Karakteristik Sawi Hijau (Brassica rapa var parachinensis) yang Dihasilkan dari Aplikasi Bakteri Pemacu Pertumbuhan
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 7, Nomor 1, April 2022
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Karakteristik Sawi Hijau (Brassica rapa var parachinensis yang Dihasilkan dari Aplikasi Bakteri Pemacu Pertumbuhan
Characteristics of Greens Mustard (Brassica rapa var parachinensis) Produced from the Application of Growth Promoting Bacteria
I Gusti Ayu Lani Triani*, Ida Bagus Wayan Gunam
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstract
Groups of bacteria that live in plant roots are nitrogen-fixing bacteria such as the genus Azospirillum, Rhizobium, Azotobacter and phosphate solubilizing bacteria such as the genus Bacillus, Pseudomonas. These bacteria are rhizobacteria, a group of bacteria that colonize plant roots, and increase plant growth and reduce disease or damage caused by insect attacks. This study utilizes the roots of bamboo plants that grow in Bali as Plant Growth Promoting Rhizobacteria, where the micro humidity conditions found in this type of bamboo result in a wide range of microorganisms that live and reside in the bamboo rhizosphere, causing the soil around the bamboo roots to be quite fertile. This study aims to determine the total microbial, total dissolved solids and pH from bamboo roots soaking treated for 72, 96 and 120 hours, as well as the physical characteristics of greens mustard as a result of PGPR application from bamboo roots. Based on the results of the study, the highest growth of growth-promoting bacteria was found in the soaking results of bamboo roots treated for 72 hours at 8.50 x 106 cfu/ml, 0.2% TPT and pH 6.5. Based on the results of the research on the physical characteristics of greens mustard as a result of the application of growthpromoting bacteria from bamboo roots, the plant height ranged from 39 cm, weight 34-44 g, number of leaves 9-12 pieces, texture 22.18-30.31 kg.m/sec2, level of brightness 42.13 – 47.13 and total dissolved solids 4.4 – 5.1% brix, slightly different from the treatment without PGPR and commercial PGPR. For this reason, it is necessary to continue cultivation with growth-promoting bacteria derived from natural ingredients that grow in Bali, this is an effort towards environmentally friendly cultivation so that it is expected to get good quality results and are safe for consumption.
Keyword: growth-promoting bacteria, physical characteristics, roots of bamboo and greens mustard
Abstrak
Kelompok bakteri yang hidup diperakaran tanaman merupakan bakteri penambat nitrogen seperti genus Azospirillum, Rhizobium, Azotobacter dan bakteri pelarut fosfat seperti genus Bacillus, Pseudomonas. Bakteri tersebut adalah rhizobacteria merupakan sekelompok bakteri mengkolonisasi akar tanaman, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman serta mengurangi penyakit atau kerusakan akibat serangan serangga. Penelitian ini memanfaatan akar tanaman bambu yang tumbuh di Bali sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria, dimana kondisi kelembaban mikro yang terdapat pada jenis bambu mengakibatkan luasnya cakupan mikroorganisme yang hidup dan berada di rizosfer bambu sehingga menyebabkan tanah di sekitar perakaran bambu tersebut cukup subur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total mikroba, total padatan terlarut dan pH dari hasil perendaman akar bambu yang diberi perlakuan 72, 96 dan 120 jam, serta karakteristik fisik sawi hijau hasil aplikasi PGPR dari perakaran bambu. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh pertumbuhan tertinggi bakteri pemacu pertumbuhan pada hasil perendaman akar bambu yang diberi perlakuan 72 jam sebesar 8,50 x 106 cfu/ml, TPT 0,2 % dan pH 6,5. Berdasarkan hasil penelitian karakteristik fisik sawi hijau hasil aplikasi bakteri pemacu pertumbuhan dari akar bambu diperoleh tinggi tanaman berkisar 39 cm, berat 34 – 44 g, jumlah daun 9 – 12 lembar, tekstur 22,18 – 30,31 kg.m/sec2, tingkat kecerahan 42,13 – 47,13 serta total padatan terlarut 4,4 – 5,1 % brix, sedikit berbeda dari perlakuan tanpa PGPR dan PGPR komersial. Untuk itu perlu terus dilakukan budidaya dengan bakteri pemacu pertumbuhan yang berasal dari bahan alami yang tumbuh di Bali, hal tersebut merupakan suatu upaya menuju budidaya ramah lingkungan sehingga diharapkan mendapatkan hasil berkualitas dan aman dikonsumsi.
