Identifikasi Unsur Hara Sulfur pada Sistem Irigasi Primer di Tanah Sawah Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 6, Nomor 2, Oktober 2021
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Identifikasi Unsur Hara Sulfur pada Sistem Irigasi Primer di Tanah Sawah Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas
Identification of Sulfur Nutrients at Primary Irrigation Systems in Rice Land Area of Arca Kiri Dam, Banyumas Regency
Leony Agustine*1, Amanullah Thaariqa Tri Wibowo2, Begananda2
1Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia. 2Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Jendral Soedirman, Purwakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
Email*: leony.agustine@faperta.untan.ac.id
Abstract
This study aims to determine1) the amount of nutrient content of Sulphur in a paddy field in the irrigation channel of Arca Left weir in Banyumas Regency, 2) nutrient distribution of Sulphur in paddy field in the irrigation channel of Arca Left weir in Banyumas Regency, and 3) recommendations of Sulphur fertilizers in paddy field in the irrigation channel of Arca Left weir in Banyumas Regency. The research was conducted in paddy field, in the irrigation channel of Arca Left weir in Banyumas Regency, then continued with analysis of the soil in the Institute of Determining Technology of Agriculture (BPTP), Yogyakarta. The research carried out by the determination of sample points based on a purposive random sampling be based Land Homogenous Unit (SLH). Land Homogenous Unit arranged by overlaying the Administrative Map, Slope Map, and Soil Type Map. The number of samples is 8, which is located in 5 villages. The variables were observed namely the nutrient content of Sulphur, EC, pH (H2O), and BS of land. The results showed that the nutrient content of Sulphur from both SLH relatively high, there were SLH A1 reach 86.20 ppm and SLH A2 reach 85.33 ppm. Sulphur fertilizer recommendations for SLH A1 is 10.64 kg S/ha and SLH A2 is 14.60 kg S/ha.
Keywords: Rice field soil, Sulfur nutrient, irrigation
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) besarnya kandungan unsur hara Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, 2) agihan unsur hara Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, dan 3) rekomendasi takaran pupuk Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas. Penelitian dilaksanakan di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, dan dilanjutkan dengan analisis tanah di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai November 2015. Penelitian dilakukan dengan penetapan titik sampel yang didasarkan pada sistem purposive random sampling atas dasar Satuan Lahan Homogen (SLH). Satuan Lahan Homogen disusun dengan menumpangsusunkan (overlay) Peta Administrasi, Peta Kelerengan, dan Peta Jenis Tanah. Jumlah sampel adalah 8 yang terletak di 5 desa. Variabel yang diamati meliputi kandungan unsur hara Sulfur, DHL, pH (H2O), dan KB tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan unsur hara Sulfur di kedua SLH tergolong tinggi, yaitu pada SLH A1 mencapai 86,20 ppm dan SLH A2 mencapai 85,33 ppm. Rekomendasi takaran pupuk Sulfur untuk SLH A1 adalah 10,64 kg S/ha dan SLH A2 adalah 14,60 kg S/ha.
Kata kunci: Tanah sawah, unsur hara Sulfur, irigasi
PENDAHULUAN
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi, baik terus menerus sepanjang tahun, maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian, dan sebagainya. Sawah yang airnya berasal dari irigasi
disebut sawah irigasi, sedangkan sawah yang airnya berasal dari air hujan disebut sawah tadah hujan Jamilah and Sarifuddin, 2013).
Pada tanah sawah umumnya tanaman yang dibudidayakan adalah padi, meskipun kadang diganti dengan tanaman lain, seperti palawija, hortikultura, dan tanaman semusim lainnya. Padi Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan sebagai sumber energi
Leony Agustine, Amanullah Thaariqa Tri Wibowo, Begananda. 2021. Indentifikasi Unsur Hara Sulfur pada Sistem Irigasi Primer di Tanah Sawah Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 6, No. 2, 2021. Hal. 70-79
yang umumnya dikonsumsi masyarakat Indonesia Supartha et al., 2012). Rata-rata konsumsi beras selama periode 2002-2013 sebesar 1,98 kg/kapita/minggu atau setara dengan 103,18 kg/kapita/tahun dengan laju penurunan rata-rata sebesar 0,88% per tahun Fisik, 2018).
