Pengaruh Konsentrasi Asam Stearat dan Selulosa dari Limbah Padat Pengolahan Tapioka Terhadap Karakteristik Biokomposit Foam Tapioka dan Glukomanan
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 7, Nomor 2, Oktober 2022
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Pengaruh Konsentrasi Asam Stearat dan Selulosa dari Limbah Padat Pengolahan Tapioka terhadap Karakteristik Biokomposit Foam Tapioka dan Glukomanan
Effect of Stearic Acid and Cellulose Concentration from Tapioca Processing Solid Waste on the Characteristics of Biocomposite Foam of Tapioca and Glucomannan
Pupung Ferdiansyah, Bambang Admadi Harsojuwono*, I Wayan Arnata
Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the effect of the concentration of stearic acid and cellulose from tapioca processing solid waste on the characteristics of tapioca foam biocomposite and glucomannan and to determine the optimal concentration of stearic acid and cellulose from tapioca processing solid waste so as to produce the best characteristics of tapioca foam and glucomannan biocomposite. This study used a randomized block design with two factors. Factor I is the concentration of stearic acid which consists of 3 levels (2% ; 4% ; 6%). Factor II is the concentration of maleic anhydride which consists of 3 levels (2.5%; 5%; 7.5%). The variables observed were tensile strength/breaking stress (tensile strength) density (mass density) tear resistance compression set thickness swelling and biodegradation time. The results showed that the concentration of stearic acid had a very significant effect on tensile strength tear resistance compressibility swelling biodegradation but had no significant effect on density and thickness. The concentration of cellulose has a very significant effect on tensile strength tear resistance compressibility swelling biodegradation and has a significant effect on thickness but has no significant effect on density. The interactions have a very significant effect on tensile strength tear resistance permanent compression swelling biodegradation but have no significant effect on density and thickness. Concentration of 6% stearic acid and 5% cellulose produced the best foam biocomposite with tensile strength value of 0.69 N/cm2 tear resistance 0.49 N/cm2 density 0.20 g/ml constant compression 7.61% thickness 10 .27 mm swelling 0.55% and degradation time for 13.67 days.
Keywords: Biocomposite foam, tapioca, glucomannan, stearic acid, cellulose.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam stearat dan selulosa dari limbah padat pengolahan tapioka terhadap karakteristik biokomposit foam tapioka dan glukomanan serta menentukan konsentrasi asam stearat dan selulosa dari limbah padat pengolahan tapioka yang optimal sehingga dihasilkan karakteristik biokomposit foam tapioka dan glukomanan yang terbaik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok dengan dua faktor. Faktor I adalah konsentrasi asam stearat yang terdiri dari 3 taraf (2% ; 4% ; 6%). Faktor II adalah konsentrasi asam maleat anhidrida yang terdiri dari 3 taraf yaitu (2 5%; 5%; 7 5%). Variabel yang diamati yaitu kekuatan tarik/tegangan putus (tensile strength) densitas (kerapatan massa) ketahanan sobek pampat tetap (compression set) ketebalan swelling dan waktu biodegradasi (biodegradation time). Hasil penelitian menunjukan konsentrasi asam stearat berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik ketahanan sobek pampat tetap swelling biodegradasi tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap densitas dan ketebalan. Konsentrasi selulosa berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik ketahanan sobek pampat tetap swelling biodegradasi dan berpengaruh nyata terhadap ketebalan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap densitas. Interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik ketahan sobek pampat tetap swelling biodegradasi tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap densitas dan ketebalan. Konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 5% menghasilkan biokomposit foam terbaik dengan nilai kuat tarik 0 69 N/cm2 ketahanan sobek 0 49 N/cm2 densitas 0 20 g/ml pampat tetap 7 61% ketebalan 10 27 mm swelling 0 55% dan waktu degradasi selama 13 67 hari.
Kata kunci: Biokomposit foam tapioka glukomanan asam stearat selulosa
PENDAHULUAN Plastik memiliki peran penting dalam kehidupan
manusia modern. Plastik sangat banyak digunakan
Ferdiansyah P. Harsojuwono B. A. & Arnata I. W. (2022). Pengaruh Konsentrasi Asam Stearat dan Selulosa dari Limbah Padat Pengolahan Tapioka terhadap Karakteristik Biokomposit Foam Tapioka dan Glukomanan. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno 7(2) 114–122.