Kata kunci: bakteri pemacu pertumbuhan, karakteristik fisik, akar bambu dan sawi hijau.
Triani, I. G. A. L., & Gunam, I. B. W. (2022). Karakteristik Sawi Hijau (Brassica rapa var parachinensis) yang Dihasilkan dari Aplikasi Bakteri Pemacu Pertumbuhan. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, 7(1), 62–68.
PENDAHULUAN
Pertanian di Indonesia khususnya di Bali dalam proses budidaya sebagian besar menggunakan aplikasi bahan kimia seperti pemakaian pupuk kimia dan pestisida. Hal ini semakin hari menimbulkan permasalahan yang besar, yaitu berdampak terhadap lingkungan terutama pada tanah, air dan udara. Petani dalam proses budidaya, selain terkendala faktor cuaca dan iklim, permasalahan yang tak kalah pentingnya adalah masalah hama dan penyakit pada tanaman budidaya. Pada kalangan petani, hal ini berdampak terhadap jumlah produksinya, sehingga untuk mengatasi penyusutan hasil panen, dilakukan aplikasi pestisida untuk mengurangi serangan tersebut. Pestisida digunakan karena mudah, cepat dan ampuh dalam mengatasi permasalahan hama dan penyakit. Dampak kedepannya dalam pengaplikasian pestisida ini, akan dirasakan nanti dengan jangka waktu lama, karena penggunaannya tidak langsung berdampak, tetapi ditahun-tahun selanjutnya akan berdampak terhadap lingkungan sekitar.
Upaya mengurangi atau mengatasi dampak negatif penggunaan bahan kimia pada pertanian terhadap lingkungan, maka dilakukan teknologi budidaya ramah lingkungan dalam pertanian yang diharapkan dapat mengurangi dampak negatif. Salah satu caranya dengan menerapkan pertanian organik dengan memanfaatkan bakteri yang hidup diperakaran tanaman. Bakteri tersebut adalah rhizobacteria yang merupakan sekelompok bakteri mengkolonisasi akar tanaman, dan meningkatkan pertumbuhan tanaman serta mengurangi penyakit atau kerusakan akibat serangan serangga, yang dikenal dengan Plant Growth Promoting Rhizobacteria PGPR) Mc Millan, 2007). Aktivitas mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan dan faktor terkait tanaman seperti spesies dan umur. Berbagai jenis PGPR telah diketahui memainkan peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, seperti strain PGPR milik Bacillus, Enterobacter, Burkholderia, Acinetobacter, Alcaligenes, Arthrobacter, Azospirillium, Azotobacter, Beijerinckia, Erwinia, Flavobacterium, Rhizobium dan Serratia sekarang digunakan di seluruh dunia dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman Hardiansyah et al., 2020) . PGPR dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan tanah karena beberapa bakteri dari kelompok PGPR adalah bakteri penambat nitrogen seperti genus Azospirillum, Rhizobium, Azotobacter dan bakteri pelarut fosfat seperti genus Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Bacterium dan Mycobacterium Biswas et al., 2000) Penelitian Wulandari et al., 2019) meneliti tanah yang diambil dari kebun karet rakyat berumur 13
tahun yang banyak gulmanya dari lapisan pada kedalaman 0 – 20 cm, diperoleh jumlah populasi bakteri PGPR yang didapat yaitu 1,06 x 106 CFU/g tanah dengan identifikasi genus yaitu bakteri Bacillus sp. Bakteri tersebut memiliki aktivitas biologi yaitu dapat menghasilkan hormon Indole Acetic Acid IAA), melarutkan fostat dan berperan sebagai daya hambat terhadap cendawan Fusarium sp. Pada penelitian Hardiansyah et al. 2020) rata-rata bakteri PGPR dari rizosfer bambu duri memiliki lendir/gram negatif seperti Enterobactericeae (Escherichia coli, Salmonella, Shigella), Pseudomonas, dll. Terdapat pula bakteri PGPR rizosfer bambu yang tidak memiliki lendir/gram positif, seperti Bacillus, Enterococcus, dll. Beberapa genus rhizobacteria yang bersifat sebagai PGPR yaitu Pseudomonas, Enterobacter, Bacillus, Azospirilum, Azotobacter, Burkholderia dan Serratia, sehingga dapat dinyatakan bahwa bakteri pada PGPR rizosfer bambu berduri aktif dan berperan dalam proses pertumbuhan tanaman.
