ISSN: 2302-8556

E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 3.1 (2013): 92-108

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA KAWASAN METROPOLITAN SARBAGITA TAHUN ANGGARAN 2007-2011

Putu Nenden Muliastini1

2

I Ketut Yadnyana2

1Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia e-mail: cheas_chpdrr_9then@yahoo.com / telp: +62 83 119 895 062 2Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota Kawasan Metropolitan Sarbagita (Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan) dan mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam kinerja keuangan berdasarkan rasio kemandirian, efektivitas, dan aktivitas keuangan daerah. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis kuantitatif yaitu berupa rasio kemandirian, efektivitas, dan aktivitas keuangan daerah, serta uji k sampel independen Kruskal-Wallis. Berdasarkan hasil analisis, bila ditinjau dari rasio kemandirian, efektivitas, dan aktivitas keuangan daerah, kinerja keuangan tertinggi diduduki oleh Kabupaten Badung yaitu 69,44 persen. Kota Denpasar pada peringkat dua yaitu 62,17 persen, Kabupaten Tabanan pada peringkat tiga yaitu 58,35 persen, dan Kabupaten Gianyar pada peringkat terendah yaitu 57,46 persen. Selain itu, hasil pengujian Kruskal-Wallis, ditinjau dari rasio kemandirian dan aktivitas keuangan daerah, terdapat perbedaan signifikan mengenai kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita. Namun bila ditinjau dari rasio efektivitas tidak terdapat perbedaan signifikan.

kata kunci: kinerja keuangan, kemandirian keuangan, efektivitas

ABSTRACT

This research aimed to know comparation financial performance of local governments encompassing the metropolitan region of sarbagita (such as Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan) and based on local finance independency, effectiveness, and activity of financial ratio. The technique that used to analysis in this research is quantitative analysis and k independent sample test (Kruskal-Wallis). The analysis result showed, based on financial independency, effectiveness, and activity of local financial ratio, the highest rank of financial performance owned by Badung Regency (69,44 percent). Denpasar City has the second rank (62,17 percent), Tabanan Regency has the third rank (58,35 percent), and Gianyar Regency has the lowest rank (57,46 percent). Furthermore, the result of Kruskal-Wallis Test showed, based on financial independency and activity of local financial ratio, there was significance differences in the financial performance of local governments encompassing the metropolitan region of sarbagita. However, based on effectiveness ratio there was not significance differences.

keywords: financial performance, financial independency, effectiveness

PENDAHULUAN

Tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik menyebabkan krisis ekonomi dan krisis kepercayaan yang kemudian mengarah pada reformasi (Werimon, 2007). Salah satu bentuk nyata dari reformasi yang terjadi adalah adanya desentralisasi keuangan dan otonomi daerah. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan No. 33 Tahun 2004 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Berkembang pesatnya suatu pembangunan daerah harus sejalan dengan tersedianya dana bagi pembiayaan pembangunan daerah yang menyangkut perkembangan kegiatan fiskal yaitu alokasi, distribusi, dan stabilisasi sumber-sumber pembiayaan yang semakin besar (Musgrave & Musgrave, 1993: 6). Sumber-sumber dana yang dapat digunakan dalam pembangunan terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah (Mente, 2010). Manajemen keuangan daerah yang mampu mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel dengan kata lain diperlukan, demi tercapainya otonomi daerah tersebut (Pramita dan Andriyani, 2010). Hal ini ditegaskan oleh Halim (2001: 167) bahwa ciri-ciri utama suatu daerah yang mampu melaksanakan otonomi daerah, yaitu kemampuan keuangan daerah, dan ketergantungan kepada bantuan pusat menjadi seminimal mungkin, agar pendapatan asli daerah (PAD) yang dimiliki dapat menjadi bagian sumber keuangan terbesar sehingga pemerintah daerah memiliki peranan yang lebih besar. Hal ini tidak sejalan

dengan kenyataan bahwa beberapa daerah masih menggantungkan bantuan dari pemerintah pusat, baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Berikut penjelasannya pada Tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1.

