ISSN: 2302-8556

E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.3 (2013): 567-584

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI PADA BELANJA MODAL DENGAN PAD DAN DAU SEBAGAI VARIABEL

MODERASI

I G A Gede Wertianti1 A.A.N.B. Dwirandra2

1Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: [email protected] / telp: +62 87 861 04 74 44 2Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

ABSTRAK

Pertumbuhan ekonomi diduga tidak serta merta meningkatkan alokasi belanja modal karena adanya faktor-faktor kontinjensi yaitu PAD dan DAU. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal dengan menggunakan PAD dan DAU sebagai variabel moderasi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali. Penelitian ini mencakup 9 kabupaten/kota di wilayah Provinsi Bali dengan menggunakan penelitian kuantitatif yang mana data dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yang diperoleh melalui observasi non perilaku berupa studi dokumentasi. Data penelitian ini telah memenuhi syarat uji asumsi klasik dan uji kesesuaian model dengan Adjusted R2 sebesar 54,5% yang diolah dengan menggunakan teknik regresi linier berganda dengan variabel interaksi (Moderated Regression Analysis). Hasil analisis menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa PAD mampu meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal, sedangkan DAU tidak mampu meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal.

Kata Kunci: pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU, belanja modal

ABSTRACT

Expected economic growth does not necessarily improve the allocation of capital expenditure due to contingent factors that PAD and DAU. This study aimed to determine the effect of economic growth on capital expenditures by using PAD and DAU as a moderating variable in the District / City of Bali Province. This study covers 9 districts / municipalities in the province of Bali with using quantitative research where the data in the study came from the secondary data obtained through observation of the behavior of a nonstudy documentation. The data of this study are qualified classical assumption test and conformance test models with Adjusted R2 of 54.5% which is processed using multiple linear regression techniques with variable interaction (Moderated Regression Analysis). The analysis showed that economic growth, revenue and DAU partially positive and significant impact on capital expenditures. Further analysis showed that PAD is able to increase the positive impact of economic growth on capital expenditures, while DAU not able to increase the positive impact of economic growth on capital expenditures.

Key Words: economic growth, revenue, general fund allocations, capital expenditure

PENDAHULUAN

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan penuh bagi tiap-tiap daerah baik provinsi, kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dengan sedikit mungkin campur tangan pemerintah pusat. Kebijakan tersebut dikenal dengan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, meminimalisasi kesenjangan antar daerah dan meningkatkan kuantitas pelayanan publik (Andirfa, 2009). Perkembangan pelaksanaan otonomi atau desentralisasi memberikan kesempatan bagi kabupaten untuk memperluas potensi (Irawan, 2011).

Diterapkannya otonomi daerah baik di provinsi, kabupaten/kota memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah setempat untuk menggali potensi-potensi sumber keuangan di daerahnya sekaligus dapat mengalokasikan sumber daya ke belanja daerah sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat di daerahnya. Semakin banyak sumber-sumber keuangan yang berhasil digali di suatu daerah, maka hal ini akan meningkatkan pendapatan daerah yang semestinya diikuti dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan daerah yang direalisasikan dalam bentuk pengadaan fasilitas, infrastruktur dan sarana prasarana yang ditujukan untuk kepentingan publik. Andaiyani (2013) menyatakan bahwa kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik memengaruhi besarnya belanja modal. Sehingga pemerintah

daerah seharusnya melakukan pergeseran komposisi belanja yang nantinya dapat meningkatkan kepercayaan publik.

Bali sebagai salah satu provinsi di Indonesia telah merasakan dampak dari diberlakukannya kebijakan otonomi daerah khususnya dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Proses penyusunan APBD sering sekali bercampur dengan kepentingan politis yang menyebabkan belanja modal menjadi tidak efektif. Stine (1994) dalam Darwanto & Yustikasari (2007) menyatakan bahwa penerimaan pemerintah sebaiknya dominan digunakan untuk programprogram pelayanan publik. Pemerintah Daerah semestinya dapat mengalokasikan belanja modal yang lebih tinggi dibandingkan belanja rutin yang relatif kurang produktif.