dalam kebutuhan sehari-hari, seperti pembungkus makanan dan minuman, alat dapur, alat kantor dan berbagai bidang lainnya. Salah satu jenis plastik yang digunakan adalah styrofoam. Styrofoam adalah salah satu produk yang digunakan sebagai kemasan makanan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini terjadi dikarenakan karakteristik dari styrofoam yang mudah dibentuk, ringan, murah, tahan air, dan juga tahan panas (Coniwanti et al., 2018). Kandungan dalam styrofoam untuk kemasan makanan memiliki efek buruk bagi kesehatan manusia. Hal ini disebabkan styrofoam mengandung zat polystyrene. Mengingat besarnya dampak buruk yang ditimbulkan oleh penggunaan styrofoam, maka penting sekali mencari alternatif bahan pengemas lain yang lebih ramah lingkungan dan dapat terurai secara alamiah. Salah satu yang dikembangkan saat ini adalah biokomposit foam. Biokomposit foam pada dasarnya terdiri dari matrik utama yang membentuk gel dan bahan pembentuk foam atau busa (Neswati et al., 2019). Bahan baku sebagai matrik utama dalam pembentukan biokomposit foam adalah pati dan glukomanan. Menurut Pradipta dan Mawarni (2012), pati dan glukomanan mempunyai kemampuan membentuk gel yang sangat baik. Tapioka mengandung amilosa (polimer glukosa rantai lurus) antara 12,28% sampai 27,38% dan amilopektin (polimer glukosa rantai bercabang) berkisar antara 72,62% sampai 87,72% (Indrianti, 2013). Sementara itu, menurut Purnavita dan Anggraeni (2019), glukomanan mempunyai gugus asetil yang mampu membentuk ikatan silang dengan polimer lain. Menurut Etikaningrum et al. (2016), biokomposit foam masih memiliki beberapa kelemahan seperti tidak kedap air atau tingkat daya serap air yang tinggi, serta sifat mekanik yang rendah dan memiliki sifat kelenturan bahan yang buruk.
Berkaitan dengan uraian di atas untuk memperbaiki karakteristik ketahanan air biokomposit foam maka perlu menambahkan komponen yang bersifat hidrofobik (Murdianto et al., 2005). Salah satu bahan yang berpotensi untuk memperbaiki karakteristik ketahanan air komposit biokomposit foam adalah asam stearat (Pranindyah, 2016). Semakin banyak konsentrasi asam stearat yang ditambahkan maka sifat mekanik dan hidrofobik akan semakin tinggi (Pranindyah, 2016). Hasil penelitian Hillan, (2016) menunjukkan bahwa biokomposit dengan komposisi kitosan 3%, pati singkong 2%, dan selulosa diasetat 3% dari batang pisang kepok dengan plasticizer asam stearat 4% dari berat bahan baku, mendapatkan nilai ketebalan 0,01 mm, kuat tarik sebesar 20 MPa, pemanjangan sebesar 9,47% dan nilai modulus young 211,2 MPa serta lama waktu degradasi 3 hari. Permasalahan lain dari biokomposit foam adalah mempunyai sifat mekanik yang rendah dan tidak memenuhi SNI. Oleh karena itu untuk
memperbaikinya perlu ditambahkan filler yang mampu mengisi pori dan membentuk jaringan dalam matrik biokomposit, salah satunya adalah selulosa. Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan. Hasil penelitian Etikaningrum et al., (2016) mengatakan pada proses pembuatan biokomposit foam dengan mencampurkan tapioka, polivinil alcohol (PVA) dan 5% modifikasi STKS (selulosa tandan kosong sawit), NSTKS (nanoselulosa tandan kosong sawit) dan SATKS (selulosa asetat tandan kosong sawit) menunjukkan daya serap air yang terendah, densitas dan kuat tekan yang tinggi dibanding perlakuan lainnya.
Uraian di atas menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi asam stearat dan selulosa dari limbah padat pengolahan tapioka dalam pembuatan biokomposit foam tapioka dan glukomanan belum ada informasinya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menentukan konsentrasi asam stearat dan selulosa dari limbah padat pengolahan tapioka yang tepat agar dihasilkan biokomposit foam tapioka dan glukomanan yang memenuhi Standart Nasional Indonesia (SNI).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Proses pembuatan biokomposit foam dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Uji ketebalan, swelling dan densitas dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Uji biodegradasi dilakukan di Green House Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Uji kuat tarik, ketahanan sobek, dan uji pampat tetap dilakukan di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Juni – Agustus 2022.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk melakukan penelitian ini yaitu tepung tapioka (rose brand), glukomanan (ikari), asam stearat, selulosa dari limbah padat pengolahan tapioka, polivinyl alkohol, magnesium stearat, sorbitol, diisosianat (TDI-80), larutan asam asetat (CH3COOH) 1%, dan aquades.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: alat uji kekuatan tarik dan ketahanan sobek (haida HD-B609A), alat uji pampat tetap (haida HD-F750-1), alat uji ketebalan (mikrometer skrup), timbangan
analitik (ohaos pioneer), gelas beker 250 mL (pyrex), pengaduk, loyang pizza 6’ (jin cheng), spatula, pipet tetes, hot plate (98-V-B), stopwatch, thermometer, pisau, tisu dan penggaris.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan dua faktor. Faktor I adalah konsentrasi asam stearat yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2%, 4%, 6%. Faktor II adalah konsentrasi selulosa yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2,5%, 5%, 7,5%. Terdiri dari 9 taraf perlakuanan dan masing-masing perlakuan dikelompokan menjadi 3 berdasarkan waktu proses pembuatan biokomposit foam tapioka dan glukomanan sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Data diperoleh dari masing-masing perlakuan dianalisis keragamannya, apabila perlakuan berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan menggunakan Software Microsoft Excel 2016.
Pelaksanaan Penelitian
Proses Pembuatan Selulosa
Onggok singkong dibersihkan dari kotoran dan benda asing yang masih menempel lalu dicuci menggunakan air bersih. Selanjutnya onggok dijemur dibawah sinar matahari dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50 oC selama 2 jam hingga kering sampai kadar air kurang dari <8%, sehingga diperoleh onggok kering.