Tanaman supaya dapat tumbuh secara normal juga membutuhkan unsur hara makro, sekunder yaitu Kalsium Ca), Magnesium Mg) dan Sulfur S), hanya jumlah yang dibutuhkan umumnya tidak sebanyak dibandingkan dengan unsur hara primer Supriyadi, 2013). Salah satu unsur hara makro sekunder adalah S Sulfur). Unsur Sulfur yang lebih dikenal dengan nama Belerang diserap tanaman dalam bentuk Sulfat (SO2-). Sulfur berkontribusi terhadap peningkatan hasil tanaman yaitu dengan memberikan hara secara langsung, memberikan hara secara tidak langsung sebagai bahan perbaikan tanah terutama tanah dengan pH tinggi Aisyah et al., 2017). Sulfur berpengaruh terhadap pembentukan klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis. Sulfur berfungsi dalam sintesis protein, dan berperan dalam beberapa reaksi metabolisme karbohidrat dan lemak Wiyati et al., 2015).
Prioritas perhatian terhadap penggunaan pupuk masih bertumpu kepada unsur makro, seperti Nitrogen, Phospor, dan Kalium, sedangkan penggunaan unsur hara lainnya terutama Sulfur agak terabaikan. Kehilangan 1 mm bagian atas tanah, akan diikuti kehilangan sedikitnya 4 kg S/ha/tahun Hartanto, 2010). Kehilangan unsur hara Sulfur dalam tanah dapat terjadi kerena pelindian dan penguapan Yuwono, 2004). Bagi unsur hara lain, Sulfur merupakan amelioran tanah yang dapat meningkatkan ketersediaan hara lain dengan berbagai cara, seperti melalui hubungan antar ion setelah menjadi Sulfida, donor elektron, dan dapat pula berfungsi sebagai reduktor Sofyan, 2014).
Menurut Danapriatna, 2008), diperkirakan tanah sawah di Pulau Jawa dan Madura mengalami kekurangan Sulfur sekitar 2.052.650 ha dari total sawah 3.509.923 ha. Tanah sawah di Jawa Tengah mengalami kekurangan Sulfur sekitar 830.963 ha dan di Jawa Barat sekitar 217.094 ha. Hasil survei Ismunadji 1982), di pulau Jawa, dari 254 contoh tanaman padi yang diambil dari berbagai macam tanah, 31 % kekurangan Sulfur, 42 % kadar Sulfurnya berada pada tingkat marjinal, dan hanya 27 % berkadar Sulfur cukup. Hal ini menunjukkan, bahwa unsur hara Sulfur dapat menjadi faktor pembatas yang perlu diperhatikan dalam budidaya padi sawah. Berdasarkan fakta tersebut, maka perlu adanya pendataan peta penyebaran status unsur hara Sulfur.
Pendataan peta penyebaran status unsur hara Sulfur dapat dilakukan melalui survei tanah. Survei tanah merupakan kegiatan pengumpulan data kimia, fisik,
dan biologi tanah di lapangan maupun di laboratorium, dengan tujuan pendugaan penggunaan lahan umum maupun khusus. Adapun tujuan survei tanah adalah untuk memberikan atau menyediakan informasi bagi pengguna tanah, bentuk wilayah, dan keadaan lain yang perlu diperhatikan, maka dengan mengetahui karakternya bisa dioptimalisasikan fungsi dan penggunaanya Siagian, 2011).
Daerah penelitian terletak di Wilayah K4ecamatan Kembaran dan Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Daerah tersebut merupakan daerah yang potensial dalam pengembangan pertanian, khususnya budidaya padi. Daerah penelitian didasarkan pada daerah irigasi. Daerah irigasi yang ditetapkan sebagai daerah penelitian, yaitu daerah Bendungan Arca Kiri. Pengelolaan sawah secara intensif diperlukan untuk mengembangkan pertanian di daerah tersebut, melalui pemahaman ketersediaan unsur hara. Salah satu di antaranya adalah unsur hara Sulfur, sehingga perlu pengkajian kandungannya agar pemupukan Sulfur dapat diaplikasikan secara efektif dan efisien. Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui kadar dan serapan unsur hara Sulfur yang terdapat di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode survei pada lahan sawah yang tersebar di Wilayah Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas. Penetapan titik sampel didasarkan pada sistem purposive random sampling, yaitu pengambilan jumlah sampel didasarkan pada besarnya luasan tiap Satuan Lahan Homogen SLH)..