Dengan melihat penelitian di atas, maka penelitian ini mencoba memanfaatkan akar tanaman bambu yang tumbuh di Bali sebagai PGPR dan diaplikasikan pada tanaman sayuran untuk melihat karakteristik fisik sayuran tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan bakteri yang hidup diperakaran tanaman bambu, yang diperoleh dilahan petani di Bali sebagai pupuk alami dan biopestisida. Pemanfaatan bakteri perakaran ini merupakan upaya dalam penggunaan bakteri sebagai teknologi budidaya ramah lingkungan, serta sebagai agen pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendalian penyakit tanaman. Pembuatan PGPR yang dilakukan dalam penelitian mempergunakan bahan yang tersedia di alam yaitu akar bambu Bambusa maculata) dan diberikan perlakuan perendaman selama 72, 96 dan 120 jam. PGPR yang dibuat selanjutkan diaplikasikan dalam budidaya sawi hijau Brassica rapa var parachinensis) dan dilihat karakteristik fisik sawi hijau tersebut lalu dibandingkan dengan karaketristik fisik sawi hijau dari aplikasi PGPR komersial dan tanpa menggunakan PGPR.
METODE
Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan yang digunakan untuk analisis adalah akar bambu yang merupakan bahan biang PGPR dan PGPR komersial hasil produksi dari petani Jawa Tengah), bibit sawi hijau Brassica rapa var parachinensis), Buffered Peptone Water, Plate Count Agar Oxoid), dan alkohol 70%. Peralatan yang digunakan adalah botol/ toples tertutup, cawan petri Iwaki CTE33), gelas beaker Iwaki CTE33), labu takar Iwaki CTE33), gelas ukur Iwaki CTE33),
mikropipet Socorex Swiss), pH-meter Beckman), Vortex Barnstead Thermolyne Type 37600 mixer), TDS digital dan peralatan gelas, kertas saring, corong, lempeng kaca, gelas objek, tabung reaksi, alumunium foil, tabung durham, neraca analitik Satorius), autoclave, laminar air flow, incubator, tabung reaksi, batang kaca bengkok spread), Bunsen.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terbagi dua pelaksanaan, yang pertama pembuatan biang PGPR dari akar bambu dengan perlakukan perendaman selama 72, 96 dan 120 jam. Lalu air perendaman dianalisis di laboratorium meliputi total mikroba, pH dan total padatan terlarut. Pelaksanaan penelitian kedua yaitu aplikasi pada sawi hijau, di mana sebelumnya air rendaman yang telah dianalisis dilaboratorium, dipilih yang memiliki total mikroba tertinggi dilanjutkan dengan pembuatan media tumbuh mikroba, lalu difermentasi lagi selama 7 hari. Selanjutnya digunakan dalam aplikasi budidaya sawi hijau. Analisis pada tanaman sawi hijau meliputi tinggi tanaman, berat sampel, tekstur, tingkat kecerahan dan total padatan terlarut. Sebanyak 114 g akar bambu direndam dalam 750 ml air, lalu ditempatkan pada botol beserta tutupnya) dan didiamkan selama waktu perlakuan yaitu 72, 96 dan 120 jam. Pengocokan larutan dilakukan setiap harinya secara manual, agar mikroba dalam air perendaman bertambah populasinya, karena mikroba berkembang biak dengan membelah diri. Bakteri yang terbentuk dalam botol ditandai dengan larutan berbau masam, berwarna agak keruh, dan mengeluarkan gelembung–gelembung udara di dalam botol bila dikocok. Untuk pengembalian
populasi bakteri PGPR pada saat menebar benih, maka dibuatkan media tumbuh agar tetap hidup dan populasi bakterinya bertambah Deptan, 2013; Sukemi, 2019; Ferdiansyah, 2020).