Realisasi dan Persentase PAD dan Dana Perimbangan pada Pemerintah

Kabupaten/Kota Kawasan Metropolitan Sarbagita Tahun 2010

No

Daerah

PAD

Dana Perimbangan

Total Penerimaan Daerah

%PAD/Total Penerimaan Daerah

1

Badung

979.194.610.828,25

322.095.762.466,00

1.387.111.526.247,42

70,59

2

Denpasar

260.482.616.201,85

499.195.166.820,00

903.747.423.797,61

28,82

3

Gianyar

153.559.078.288,69

468.266.063.903,00

771.521.566.109,27

19,90

4

Tabanan

116.860.678.336,51

513.683.612.125,00

784.878.353.842,01

14,88

Sumber: Biro Keuangan Setda Pemprov Bali, 2012 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 1 diatas, dapat dilihat bahwa Kabupaten Badung memiliki persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah yang terbesar dibandingkan dengan daerah lainnya yaitu 70,59 persen dengan kategori sedang, sedangkan Kota Denpasar sebesar 28,82 persen dengan kategori rendah. Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Tabanan menujukkan persentase ketergantungan yang tinggi terhadap bantuan pemerintah pusat dengan persentase PAD terhadap Total Penerimaan Daerah masing-masing sebesar 19,90 persen dan 14,88 persen dengan kategori rendah sekali. Sekilas dari persentase tersebut terlihat adanya gap antar keempat daerah dalam hubungannya dengan ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk kesimpulan yang lebih akurat.

Kawasan metropolitan didefinisikan sebagai kawasan yang memiliki konsentrasi padat penduduk, berkesatuan ekonomi dan sosial yang terpadu,

sekaligus bercirikan aktivitas kota (Winarso dalam Zulkaidi, 2008). Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi wilayah, kawasan metropolitan dicirikan dengan tiga indikator ideal yaitu pertumbuhan ekonomi yang pesat, sektor basis mendominasi struktur perekonomian,dan memiliki fungsi khusus diversifikasi (Pratama, 2010). Sampai saat ini telah terdapat delapan kawasan metropolitan di Indonesia yakni metropolitan Jabodetabek, metropolitan Bandung, metropolitan Semarang, metropolitan Surabaya, metropolitan Medan (mebidang), metropolitan Denpasar (sarbagita), metropolitan Makasar (maminnasata), dan metropolitan Palembang, dimana berpenduduk lebih dari satu juta penduduk (Zulkaidi, 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan antara Pemerintah Kabupaten/Kota Kawasan Metropolitan Sarbagita pada tahun anggaran 2007-2011, dan mengetahui apakah terdapat perbedaan evaluasi kinerja keuangan antara Pemerintah Kabupaten/Kota tersebut.

KAJIAN PUSTAKA

Akuntansi Sektor Publik

Halim (2007: 143) mendefinisikan akuntansi sektor publik sebagai suatu kegiatan jasa dalam rangka penyediaan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan dan entitas pemerintah guna pengambilan keputusan dan ekonomi yang nalar dari pihak-pihak yang berkepentingan atas berbagai alternatif arah tindakan. Akuntabilitas dan pengukuran kinerja sektor publik berpusat pada akuntansi keuangan yang memiliki fokus terhadap bagaimana proses penggunaan dana keuangan dan untuk apa (Julnes, 2006). Hal-hal yang menjadi persyaratan

akuntansi sektor publik telah ditentukan dalam A Manual for Government Accounting dari United Nation Organization atau PBB (Bastian, 2001: 4).

Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah suatu kewenangan yang dimiliki daerah dalam mengatur dan menjalankan kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat, sedangkan daerah otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum dengan batas daerah tertentu yang berwenang mengatur dan menjalankan kepentingan masyarakat setempat atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat (Suparmoko, 2001: 18). Implikasi dari penetapan otonomi daerah tersebut mengarah kepada akuntansi sektor publik, dimana pemerintah harus memberikan informasi keuangan kepada masyarakat (publik), DPRD, dan pihak lain yang menjadi stakeholder dari pemerintah daerah tersebut.

