelas kemampuan lahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa lahan di Desa Candikuning memiliki kemiringan lereng 0-55%, tekstur didominasi kelas lempung berpasir, kedalaman efektif 20-100 cm, permeabilitas 10,26 - 41,00 cm/jam, drainase didominasi agak baik, bebatuan dan kerikil 1-47%, dan sebagian besar tidak ada ancaman banjir. Kemampuan lahan pada daerah penelitian berada pada kelas I hingga kelas VII. Kesesuaian penggunaan lahan yaitu 37 lahan sesuai dan 3 lahan tergolong tidak sesuai. Lahan yang penggunaanya tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan diberikan arahan penggunaan lahan meliputi semak belukar, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam
Kata kunci: Evaluasi lahan, kelas kemampuan lahan, kesesuaian penggunaan lahan
Abtract
Land evaluation is the process of assessing land use. The implementation of land evaluation considers all aspects so that its use can be maximized. Land use in Candikuning Village has indications of incompatibility with the capability of the land. This study aims to determine the suitability of land use in Candikuning Village. The research parameters included slope, texture, effective depth, permeability, rocks and gravel, and the threat of flooding. The method used is the pipette method for texture, constant head permeability test for permeability and drainage, matching actual data with land capability classes. The results showed that the land in Candikuning Village has a slope of 0-55%, the texture is dominated by sandy loam class, the effective depth is 20-100 cm, the permeability is 10.26 - 41.00 cm/hour, the drainage is dominated by rather good, rocks and gravel 1 -47%, and for the most part there is no threat of flooding. Land capability in the study area is in class I to class VII. Land use suitability, namely 37 suitable land and 3 land classified as unsuitable. Land use that is not in accordance with the land capability class is given land use directions including shrubs, production forests, protected forests and nature reserves.
Keyword: Land evaluation, land capability class, land use suitability
PENDAHULUAN
Evaluasi lahan adalah suatu kegiatan penilaian potensi lahan pertanian. Lahan umumnya dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tanpa merusak kemampuan lahan, dengan penggunaan lahan berbasis pada daya dukung lahan (Tejaningrum et al., 2019). Evaluasi penggunaan lahan adalah evaluasi berbasis kemampuan lahan (Widiatmika, 2015). Kesalahan pola tanam, pengelolaan lahan, serta kesalahan dalam pemilihan komoditas terkadang
membawa dampak buruk yang menyebabkan terjadinya kerusakan lahan (Setyaningsih et al., 2019).
Konservasi lahan merupakan penggunaan lahan yang sesuai dengan kelas kemampuan lahan serta dipergunakan sesuai persyaratan yang diperlukan. Penggunaan lahan yang baik memperhatikan kemiringan lereng dan jenis tanaman agar penggunaan lahan dapat dimaksimalkan. Konservasi lahan meliputi seluruh kegiatan fisik serta kegiatan
mekanik yang memiliki tujuan untuk mempertahankan atau memperbaiki kondisi lahan agar dapat digunakan secara optimal (Wahyudi, 2014).
Budidaya pertanian holtikultura dihadapkan pada faktor-faktor pembatas biofisik seperti kemiringan lereng. Menurut Suarsana et al. (2016) daerah Desa Candikuning memiliki kemiringan lereng rata-rata 065%. Pembatas biofisik seperti lereng merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam evaluasi lahan. Dalam Suarsana et al. (2016) lahan di Desa Candikuning digunakan sebagai lahan hutan, belukar dan pertanian. penggunaan lahan tersebut perlu dilakukan evaluasi kesesuaian penggunaan lahan.
Evaluasi penggunaan lahan dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan parameter meliputi kemiringan lereng, tekstur, kedalaman efektif, permeabilitas, drainase, bebatuan dan kerikil serta ancaman banjir. Penggunaan lahan oleh masyarakat Desa Candikuning memiliki indikasi ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan kelas kemampuan lahan serta teknik konservasi yang digunakan, selain itu arah pembuatan bedengan atau guludan yang sesuai dengan arah kemiringan lahan perlu mendapat perhatian. Teknik konservasi teknis meliputi perhitungan vertikal interval serta horizontal yang sesuai dengan FAO Conservation Guide 1. Fatimah (2019) menyatakan bahwa perhitungan vertikal dan horizontal interval harus sesuai dengan syarat teknis pembuatan teras.
