Karakteristik Fisiko Kimia Nori Berbahan Dasar Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dan daun kelor Moringa oleifer L.
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO
Volume 6, Nomor 1, April 2021
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Karakteristik Fisiko Kimia Nori Berbahan Dasar Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dan Daun Kelor (Moringa oleifer L)
Physicochemical Characteristics of Kappaphycus alvarezii and Moringa Leaves (Moringa olaifera L.) Nori
Elsita Rambu Kahi*, James Ngginak, Merpiseldin Nitsae
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Biologi, Universitas Kristen Artha Wacana, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia
*email : [email protected]
Abstract
One of the East Nusa Tenggara marine commodities with great potential is seaweed. Various species of seaweed have the opportunity to be produced into nori. Nori is a sheet of seaweed that has a high nutritional content. The aims of the study are to determine the physical, organoleptic and chemical content of nori products made from Kappaphycus alvarezii seaweed and (Moringa oleifera L) leaves. This research method used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 3 replications. The analysis of data used one way Anova. The treatment formulations used were T1 (100% Kappaphycus alvarezii), T2 (80% Kappaphycus alvarezii 20% Moringa leaves), and T3 (60% Kappaphycus alvarezii 40% Moringa leaves). The results showed that T3 was proven to be used as an alternative raw material for making nori. Based on the physical and chemical characteristics, the texture of T3 has a more significant level of difference with a value of 54.00%, while the protein content of T3 is 0.043%. The best as content value is 70% in T1, the organoleptic test results related to the nori color parameter based on the one way anova analysis showed that the color had no significant effect so it was not continued in the DMRT test but based on the results of the observations of the morphological panelists with a brownish color, namely T3 is more color interesting. Meanwhile, the organoleptic test for the taste aspect based on the one-way anova analysis and the DMRT follow-up test showed that there was a significant effect on the first treatment, namely 51.00%.
Keywords: Nori, Kappaphycus alvarezii, moringa leaves, chemical-physical characteristics.
Abstrak
Salah satu komoditi perairan NTT yang sangat potensial adalah rumput laut. Berbagai macam spesis rumput laut berpeluang untuk diproduksi menjadi nori. Nori adalah lembaran rumput laut yang memiliki kandungan nutrisi tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui karakteristik fisikokimia produk nori yang berbahan dasar rumput laut Kappaphycus alvarezii dan daun kelor (Moringa oleifera L.) Metode peneletian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Analisis data menggunakan one-way Anova (anova satu jalur), kemudian dilanjutkan dengan Duncan’s New Multiple Range (DNMRT). Perlakuan yang digunakan adalah nori formulasi rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan daun kelor yaitu P1 (100% Kappaphycus alvarezii), P2 (80% Kappaphycus alvarezii: 20% daun kelor) dan P3 (60% Kappaphycus alvarezii: 40% daun kelor). Hasil penelitian menunjukan bahwa formulasi Kappaphycus alvarezii dan daun kelor terbukti dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan nori. Nori Kappaphycus alvarezii dan daun kelor memiliki kandungan protein 0,043 %, kadar abu 70 %, hasil uji organoleptik terkait parameter warna nori menunjukan warna hijau kecoklatan. Sedangkan uji organoleptik untuk aspek tekstur menunjukan pengaruh yang signifikan yakni pada perlakuan ketiga (P3 54,00%). Uji organoleptik untuk aspek rasa menunjukan terdapat pengaruh yang signifikan pada perlakuan kesatu (P1 51,00%).
Kata kunci: Nori, Kappaphycus alvarezii, daun kelor, karakteristik fisikokimia
PENDAHULUAN
Salah satu komoditi perairan NTT yang sangat potensial adalah rumput laut. Rumput laut
merupakan tumbuhan tingkat rendah yang tidak dapat dibedakan antara akar, batang dan daun. Spesies ini disebut juga tumbuhan thalophyta. Alga atau seaweed dikenal sebagai tumbuhan thallus
Elsita Rambu Kahi, James Ngginak, Merpiseldin Nitsae. 2021. Karakteristik Fisiko Kimia Nori Berbahan Dasar Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dan Daun Kelor (Moringa oleifer L). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 6, No. 1, 2021. Hal. 39-46
karena tidak memiliki akar batang dan daun sejati. Rumput laut dikelompokkan menjadi 3 macam berdasarkan kandungan pigmen yaitu Rhodophyceae (merah), Phaeophyceae (coklat) dan Chlorophyceae (hijau). Pigmen, vitamin, serat, protein, karaginan dan bahan mineral merupakan unsur penting yang terkandung dalam rumput laut (Lalopua, 2017). Komposisi kimia yang terakumulasi dalam rumput laut menjadikan rumput laut sebagai salah satu komoditas unggulan yang permintaannya terus meningkat dalam bidang industri. Dalam dunia industri, rumput laut digunakan untuk keperluan industri kosmetik, pangan, obat-obatan dan pakan ternak (Sulistiani, 2014).
Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut dari kelompok Rhodophyta yang memiliki nilai ekonomi. Alga merah jenis Kappaphycus alvarezii memiliki ciri-ciri yaitu thallus silindiris, permukaan licin dan berwarna hijau hingga kuning. Penampakan thallus pada Kappaphycus alvarezii bervariasi mulai dari bentuk yang sederhana sampai pada bentuk yang kompleks. Jenis alga ini memiliki kandungan kimia yang terdiri dari protein, lipid, karbohidrat, mineral, vitamin C, dan vitamin E. Alga ini juga dikenal sebagai penghasil hidrokoloid (agar, karagenan dan alginat) yang digunakan sebagai pengental (thickening) dan pembuat gel (gelling agent) pada berbagai industri terutama industri pangan. Pemanfaatan rumput laut dalam dunia industri tidak hanya sebatas untuk industri pangan tetapi juga diaplikasikan dalam industri kosmetik dan farmasi. Secara ekonomis Kappaphycus alvareziimempunyai peranan penting dalam meningkatkan taraf ekonomi masyarakat (Sumadi et al., 2017)
Sejauh ini optimalisasi penggunaan Kappaphycus alvarezii sebagai bahan pangan telah banyak dilakukan. Salah satu bentuk olahan pangan berbahan dasar rumput laut yang familiar di tengah masyarakat adalah nori. Nori merupakan makanan yang dikonsumsi setelah dikeringkan dan dipanggang dalam bentuk lembaran tipis (Napitupulu, 2018). Negara seperti Indonesia, Jepang, Cina dan Korea memanfaatkan nori sebagai salah satu menu utama dalam penyajian makanan (Ihsan et al., 2016). Sebagai bentuk upaya dalam peningkatkan pendapatan petani Kappaphycus alvarezii dan nilai ekonomi Kappaphycus alvarezii di Kabupaten Kupang maka dalam penelitian ini penulis ingin melakukan pengembangan produk nori berbahan dasar Kappaphycus alvarezii yang diperoleh dari petani rumput laut di Kabupaten Kupang.
Kualitas suatu produk pangan memiliki hubungan erat dengan sifat dari bahan pangan itu sendiri seperti komposisi kimia, rasa, warna dan aroma. Komponen kimia adalah senyawa kimia yang terkandung seperti vitamin dan mineral pada bahan pangan. Menurut
Winarno (2010) Karakteristik kimia sebuah produk pangan mencakup: air (moisture), abu (ash), protein kasar (crude protein), lemak kasar (ether extract), dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (nitrogen free extract). Menurut Lalopua (2017), produk nori mengandung protein 5,13%, karbohidrat 70,26%, lemak 0,94%, kadar air 9,81%, kadar abu 13,86%, iodium 27,34 ppm dan serat kasar 12,05%. Perlu diketahui pula bahwa suatu produk nori memiliki sifat fisik dan kimia yang berbeda tergantung jenis rumput laut yang digunakan, habitat, spesies dan lokasi. Dalam penelitian ini peneliti mengkombinasi rumput laut Kappaphycus alvarezii dan daun kelor Moringa oleifera L. Pemanfaatan daun kelor bertujuan untuk meningkatkan kepekatan warna hijau, varian cita rasa dan kandungan daun kelor yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Dalam penelitian Lalopua ( 2017) sifat fisik dan kimia nori mempunyai pengaruh pada proses pengolahan terjadi degradasi warna sehingga bubur rumput laut yang dihasilkan berwarna putih keruh. Pemanfaatan daun kelor dalam pembuatan nori bertujuan untuk meningkatkan kepekatan warna hijau, varian cita rasa dan kandungan daun kelor yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Dalam penelitian Asmara (2015) sifat fisik dan kimia nori mempunyai pengaruh pada proses pengolahan terjadi degradasi warna sehingga bubur rumput laut yang dihasilkan berwarna putih keruh. Oleh karena itu, produk olahan rumput laut kurang menarik sehingga perlu dilakukan kombinasi dengan bahan lain. Adanya klorofil dan kandungan gizi yang tinggi pada daun kelor dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia nori yang dihasilkan. Adanya klorofil dan kandungan gizi yang tinggi pada daun kelor dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia nori yang dihasilkan. Dengan demikian penelitian ini memberikan inovasi rasa nori yang berbeda dengan nori yang ada dipasaran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kandungan fisik dan kima produk nori Kappaphycus alvarrezii dan daun kelor Moringa oleifera L.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan Agustus hingga September 2020. Pengambilan sampel Kappaphycus alvarezii berlangsung pada area Pantai Tablolong Kabupaten Kupang Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Penelitian selanjutnya dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang.