Tepung onggok kering pertama dilakukan penghilangan lignin dengan cara delignifikasi menggunakan larutan NaOH 10% dengan perbandingan antara bahan dan pelarut (1:10) lalu dipanaskan dan diaduk pada suhu 95-100oC selama 1 jam. Campuran kemudian disaring dan dipisahkan antara fraksi padat dan fraksi cair. Selanjutnya, fraksi padat dikeringkan pada suhu 60oC selama 12 jam hingga kadar air berkurang, sehingga diperoleh serat onggok terdelignifikasi (Ferdiansyah et al., 2016).
Serat onggok yang terdelignifikasi selanjutnya dibleaching menggunakan larutan H2O2 30% (v/v) dengan perbandingan antara bahan dan pelarut adalah (1:10) dan dipanaskan pada suhu 90-95oC selama 1 jam. Selanjutnya dilakukan netralisasi dengan dicuci menggunakan aquades hingga pH netral lalu dikeringkan sampai kadar air kurang dari <8% dan diperoleh serat selulosa. Serat selulosa kemudian dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50oC selama 12 jam hingga diperoleh kadar air <8% dan benar-benar kering (Nisa dan Rukmi, 2014).
Proses Pembuatan Biokomposit Foam
Proses pembuatan biofoam dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan pertama yaitu persiapan penelitian dilakukan dimulai dari persiapan alat dan bahan. Bahan ditimbang meliputi tapioka 9 g
glukomanan 3 g sehingga total bahan komposit (12 g), asam stearat (0,24 g ; 0,48 g ; 0,72 g), selulosa terdiri dari (0,3 g ; 0,6 g ; 0,9 g), penambahan polivinyl alkohol (3,6 g), magnesium stearat (1,8 g) dan larutan asam asetat 1% (92,25 ; 91,5 ; 90,6) serta bahan pembentuk foam, yaitu campuran poliol dan diisosianat (17,15 g) sehingga total bahan 150 g mengacu pada penelitian yang dilakukan Saptahadi et al., (2021).
Tahap selanjutnya disiapkan 3 beaker glass, beaker glass 1 diisi 4,5 g tapioka ditambah separuh larutan asam cuka 1% dari tiap unit percobaan dan beaker glass 2 diisi 1,5 g glukomanan dan ditambah setengah sisa larutan asam cuka 1%. Beaker glass 3 diisi asam stearat dan selulosa sesuai perlakuan. Selanjutnya beaker glass 1 dan 2 diaduk selama 5 menit kemudian masing-masing dipanaskan pada suhu 75+1oC sehingga membentuk gel. Kedua gel kemudian dicampur dan diaduk hingga rata selama 5 menit pada suhu 70oC dengan 75 kali pengadukan per menit. Setelah tercampur dimasukkan bahan yang ada pada beaker glass 3 dan diaduk lagi selama 5 menit pada suhu 70oC dengan 75 kali pengadukan per menit. Kemudian ditambahkan polivinyl alkohol 3,6 g dan magnesium stearat 1,8 g dan diaduk lagi hingga tercampur merata. Campuran ketiga gel kemudian ditambah secara bertahap dengan senyawa poliol (sorbitol) dan toluen diisosianat. Campuran gel ditambah senyawa poliol (sorbitol) lalu diaduk selama 5 menit, kemudian ditambah toluene diisosianat dan diaduk selama 5 menit. Selanjutnya campuran dipindahkan ke nampan loyang dengan diameter 20 cm dan dibiarkan mengembang selama 1/2 jam sehingga membentuk foam (modifikasi Prihastuti, 2008). Biokomposit foam yang terbentuk selanjutnya dicetak bentuk loyang dengan alat press dengan tekanan maksimal selama 20 menit. Setelah pengepresan nampan foam yang terbentuk dikeluarkan dari cetakan dan dilakukan pengujian sesuai SNI.
Variabel yang Diamati
Penentuan variabel pengamatan mengikuti standar mutu berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) 06-104-1989 tentang karakteristik foam, SI (Standar Internasional) EN 317 tentang film plastic dan ASTM D5988 tentang determining aerobic biodegradation of plastic materials in soil. Berdasarkan standar tersebut terdapat 7 variabel yang diamati pada penelitian ini yaitu kuat tarik (tensile strength) (SNI 06 – 1004 - 1989), ketahanan sobek (SNI 06 – 1004 -1989), densitas (SNI 06 – 1004 - 1989), pampat tetap (compression set) (SNI 06 – 1004 - 1989), ketebalan, pengembangan tebal (swelling) (Standar Internasional EN 317) dan biodegradibilitas (biodegradation time) (ASTM D5988).
Perlakuan Terbaik
Perlakuan terbaik ditentukan berdasarkan variabel mutu/karakteristik komposit bioplastik yang paling banyak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Standar Internasional (SI), dengan cara membandingkan nilai yang diperoleh dengan standar yang sudah ditetapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kekuatan Tarik (Tensile Strength
Analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata nilai kuat tarik biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 0,22 ± 0,03 – 0,69 ± 0,04 N/cm2.
Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat 6% menghasilkan nilai kuat tarik tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 0,69 ± 0,04 N/cm2 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai kuat tarik terendah sebesar 0,22 ± 0,03 N/cm2 dimiliki biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 4% yang nilainya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Nilai kekuatan tarik cenderung meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi asam stearat. Pernyataan tersebut sebanding dengan penelitian Cornelia et al., (2012), asam stearat bersifat hidrofobik sehingga penambahan asam stearat pada edible film mampu memberi pengaruh terhadap struktur film yang dihasilkan. Struktur polimer komposit akan lebih kuat ketika berikatan dengan struktur hidrofobik dari asam lemak stearate.
Tabel 1. Rata-rata nilai kuat tarik (N/cm2) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Konsentrasi Selulosa
Asam 2 5% 5% 7 5%
Stearat
2% 0,36 ± 0,03e 0,45 ± 0,05d 0,63 ± 0,02b
4% 0,22 ± 0,03g 0,30 ± 0,06ef 0,44 ± 0,02d
6% 0,29 ± 0,02f 0,69 ± 0,04a 0,55 ± 0,48c
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% Tabel 1 juga menunjukkan bahwa konsentrasi selulosa 5% menghasilkan nilai kuat tarik tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 0,69 ± 0,04 N/cm2 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai kuat tarik terendah sebesar 0,22 ± 0,03 N/cm2 dimiliki
biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi selulosa 2,5% yang nilainya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian dapat dilihat bahwa, semakin besar konsentrasi
selulosa yang digunakan maka akan menghasilkan nilai kuat tarik yang semakin besar juga. Sulityo dan Ismayati (2012), menyatakan bahwa penambahan selulosa mampu meningkatkan kekuatan tarik film plastik pada variasi tertentu. Selulosa mempunyai rantai polimer yang lurus dan panjang sehingga dapat membuat plastik menjadi lebih kuat.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia plastik foam 06-1004-1989 bahwa besarnya nilai kekuatan tarik untuk plastik foam adalah minimal 0,70 N/cm2. Nilai kekuatan dari plastik foam tapioka dan glukomanan pada penelitian ini belum memenuhi standar nilai dari kekuatan tarik plastik foam 06-1004-1989.
Ketahanan Sobek
Analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap ketahanan sobek dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata nilai ketahanan sobek biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 0,15 ± 0,02 – 0,49 ± 0,01 N/cm2.
Tabel 2. Rata-rata nilai ketahanan sobek (%) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Konsentrasi Selulosa
Asam 2 5% 5% 7 5%
Stearat
2% 0,26 ± 0,02e 0,31 ± 0,04d 0,43 ± 0,03b
4% 0,15 ± 0,02g 0,24 ± 0,02ef 0,31 ± 0,02d
6% 0,20 ± 0,02f 0,49 ± 0,01a 0,39 ± 0,03c
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai
rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5%
Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 5% menghasilkan nilai ketahanan sobek tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 0,67 ± 0,05 N/cm2 yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai ketahanan sobek terendah sebesar 0,15 ± 0,02 N/cm2 dimiliki biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 4% dan selulosa 2,5 %, yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Menurut Bourtoom (2008), nilai kekuatan tarik akan semakin menurun seiring pertambahan plasticizer. Asam stearat yang bersifat hidrofobik digunakan sebagai plasticizer dapat menguatkan gaya intermolekul antara rantai polimer yang berdekatan, sehingga kekuatan komposit bioplastik meningkat pada waktu yang bersamaan. Penggunaan selulosa juga mempengaruhi nilai ketahanan sobek pada biokomposit foam, hal tersebut terjadi disebabkan karena serat-serat pada selulosa terurai dan membentuk serat panjang.
Kandungan selulosa yang tinggi sehingga serat selulosa mampu berkaitan satu sama lain.
Berdasarkan SNI plastik foam 06-1004-1989 bahwa besarnya nilai ketahanan sobek untuk plastik foam adalah minimal 0,50 N/cm2. Nilai ketahanan sobek dari plastik foam tapioka dan glukomanan pada penelitian ini belum memenuhi standar nilai dari ketahanan sobek plastik foam 06-1004-1989.
Densitas
Analisis keragaman menunjukan bahwa konsentrasi asam stearat, konsentrasi selulosa, serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan massa biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata nilai densitas biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 0,17 – 0,20 g/ml.