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui: 1) besarnya kandungan unsur hara Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, 2) agihan unsur hara Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, dan 3) rekomendasi takaran pupuk Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang status unsur hara dan kebutuhan Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman pemupukan Sulfur.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai November 2015. Lokasi penelitian adalah di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas. Daerah penelitian meliputi Desa Dukuhwaluh, Bojongsari, Ledug, dan Pliken yang terletak di Kecamatan Kembaran, serta Desa Kedondong yang terletak di Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Analisis tanah dilakukan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP), Yogyakarta.
Gambar 1. Peta Satuan Lahan Homogen
Tabel 1. Sebaran Titik
Sampel |
SLH |
Jenis tanah |
Kelerengan |
Desa |
Koordinat titik sampel |
1 |
A2 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
2-5 |
Dukuhwaluh |
7º24ʹ56ʺ LS 109º16ʹ02ʺ BT |
2 |
A2 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
2-5 |
Ledug |
7º25ʹ04ʺ LS 109º16ʹ26ʺ BT |
3 |
A2 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
2-5 |
Bojongsari |
7º25ʹ23ʺ LS 109º16ʹ41ʺ BT |
4 |
A1 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
0-2 |
Pliken |
7º25ʹ44ʺ LS 109º17ʹ06ʺ BT |
5 |
A1 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
0-2 |
Ledug |
7º26ʹ09ʺ LS 109º16ʹ59ʺ BT |
6 |
A1 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
0-2 |
Pliken |
7º26ʹ29ʺ LS 109º17ʹ14ʺ BT |
7 |
A1 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
0-2 |
Kedondong |
7º26ʹ48ʺ LS 109º17ʹ25ʺ BT |
8 |
A1 |
Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat |
0-2 |
Kedondong |
7º27ʹ02ʺ LS 109º17ʹ28ʺ BT |
* Keterangan:
A = Jenis Tanah
1,2 = Kelerengan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Peta Administrasi 1 : 50.000), Peta Kelerengan 1 : 50.000), Peta Jenis Tanah 1 : 50.000), dan Peta Penggunaan Lahan 1 : 50.000) Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Alat yang digunakan dalam penelitian mencakup alat-alat yang digunakan untuk pembuatan peta dan survei tanah. Alat pembuatan peta yang digunakan, yaitu PC Komputer) dan Software GIS Arc View) dan printer warna. Alat untuk survei tanah, meliputi: Aplikasi peta koordinat, GPS, bor tanah, plastik sampel, pisau lapang, spidol permanent, stepler, dan label. Penelitian dilakukan dengan penetapan titik sampel yang didasarkan pada sistem purposive random sampling, yaitu penentuan titik sampel dengan menggunakan sistem Satuan Lahan Homogen SLH). Cara penggunaan sistem SLH yaitu dengan menumpangsusunkan peta overlay) dari Peta Administrasi, Peta Kelerengan, dan Peta Jenis Tanah. Hasil overlay berupa Peta SLH. Pada tiap SLH di kalkulasi luasannya dan ditetapkan jumlah sampel. Sebaran titik sampel yang didapatkan dari Peta SLH disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Variabel yang diamati dalam penelitian terdiri dari variabel utama dan variabel pendukung, untuk variabel utama adalah kandungan unsur hara Sulfur di dalam tanah sedangkan untuk variabel pendukung adalah Nilai Daya Hantar Listrik DHL), Nilai pH
H2O) tanah dan Kejenuhan Basa KB). Data lapangan yang diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan analisis sampel tanah di laboratorium, kemudian dikelompokan dan disusun dalam tabel hasil status unsur hara Sulfur. Nilai hasil analisis dikelompokan berdasarkan kriteria penilaian hasil analisis tanah BPPP 2005. Selanjutnya data tersebut dikelompokkan bedasarkan kesamaan kriteria nilai status unsur hara Sulfur menjadi satu kelas ke dalam Peta SLH.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Daerah penelitian secara administrasi termasuk dalam Kecamatan Kembaran, namun areal jaringan irigasi Bendung Arca Kiri sampai di Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi Bendung Arca terletak di Desa Dukuhwaluh Kecamatan Kembaran, Kabupaten Banyumas. Menurut Sarjanti and Sriwanto, 2015), luas Wilayah Kecamatan Kembaran mencapai 2.592 ha dengan jumlah desa sebanyak 16 desa. Bendung Arca mempunyai dua buah saluran irigasi, yaitu ke arah kanan dan kiri. Bendung Arca mengaliri areal sawah seluas 1.215 ha, yang terdiri dari:
-
a. Areal Arca Kanan seluas 301,24 ha, dengan panjang saluran 7.424 m.