Pengamatan
Analisis total mikroba total plate count) Yunita et al., 2015), total padatan terlarut hand refractometer) dan pH Iswindari, 2014) dilakukan pada PGPR hasil perendaman akar bambu. Karakteristik fisik dianalisis dengan melakukan pengukuran tinggi tanaman, analisis tekstur texture analyzer), warna colour analyzer) dan total padatan terlarut TDS digital), yang dilakukan pada sawi hijau hasil aplikasi PGPR.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Mikroba, Total Padatan Terlarut dan pH
Berdasarkan analisis mikroba, total padatan terlarut, dan pH pada hasil perendaman akar tanaman bambu dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk gambar sebaran mikroba hasil pengamatan pada cawan petri dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1. Hasil analisis total mikroba, TPT dan pH
Kode |
TPC (cfu/ml) |
TPT (%) |
pH |
AB 1 |
8,50 x 106 |
0,2 |
6,5 |
AB 2 |
3,20 x 106 |
0,2 |
6,6 |
AB 3 |
1,45 x 106 |
0,2 |
6,7 |
PG |
0,26 x 106 |
2,0 |
3,0 |
Keterangan : AB 1, 2, 3 PGPR dari akar bambu difermentasi selama 72, 96, 120 jam)
PG PGPR hasil produksi dari petani Jawa Tengah)
![](https://jurnal.harianregional.com/media/84504-1.jpg)
AB 1 AB 2 AB 3 PG
Gambar 1. Sebaran mikroba pada cawan petri dengan perlakuan AB1, AB2, AB3 dan PG Keterangan : AB1 PGPR dari akar bambu difermentasi selama 72 jam) AB2 PGPR dari akar bambu difermentasi selama 96 jam) AB3 PGPR dari akar bambu difermentasi selama 120 jam) PG PGPR hasil produksi dari petani Jawa Tengah)
Pada Tabel 1 terlihat bahwa total mikroba pada sampel dengan lama fermentasi 72 jam lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya. Kemungkinan bakteri tanah yang menghuni perakaran yang ditumbuhi tanaman bambu dengan masa fermentasi 72 jam merupakan berkembangbiakan yang cukup baik, sehingga hasilnya lebih tinggi dibandingkan lama
fermentasi 96 dan 120 jam. Menurut Rawat & Mushtaq, 2015) zona akar berpengaruh terhadap populasi mikroba sekitar 10 hingga 100 kali lipat, terhadap persaingan untuk nutrisi serta keberadaan spesies yang menunjukkan berbagai keragaman fungsional dan fleksibilitas metabolik. Rhizosfer itu sendiri dapat dibatasi menjadi a) endorhizosfer,
yang mengacu pada area akar internal yang diperluas secara umum daerah kortikal yang menampung populasi besar bakteri dengan berbagai fungsi, b) rhizoplane, dan c) ectorhizospher. Tanah rhizosfer mengandung beragam jenis genera bakteri yang disebut rhizobacteria, yang menunjukkan efek menguntungkan pada pertumbuhan tanaman.
Rhizobakteri yang bermanfaat bagi tanaman dapat mengurangi ketergantungan global pada bahan kimia pertanian berbahaya yang mengganggu kestabilan agroekosistem. Tinjauan ini menonjolkan persepsi rizosfer dan pertumbuhan tanaman yang mempromosikan rhizobakteri di bawah perspektif saat ini Ahemad & Kibret, 2014) Tanah umumnya lingkungan yang lembab, kaya akan karbon tereduksi yang mendukung mikroba tanah yang luas komunitas. Rhizomikrobioma sangat penting untuk pertanian karena keragaman eksudat akar dan puing-puing sel tanaman yang kaya yang menarik beragam dan unik pola kolonisasi mikroba Backer et al., 2018)
Tabel 1 terlihat bahwa total padatan terlarut pada perlakuan dari akar bambu berkisar 0,2 %, sedangkan pada PG sebesar 2 %. Hal ini disebabkan oleh kadar TPT pada PG menggunakan media gula sebagai media untuk mempertahankan pertumbuhan bakteri PGPR, sedangkan untuk perlakukan perendaman akar bambu, belum menggunakan media perendaman. Media pembawa harus mengandung komponen penting untuk mendukung daya viabilitas dan pertumbuhan mikroba. Hal ini disebabkan karena media pembawa berfungsi untuk menumbuhkan dan memperpanjang masa simpan sehingga media pembawa harus mengandung unsur bahan organik untuk mendukung pertumbuhan bakteri Firdausi et al., 2016).