Tabel 3. Rata-rata nilai densitas (g/ml) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Asam Stearat |
Konsentrasi Selulosa | ||
2 5% |
5% |
7 5% | |
2% |
0,17 ± 0,02a |
0,18 ± 0,02a |
0,19 ± 0,02a |
4% |
0,18 ± 0,03a |
0,19 ± 0,02a |
0,19 ± 0,02a |
6% |
0,19 ± 0,02a |
0,20 ± 0,01a |
0,20 ± 0,04a |
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5%
Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 7,5% menghasilkan nilai densitas tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 0,20 ± 0,04 g/ml yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu densitas terendah sebesar 0,17 ± 0,02 g/ml dimiliki biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 2% dan selulosa 2,5 %, yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perbedaan nilai densitas disebabkan oleh perbedaan banyaknya rongga udara yang terbentuk. Rongga udara terbentuk akibat dari gas CO2 yang terperangkap. Jumlah rongga udara yang terbentuk oleh gas CO2 mengurangi kerapatan massa dan berat persatuan cm3 karet foam yang dihasilkan. Ukuran sel yang terbentuk atau jumlah dan luas rongga yang terbentuk di dalam komposit karet alam dengan karet sintetis berpengaruh secara langsung terhadap nilai kerapatan massa. Menurut Ariff et al., (2008) foam dengan ukuran sel yang lebih kecil cenderung lebih tinggi massa jenisnya. Nilai densitas rendah dikarenakan banyaknya gas CO2 yang terperangkap. Nilai densitas berhubungan juga dengan ikatan silang yang terjadi oleh interaksi antar bahan pembentuk (Syabani et al., 2017).
Berdasarkan SNI plastic foam 06-1004-1989 bahwa besarnya nilai densitas untuk plastik foam adalah 0,012–0,015 g/ml. Nilai densitas dari plastik foam
tapioka dan glukomanan pada penelitian ini belum memenuhi standar nilai dari denisitas foam 06-10041989.
Pampat Tetap
Analisis keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat dan selulosa serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap pampat tetap dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata nilai pampat tetap biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 5,01 – 9,14%.
Tabel 4. Rata-rata nilai pampat tetap (%) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Konsentrasi Selulosa
Asam 2 5% 5% 7 5%
Stearat
2% 5,14 ± 0,50cd
4% 8,00 ± 0,44b
6% 5,27 ± 0,16cd
7,77 ± 0,68b 5,60 ± 0,21cd 5,01 ± 0,39d 5,82 ± 0,05c
7,61 ± 0,41b 9,14 ± 0,06a
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5%
Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 7,5% menghasilkan pampat tetap tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 9,14 ± 0,06% yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu pampat tetap terendah sebesar 5,01 ± 0,39 % dimiliki biokomposit tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 4% dan selulosa 5%, yang tidak berbeda nyata dengan konsentrasi asam stearat 2% dan selulosa 2,5%, konsentrasi asam stearat 2% dan selulosa 7,5%k, konsentrasi asam stearat 4% dan selulosa 7,5%, serta konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 2,5%. Hasil penelitian dapat dilihat bahwa, semakin tinggi penggunaan asam sterat dan selulosa maka nilai uji pampat tetap cenderung semakin meningkat. Penambahan asam sterat menyebabkan bertambahnya bahan yang digunakan dalam proses pembuatan foam. Semakin banyak bahan yang digunakan dalam suatu volume yang sama maka total padatan terlarut makin bertambah yang menyebabkan meningkatnya nilai pampat tetap pada biokomposit foam. Sedangkan penambahan selulosa dapat meningkatkan nilai pampat tetap pada biofoam karena serat dapat mengisi celah pada matriks pati sehingga mempunyai nilai kuat tekan yang besar (Salgado et al., 2008) dan (Kaisangsri et al., 2012). Semakin tinggi nilai pampat tetap menunjukkan bahwa adonan biofoam tercampur secara merata sehingga dapat menyatukan ikatan antar bahan biofoam dengan baik, kuat dan pendistribusian antar bahan yang merata dan didukung dengan penambahan PVA sebagai polimer sintesis yang mampu mengikat bahan biofoam lebih optimal. PVA dapat mencegah penurunan nilai kuat tekan karena
PVA mengandung gugus hidroksil yang saling berikatan dengan pati sehingga striktur yang lemah dari pati dapat diperkuat (Iriani, 2013).
Berdasarkan SNI plastik foam 06-1004-1989 bahwa besarnya nilai pampat tetap untuk plastik foam adalah maksimum 10%. Nilai pampatan tetap dari plastik foam tapioka dan glukomanan pada penelitian ini sudah memenuhi standar nilai dari kerapatan massa plastik foam 06-1004-1989.
Ketebalan
Analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi selulosa berpengaruh nyata berpengaruh nyata, sedangkan konsentrasi asam stearat dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap ketebalan dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata ketebalan biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 10,06 ± 0,03 – 10,65 ± 0,15 mm.
Tabel 5. Rata-rata nilai ketebalan (mm) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Asam Stearat |
2,5% |
Konsentrasi Selulosa 5% |
7,5% |
2% |
10,06 ± |
10,13 ± |
10,27 ± |
0,03b |
0,08b |
0,21ab | |
4% |
10,28 ± |
10,35 ± |
10,52 ± |
0,38ab |
0,05a |
0,08a | |
6% |
10,32 ± |
10,27 ± |
10,65 ± |
0,48ab |
0,14ab |
0,15a |
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5%
Tabel 5 menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 7,5% menghasilkan nilai ketebalan tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 10,65 ± 0,15 N/cm2 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai kuat tarik terendah sebesar 10,06 ± 0,03 N/cm2 dimiliki biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 2% dan selulosa 2,5% yang nilainya tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Perbedaan nilai ketebalan disebabkan tidak ratanya biofoam pada saat pencetakan, karena dilakukan secara manual dan dapat dipengaruhi oleh kekentalan adonan pada saat proses pembuatan biofoam, jika kekentalan adonan terlalu rendah mengakibatkan ekspansi berlebihan sehingga biofoam yang dihasilkan menjadi rapuh (Nazrul et al., 2022). Pengukuran ketebalan merupakan salah satu parameter yang berperan penting karena kemasan yang memiliki nilai ketebalan yang baik akan mampu mempertahankan mutu dari produk yang dikemas (Anandito et al., 2012).