Keuangan Daerah

Faktor keuangan menjadi faktor yang penting untuk mengetahui tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah tersebut yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah. Halim (2007: 230) mengungkapkan bahwa kemampuan

pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang secara langsung maupun tidak langsung mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan dari tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat. Pengukuran kemampuan keuangan pemerintah dapat dilakukan

dengan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah dianggarkan dan direalisasikan.

Kinerja Keuangan Daerah

Kinerja dikatakan terlaksana dengan baik apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan. Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan dalam menggunakan dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Syamsi,1986: 199). Pengukuran adalah suatu konsep sederhana yang menggambarkan proses untuk menilai suatu kinerja sesuai dengan aturan atau seperangkat aturan (Dicker, 2010). Dengan kata lain, pengukuran atas suatu kinerja dapat menjadi suatu alat pengendalian organisasi.

Analisis Rasio Keuangan

Penyusunan laporan keuangan pemerintah menjadi suatu bentuk perwujudan dari transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara (Sutaryo, 2010). Pelaporan dari pertanggungjawaban keuangan daerah tersebut sebagai dasar atas penilaian kinerja keuangannya. Halim (2007: 232) menyatakan bahwa salah satu alat guna menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya.

Analisis rasio keuangan atas APBD dilakukan dengan membandingkan hasil yang telah dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diperoleh bagaimana kecenderungan yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan membandingkan antara rasio keuangan daerah lain yang terdekat atau yang potensi daerahnya dinilai relatif sama untuk dilihat bagaimana posisi rasio keuangan pemerintah daerah tersebut terhadap pemerintah daerah lainnya. Beberapa rasio keuangan yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah rasio kemandirian, rasio efektivitas, dan rasio aktivitas keuangan daerah (Halim, 2007: 233).

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

H0:  tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kinerja

keuangan antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita berdasarkan rasio kemandirian, rasio efektivitas, dan rasio aktivitas keuangan daerah.

H1:   terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kinerja keuangan

antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita berdasarkan rasio kemandirian, rasio efektivitas, dan rasio aktivitas keuangan daerah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Biro Keuangan Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali yang beralamat di Jln Basuki Rahmat, Niti Mandala Renon, Denpasar. Obyek penelitian dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan

pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita, yakni Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan pada tahun anggaran 2007-2011. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan masing-masing pemerintah daerah yang diproksikan melalui tiga rasio berikut:

  • 1)    Rasio kemandirian

  • 2)    Rasio efektivitas

  • 3)    Rasio aktivitas

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa laporan anggaran pendapatan dan belanja daerah pemerintah kota denpasar, kabupaten badung, kabupaten gianyar, dan kabupaten tabanan pada tahun anggaran 2007-2011, sedangkan data kualitatif berupa gambaran umum kawasan metropolitan sarbagita, gambaran umum Kota Denpasar, gambaran umum Kabupaten Badung, gambaran umum Kabupaten Gianyar, dan gambaran umum Kabupaten Tabanan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kuantitatif dan uji k sampel independen kruskal-wallis. Teknik analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita, yaitu Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan pada tahun anggaran 20072011 bila ditinjau dari rasio kemandirian, rasio efektivitas, dan rasio aktivitas keuangan daerah. Teknik analisis kuantitatif yang digunakan adalah analisis rasio

kemandirian keuangan daerah, analisis rasio efektivitas, dan analisis aktivitas keuangan daerah.

  • 1)    Analisis rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh perbandingan pendapatan asli daerah (PAD) dengan total pendapatan daerah. Rumusan rasio kemandirian daerah dapat diformulasikan sebagai berikut (Halim, 2007: 232).

Rasio Kemandirian = —;—:--------r χ 100% ...............1)

TotalPendapatanDaerah ι

  • 2)    Analisis rasio efektivitas ditunjukkan oleh perbandingan realisasi pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Rasio efektivitas dapat dirumuskan sebagai berikut (Halim, 2007: 234).