Pada Tabel 1 terlihat pH pada sampel PGPR dari akar bambu berkisar 6,5 – 6,7; sedangkan pada sampel PG sebesar 3,0. Menurut Kurnia 2017), pengelompokan tingkat keasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan terhadap sifat kimia tanah lain, karena untuk tingkat keasaman tanah pH) dikelompokkan dalam enam kategori yaitu sangat asam untuk pH tanah lebih rendah dari 4,5 ; asam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5 ; agak asam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5 ; netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5 ; agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5 ; alkalis untuk pH tanah lebih besar dari 8,5. Faktor penyebab terjadinya keasaman tanah yaitu air hujan, respirasi akar tanaman dan pupuk yang diaplikasikan ke tanah.
Tinggi Tanaman, Berat, Tekstur, Warna dan Total Padatan Terlarut Sawi Hijau Hasil Aplikasi PGPR
Grafik pertumbuhan tanaman sawi hijau hasil penggunaan PGPR dan kontrol tanpa PGPR) selama masa tanam sampai saat panen 7 kali pengamatan) dapat dilihat pada Gambar 2. Tanaman sawi hijau hasil perlakuan PGPR memiliki rerata tinggi akhir sebelum panen yaitu 39 ± 1 cm AB) dan 41 ± 1,73 cm PG) sedangkan tinggi sawi hijau tanpa perlakuan PGPR kontrol) yaitu 37 ± 3 cm. Hasil pengamatan terlihat sedikit perbedaan tinggi tanaman antara perlakuan dengan PGPR akar bambu), PG PGPR komersial) dan kontrol. Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman tiap 7 hari sekali, diambil dari sampel tanaman sawi tiap perlakuan secara acak dan dilakukan 3 kali pengukuran, lalu dirata-ratakan sebagai data tinggi tanaman sawi masing-masing perlakuan.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/84504-2.png)
Gambar 2. Grafik pertumbuhan tanaman sawi hijau dengan perlakuan PGPR dan tanpa perlakuan selama 7 kali pengamatan
PGPR secara langsung mempengaruhi metabolisme tanaman dengan memberikan nutrisi yang biasanya langka di rhizosfer, seperti nitrogen (Ahmad et al., 2008). Penangkapan dan pelepasan nitrogen berikutnya ke tanaman dilakukan oleh bakteri yang
ada di rizo- dan endosfer melalui serangkaian proses yang beragam. PGPR dapat mengubah nitrogen yang terperangkap dalam bentuk molekul atau atmosfer N2) menjadi bentuk yang berguna secara biologis dalam proses yang dikenal sebagai fiksasi nitrogen
biologis BNF). Hanya bakteri diazotrofik yang mengeksekusi BNF, karena enzim nitrogenase hanya terdapat pada organisme ini Bhattacharjee et al., 2008). Anggota marga Anabaena, Azospirillum, Azotobacter, Bacillus, Clostridium, Klebsiella, Nostoc, Paenibacillus dan Rhodobacter merupakan contoh bakteri diazotrofik yang hidup bebas yang menyediakan nitrogen tersedia untuk beberapa tanaman Grobelak et al., 2015). Hasil penelitian Nur Cahyani et al. 2018) pemberian PGPR mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kentang dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi PGPR. Kandungan yang terdapat dalam PGPR yaitu bakteri penambat nitrogen seperti Azotobacter sp dan Azospirillum sp, dan bakteri pelarut fosfat seperti Aspergillus sp., Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. Bakteri-bakteri tersebut mampu menambat nitrogen di udara dan melarutkan P yang terikat, sehingga unsur hara N dan P di dalam tanah menjadi tersedia dan mengalami peningkatan, serta dapat diserap oleh tanaman.