-
b. Areal Arca Kiri seluas 828,88 ha, dengan panjang saluran 5.434 m Agustine, 2015).
Areal jaringan irigasi secara administrasi meliputi lahan sawah yang terletak di empat desa di Kecamatan Kembaran, yaitu Desa Ledug, Desa Pliken, Desa Bojongsari, dan Desa Dukuhwaluh, serta Desa Kedondong yang terletak di Kecamatan Sokaraja. Luas daerah penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas desa daerah penelitian
Desa |
Luas (ha) |
Dukuhwaluh |
215 |
Ledug |
220 |
Bojongsari |
164 |
Pliken |
340 |
Kedondong |
91 |
Sumber: Kantor Kecamatan Kembaran dan Sokaraja, 2013.
Penggunaan lahan di Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Sokaraja beragam. Kesuluruhan jenis penggunaan lahan di kedua kecamatan tersebut disajikan dalam Tabel 3 dan bisa dilihat pada Gambar 2.
Tabel 3. Penggunaan lahan di Kecamatan Kembaran dan Kecamatan Sokaraja
Jenis penggunaan lahan |
Luas (ha) | |
Kecamatan Kembaran |
Kecamatan Sokaraja | |
Sawah |
1771,19 |
1731,98 |
Pemukiman |
367,04 |
522,20 |
Tegalan/Kebun |
263,67 |
583,50 |
Kolam |
54,28 |
29,30 |
Lain-lain |
135,60 |
124,77 |
Sumber: Kantor Kecamatan Kembaran dan Sokaraja, 2013
Areal jaringan irigasi Bendung Arca Kiri memiliki Daerah Irigasi bernama Daerah Irigasi Kedunglimus Arca. Daerah Irigasi Kedunglimus Arca berada di bawah Perwakilan Balai Pengelolaan Sumber Daya Air BPSDA) Serayu Citanduy, Dinas PSDA Provinsi Jawa Tengah. Daerah Irigasi Kedunglimus Arca merupakan jaringan irigasi teknis/semi teknis/sederhana dengan sistem irigasi tunggal yang meliputi pengambilan air dari Bendung Arca. Lahan sawah daerah penelitian termasuk ke dalam Wilayah Daerah Irigasi Kedunglimus Arca. Luas sawah daerah penelitian berdasarkan jenis pengairannya disajikan pada Tabel 4. Kemampuan irigasi dalam memenuhi kebutuhan air untuk tanaman padi di daerah Bendung Arca Kiri dapat diketahui dengan menggunakan data debit saluran irigasi. Menurut Najiyati 1993), saluran irigasi digunakan untuk
mengetahui debit saluran air yang dikonsumsi tanaman dan berapa besar air yang diterima oleh saluran irigasi. Debit harian Bendung Arca disajikan pada Tabel 5.
Tabel 4. Luas sawah ha) di daerah penelitian menurut jenis pengairannya
Jenis irigasi
Desa |
Teknis |
Semi teknis |
Sederhana |
Dukuhwaluh |
3,31 |
86,40 |
36,38 |
Ledug |
119,41 |
- |
- |
Bojongsari |
59,00 |
- |
60,74 |
Pliken |
215,75 |
34,61 |
10,25 |
Kedondong |
55,00 |
- |
- |
Sumber: Kantor Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Kembaran dan Sokaraja, 2014
Tabel 5. Debit harian Bendung Arca
Bulan |
Debit harian maksimum (m3/s) |
Debit harian minimum (m3/s) |
Januari |
1,475 |
0,715 |
Februari |
1,540 |
0,820 |
Maret |
1,346 |
0,358 |
April |
1,607 |
1,043 |
Mei |
1,540 |
0,000 |
Juni |
1,674 |
0,038 |
Juli |
1,043 |
0,038 |
Agustus |
1,475 |
0,038 |
September |
1,222 |
0,083 |
Oktober |
1,346 |
0,083 |
November |
1,812 |
0,432 |
Desember |
1,812 |
1,102 |
Jumlah |
17,892 |
2,145 |
Sumber: Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA)
Serayu Citanduy, 2014
Jenis tanah yang terdapat di daerah penelitian, yaitu Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat. Tidak terdapat jenis tanah lain di daerah penelitian ini. Tanah asosiasi merupakan perpaduan dua jenis tanah yang sulit dibedakan atau dipisahkan. Asosiasi Latosol Regosol Merah Coklat termasuk ke dalam klasifikasi tanah Inceptisol. Tanah Latosol dan Regosol mengalami penyempurnaan menjadi tanah Inceptisol sesuai dengan USDA.