π . _ 1 . . RealisasiPenerimaanPADi

Rasio Efektivitas = ----------:---------Γ X 100% ................2)

Target PenerimaanDaerah ι

  • 3)    Analisis aktivitas keuangan daerah adalah cara pemerintah daerah dalam memperoleh dan membelanjakan pendapatan daerahnya. Analisis ini diklasifikasikan menjadi dua analisis rasio yaitu analisis rasio keserasian dan analisis Debt ServiceCoverage Ratio (DSCR).

Analisis rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik secara optimal. Secara sederhana rasio keserasian diklasifikasikan menjadi dua rasio yaitu rasio belanja aparatur daerah dan rasio belanja pelayanan publik yang dirumuskan sebagai berikut (Halim, 2007: 238).

.

Rasio Bel. Aparatur Daerah =                         100%3)

1                          TotalAPBD'

.

Rasio Bel. Pelayanan Publik =                          100%...4)

j                        Total APBD

Analisis DSCR menggambarkan kemampuan pemda dalam menggunakan

alternatif sumber dana lain melalui pinjaman, dimana nilai DSCR minimal

sebesar 2,5. Rumusan untuk menghitung DSCR adalah sebagai berikut

(Halim, 2002: 133).

DSCRi =


(                          )

(                                                                        )


5)


Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam

penelitian ini adalah uji k sampel independen yang menggunakan metode Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk melihat apakah terdapat perbedaan siginifikan mengenai kinerja keuangan antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita tersebut. Nilai tingkat keyakinan (α) yang digunakan sebesar 0,05. Pengambilan keputusan didasarkan pada perbandingan nilai Chi-kuadrat hitung yang dihasilkan model uji dengan nilai

Chi-kuadrat Tabel (χ²=5,99). Jika Chi-kuadrat hitung < 5,99, maka H0 diterima.

Jika Chi-kuadrat hitung > 5,99, maka H0 ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kawasan Metropolitan Sarbagita

Kota Denpasar adalah wilayah perkotaan kawasan Sarbagita dengan tiga wilayah kabupaten lainnya (Badung, Gianyar, Tabanan) yang jaraknya berdekatan dan berjarak maksimal ±30 km, memiliki kecenderungan penglaju dari/ke Kota Denpasar dan kawasan sekitarnya (Nusa Dua, Kuta, Tabanan, Ubud, Gianyar) dan

begitu juga sebaliknya. Kawasan Metropolitan Sarbagita dibentuk dengan tujuan mewujudkan struktur ruang dan pola ruang Metropolitan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan, dan sebagai pusat perekonomian regional dan nasional melalui kegiatan pariwisata yang bertaraf internasional dan pertanian yang berjati diri budaya Bali.

Hasil Analisis Kuantitatif (Analisis Rasio Keuangan)

Tabel 2

Perbandingan Perhitungan Evaluasi Kinerja Keuangan antara Pemerintah Kabupaten/Kota Kawasan Metropolitan Sarbagita Tahun Anggaran 2007-2011 bila ditinjau dari Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas, dan Rasio Aktivitas Keuangan Daerah

Kota/ Kabupaten

Rata-rata Rasio Kemandirian (%)

Rata-rata Rasio Efektivitas (%)

Rata-rata

Rasio Aktivitas

Rata- rata Keseluruhan (%)

Peringkat

Belanja Aparatur Daerah (%)

Belanja Pelayanan Publik (%)

Denpasar

28,08

120,61

59,13

40,87

62,17

2

Badung

61,08

116,66

59,78

40,22

69,44

1

Gianyar

17,55

112,29

65,45

34,55

57,46

4

Tabanan

13,20

120,20

71,76

28,24

58,35

3

Sumber: laporan keuangan pemerintah kabupaten/kota, 2012 (data diolah)

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa secara rata-rata Kabupaten Badung memiliki kinerja keuangan yang paling tinggi atau berada pada peringkat pertama dengan nilai rata-rata sebesar 69,44 persen. Kota Denpasar pada peringkat 2 (dua) dengan nilai rata-rata sebesar 62,17 persen, Kabupaten Tabanan pada peringkat 3 (tiga) dengan nilai rata-rata sebesar 58,35 persen, dan Kabupaten Gianyar pada peringkat 4 (empat) atau terendah dengan nilai rata-rata sebesar 57,46 persen. Selain itu, berdasarkan Tabel 2 diatas terlihat bahwa indikator aktivitas hanya

menampilkan nilai rasio belanja aparatur daerah dan belanja pelayanan publik, sedangkan nilai DSCR (Debt Service Coverage Ratio) tidak ditampilkan karena tidak semua pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita mempunyai nilai DSCR, sehingga tidak bisa dibandingkan.