Berdasarkan SNI plastik foam 06-1004-1989 bahwa besarnya nilai ketebalan untuk plastik foam adalah
maksimum 10%. Nilai pampatan tetap dari plastik foam tapioka dan glukomanan pada penelitian ini sudah memenuhi standar nilai dari kerapatan massa plastik foam 06-1004-1989.
Pengembangan Tebal (Swelling
Analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa serta interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap pengembangan tebal dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata nilai pengembangan tebal biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 0,49 ± 0,04 – 0,76 ± 0,04%.
Tabel 6. Rata-rata nilai pengembangan tebal (%) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Konsentrasi Selulosa
Asam 2 5% 5% 7 5%
Stearat
2% 0,64 ± 0,70 ± 0,08ab 0,76 ± 0,04a
0,02bcd
4% 0,56 ± 0,04ef 0,60 ± 0,02cd 0,66 ± 0,03bc
6% 0,49 ± 0,04f 0,55 ± 0,05ef 0,57 ± 0,05de
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5%
Tabel 6 menunjukkan bahwa konsentrasi asam stearat 2% menghasilkan nilai pengembangan tebal tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 0,76 ± 0,04% yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai pengembangan tebal terendah sebesar 0,49 ± 0,04% dimiliki biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 6% yang nilainya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, semakin banyak asam stearat yang ditambahkan maka penyerapan air akan semakin sedikit. Asam stearat merupakan lemak jenuh yang memiliki sifat hidrofobik atau tidak suka air yang dapat membentuk jaringan kristal dengan susunan orthorombik sehingga asam stearat menjadi penghalang bagi molekul air masuk ke dalam sampel bioplastik (Santoso et al., 2004). Pernyataan ini sebanding dengan pernyataan dalam penelitian Saputro et al., (2017), penambahan bahan yang bersifat hidrofobik akan memperkecil nilai pengembangan tebal. Maka jika semakin banyak konsentrasi bahan yang bersifat hidrofobik yang ditambahkan maka dapat mengurangi persentase pengembagan tebal dari bioplastik.
Tabel 6 juga menunjukka bahwa bahwa konsentrasi selulosa 7,5% menghasilkan nilai pengembangan tebal tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 0,76 ± 0,04% yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai pengembangan tebal terendah sebesar 0,49 ± 0,04% dimiliki biokomposit foam tapioka dan glukomanan
dengan konsentrasi selulosa 2,5% yang nilainya berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya selulosa yang digunakan maka nilai persentase penyerapan air yang dihasilkan semakin tinggi. Penambahan selulosa bertujuan untuk mengurangi sifat hidrofilik pati, karena karakteristik selulosa yang tidak larut dalam air. Ditinjau dari struktur kimia, selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat sehingga sulit untuk bergabung dengan air. Namun penambahan selulosa yang berlebih mampu meningkatkan daya serap selulosa. Hal ini terjadi karena ikatan hidrogen dalam molekul selulosa cenderung untuk membentuk ikatan hidrogen intramolekul (Fengel, dan Wegener, 1995), termasuk dengan molekul air.
Berdasarkan Standar Internasional (SI) (EN 317) bahwa besarnya nilai pengembangan tebal untuk plastik adalah maksimal 1,44%. Sedangkan nilai pengembangan tebal dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada penelitian ini adalah 0,49 ± 0,04% yang berarti sudah memenuhi standar nilai dari pengembangan tebal plastik.
Biodegradasi
Analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi asam berpengaruh sangat nyata, sedangkan konsentrasi selulosa dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap biodegradasi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan. Rata-rata nilai biodegradasi biokomposit foam tapioka dan glukomanan berkisar antara 12,33 ± 0,58 – 14.00 ± 0,00 hari.
Tabel 7. Rata-rata nilai biodegradasi (%) biokomposit foam tapioka dan glukomanan pada perlakuan konsentrasi asam stearat dan selulosa
Konsentrasi Asam Stearat |
2 5% |
Konsentrasi Selulosa 5% |
7 5% |
2% |
12,33 ± |
12,33 ± |
12,33 ± |
0,58c |
0,58c |
0,58c | |
4% |
12,67 ± |
12,67 ± |
13,33 ± |
0,58bc |
0,58bc |
0,58bc | |
6% |
13,67 ± |
13,67 ± |
14,00 ± |
0,58b |
0,05ab |
0,00a |
Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5%
Tabel 7 menunjukkan bahwa kemampuan degradasi biokomposit tapioka dan glukomanan berkisar antara 12,33 – 14,00 hari. Konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 7,5% menghasilkan nilai biodegradasi tertinggi dari biokomposit foam tapioka dan glukomanan sebesar 14,00 ± 0,00 hari yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, nilai biodegradasi terendah sebesar 12,33 ± 0,58 hari dimiliki biokomposit foam tapioka dan
glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 2% dan selulosa 2,5% yang nilainya tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan, nilai biodegradasi meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi asam stearat, karena penggunaan asam stearat akan menambah waktu degradasi bioplastik. Menurut Tripathi et al., (2009) apabila bahan yang bersifat hidrofobik yang ditambahkan pada komposit bioplastik semakin banyak, maka persen kehilangan massanya akan semakin turun, hal ini dikarenakan asam sterat yang bersifat hidrofobik akan menyebabkan tingkat penyusutan yang lebih lama.