Kemiringan lereng SLH A1 menunjukkan, bahwa daerah tersebut berbentuk datar atau hampir datar, sedangkan SLH A2 menunjukkan, bahwa daerah tersebut berbentuk lereng yang sangat landau, peta kemiringan lereng bisa dilihat pada Gambar 3. Perbedaan kemiringan lereng di daerah penelitian mempengaruhi hasil padi. Rerata hasil padi dari kedua SLH disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil padi per SLH di lokasi penelitian
SLH Hasil padi (ton/ha
A1 5,14
A2 4,63
Sumber: Hasil Wawancara, 2015
Data hasil padi tersebut menunjukkan, bahwa hasil padi SLH A1 lebih besar daripada SLH A2. Hal ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi kemiringan lereng, hasil padi semakin menurun.
Kandungan Sulfur di Daerah Penelitian
Kandungan Sulfur di daerah penelitian merupakan varibel utama dalam penelitian ini. Kandungan Sulfur diketahui dengan cara mengambil sampel tanah dengan komposit tiga titik di dalam satu titik sampel yang kemudian dianalisis di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP), Yogyakarta. Kandungan Sulfur di daerah penelitian dibagi menjadi dua bagian menurut SLH. Hasil analisis kandungan Sulfur di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil analisis N-total dan N-tersedia
Titik sampel Kadar Sulfur (ppm)
1 |
183 |
2 |
18 |
3 |
55 |
Rerata SLH A2 |
85,33 |
4 |
18 |
5 |
138 |
6 |
18 |
7 |
239 |
8 |
18 |
Rerata SLH A1 |
86,20 |
Sumber: Hasil analisis laboratorium BPTP (2015)
*) Balai Penelitian Tanah (2005)
Tabel 8. Harkat Sulfur dalam tanah
Nilai Sulfur (ppm) |
Keterangan |
< 2 |
Sangat Rendah |
2-5 |
Rendah |
5-20 |
Sedang |
> 20 |
Tinggi |
Sumber: Horneck et al., 2011
Menurut hasil analisis diatas, kandungan Sulfur SLH A1 mencapai 86,20 ppm dan SLH A2 mencapai 85,33 ppm. Kandungan Sulfur tersebut merupakan kandungan Sulfur tersedia dalam tanah (SO42-). Berdasarkan harkat Sulfur Horneck et al. 2011), kedua SLH memiliki kandungan Sulfur yang tinggi.
Tingginya kandungan Sulfur tersebut disebabkan, karena kandungan bahan organik dan mineral tanah yang tinggi. Menurut Notohadiprawiro 1998), ada tiga sumber alami pokok unsur hara Sulfur bagi tanah yang menyediakan Sulfur untuk tanaman. Ketiga sumber tersebut adalah mineral tanah, gas belerang dalam atmosfir, dan bahan organik. Tingginya kandungan Sulfur juga disebabkan, karena nilai KTK di kedua SLH yang tinggi. Nilai KTK SLH A1 mencapai 29,8 me/100 g dan SLH A2 mencapai 26,5 me/100 g Agustine, 2015). Menurut Hakim et al. 1986), semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah, maka nilai KTK dalam tanah tersebut juga semakin tinggi.