Hasil Pengujian Hipotesis

Ada atau tidaknya perbedaan evaluasi kinerja keuangan antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita dapat diketahui dengan melakukan uji k sampel independen yang menggunakan metode Kruskal-Wallis. Berikut hasil output SPSS dari Kruskal-Wallis test yang disajikan pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3

Uji K Sampel Independen Kruskal-Wallis pada Kinerja Keuangan antara Pemerintah Kabupaten/KotaKawasan Metropolitan Sarbagita Tahun Anggaran 2007-2011

Test Statisticsa,b

Kemandirian

Efektivitas

Bel.

Aparatur Daerah

Bel.

Pelayanan Publik

Chi-Square

16,383

3,994

10,109

10,109

df

3

3

3

3

Asy mp. Sig.

,001

,262

,018

,018

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: KotaKabupaten

Sumber: hasil analisis, 2012

Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat dipaparkan beberapa hal, yaitu.

  • 1)    Pada rasio kemandirian nilai Chi-kuadrat hitung adalah sebesar 16,383. Hal ini menunjukkan Chi-kuadrat hitung lebih besar daripada Chi-kuadrat Tabel (χ²=5,99), maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kinerja keuangan antara pemerintah kabupaten/kota

kawasan metropolitan sarbagita berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah.

  • 2)    Pada rasio efektivitas nilai Chi-kuadrat hitung adalah sebesar 3,994. Hal ini menunjukkan Chi-kuadrat hitung lebih kecil daripada Chi-kuadrat Tabel (χ²=5,99), maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kinerja keuangan antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita berdasarkan rasio efektivitas.

  • 3)    Pada rasio aktivitas keuangan daerah baik belanja aparatur daerah maupun belanja pelayanan publik, nilai Chi-kuadrat hitung adalah sama-sama sebesar 10,109. Hal ini menunjukkan Chi-kuadrat hitung lebih besar daripada Chi-kuadrat Tabel (χ²=5,99), maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kinerja keuangan antara pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita berdasarkan rasio aktivitas keuangan daerah.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat dibuat beberapa simpulan antara lain:

  • 1)    Kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita bila ditinjau dari rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, dan rasio aktivitas menunjukkan bahwa kinerja keuangan tertinggi diduduki oleh Kabupaten Badung, kemudian diikuti oleh Kota Denpasar pada peringkat dua, Kabupaten Tabanan pada peringkat tiga, dan terakhir Kabupaten Gianyar pada peringkat empat.

  • 2)    Berdasarkan hasil Kruskal-Wallis Test disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan mengenai kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota kawasan metropolitan sarbagita tahun anggaran 2007-2011 bila ditinjau dari rasio kemandirian keuangan daerah dan rasio aktivitas, namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan bila ditinjau dari rasio efektivitasnya. Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing kabupaten/kota mempunyai kebijakan yang tidak serupa atau cukup berbeda di dalam pelaksanaan otonomi daerahnya.

Saran

Berdasarkan simpulan yang dikemukakan diatas, adapun saran yang dapat diberikan adalah; Pengukuran kinerja keuangan daerah dengan menggunakan rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, dan rasio aktivitas hendaknya dapat dilakukan oleh pemerintah dan dijadikan rekomendasi atas pelaksanaan laporan keuangan sebagai bahan koreksi dan masukan untuk peningkatan peran pemerintah dalam meningkatkan akuntabilitas publik.Secara keseluruhan mengenai kinerja keuangan yang apabila ditinjau dari beberapa rasio keuangan masih kurang optimal, hendaknya lebih ditingkatkan lagi dengan memaksimalkan sumberdaya yang berpotensi dan yang telah optimal hendaknya tetap dipertahankan.