Evaluasi kesesuaian lahan serta arahan konservasi lahan yang sesuai dengan kondisi lahan di Desa Candikuning perlu dilakukan agar pertanian dilahan tersebut dapat memberikan hasil secara maksimal. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian terkait evaluasi penggunaan lahan dan teknik konservasi lahan di Desa Candikuning guna mengetahui bagaimana penggunaan lahan dan teknik konservasi yang digunakan serta diharapkan dapat memberikan solusi arahan penggunaan lahan dan teknik konservasi sesuai FAO Conservation Guide 1 yang tepat guna untuk meningkatkan produktivitas lahan khususnya di Desa Candikuning.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel tanah dan data tentang ancaman banjir dilakukan di Desa Candikuning, Bedugul, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Analisis bebatuan dan kerikil dilakukan di
Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian. Analisis tekstur tanah, permeabilitas dan drainase dilakukan di Laboratorium Tanah dan Lingkungan, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini telah berlangsung pada bulan Maret hingga Juni tahun 2023.
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta kemiringan lereng Bali 2019, peta administrasi Desa Candikuning, peta tutupan lahan Bali 2019 dan peta jenis tanah FAO Map Catalog, GPS (Global Positioning System). Alat pengambilan sampel tanah ring soil sample, sekop, gunting, papan kayu, kantong plastik, gelang karet, kain, spidol, pisau lapang, kertas label. Alat survei lapangan yaitu kuesioner. Alat yang digunakan untuk analisis di laboratorium meliputi sampel tanah, erlemayer 500 ml, H2O2 kadar 30%, aquades, HCL 0,4 N, peptisator Na4P2O7 kadar 5%, hotplate, saringan 10 mesh, cawan petri, oven, desikator, timbangan digital merek fujitsu, pipet, alat permeameter, gelas ukur, kertas pori, corong, pipa ukur, stopwatch, mortar. Alat untuk pengolahan data yaitu Laptop Lenovo intel core i3.
Pelaksanaan Penelitian
Penentuan titik sampel dilakukan menggunakan teknik purposive sampling. Alasan penelitian ini meggunakan teknik purposive sampling ini karena metode ini mengambil sampel acak menggunakan atribut tertentu meliputi peta kemiringan lereng Bali 2019, peta administrasi desa Candikuning, peta tutupan lahan Bali 2019 dan peta jenis tanah FAO Map Catalog. Metode klasifikasi kesesuaaian lahan dengan cara mencocokkan (matching) data penggunaan lahan aktual dengan data kelas kemampuan lahan yang ideal sesuai dengan Peraturan Mentri Lingkungan Hidup No. 17 (2009). Tahapan penelitian diilustrasikan dalam diagram alir. Diagram alir dapat dilihat pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Parameter Evaluasi Lahan Kemiringan Lereng
Lereng merupakan kemiringan yang menunjukkan seberapa miring suatu lahan. Kemiringan lereng pada setiap titik sampel berbeda-beda tergantung kondisi tempat dan lokasinya. Berdasarkan pengukuran pada lahan didapatkan hasil sebagai berikut.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Tabel 1. Kemiringan Lereng di Desa Candikuning | |||
Klasifikasi |
Kemiringan |
Unit Lahan |
Simbol |
Datar |
0% - 3% |
29, 39 dan 40 |
l0 |
Landai |
5 % - 7% |
26, 28, 31, 33, 36 dan 37 |
l1 |
Agak Miring |
9 % - 14 % |