Petani di daerah penelitian tidak menggunakan pupuk Sulfur dalam budidaya padi. Sumber Sulfur yang digunakan di daerah penelitian hanya berupa pupuk kandang dan penyebaran sisa hasil panen atau jerami di dalam petakan sawah. Penggunaan pupuk kandang sebagai sumber Sulfur dirasa kurang maksimal, karena kandungan Sulfur pada pupuk kandang sangat sedikit. Pupuk kandang yang digunakan petani berasal dari kotoran hewan ternak, seperti kambing dan sapi. Menurut Hartatik dan Widowati 2010), hewan sejenis kambing dan sapi hanya memiliki kandungan Sulfur sebesar 0,09 ppm. Beberapa petani di daerah penelitian memanfaatkan jerami sebagai pupuk organik dalam budidaya padi. Menurut Sutanto 2002), jerami padi mengandung unsur N, P, K, S, Si, Ca, dan Mg. Sutanto 2002) juga berpendapat, mengembalikan jerami ke dalam tanah merupakan cara terbaik untuk mengurangi kehilangan Sulfur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Danapriatna 2008), kadar Sulfur dalam tanah bervariasi dan dipengaruhi oleh penambahan Sulfur dari bahan organik, air irigasi, udara, pupuk, dan pestisida. Kemasaman tanah merupakan salah satu sifat yang penting, sebab terdapat hubungan antara pH dengan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Nilai pH H2O) tanah di daerah penelitian disajikan pada Tabel 9.
Hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa pH H2O) tanah kedua SLH agak masam. Hal ini sesuai pernyataan Siswoputranto 1976), bahwa pH yang mendekati netral memiliki banyak unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan mudah diserap oleh akar yang akan mempengaruhi produksi beras. Siswoputranto 1976) juga menambahkan, bahwa padi dapat tumbuh dengan baik pada pH H2O) tanah antara 4-7.
Tanah memiliki kandungan garam-garam yang berfungsi sebagai penghantar listrik. Jumlah elektron dalam tanah sebanding dengan garam yang terkandung dalam tanah. Penentuan Daya Hantar Listrik DHL) merupakan suatu cara pendekatan untuk mengetahui taraf kejenuhan garam di dalam
tanah. Nilai DHL di daerah penelitian disajikan pada Tabel 10.
Tabel 9. Nilai pH H 2O) tanah di daerah penelitian
Titik sampel |
pH (H2O) tanah |
Harkat |
1 |
6,14 |
Agak Masam |
2 |
6,18 |
Agak Masam |
3 |
5,49 |
Masam |
Rerata SLH |
5,94 |
Agak Masam |
A2 | ||
4 |
6,26 |
Agak Masam |
5 |
5,41 |
Masam |
6 |
6,23 |
Agak Masam |
7 |
6,09 |
Agak Masam |
8 |
6,25 |
Agak Masam |
Rerata SLH |
6,05 |
Agak Masam |
A1
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BPTP, 2015
Tabel 10. Nilai DHL di daerah penelitian
Titik sampel |
DHL (μs/cm) |
Harkat |
1 |
82,9 |
Sangat Rendah |
2 |
98,2 |
Sangat Rendah |
3 |
61,8 |
Sangat Rendah |
Rerata |
80,97 |
Sangat Rendah |
SLH | ||
A2 | ||
4 |
78,8 |
Sangat Rendah |
5 |
109,7 |
Sangat Rendah |
6 |
78,3 |
Sangat Rendah |
7 |
61,0 |
Sangat Rendah |
8 |
102,8 |
Sangat Rendah |
Rerata |
86,12 |
Sangat Rendah |
SLH | ||
A1 |
Sumber : Hasil Analisis Laboratorium BPTP, 2015
Hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa DHL kedua SLH sangat rendah. Hal ini berarti salinitas di daerah penelitan sangat rendah. Menurut FAO 2005), nilai DHL kurang dari 4000 μs/cm pada saat tanam merupakan jumlah yang paling baik untuk pembentukkan akar pada tanaman padi. Menurut Hakim et al. 1986), salinitas yang tinggi dapat menyebabkan rusaknya struktur tanah, sehingga aerasi dan permeabilitas tanah menjadi sangat rendah.
Kejenuhan Basa KB) merupakan persentase dari total Kapasitas Tukar Kation KTK). Kapasitas Tukar Kation merupakan banyaknya kation yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah. Tingkat Kejenuhan Basa suatu tanah mempengaruhi
kation tanah. Kejenuhan Basa erat hubungannya tingkat kesuburan tanah. Nilai KB di daerah penelitian disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai KB di daerah penelitian | ||
Titik sampel |
KB (%) |
Harkat |
1 |
48,91 |
Sedang |
2 |
66,24 |
Tinggi |
3 |
41,61 |
Sedang |
Rerata SLH A2 |
52,25 |
Tinggi |
4 |
39,60 |
Sedang |
5 |
53,24 |
Tinggi |
6 |
49,82 |
Sedang |
7 |
40,69 |
Sedang |
8 |
87,68 |
Sangat Tinggi |
Rerata SLH A1 |
54,20 |
Tinggi |
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BPTP, 2015 |
maksimal, karena menurut Makarim et al. 2000), hasil padi dapat mencapai 6-7 ton/ha. Berdasarkan hal tersebut, kedua SLH memerlukan rekomendasi penggunaan pupuk Sulfur agar dapat mengoptimalkan hasil tanaman padi.