Proses biodegradabilitas dapat terjadi dengan proses hidrolisis (degradasi kimiawi), bakteri/jamur, enzim (degradasi enzimatik), angin dan abrasi (degradasi mekanik) serta cahaya (fotodegradasi) (Saputro et al., 2017). Kecepatan biodegradasi tergantung pada beberapa faktor yakni kelembaban, jenis mikroorganisme, temperatur, pH, jenis polimer dan ketebalan polimer. Kondisi biodegradasi yang meliputi pH, suhu, nutrien, mineral, oksigen dan kelembaban disesuaikan dengan jenis mikroorganisme yang digunakan (Arutchelvi, 2008). Berdasarkan standar plastik internasional (ASTM D5988) bahwa besarnya nilai biodegradasi untuk plastik adalah maksimal 60 hari. Nilai laju biodegradasi dari plastik foam tapioka dan glukomanan pada penelitian ini sudah memenuhi standar waktu biodegradasi plastik internasional (ASTM D5988).
Perlakuan Terbaik
Biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 5% menghasilkan biokomposit foam terbaik dengan nilai kuat tarik 0,69 N/cm2, ketahanan sobek 0,49 N/cm2, analisis densitas 0,20 g/ml, pampat tetap 7,61%, ketebalan 10,27 mm, swelling 0,55%, dan waktu degradasi selama 13,67 hari serta pada pampat tetap sudah memenuhi SNI plastik foam 06-1004-1989, swelling sudah memenuhi Standar Internasional (EN 317) dan lama biodegradasi 13,67 hari yang sudah memenuhi Standar Internasional (ASTM D5988).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukan konsentrasi asam stearat berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik, ketahanan sobek, pampat tetap, swelling, biodegradasi, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap densitas dan ketebalan. Konsentrasi selulosa berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik, ketahanan sobek, pampat tetap, swelling, biodegradasi dan berpengaruh nyata terhadap ketebalan, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
densitas. Interaksinya berpengaruh sangat nyata terhadap kuat tarik, ketahan sobek, pampat tetap, swelling, biodegradasi, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap densitas dan ketebalan. Tingkat Biokomposit foam tapioka dan glukomanan dengan konsentrasi asam stearat 6% dan selulosa 5% menghasilkan biokomposit foam terbaik dengan nilai kuat tarik 0,69 N/cm2, ketahanan sobek 0,49 N/cm2, analisis densitas 0,20 g/ml, pampat tetap 7,61%, ketebalan 10,27 mm, swelling 0,55%, dan waktu degradasi selama 13,67 hari serta pada pampat tetap sudah memenuhi SNI plastik foam 06-1004-1989, swelling sudah memenuhi Standar Internasional (EN 317) dan lama biodegradasi 13,67 hari yang sudah memenuhi Standar Internasional (ASTM D5988).
Saran
Saran dari penelitian ini yaitu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jenis bahan baku pembentuk biokomposit selain tapioka dan glukomanan serta variasi konsentrasi yang lebih banyak agar dapat memperbaiki karakteristik sehingga biokomposit foam tapioka dan glukomanan dapat memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun Standar Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Anandito, R. B. K., E. Nurhartadi., dan A. Bukhori. 2012. Pengaruh gliserol terhadap karakteristik edible film berbahan dasar tepung jali (Coix lacryma-jobi l). Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 5(2):17-23.
Ariff, Z. M., Z. Zakaria. L. H. Tay and S. Y. Lee. 2008. Effect of foaming temperature and rubber grades on properties of natural rubber foams. Journal of Applied Polymer Science. 107(4):2531-2538.
Arutchelvi, J., M. Sudhakar, A. Arkatkar, M. Doble, S. Bhaduri and P. V. Uppara, 2008. Biodegradation of polyethylene and polypropylene. Ind. J. Biotechno. 1(7):9–22.
Bourtoom, T. 3008. Plasticizer effect on the properties of biodegradable blend film. Songklanarakin Journal Science Technology. 30(1):149-165.
Coniwanti, P. Roosdiana dan Mu'in. 2018. Pengaruh konsentrasi naoh serta rasio serat daun nanas dan ampas tebu pada pembuatan biofoam. Jurnal Teknik Kimia. 24(1):1-7.
Cornelia, M., N.A. Anugrahati dan Christina.2012. Pengaruh penambahan pati bengkoang
terhadap karakteristik fisik dan mekanik edible film. J. Kimia Kemasan. 34(2):262-270.
Etikaningrum., J. Hermanianto., S. I. Evi., S. Rizal dan W. P. Asep. 2016. Pengaruh penambahan berbagai modifikasi serat tandan kosong sawit pada sifat fungsional biodegradable foam. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 13(30):146-155.