1, 5, 6, 14, 15, 25, 27, 30 , 35 dan 38 |
l2 |
Miring |
18% - 25% |
3, 8, 9, 10, 11, 13, 16, 18, 20, 32, dan 34 |
l3 |
Agak Curam |
27% - 45% |
4, 7, 12, 19, 21, dan 22 |
l4 |
Curam |
42% - 55% |
2, 17, 23 dan 24 |
l5 |
Sumber: data pengamatan
Kemiringan lahan pada masing-masing sampel penelitian bervariasi mulai dari datar hingga curam. Kemiringan lereng pada daerah penelitian didominasi dengan klasifikasi miring 18-25% dengan mayoritas penggunaan lahan sebagai hutan. Kemiringan lereng paling rendah memiliki klasifikasi datar 0-3% yang digunakan sebagai lahan. Lahan yang baik digunakan untuk pertanian yaitu lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-34%. Lahan yang memiliki kemiringan diatas 34% sebaiknya digunakan sebagai hutan atau semak belukar. Didukung dalam Suryani et al. (2016) yang menyatakan semakin besar kemiringan lereng suatu lahan maka semakin kecil kesesuaian lahan terhadap
bidang pertanian. Kemiringan lereng berpengaruh dalam penentuan penggunaan lahan dimana besar atau kecilnya kemiringan lereng dapat menentukan kemudahan dalam pengelolaan lahan (Krisnayanti et al., 2023)
Tekstur Tanah di Desa Candikuning
Tekstur tanah adalah faktor penting untuk mengetahui kapasitas tanah untuk menahan air dan kecepatan permeabilitas tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif tiga golongan fraksi pasir (sand), debu (silt), dan liat (clay).
Tabel 2. Tekstur Tanah di Desa Candikuning
Klasifikasi |
Tekstur |
Fraksi (%) |
Unit Lahan |
Simbol | ||
Pasir |
Debu |
Liat | ||||
Agak Halus |
Lempung Berliat |
20-50 |
20-50 |
25-40 |
28 |
t2 |
Agak Halus |
Lempung liat berpasir |
50-70 |
50-100 |
50-70 |
1, 15, 17, 19, 21, 26, 27, dan 33. |
t2 |
Sedang |
Debu |
0-20 |
90-100 |
- |
29 |
t3 |
Sedang |
Lempung |
50-70 |
73-90 |
10-30 |
6 dan 40 |
t3 |
Agak Kasar |
Lempung Berpasir |
70-100 |
0-30 |
20-35 |
2, 3, 4, 5, 7, 11, 12, 13, 14, 16, 18, 20, 22, 23, 24, 25, 34, 36, 37, 38 dan 39. |
t4 |
Kasar |
Pasir Berlempung |
70-88 |
0-30 |
0-13 |
8, 9, 10, 30, 31, 32, dan 35. |
t5 |
Sumber. analisis laboratorium
Berdasarkan Tabel 2 fraksi penyusun tanah didominasi oleh fraksi agak kasar (pasir) sehingga tekstur tanah termasuk dalam kelas lempung berpasir. Tekstur lempung berpasir baik digunakan sebagai lahan hutan. Mayoritas lahan yang memiliki tekstur lempung berpasir adalah lahan hutan. Lahan 28 memiliki tekstur lempung berliat serta penggunaan lahan sebagai lahan pertanian. Tekstur lempung berliat memiliki drainase kurang baik dari pada tanah bertekstur pasir.
Tekstur tanah yang baik digunakan sebagai lahan pertanian yaitu lahan yang memiliki tekstur lempung berpasir. Tekstur lempung berpasir memiliki fraksi pasir 50-70%, fraksi debu 50-100%, dan fraksi liat
50-70% yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman. Dalam Muluk (2016) menyatakan tanah dengan tekstur lempung berpasir merupakan tanah dengan permeabilitas cepat. Hal ini didukung dalam Salawangi et al. (2020) pada tanah bertekstur lempung berpasir memiliki porositas lebih rendah. Tekstur tanah memberikan pengaruh dalam menentukan tata air dalam tanah, kecepatan infiltrasi, drainase dan kemampuan pengikatan air oleh tanah (Yunagardasari et al., 2017).