Telah diketahui hasil padi SLH A1 mencapai 5,14 ton/ha dan SLH A2 mencapai 4,63 ton/ha. Menurut Wihardjaka and Poniman, 2015), rerata Sulfur total yang terangkut oleh tanaman padi berkisar antara 12,3 kg S/ha. Menurut Makarim et al. 2000), rerata hasil padi dapat mencapai 6500 kg/ha.
Sulfur total yang terangkut pada SLH A1 sebesar:
Sulfur total yang terangkut pada SLH A2 sebesar
12.3 %
Hasil analisis tersebut menunjukkan, bahwa Kejenuhan Basa di kedua SLH tinggi. Hal ini menunjukkan, bahwa kation-kation basa tersedia dalam jumlah yang banyak. Menurut Hardjowigeno 2010), kation basa umumnya merupakan unsur hara yang diperlukan tanaman. Menurut Rahayu et al.
2014), tingginya Kejenuhan Basa pada tanah sawah disebabkan oleh rendahnya pencucian yang terjadi. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tanah sawah di daerah penelitian termasuk ke dalam kategori tanah yang subur.
Rekomendasi Penggunaan Pupuk Sulfur
Sulfur memiliki hubungan yang erat dengan tanaman padi, karena Sulfur memiliki fungsi utama sebagai pembentuk protein. Sulfur juga berperan dalam perkembangan pucuk, akar, dan anakan tanaman padi. Berdasarkan hal tersebut, kandungan Sulfur dalam tanah dapat mempengaruhi hasil padi. Data hasil padi dan kandungan Sulfur per SLH disajikan pada Tabel 12.
Jenis pupuk Sulfur yang dapat digunakan adalah pupuk ZA. Hal ini dikarenakan Pupuk Za memiliki sifat yang larut dalam air, sehingga mudah diserap oleh tanaman Widijanto et al., 2013). Pupuk ZA memiliki jumlah kandungan Sulfur yang tinggi dibandingkan beberapa jenis pupuk sumber Sulfur lainnya.
Kandungan Sulfur dalam ZA
BM S
BM ZA
32
132
Kebutuhan pupuk ZA per ha yang perlu ditambahkan pada SLH A1 sebesar:
Kebutuhan pupuk ZA per ha yang perlu ditambahkan pada SLH A2 sebesar:
Tabel 12. Hasil padi dan kandungan Sulfur per SLH | ||
SLH |
Hasil padi (ton/ha) |
Sulfur (ppm) |
A1 |
5,14 |
86,20 |
A2 |
4,63 |
85,33 |
Sumber: Hasil BPTP, 2015 |
Wawancara dan |
Analisis Laboratorium |
100 ----%(12.3 24.24 v
Kandungan Sulfur di daerah penelitian tergolong tinggi dan dapat menyebabkan penurunan hasil tanaman padi. Hasil padi kedua SLH terlihat kurang
Kandungan unsur hara Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, tergolong tinggi. Agihan unsur hara Sulfur di tanah sawah, Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas, terbagi dalam dua SLH, SLH A1 sebesar 86,20 ppm dan SLH A2 sebesar 85,33 ppm. Rekomendasi takaran pupuk Sulfur untuk SLH A1 sebesar 10,64 kg S/ha dan SLH A2 sebesar 14,60 kg S/ha.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh penggunaan pupuk Sulfur terhadap hasil
tanaman padi di Wilayah Bendungan Arca Kiri, Kabupaten Banyumas

Gambar 2. Peta Kelerengan

Di gambar oleh :
Amanullah Thaariqa Tri Wibowo
A1L011060
Sumber :
1. Peta Administrasi Banyumas
2. Peta Penggunaan Lahan Banyumas (BAPPEDA, 2014)
PETA PENGGUNAAN LAHAN WILAYAH BENDUNGAN ARCA KIRI, KABUPATEN BANYUMAS

Legenda
/^/Sungai besar /xCzSungai kecil Z^x∕ Jalan raya
I I Pemukiman
^l Kebun
Sawah
HH Rumput
Gambar 3. Peta penggunaan lahan
DAFTAR PUSTAKA
Agustine, L., Teguh, W., Begananda. 2020).