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, sumber-sumber pendanaan daerah salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba BUMD dan lain-lain PAD yang sah. Peningkatan PAD diharapkan mampu mendorong peningkatan alokasi belanja modal daerah. Sumber-sumber pendanaan lain adalah dana perimbangan. Salah satu dana perimbangan yang menjadi variabel moderasi dalam penelitian ini adalah Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disebut DAU. Suhardjanto, dkk. (2009) menyatakan bahwa dana perimbangan dan pendapatan asli daerah berpengaruh positif pada belanja publik. Pemberian DAU kepada daerah bertujuan untuk mengatasi ketimpangan fiskal antardaerah dalam semangat pemerataan ekonomi yang dicanangkan pemerintah.

Teori fiscal federalism menyatakan pertumbuhan ekonomi akan tercapai melalui desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi fiskal, setiap daerah diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat dalam menggali sumber-sumber keuangan yang dimiliki untuk membiayai kebutuhan di daerahnya, tidak hanya keperluan rumah tangga pemerintahan daerah sehari-hari namun juga untuk membiayai kebutuhan akan belanja modal. Pentury (2011) menyatakan bahwa dalam desentralisasi fiskal pemerintah daerah harus mampu memberikan fasilitas pelayanan publik dengan baik untuk seluruh masyarakat lokal. Pemberian pelayanan publik kepada masyarakat sangat penting artinya, mengingat masyarakat telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak-pajak yang mampu meningkatkan penerimaan daerah.

Pertumbuhan ekonomi semestinya mampu mendorong pembangunan daerah yang nantinya dapat meningkatnya alokasi belanja modal daerah. Hal ini senada dengan Taiwo & Abayomi (2011) yang mengatakan bahwa antara pertumbuhan ekonomi dengan belanja modal memiliki hubungan positif. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Adiwiyana (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Pertumbuhan ekonomi terkadang tidak selalu diiringi oleh peningkatan belanja modal diduga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti besar kecilnya jumlah PAD dan DAU di tiap-tiap daerah. Besarnya PAD dan DAU diduga dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal. Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini berusaha untuk mengetahui

“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Belanja Modal dengan PAD dan DAU sebagai Variabel Moderasi di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Teori Keagenan (Agency Theory)

Dalam teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak dimana satu atau lebih (prinsipal) melimpahkan wewenang kepada orang lain (agen) untuk kepentingan mereka. Permasalahan hubungan keagenan ini mengakibatkan terjadinya informasi asimetris (information asymmetry) dan konflik kepentingan (conflict of interest).

Kaitan agency theory dalam penelitian ini dapat dilihat melalui hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penyaluran dana perimbangan dan juga hubungan antara masyarakat yang diproksikan oleh DPRD (prinsipal) dengan pemerintah daerah (agen). Pemerintah pusat melakukan pelimpahkan wewenang kepada pemerintah daerah dalam mengatur secara mandiri segala aktivitas pemerintahan di daerahnya. Oleh karena itu sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah pusat menurunkan dana perimbangan yang tujuannya adalah membantu pemerintah daerah baik dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat.

Selain itu, teori keagenan tersirat dalam hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah selaku agen dalam hal

ini, sudah seharusnya memberikan timbal balik kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang memadai yang didanai oleh pendapatan daerah itu sendiri. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang mendorong barang dan jasa yang diproduksikan ke masyarakat bertambah (Sukirno, 2010:9). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dicerminkan dari angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah jumlah nilai tambah barang dan jasa yang diproduksi dari seluruh kegiatan pekonomian di seluruh daerah dalam tahun tertentu atau perode tertentu dan biasanya satu tahun.

Tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah diproksikan dengan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga konstan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar untuk mengeliminasi faktor-faktor kenaikan harga.

Pendapatan Asli Daerah

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, PAD adalah pendapatan daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PAD merupakan pendapatan rutin yang diperoleh dengan memanfaatkan potensi-potensi sumber keuangan daerah untuk membiayai tugas dan tanggung jawabnya.

Tujuan PAD adalah memberi keleluasaan kepada Pemerintah Daerah untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan potensi daerahnya. PAD

bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba Badan Usaha Milik Daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.

Dana Alokasi Umum

UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa DAU merupakan dana yang berasal dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah. DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Pengalokasian DAU untuk tiap-tiap daerah didasarkan atas celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal diperoleh dengan mengurangkan jumlah kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal Daerah, sedangkan besarnya alokasi dasar ditentukan berdasarkan total gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Belanja Modal

Belanja modal merupakan salah satu komponen belanja langsung yang digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi. Belanja modal yaitu pengeluaran yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan dapat menambah aset pemerintah yang selanjutnya meningkatkan biaya pemeliharaan (Mardiasmo, 2009:67). Belanja modal dapat dikelompokkan menjadi lima kategori antara lain, belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, serta belanja modal fisik lainnya.

Teori Fiscal Federalism

Teori Fiscal Federalism menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai dengan desentralisasi fiskal melalui pelaksanaan otonomi daerah. Desentralisasi fiskal diartikan sebagai pelimpahan kewenangan terkait dengan pengambilan

keputusan kepada pemerintah tingkat rendah (Akai & Sakata, 2002). Fungsi utama dari desentralisasi fiskal adalah untuk meningkatkan efisiensi sektor publik dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang (Faridi, 2011).

Teori fiscal federalism dibedakan menjadi dua perspektif. Pertama, teori tradisional yang dikemukakan oleh Hayek (1945) menekankan keuntungan alokatif dari desentralisasi. Kedua, teori perspektif baru dikemukakan oleh Musgrave (1959) dan Oates (1972) menekankan pada bagaimana kebijakan desentralisasi fiskal memengaruhi perilaku pemerintah daerah.

Berdasarkan landasan teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah dipaparkan, maka hipotesis yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

Ha.1 : Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Ha.2 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Ha.3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Ha.4 : Semakin tinggi PAD akan meningkatkan pengaruh positif Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

Ha.5 : Semakin tinggi DAU akan meningkatkan pengaruh positif Pertumbuhan Ekonomi terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota Provinsi Bali.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali. Obyek dari penelitian ini adalah Laporan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten/Kota Provinsi Bali tahun 2004-2011. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari dokumen-dokumen yang terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali dan situs Dirjen Perimbangan Keuangan seperti Laporan Realisasi APBD Tahun 2004-2011 dan tabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2004-2011 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Data dikumpulkan melalui metode observasi non perilaku berupa studi dokumentasi seperti dengan cara mencatat, mengutip serta mengumpulkan data dari dokumen yang terdapat pada Biro Keuangan Provinsi Bali, Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, situs Dirjen Perimbangan Keuangan serta hasil-hasil penelitian dan buku-buku literatur untuk menghasilkan argumentasi yang mendukung hasil analisis yang didapat.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Laporan Realisasi APBD kabupaten/kota se-Provinsi Bali periode 2004 – 2011. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah sampling jenuh yaitu teknik penyampelan bila seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2010:122). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh anggota populasi yakni Laporan Realisasi APBD kabupaten/kota se-Provinsi Bali yang terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kota madya dengan kurun waktu 8 tahun (2004-2011).