Kedalaman Efektif Tanah
Kedalaman efektif diukur dengan menancapkan besi panjang hingga menembus lapisan bawah tanah.
Tabel 3. Kedalaman Efektif di Desa Candikuning
Klasifikasi |
Kedalaman Efektif Unit Lahan Simbol |
Sangat Dangkal Dangkal Sedang |
20 cm – 24,5 cm 30 dan 40 k3 28 cm – 49,5 cm 1, 2, 6, 10, 11, 22, 26, 27, 29, 33, dan 37 k2 52 cm – 77 cm 4, 7, 8, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 25, 28, 35, k1 38, dan 39 |
Dalam |
100 cm 3, 5, 9, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 31, 32, 34 k0 dan 36 |
Sumber: data pengamatan
Data penelitian menunjukan mayoritas lahan memiliki klasifikasi sedang 52-77 cm sampai dalam 100 cm. Lahan dengan kedalaman 52-77 cm didominasi penggunaan lahan semak belukar sementara lahan dengan kedalaman 100 cm merupakan lahan hutan. Semakin dalam tanah mempengaruhi sifat fisik tanah serta penggunaan lahan. Data kedalaman efektif yang bergaram dipengaruhi oleh kemiringan lereng. Dalam Alfiyah et al. (2020) menegaskan bahwa semakin curam lereng mempunyai kedalaman efektif akar semakin dalam dan didominasi dengan tumbuhan yang mempunyai akar lebih panjang. Kedalaman efektif pada daerah penelitian didominasi dengan klasifikasi sedang 52-77 cm dan dalam 100 cm.
Permeabilitas Tanah
Permeabilitas merupakan cepat lambatnya air masuk ke dalam tanah melalui pori makro ataupun pori mikro ke arah horizontal dan vertikal. Permeabilitas berasal dari sifat alami granular tanah yang berarti tanah yang berbeda memiliki permeabilitas yang berbeda.
Lahan 28 memiliki kecepatan permeabilitas terendah yakni 10,26 cm/jam memiliki tekstur tanah lempung berliat. Lahan 31 memiliki kecepatan permeabilitas tertinggi yakni 41,00 cm/jam memiliki tekstur pasir berlempung. Unit lahan 31 memiliki fraksi pasir dan debu yang tinggi serta mampu menyebabkan infiltrasi cepat menurun dan permeabilitas meningkat. Didukung dalam Krisnayanti et al. (2023) menyatakan bahwa kecepatan permeabilitas
dipengaruhi oleh tekstur tanah. Nilai permeabilitas cepat dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah. Unit lahan 28 memiliki fraksi liat tinggi, dimana kandungan liat sehingga semakin sulit melewatkan air.
Drainase Pada Lahan
Drainase tanah merupakan kemampuan tanah pada lahan dalam mengalirkan air yang berlebihan di dalam tanah serta di permukaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data sebagai berikut.
Data penelitian menunjukan bahwa mayoritas lahan memiliki drainase agak buruk. Drainase lahan dipengaruhi oleh kecepatan permeabilitas, warna tanah serta tekstur tanah. Dalam Suleman et al. (2016) menyatakan drainase dipengaruhi oleh faktor topografi, struktur, permeabilitas dan tekstur tanah. Hal ini didukung dalam Krisnayanti et al. (2023) menyatakan bahwa semakin kasar tekstur tanah maka pelolosan air pada lahan akan semakin tinggi.
Bebatuan dan Kerikil
Bebatuan dan kerikil merupakan aspek penting dalam kelas kesesuaian lahan. Hasil penelitian didapatkan hasil sebagai berikut.
Berdasarkan data hasil penelitian tersebut maka persentase bebatuan dan kerikil dengan klasifikasi sedang masih layak digunakan untuk lahan pertanian sesuai dengan klasifikasi bebatuan dan kerikil dalam Arsyad (2010). Persentase dengan klasifikasi sedikit hingga banyak masih menunjukkan bahwa dalam pengolahan lahan cukup mudah untuk dilakukan (Suryani et al., 2016).