Pada penelitian Triani et al., 2020) pertumbuhan tanaman sawi cina Brassica rapa L. Ssp.
pekinensis) mengalami peningkatan setiap pengamatan. Tidak semua sawi cina perlakukan PGPR mengalami pertumbuhan yang tinggi melebihi sawi hasil petani konvensional. Tanaman sawi cina hasil perlakuan PGPR memiliki rerata tinggi akhir sebelum panen yaitu 45 cm, sedangkan sawi dari petani konvensional yaitu 42,50 cm. Hasil pertumbuhan tersebut didukung oleh penelitian Diyansah et al. 2013), pengamatan hari ke-6 pada Brassica juncea L setelah penanaman, terdapat perbedaan panjang akar tanaman di setiap perawatan. Rata-rata panjang akar setiap perlakuan yaitu PF P. fluorescens) 6,625 cm, BS B. subtilis) 7,1 cm, PF + BS P. fluorescens dan B. subtilis) 5,735 cm, dan kontrol tanpa perawatan) 2,95 cm. Hal tersebut menunjukkan bahwa PGPR dapat menstimulasi pertumbuhan akar dan daun tanaman sawi. PGPR inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan, perkecambahan, dan panen tanaman yang dibudidayakan.
Tabel 2. Berat, jumlah daun, tekstur, tingkat kecerahan dan total padatan terlarut sawi hijau hasil aplikasi PGPR
Aplikasi PGPR |
Berat (g) |
Helai daun (lembar) |
Tekstur (kg.m/sec2) |
Tingkat kecerahan (L*) |
TPT (% brix) |
Akar bambu 72 jam) |
44 |
9 |
25,19 |
47,13 |
4,9 |
Akar bambu 96 jam) |
34 |
12 |
22,18 |
46,16 |
5,1 |
Akar bambu 120 jam) |
40 |
10 |
30,31 |
42,13 |
4,4 |
PGPR komersial |
51 |
10 |
33,95 |
45,51 |
5,0 |
Kontrol tanpa PGPR) |
49 |
9 |
29,28 |
49,59 |
5,8 |
Tabel 2 terlihat bahwa berat sawi hijau dengan perlakuan PGPR berkisar 34 – 51 g, sedangkan sawi hijau tanpa perlakuan PGPR beratnya 49 g. Jumlah helaian daun semua perlakuan berjumlah 9 – 12 lembar. PGPR dapat secara efektif meningkatkan penyerapan unsur hara lain, selain nitrogen dan fosfor, serta meningkatkan pertumbuhan tanaman
Ahmad et al., 2008). Pelarutan kalium oleh PGPR meningkatkan kesuburan tanah dan ketersediaan hayati kalium terlarut untuk tanaman dan dengan demikian dianggap sebagai mekanisme promosi pertumbuhan tanaman yang penting dalam kondisi lapangan Sharma et al., 2013) . Pada penelitian Nur Cahyani et al. 2018) bahwa semakin tinggi nilai berat kering tanaman yang dihasilkan, maka pertumbuhan tanaman semakin baik dan unsur hara yang terserap semakin banyak. Arang sekam lebih cepat terdekomposisi. Pemberian media tanam berupa tanah dan arang sekam menjadikan media tanam tersebut lebih gembur, sehingga akar tanaman kentang dapat lebih banyak menyerap unsur hara N dan P untuk pertumbuhan tanaman kentang. Selain itu, pemberian PGPR dapat menyumbang bakteri-bakteri bermanfaat yang dapat menyediakan unsur
hara N dan P di dalam tanah. Selain bakteri penambat nitrogen, PGPR juga mengandung bakteri pelarut fosfat yang maningkatkan unsur hara P.
Tabel 2 terlihat bahwa tekstur sawi hijau berkisar 22,18 – 33,95 kg.m/sec2. Tekstur sawi hijau dari semua perlakuan tidak jauh berbeda, hampir sama antara perlakuan dengan PGPR dan kontrol. Nilai kekerasan menunjukkan tingkat kesegaran buah dan sayuran, namun nilai kekerasan dikatakan baik bukan karena nilai tinggi atau rendah, tetapi tergantung dari kondisi buah dan sayur tersebut Pantastico, 1989).