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah MRA (Multiple Regression Analysis) yang merupakan teknik regresi berganda linear dengan persamaan regresi yang mengandung unsur interaksi (Liana, 2009) yang mana pengolahannya menggunakan program SPSS versi 17. Pengujian yang dilakukan meliputi uji asumsi klasik, uji pengaruh parsial dan uji pengaruh moderasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Asumsi Klasik

Penelitian ini mencakup 9 wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali yang terdiri dari 8 kabupaten dan 1 kota madya. Penelitian ini menggunakan data time series dalam kurun waktu 2004 hingga 2011. Jumlah data dalam penelitian ini sebanyak 9 kabupaten/kota x 8 tahun = 72 data. Berdasarkan 72 data penelitan, berikut adalah hasil uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas:

Tabel 1.

Hasil Uji Normalitas

Unstandardized residual

N

72

Kolmogorov – Smirnov Z

0,655

Asymp. Sig. (2-tailed)

0,785

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2 – tailed) dalam One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test adalah 0,785 ( > 0,05), sehingga H0 diterima. Ini berarti bahwa data yang diuji menyebar normal / terdistribusi normal.

Tabel 2.

Hasil Uji Autokorelasi

Model

Durbin – Watson

1

2,049

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Tabel 2 menunjukkan nilai Dw yang dihasilkan adalah sebesar 2.049, sementara dengan jumlah n = 72 diperoleh nilai dU = 1.768 dan 4-dU = 2.23. Nilai Dw sebesar 2.049 terletak diantara nilai dU dan 4-dU yang merupakan daerah bebas autokorelasi. Ini berarti data penelitian tidak mengandung gejala autokorelasi.

Tabel 3.

Hasil Uji Multikolinearitas

Model

Tolerance

VIF

Ln (PE)

0,775

1,291

Ln (PAD)

0,756

1,322

Ln (DAU)

0,683

1,464

Ln (PE*PAD)

0,777

1,286

Ln (PE*DAU)

0,838

1,194

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Tabel 3 menunjukkan bahwa semua variabel independen dan moderasi memiliki

nilai tolerance diatas 0,1 dan nilai VIF dibawah 10. Ini berarti bahwa data pada penelitian ini tidak mengandung gejala multikolinearitas.

Tabel 4.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Model

Sig.

1          (Constant)

0,668

Ln (PE)

0,085

Ln (PAD)

0,459

Ln (DAU)

0,648

Ln (PE*PAD)

0,482

Ln (PE*DAU)

0,400

Sumber: Data Sekunder Diol

ah, 2013.

Berdasarkan Tabel 4, nilai signifikansi dari masing-masing variabel independen

terhadap nilai absolute residual berada di atas 0,05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada data penelitian ini.

Hasil Uji Kesesuaian Model dan Koefisien Determinasi

Uji Kesesuaian Model bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi yang dibuat layak digunakan sebagai alat analisis untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Hasil pengujian disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5.

Hasil Uji Kesesuain Model

Model

F

Sig.

1     Regression

Residual Total

18,101

0,000

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Tabel 5 menunjukkan p-value sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0.05. Jika p-value < 0,05, maka hipotesis alternatif diterima dan jika p-value > 0,05, maka hipotesis alternatif ditolak. Oleh karena Tabel 5 menunjukkan p-value yang lebih kecil dari 0.05, maka hipotesis alternatif diterima. Hal ini berarti bahwa model regresi layak digunakan dalam penelitian ini. Nilai adjusted R2 dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 6.

Hasil Koefisien Determinasi

Model

R Square

Adjusted R Square

1

0,578

0,546

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 6, nilai adjusted R2 sebesar 0,546 memiliki arti bahwa 54,6 % perubahan belanja modal dapat dijelaskan oleh variabel pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU dan Moderasi. Sedangkan sisanya 45,4% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.

Hasil Uji Hipotesis dan Interpretasi

Hasil pengujian terhadap pengaruh parsial dan pengaruh moderasi disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 7.

Hasil Uji Hipotesis

Model

B

T

Sig.