Ancaman Banjir
Ancaman banjir dikarenakan rendahnya kemampuan infiltrasi tanah, pada lahan sehingga hal tersebut mengakibatkan tanah tidak mampu menyerap debit air yang meluap.
Tabel 4. Permeabilitas di Desa Candikuning | |||
Klasifikasi |
Kecepatan (cm/jam) |
Unit Lahan |
Simbol |
Sedang |
10,26 |
28 |
p3 |
Sedang sampai Cepat |
22,98 – 25,45 |
6 dan 15 |
p2 |
Cepat |
25,98 – 41,00 |
1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 dan 40 |
p1 |
Sumber. data pengamatan
Tabel 5. Dranase di Desa Candikuning
Klasifikasi |
Drainase Unit Lahan Simbol |
Berlebihan |
Peredaran udara baik, seluruh 2, 11, 12, 16, 27, 30 dan 40. d0 tanah bewarna terang |
Baik |
Peredaran udara baik, warna tanah 1, 3, 6, 21, 22, 25, dan 36. d1 agak terang |
Agak Baik |
Peredaran udara baik pada daerah 4, 5, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 15, 17, 18, d2 akar, tidak terdapat bercak 23, 24, 26, 28, 29, 31, 32, 34, 35, bewarna kuning, kelabu, coklat 37, 38 dan 39. |
Agak Buruk |
Peredaran udara baik, warna tanah 19, 20, dan 33. d3 agak terang |
Sumber: analisis laboratorium dan warna tanah
Tabel 6. Bebatuan dan Kerikil di Desa Candikuning
Klasifikasi |
Bebatuan dan Kerikil |
Unit Lahan |
Simbol |
Sedikit |
1% - 4% |
1, 5, 7, 25, 26, 29, 34, dan 37. |
b1 |
Sedang |
6% - 30% |
3, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 36, 38, 39, dan 40. |
b2 |
Banyak |
38% - 47% |
2, dan 35 |
b3 |
Sumber: data lapangan
Tabel 7. Ancaman Banjir di Desa Candikuning
Klasifikasi |
Lama Banjir |
Unit Lahan |
Simbol |
Tidak Ada |
Dapat diabaikan |
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, dan 39 |
b1 |
Ringan |
< 1 bulan |
1, 26, dan 40. |
b2 |
Sumber: data lapangan
Tabel 8. Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan
Kelas Kemampuan Lahan |
Unit Lahan |
Penggunaan |
I |
29, 39 dan 40 |
Cagar alam, hutan, pengembalaan terbatas, sedang dan intensif, pertanian terbatas, sedang, intensif dan sangat intensif |
II |
26, 28, 31, 33, 36 dan 37 |
Cagar alam, hutan, pengembalaan terbatas, sedang dan intensif, pertanian terbatas, sedang, dan intensif |
III |
1, 5, 6, 14, 15, 16, 25, 27, 30, 35 dan 38 |
Cagar alam, hutan, pengembalaan terbatas, sedang dan intensif, pertanian terbatas, dan sedang |
IV |
3, 8, 9, 10, 11, 13, 18, 20, 32, dan 34 |
Cagar alam, hutan, pengembalaan terbatas, sedang dan intensif, dan pertanian terbatas |
V |
12 |
Cagar alam, hutan, pengembalaan terbatas, sedang dan intensif |
VI |
4, 7, 19, 21, dan 22. |
Cagar alam, hutan, pengembalaan terbatas, dan sedang |
VII |
2, 17, 23, dan 24 |
Cagar alam, hutan, dan pengembalaan terbatas |
Tabel 9. Arahan Penggunaan Lahan di Desa Candikuning
Unit Lahan |
Kelas |
Penggunaan Lahan |
Evaluasi Kesesuaian |
Arahan Penggunaan Lahan |
Lahan 4 |
VI |
Pertanian Cabai |
N |
Hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam |
Lahan 12 |
V |
Pertanian Cabai |
N |
Semak belukar, hutan produksi, hutan lindung |
dan cagar alam | ||||
Lahan 22 |
VI |
Pertanian Seledri |
N |
Hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam |
Tidak ada ancaman banjir dikarenakan lahan memiliki permeabilitas cepat serta kondisi drainase baik. Lahan dengan ancaman banjir ringan berdekatan dengan danau sehingga berdampak pada lahan penelitian. Ancaman banjir dipengaruhi oleh curah hujan dan drainase (Aghnesya et al., 2021). Hal ini didukung dalam Ramadani et al. (2016) menegaskan bahwa ancaman banjir dipengaruhi oleh kemiringan lereng, drainase serta penggunaan lahan.