Masing-masing pemerintah kabupaten/kota perlu meningkatkan beberapa hal, seperti meningkatkan kinerja keuangan daerah dalam hal penerimaan daerah terutama bagi daerah yang masih belum bisa mandiri atau memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap bantuan dari pemerintah pusat,

optimalisasi dana yang ada untuk mengadakan belanja pelayanan publik dimana memiliki sifat lebih produktif dalam jangka panjang dibandingkan belanja aparatur daerah juga perlu dilakukan agar anggaran sebagai alat alokasi dapat berjalan dengan baik, dan desentralisasi lebih dioptimalkan dengan memperhatikan kebijakan-kebijakan pada rencana strategis yang diambil dapat lebih efektif misalnya dalam melakukan pinjaman utang jangka panjang. Upaya peningkatan penerimaan pemerintah daerah dapat melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi PAD.

REFERENSI

Bastian, Indra.2001.Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia. Yogyakarta: BPFE.

Biro Keuangan Setda Pemprov Bali. 2007. Data Rekapitulasi APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2007. Pemprov Bali.

_____________________________. 2008. Data Rekapitulasi APBD Propinsi dan

Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2008. Pemprov Bali.

_____________________________. 2009. Data Rekapitulasi APBD Propinsi dan

Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2009. Pemprov Bali.

_____________________________. 2010. Data Rekapitulasi APBD Propinsi dan

Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2010. Pemprov Bali.

_____________________________. 2011. Data Rekapitulasi APBD Propinsi dan Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2011. Pemprov Bali.

Dicker, James. 2010. How Should We Measure Public Sector Perfomance? Viewpoint Paper. 2020 Public Services Trust at the RSA.

Halim, Abdul. 2001. Bunga Rampai: Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPF Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.

___________. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat.

Julnes, Patria de Lancer. 2006. Performance Measurement: An Effective Tool for Government Accountability? Sage Publication Journal, Evaluation. Vol 12: Hal. 219-220.

Mente, La. 2010. Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Terhadap Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Dalam Menunjang Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kota Makassar, Jurnal Economic Resources. Vol 11: Hal. 201219.

Musgrave, Richard A, dan Peggy Musgrave. 1989. Public Finance in The Theory and Practice. Terjemahan oleh Alfonsus Sirait. 1993. Surabaya: PT. Golden Aksara Pratama.

Pramita, Yulinda Devi dan Lilik Andriyani. 2010. Determinasi Hubungan Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dengan Pengawasan Dewan Pada Keuangan Daerah (APBD) Studi Empiris Pada DPRD Se-Karesidenan Kedu, Jurnal Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto. Vol 13: Hal. 39.

Pratama, Yudistira, Ali M. Farizzy, dan Pradono. 2010. Karakteristik Perekonomian Kawasan Metropolitan di Indonesia (Studi Kasus Kawasan Metropolitan Mebidang, Jabodetabek, Bandung Raya, Kedungsepur, Gerbangkertosusila, dan Sarbagita). SAAPK ITB.

Sugiono. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Suparmoko, M. 2001. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Yogyakarta: Andi.

Syamsi, Ibnu. 1986. Pokok-Pokok Kebijaksanaan, Perencanaan, Pemrograman, dan Penganggaran Pembangunan Tingkat Nasional. Jakarta: CV. Rajawali.

Winarno, Budi. 2005. Otonomi, Demokratisasi, dan Pembangunan Daerah, Jurnal JIAKP. Vol. 2: Hal. 552-566.

Werimon, Simson; Imam Ghozali and Mohamad Nazir.2007. Pengaruh Partisipasi Masyarakat dan Transaparansi Kebijakan Publik Terhadap Hubungan Antara Pengetahuan Dewan Tentang Anggaran Dengan Pengawasan Keuangan Daerah (APBD), Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X Makassar 2007. Vol 10: Hal. 2-3

Zulkaidi, Denny. 2008. Profil kawasan Metropolitan Indonesia, Research 2009 UPDRG SAPPK IT.

108