Tabel 2 terlihat bahwa tingkat kecerahan L*) sawi hijau berkisar 42,13 – 49,59. Warna hijau cerah daun adalah sebagian besar disebabkan klorofil yang tidak larut dalam minyak, yang secara alami terikat pada molekul protein di kompleks yang sangat terorganisir. Klorofil ini tidak stabil dan cepat berubah warna menjadi hijau zaitun dan coklat. Perubahan warna ini diyakini disebabkan oleh konversi klorofil menjadi senyawa pheophytin Singh, 2007).
Tabel 2 terlihat bahwa kisaran TPT pada sawi hijau yaitu 4,4 – 5,8. Total padatan terlarut digunakan untuk menginterpretasikan jumlah gula yang
terkandung pada sawi. Pantastico 1989) menyatakan bahwa peningkatan total padatan terlarut disebabkan karena terjadinya pemutusan rantai panjang senyawa-senyawa karbohidrat menjadi senyawa gula yang larut. Penurunan total padatan terlarut menandakan adanya penurunan kadar gula dalam selada. Nilai total padatan terlarut yang semakin menurun disebabkan oleh adanya proses fermentasi akibat aktivitas bakteri.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pertumbuhan tertinggi bakteri pemacu pertumbuhan yang berasal dari akar bambu Bambusa maculata) sebesar 8,50 x 106 cfu/ml, TPT 0,2 % dan pH 6,5, dengan fermentasi selama 72 jam. Karakteristik fisik sawi hijau Brassica rapa var parachinensis) hasil aplikasi bakteri pemacu pertumbuhan dari akar bambu diperoleh tinggi tanaman berkisar 39 cm, berat 34 – 44 g, jumlah daun 9 – 12 lembar, tekstur 22,18 – 30,31 kg.m/sec2, tingkat kecerahan 42,13 – 47,13 serta total padatan terlarut 4,4 – 5,1 % brix, sedikit berbeda dari perlakuan tanpa PGPR dan PGPR komersial. Melihat hasil penelitian ini, maka budidaya dengan aplikasi bakteri pemacu pertumbuhan PGPR) dari perakaran tanaman cukup baik dikembangkan sebagai pupuk dan pestisida alami untuk mengurangi penggunaan bahan kimia dalam budidaya sayuran. Upaya ini merupakan salah satu budidaya ramah lingkungan, sehingga diharapkan mendapatkan hasil berkualitas dan aman dikonsumsi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana melalui LPPM dan Fakultas Teknologi Pertanian atas program hibah Proposal Unggulan Program Studi yang dibiayai oleh DIPA PNBP Universitas Udayana TA 2021 sehingga penelitian ini dapat berlangsung dan semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ahemad , M., & Kibret, M. 2014). Mechanisms and applications of plant growth promoting rhizobacteria: Current perspective. Journal of King Saud University, 26 1), 1 - 20. https://doi.org/10.1016/j.jksus.2013.05.001
Ahmad, F., Ahmad , I., & Khan, S. 2008). Screening of free-living rhizospheric bacteria for their multiple plant growth promoting activities. Microbiological research, 163 2), 173 - 181.
Backer , R. G., Rokem, J. S., Ilangumaran, G., Lamont, J. R., Praslickova, D., Ricci, E., Smith, D. L. 2018). Plant Growth-Promoting Rhizobacteria: Context, Mechanisms of Action, and Roadmap to Commercialization of
Biostimulants for Sustainable Agriculture. Frontiers in Plant Science, 9, 1 - 17. https://doi.org/10.3389/fpls.2018.01473
Bhattacharyya, N. P., & Jha, D. K. 2012). Plant growth promoting rhizobacteria PGPR): emergence in agriculture. World J Microbiol Biotechnol., 28 4), 1327 - 1350.
Biswas, J. C., Ladha, J. K., & Dazzo, F. B. 2000). Rhizobia Inoculation Improves Nutrient Uptake and Growth of Lowland Rice. SOIL SCI. SOC. AM. J, 64, 1644 - 1650.
https://doi.org/10.2136/sssaj2000.6451644x
Deptan. 2013). Go organic dengan PGPR. . Magelang: Dinas Pertanian dan Pangan, Kota Megelang. .