Klasifikasi Kelas Kemampuan Lahan
Klasifikasi kelas kemampuan lahan meliputi penilaian komponen-komponen lahan secara sistematik dan dikelompokan dalam beberapa kategori berdasarkan sifat-sifat lahan serta penghambat dalam penggunaan lahan.
Berdasarkan faktor pembatas setiap kelas kemampuan lahan maka dapat dikatakan penelitian ini sesuai digunakan untuk semak belukar dan hutan,
untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu disesuaikan dengan kelas kemampuan lahan.
Didukung dalam Osok et al. (2018) menyatakan kelas kemampuan lahan dengan faktor pembatas kemiringan, tekstur, kedalaman efektif, permeabilitas, drainase, bebatuan dan banjir menentukan kelas kemampuan lahan. Ketidaksesuaian penggunaan lahan terdapat pada Lahan 4,12 dan 22. Lahan yang tidak sesuai diberikan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Dalam Anonim (2021) menyatakan bahwa ketidaksesuaian penggunaan lahan dikarenakan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Hal ini didukung dalam Riski (2020) menegaskan bahwa kelas lahan V dan VI hendaknya dipergunakan sebagai lahan belukar, hutan produksi, hutan lindung dan cagar alam.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan klasifikasi kelas kemampuan lahan yang terdapat pada daerah penelitian berkisar antara kelas I hingga kelas VII. Kemiringan lereng 0-55% didominasi dengan tekstur lempung berpasir, kedalaman efektif 20-100 cm, permeabilitas 10,26 cm/jam sampai 41,00 cm/jam, mayoritas lahan memiliki drainase agak baik, bebatuan dan kerikil 1-47% , dan sebagian besar lahan tidak ada ancaman banjir. Kesesuaian penggunaan lahan tergolong tinggi, dimana terdapat 37 unit lahan yang sesuai dengan kelas kemampuan lahan. Sementara itu, terdapat 3 unit lahan yang tidak sesuai dengan kelas kemampuan lahan yaitu, lahan 4, 12, dan 22. Lahan yang tidak sesuai diberikan arahan penggunaan lahan sesuai dengan kelas kemampuan lahan.
Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diberikan saran penggunaan lahan pada lokasi penelitian hendaknya didasaarkan pada kelas kesesuaian lahan, agar tidak terjadi kerusakan lahan dan berkurangnya kualitas dan fungsi lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Aghnesya, A., D., E., & Amanda. (2021). Analisis Tingkat Kerawanana Banjir di Kecamatan Sangtombolang Kabupaten Bolaang
Mongondow. Jurnal Spasial, 8(3), 291–302.
Alfiyah, F., Nugroho, Y., & Rudy, G. S. (2020). Pengaruh Kelas Lereng Dan Tutupan Lahan Terhadap Solum Tanah, Kedalaman Efektif Akar Dan Ph Tanah. Jurnal Sylva Scienteae, 3(3), 499.
Anonim. (2021). Modul Evaluasi Lahan Dan Kemampuan Lahan.
Fatimah. (2019). Evaluasi Praktek Konservasi Tanah Cara Teras di Das Secang Kecamatan Kokap Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952., Mi, 5–24.