Fengel, D and G. Wegener. 1995. Wood, Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Walter de Gruyter. New York.
Ferdiansyah, M. K., D. W. Marseno dan Y. Pranoto. 2016. Kajian karakteristik karboksimetil selulosa (CMC) dari pelepah kelapa sawit sebagai upaya diversifikasi bahan tambahan pangan yang halal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 5(4).
Hillan, R. L. 2012. Pembuatan dan karakterisasi bioplastik dari kitosan – pati singkong – selulosa diasetat dari serat batang pisang kepok dengan plasticizer asam stearat. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Airlangga, Surabaya.
Indrianti, N., R. Kumalasari., R. Ekafitri dan D. A. Darmajana. 2013. Pengaruh penggunaan pati ganyong, tapioka, dan mocaf sebagai bahan substitusi terhadap sifat fisik mie jagung instan. Agritech. 33(4) : 391-398.
Iriani, E. S. 2013. Pengembangan produk biodegradable foam berbahan baku campuran tapioka dan ampok. Thesis. Tidak dipublikasikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kaisangsri, N., O. Kerdchoechuen and N. Laohakunjit. 2012, Biodegradable Foam Tray from Cassava Starch Blended with Natural Fiber and Chitosan, Journal Industrial Crops, 37:542-546.
Murdianto dan Wiwit. 2005. Sifat fisik dan mekanik edible film ekstrak daun janggelan (Mesona palustris). Jurnal Agrosains. 3(18):3-10.
Nazrul, Z. A., L. B. Feni., D. Rozanna., Muhammad dan G. Zainuddin. 2022. Biofoam berbahan pati sagu dengan bahan pengisi serat batang pisang dan kulit pisang menggunakan metode thermopressing. Jurnal Penyimpanan Teknik Kimia. 2(1):61-70.
Neswati, Novizar, S. Arief dan Yusniwati. 2019. Sintesis, karakterisasi dan modifikasi busa poliureatn fleksibel baku berbahan baku biopoliol berbasiskan minyak kelapa sawit
dan minyak nabati lainnya. Jurnal Agroindustri. 9(2): 66-82.
Nisa, D dan P. Rukmi. 2014. Pemanfaatan kulit kakao (Theobroma cacao L) sebagai bahan baku pembuatan CMC (Carboxymethyl cellulose). Jurnal Pangan dan Agroindustri.2(3):34-42.
Pradipta, I. M. D dan L. J. Mawarni. 2012. Pembuatan Dan Karakterisasi Polimer Ramah Lingkungan Berbahan Dasar Glukomanan Umbi Porang. Fakultas Teknologi Industri. Instititut Teknologi Surabaya, Surabaya.
Pranindyah, A. T. 2016. Pembuatan dan karakteristik edible film komposit dari pati ganyong (Canna edulis ker) – karagenan dan asam stearat. Skripsi. Tidak dipublikasikan. Universitas Pasundan, Bandung.
Prihastuti H. 2008. Studi sintesis foam poliuretan dari gliserol monoleat. Skripsi, Tidak dipublikasikan. FMIPA UI.
Purnavita, S dan A. Anggraeni. 2019. Pengaruh Penambahan Besswax dan Gliserol Terhadap Karakteristik Poliblend Glukomanan – Polivinal Alkohol. Program Studi Diploma Tiga Teknik Kimia. Politeknik Mangunjaya, Semarang.
Salgado, P.R., V. C. Schmidt., S. E. M. Ortiz., A. N. Mauri and J. B. Laurindo. 2008. Biodegradable foams based on cassava starch, sunflower proteins and cellulose fiber obtained by a baking process. Journal of Food Engineering. 85(3):435-443.
Santoso, B., D. Saputra dan R. Pambayun 2004. Kajian teknologi edible coating dari pati dan aplikasinya untuk pengemas primer lempok durian. Jurnal Teknol dan Industri Pangan. 15(3):239-244.
Saptahadi, W., V. Anggraeni., P. S. Nazmi dan Rahmayetty. 2021. Sintesis blend film pla-pati menggunakan asam asetat glasial sebagai kompatibiliser. Jurnal Integrasi Proses. 10(1):37-41.
Saputro, A. N. C dan A. L. Ovita. 2017. Sintesis karakterisasi bioplastik dari kitosan-pati ganyong (Canna edulis). Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia. 2(1):13-21.
Sulityo, H. M., dan Ismiyati. 2012. Pengaruh Formulasi Pati Singkong – Selulosa Terhadap Sifat Mekanik dan Hidrofobisitas pada Pembuatan Bioplastik. Jurusan Teknik Kimia. Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Syabani M.W., I. Perdana dan Rochmadi. 2017. Thermal degradation of modified phenol formaldehyde resin with sodium silicate. Proceeding International Conference on Chemistry and Engineering in Agroindustry (ICoCheA 2017). 1(1): 37-40.
Tripathi, S., G. K. Mehrotra., dan P. K. Dutta., 2009. Physicochemicals of cross-linked chitosan-PVA film for food packaging applications. Intl. J. Biol. Macromol. 45:372-376.
122
Discussion and feedback