1          (Constant)

-4,321

-1,056

0,295

Ln (PE)

0,123

2,506

0,015

Ln (PAD)

0,188

3,800

0,000

Ln (DAU)

0,946

5,619

0,000

Ln (PE*PAD)

0,286

3,911

0,000

Ln (PE*DAU)

-0,017

-0,319

0,751

Sumber: Data Sekunder Diolah, 2013.

Berdasarkan Tabel 7, hasil uji pengaruh parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • 1)    Hasil uji parsial pengaruh pertumbuhan ekonomi (X1) terhadap belanja modal (Y) diperoleh p-value sebesar 0,015 lebih kecil dari α = 0,05. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Nilai koefisien regresi pertumbuhan ekonomi (X1) pada Tabel 7 menunjukkan adanya pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal. Hasil ini gagal menolak hipotesis Ha.1 yang menyatakan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap belanja modal.

  • 2)    Hasil uji parsial pengaruh PAD (X2) terhadap belanja modal (Y) diperoleh p-value sebesar 0.000 lebih kecil dari α = 0.05. Hal ini berarti bahwa PAD

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Nilai koefisien regresi PAD (X2) pada Tabel 7 menunjukkan adanya pengaruh positif PAD terhadap belanja modal. Hasil ini gagal menolak hipotesis Ha.2 yang menyatakan PAD berpengaruh positif terhadap belanja modal.

  • 3)    Hasil uji parsial pengaruh DAU (X3) terhadap belanja modal (Y) diperoleh p-value sebesar 0.000 lebih kecil dari α = 0.05. Hal ini berarti bahwa DAU

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Nilai koefisien regresi DAU (X3) pada Tabel 7 menunjukkan adanya pengaruh positif DAU terhadap

belanja modal. Hasil ini gagal menolak hipotesis Ha.3 yang menyatakan DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal.

Melalui Tabel 7 di atas, dapat dilihat pula hasil uji pengaruh moderasi yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • 1)    Hasil uji moderasi pertumbuhan ekonomi dan PAD (XIX2) terhadap belanja modal diperoleh p-value sebesar 0.000 lebih kecil dari α = 0.05. Hal ini berarti bahwa PAD mampu memoderasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal atau dengan kata lain meningkatnya PAD mampu meningkatkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal. Hasil ini gagal menolak hipotesis Ha.4 yang menyatakan semakin tinggi PAD akan meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal.

2)Hasil uji moderasi pertumbuhan ekonomi dan DAU (XIX3) terhadap belanja modal diperoleh p-value sebesar 0.751 lebih besar dari α = 0.05 yang berarti variabel interaksi X1X3 tidak signifikan, artinya DAU tidak mampu memoderasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal. Hasil ini gagal menerima hipotesis Ha.5 yang menyatakan semakin tinggi DAU akan meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap pengalokasian belanja modal. Kegagalan DAU memoderasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal kemungkinan disebabkan karena DAU diserap untuk mendanai pengeluaran rutin yang mana hal ini diperkuat dengan formulasi DAU yang tidak memasukkan rasio minimal alokasi belanja daerah ke belanja modal. Tidak adanya ketentuan mengenai besarnya persentase DAU yang harus dialokasikan ke belanja modal mengakibatkan Pemerintah Daerah

menggunakan sebagian besar DAU bahkan seluruhnya untuk mendanai pengeluaran rutin daerah, atau kemungkinan DAU bukan merupakan pemoderasi melainkan sebagai variabel independen.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa secara parsial pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja modal. Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa PAD mampu meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal, namun berbeda dengan DAU, dimana DAU tidak mampu meningkatkan pengaruh positif pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal. Kegagalan DAU memoderasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal kemungkinan disebabkan karena DAU diserap untuk mendanai pengeluaran rutin yang mana hal ini diperkuat dengan formulasi DAU yang tidak memasukkan rasio minimal alokasi belanja daerah ke belanja modal.

Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, adapun saran-saran yang dapat direkomendasikan, yakni sebagai berikut:

  • 1)    Pemerintah Daerah diharapkan agar lebih mengembangkan potensi dan sektor-sektor ekonomi daerah untuk dapat meningkatkan Pendapatan PAD agar lebih mandiri secara finansial dalam mendanai seluruh aktivitas pemerintahan dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

  • 2)    Pemerintah Daerah diharapkan dapat memanfaatkan PAD dan DAU dengan sebijak mungkin untuk meningkatkan pengadaan infrastruktur, sarana dan prasarana publik yang akan meningkatkan produktivitas publik.

  • 3)    Masih kurang lengkapnya data penelitian karena hilangnya data setelah pelaksanaan otonomi daerah yakni data tahun 2002-2003 dan penulis tidak mendapatkan data  tahun 2012 karena  belum  terbitnya   laporan

pertanggungjawaban realisasi APBD untuk tahun yang bersangkutan.

  • 4)    Peneliti selanjutnya dapat menggunakan uji interaksi 3 (tiga) variabel

(Three Way) yang mencakup pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU sebagai variabel moderasi.

  • 5)    Peneliti selanjutnya dapat menggunakan uji korelasi untuk menguji hubungan pertumbuhan ekonomi terhadap belanja modal dan dapat menggunakan variabel DAU sebagai variabel independen atau mungkin sebagai variabel yang dimoderasi.

  • 6)    Peneliti selanjutnya sebaiknya menggunakan data yang lebih lengkap dan memperluas rentang waktu penelitian sehingga diharapkan lebih mampu melakukan generalisasi pada hasil penelitian.

REFERENSI

Adiwiyana, Priya. 2011. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponogoro,Semarang.

Akai, N. and Sakata, M. 2002. Fiscal Decentralization Contributes to Economic Growth: Evidence form State-Level Cross-Section Data for the United States. Journal of Urban Economics, vol.52, pp: 93-108.

Andaiyani. 2013. Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Operasional Terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal Pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Ekonomi Daerah, 1(1).

Andirfa, Mulia. 2009. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Skripsi. Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

Darwanto dan Yulia Yustikasari. 2007. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar, 26-28 Juli 2007.

Faridi, M.Zahir. 2011. Contribution of Fiscal Decentralization to Economic Growth : Evidence from Pakistan. Pakistan Journal of Social Sciences (PJSS), 31(1), pp: 1-33.

Hayek, F.A. 1945. The Use of Knowledge In Society. The American Economic Review, 35(4), pp: 519-530.

Irawan. 2011. Central Government’s Roles in New Autonomous Region Development in Bandung Barat. International Journal of Administrative Science & Organization, 18(2), pp: 122-131.

Jensen, M. dan Meckling, W. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), pp: 305-360.

Liana, Lie. 2009. Penggunaan MRA dengan Spss untuk Menguji Pengaruh Variabel Moderating terhadap Hubungan antara Variabel Independen dan Variabel Dependen. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, 14(2), h: 9097.

Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI.

Musgrave, Richard. 1959. Theory of Public Finance: A Study in Public Economy, New York: McGraw.

Oates, W.E. 1972. Fiscal Decentralization and Economic Development. National Tax Journal 46.

Penthury, M.A. 2011. Flypaper Effects Anomaly Of West Papua Capital Public Expenditure. Economic Journal Of Emerging Markets, 3(3), pp: 289-297.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suhardjanto, D., Eni Jufriyah Sulistyorini dan Sri Hartoko. 2009. The Influence of Fiscal Decentralization On The Public Expenditure in Indonesia. Jurnal Siasat Bisnis, 13(3), h: 233-252.

Sukirno, Sadono. 2010. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Taiwo, Muritala dan Taiwo Abayomi. 2011. Goverment Expenditure and Economic Development. European Journal of Business and Management, 3(9).

Tiebout, Charles M. 1956. A Pure Theory of Local Expenditures. Journal of Political Economy, 64(5), pp: 416-424.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

584