Diyansah, B., Aini, L. Q., & Hadiastono, T. 2013). The effect of PGPR Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Pseudomonas fluorescens and Bacillus 225 subtilis On Leaf Mustard Plant Brassica juncea L.) Infected by TuMV Turnip
Mosaic Virus). J. Trop. Plant Prot., 1 1), 30 -38.
Ferdiansyah, Y. 2020). Pembuatan PGPR : langkah kecil pemanfaatan alam. Jambi: For Sustainability Right, Jambi.
Firdausi, N., Muslihatin, W., & Nurhidayati, T. 2016). Pengaruh kombinasi media pembawa pupuk hayati bakteri pelarut fosfat terhadap pH dan unsur hara fosfor dalam tanah. Jurnal Sains dan Seni ITS, 5 2), 53-56.
Grobelak, A., Napora, A., & Kacprzak, M. 2015). Using plant growth-promoting rhizobacteria PGPR) to improve plant growth . Ecological Engineering, 84, 22 - 28.
Hardiansyah, M. Y., Musa, Y., & Jaya, A. M. 2020). Identification of Plant Growth Promoting Rhizobacteria from Thorny Bamboo Rhizosphere with 3% KOH Gram Test and Gram Staining Test. International Journal of Applied Biology, 4 2), 7-17.
Iswindari, D. 2014). Formulasi dan uji aktvitas antioksidan krim rice bran oil. . Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Kurnia, I. A. 2017). Kemasaman Tanah. Kab Buleleng, Dinas Pertanian, Singaraja. Retrieved from https://distan.bulelengkab.go.id/:
https://distan.bulelengkab.go.id/informasi/detail /artikel/kemasaman-tanah-32
McMillan, S. 2007). Promoting Growth With PGPR. Canada: The Canadian Organic Grower.
Nur Cahyani, C., Nuraini, Y., & Pratomo, A. G. 2018). Potensi Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria PGPR) Dan Berbagai Media Tanam Terhadap Populasi Mikroba Tanah Serta Pertumbuhan Dan Produksi Kentang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan,
5 2), 887 - 899.
https://jtsl.ub.ac.id/index.php/jtsl
Pantastico, E. B. 1989). Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Kamariyani, Trans.) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,.
Rawat, S., & Mushtaq. , A. 2015). Plant Growth Promoting Rhizobacteria, A Formula For Sustainable Agriculture: A Review. Asian Journal of Plant Science and Research, 5 4), 43 - 46.
Sharma, S. B., Sayyed, R. Z., Trivedi , M. H., & Gobi., T. A. 2013). Phosphate solubilizing microbes: sustainable approach for managing phosphorus deficiency in agricultural soils. SpringerPlus, 2 1), 587.
Singh, N. P. 2007). Fruit and Vegetable Preservation. Jaipur, India: Oxford Book Company.
Sukemi. 2019). Cara membuat PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dari akar
bambu. . Cybex Pertanian, Kabupaten Kapuas Hulu.
Triani, I. G., Soemarno, Rahardjo, B. T., & Zubaidah, E. 2020). The Influence of Treatment Variation of Plant Promoting Bacteria In Cultivation On The Quality Of Chinese Cabbage Brassica rapa L. Ssp. pekinensis). International Journal Of Biology and Biomedical Engineering, 14 2020), 114 - 127.
https://doi.org/10.46300/91011.2020.14.17
Wulandari, N., Irfan, M., & Saragih, R. 2019). Isolasi Dan Karakterisasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria Dari Rizosfer Kebun Karet Rakyat. Jurnal Dinamika Pertanian, Edisi Khusus 3), 57-64.
https://doi.org/10.25299/dp.2019.vol35 3).4565
Yunita, M., Hendrawan, Y., & Yulianingsih, R. 2015). Analisis kuantitatif mikrobiologi pada makanan penerbangan Aerofood ACS) Garuda Indonesia berdasarkan TPC Total Plate Count) dengan metode Pour Plate . Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem, FTP, UB, 3 3), 237 - 248.
68
Discussion and feedback