Identifikasi Status Hara N Lahan Sawah Pada Daerah Irigasi Kedunglimus Arca Kiri, Di Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. Jurnal AGROSCRIPT Vol. 2 No. 1. Hal. 1020.
Aisyah, A., Suastika, I. W., & Suntari, R. 2017).
Pengaruh aplikasi beberapa pupuk sulfur terhadap residu, serapan, serta produksi tanaman jagung di Mollisol Jonggol, Bogor, Jawa Barat. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya
Lahan, 2 1), 93–101.
Danapriatna, N. 2008). Peranan sulfur bagi pertumbuhan tanaman. Paradigma, 9 1), 39– 52.
FAO. 2005. 20 Hal untuk Diketahui tentang Dampak Air Laut pada Lahan Pertanian di Provinsi NAD. Panduan Lapang FAO. United Nations Food and Agriculture Organization UNFAO). Jakarta.
Fisik, C. 2018). Kajian Peningkatan Kualitas Beras Merah (Oryza Nivara) Instan Dengan.
Jamilah, J., & Sarifuddin, S. 2013). Kajian Sifat
Kimia Tanah Sawah Dengan Pola Pertanaman Padi Semangka Di Desa Air Hitam Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara. Jurnal Agroekoteknologi Universitas Sumatera Utara, 1 4), 95824.
Hakim, N., Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. R. Saul, M. A. Diha, G. B. Hong, dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Hartatik, W. dan L. R. Widowati. 2010. Pupuk Kandang. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Horneck, D. A., D. M. Sullivan, J. S. Owen, and J. M. Hart. 2011. Soil Test Interpretation Guide. Oregon State University. United States.
Ismunadji, M. 1982. Pengaruh Belerang terhadap Komposisi Kimia dan Hasil Tanaman Padi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Makarim, A. K., U. S. Nugraha, dan U. G. Kartasasmita. 2000. Teknologi Produksi Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.
Najiyati, S. 1993. Sistem Penyaluran Air dalam Dampak Petunjuk Mengairi Tanaman.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sarjanti, E., & Sriwanto, S. 2015). ANALISIS TEKANAN PENDUDUK TERHADAP LAHAN PERTANIANDI KECAMATAN KEMBARAN KABUPATEN BANYUMAS. Geomedia: Majalah Ilmiah Dan Informasi Kegeografian, 13 1).
Siagian, A. S. 2011. Survei Pemetaan K-tersedia dan pH di Kebun Sukaluwei PT. NV PERIMEX Kec. Bangun Purba, Kab. Deli Serdang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Siswoputranto. 1976. Komoditi Ekspor Indonesia. Gramedia. Jakarta.
Sofyan, E. T. 2014). Potensi Belerang Dari Bokashi Eceng Gondok {Eichhornia Crassipes Martt.) solm} Dalam Meningkatkan Mutu Serta Hasil Padi Pada Inceptisols. Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian Dan Kehutanan, 13 2), 165–174.
Supartha, I. N. Y., Wijana, G., & Adnyana, G. M. 2012). Aplikasi jenis pupuk organik pada tanaman padi sistem pertanian organik. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika, 1 2), 98– 106.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.
Widijanto, H., Anditasari, N., & Suntoro, S. 2013). Efisiensi Serapan S dan Hasil Padi dengan Pemberian Pupuk Kandang Puyuh dan Pupuk Anorganik di Lahan Sawah Musim Tanam II). Sains Tanah-Journal of Soil Science and Agroclimatology, 8 1), 58–65.
Wihardjaka, A., & Poniman, P. 2015). Kontribusi Hara Sulfur terhadap Produktivitas Padi dan Emisi Gas Rumah Kaca di Lahan Sawah. Iptek Tanaman Pangan, 10 1).
Wiyati, I., Suntoro, H. Widijanto, dan Sudadi. 2015. Pengaruh Abu Vulkanik Kelud dan Pupuk Kandang terhadap Ketersediaan dan Serapan Sulfur pada Jagung di Tanah Alfisol. Jurnal EKOSAINS Vol. 7, No. 2. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Yuwono, N. W. 2004. Kesuburan Tanah. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
78
Discussion and feedback