Krisnayanti, N. K. A., Trigunasih, N. M., & Narka, I. W. (2023). Analisis Potensi Dan Status Kerusakan Tanah Pada Lahan Kering Berbasis Sistem Informasi Geografis di Kecamatan Baturiti , Kabupaten Tabanan , Provinsi Bali Analysis Of Soil Degradation Potential And
Status In Agricultural Dry Land Based On Geographic Info. Agrotop: Journal On Agriculture Science, 13(1), 124–136.
Muluk, M. I. (2016). Pengaruh Aplikasi Lactobacillus Bulgaricus Terhadap
Kemantapan Agregat Tanah Lempung Berpasir di Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.
Osok, R. M., Talakua, S. M., & Supriadi, D. (2018). Penetapan Kelas Kemampuan Lahan Dan Arahan Rehabilitasi Lahan Das Wai Batu Merah Kota Ambon Provinsi Maluku. Agrologia, 7(1).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 17. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2009 Tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah (Pp. 1–34).
Ramadani, A., & Subagiada, K. (2016). Penentuan Zonasi Banjir Berdasarkan Parameter Kemiringan Lereng, Infiltrasi Tanah Dan Tutupan Lahan. Prosiding Seminar Sains Dan Teknologi Fmipa Unmul, 1(1) .
Riski, M. (2020). Analisis Kemampuan Lahan Untuk Arahan Penggunaan Lahan Pada Lereng Timur Laut Gunung Agung Kabupaten Karangasem-Bali. Program Studi Pendidikan Seni Rupa, 19– 32.
Salawangi, A. C., Lengkong, J., & Kaunang, D. (2020). Kajian Porositas Tanah Lempung Berpasir dan Lempung Berliat Yang Ditanami Jagung Dengan Pemberian Kompos. Cocos, 5(5), 1–9.
Setyaningsih, W., Sriyono, S., & Benardi, A. (2019). Kajian Kerusakan Lahan di Daerah Aliran Sungai (Das) Kreo Akibat Pembangunan Pemukiman di Sekitar Waduk Jatibarang Kota Semarang. Media Komunikasi Geografi, 19(2), 177.
Suarsana, I. W., Merit, I. N., & Sandi Adnyana, I. W. (2016). Prediksi Erosi, Klasifikasi Kemampuan Lahan dan Arahan Penggunaan Lahan di Kecamatan Baturiti Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Ecotrcphic: Jurnal Ilmu Lingkungan (Journal Of Environmental Science), 10(2), 148.
Suleman, S., Rajamuddin, U. A., & Isrun, (2016). Penilaian Kualitas Tanah pada Beberapa Tipe Penggunaan Lahan di Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Sigi Soil. Agrotekbis,
4(6), 712–718.
&Teknologi Lingkungan, 6(2), 71–85.
Suryani, A., Banuwa, I. S., Hidayat, K. F., & Syam, T. (2016). Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif Dan Kuantitatif Pertanaman Padi Gogo (Oryza Sativa L.) di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Jurnal Agrotek Tropika, 4(2), 93–98.
Tejaningrum, M. A., Ardiansyah, M., & Widiatmaka, W. (2019). Evaluasi Terhadap Penggunaan Lahan Dan Pola Ruang Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ilmu Tanah Dan Lingkungan, 19(1), 1–5.
Wahyudi, D. (2014). Teknik Konservasi Tanah Serta Implementasinya Pada Lahan Terdegradasi Dalam Kawasan Hutan. Jurnal Sains
Widiatmika, Et Al. (2015). Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan di Tuban , Jawa Timur ( Land Capability Based Environmental Carrying Capacity In Tuban , East Java ) Departemen Ilmu Tanah Dan Sumberdaya Lahan , Fakultas Pertanian , Institut Pertanian Bogor , Badan Informa. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 22(2), 247– 259.
Yunagardasari, C., Paloloang, A. K., & Monde, A. (2017). Model Infiltrasi Pada Berbagai Penggunaan Lahan di Desa Tulo Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. Agrotekbis, 5(3), 315– 323.
105
Discussion and feedback