Bahan yang digunakan adalah rumput laut Kappaphycus alvarezii yang diperoleh dari pantai Tablolong Kabupaten Kupang, daun kelor, saos tiram, cuka dapur, minyak wijen, garam dapur dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis protein adalah Bovine Serum Albumin (BSA) merk sigma,
natrium karbonat (Na2CO3) merk pudak scientific, cupri Sulfat (CuSO4) merk emsure, natrium hidroksida (NaOH) merk emsure dan pottasium sodium tartrat merk emsure.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, blender, panci, gelas, pengaduk, kompor, loyang, oven, alat tulis dan kamera. Alat yang digunakan dalam pengujian kadar protein yaitu spektrofotometer UV-Visible, vortex, kuvet kuarsa, plastik, pipet mikro, pompa bulp gelas dan kertas saring. Alat yang digunakan dalam pengujian kadar abu adalah furnace, cawan porselen, tang penjepit, timbangan analitik dan desikator.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan. Analisis data menggunakan one-way Anova (anova satu jalur), kemudian dilanjutkan dengan Duncan’s New Multiple Range (DNMRT). Perlakuan yang digunakan adalah nori formulasi rumput laut Kappaphycus alvarezii dengan daun kelor yaitu P1 (100% Kappaphycus alvarezii), P2 (80% Kappaphycus alvarezii : 20% daun kelor) dan P3 (60% Kappaphycus alvarezii : 40% daun kelor). Desainnya disajikan dalam Tabel 1 (Ihsan et al., 2016)
Tabel 1. Formulasi dalam pembuatan nori dengan perbandingan rumput laut Kappapychus alvarezii dan daun kelor.
Komponen bahan |
V1 |
Perlakuan V2 |
V3 |
Kappaphycus alvarezii (g) |
250 |
200 |
150 |
Daun kelor (g) |
0 |
50 |
100 |
Air (mL) |
150 |
150 |
150 |
Cuka beras (mL) |
150 |
150 |
150 |
Garam (g) |
1 |
1 |
1 |
Soas tiram (mL) |
2 |
2 |
2 |
Minyak wijen (mL) |
2 |
2 |
2 |
Langkah-langkah penelitian Rumput laut Kappaphycus alvarezii dan daun kelor dibersihkan lalu direndam dalam larutan cuka. Perendaman dilakukan dengan rasio Kappaphycus alvarezii (g) : air (mL) : cuka beras (mL) = 25 : 50 : 1 dan daun kelor (g) : air (mL): garam (g) = 25 : 50 : 1. Setelah itu rumput laut Kappaphycus alvarezii dicuci kembali dengan air, dicampur sesuai formulasi dan dihaluskan menggunakan blender sampai terbentuk bubur rumput laut. Kemudian rumput laut dan daun kelor yang telah halus menyerupai bubur, dimasak dalam panci hingga mendidih selama 30 menit. Selama proses pemasakan, bubur rumput laut dan daun kelor ditambahkan bahan-bahan bumbu dengan perbandingan minyak wijen (mL), saos tiram (mL) dan garam (g) = 2 : 2 : 1. Proses selanjutnya nori dicetak pada loyang alumunium ukuran 20×20 cm
yang telah dialasi kain saring (ketinggian larutan 3 mm) dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 80 oC selama 5 jam.
Selanjutnya dilakukan Pengujian organoleptik untuk mengetahui kualitas nori menggunakan metode hedonic scale scoring. Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih. Panelis semi terlatih merupakan panel yang terdiri dari 15-25 orang yang dapat mengetahui sifat sensorik tertentu (Asih, 2018). Adapun panelis yang digunakan sebanyak 20 orang terdiri dari golongan mahasiswa gemar makanan ringan untuk menilai masing-masing atribut yang dimiliki nori. Atribut-atribut yang dinilai meliputi warna, tekstur dan rasa.
Tabel 2. Skor pengujian rasa, warna dan tekstur nori
No Skor Warna Tekstur Rasa
1 |
3 |
Suka |
Suka |
Suka |
2 |
2 |
Cukup |
Cukup |
Cukup |
suka |
suka |
suka | ||
3 |
1 |
Tidak |
Tidak |
Tidak suka |
suka |
suka |
Sumber: Rantesuba, 2017.
Kemudian Pengujian protein dilakukan dengan metode Lowry menggunakan spektrofotometer (Slamet dkk., 1990). Prosedur pertama adalah pembuatan pereaksi untuk protein dengan metode lowry: Pereaksi A : Na2CO3 25 g + NaOH 25 mL, Pereaksi B : 1 g CuSO4.5H2O 100 mL, Pereaksi C : 2 g Na K. Tartarat 100 mL, Pereaksi D : 15 mL Pereaksi A + 0,75 mL Pereaksi B + 0,75 mL Pereaksi C dan Pereaksi E : 5 Ml follin + aquades 50 mL Prosedur penentuan kurva standar protein: 1 mL larutan stok BSA dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi: 0 (blanko), 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm larutan stok BSA yang telah dihomogenkan dengan 100 mL aquades. 1 mL reagen Lowry D ditambahkan ke dalam tabung reaksi masing-masing, dihomogenkan dan didiamkan selama 10-15 menit pada suhu kamar. Kemudian ditambahkan 1 ml pereaksi reagen Lowry E ke dalam masing-masing tabung reaksi. Dihomogenkan dengan cepat setelah penambahan. Dibiarkan selama ± 45 menit hingga terbentuk warna biru. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam Kuvet dan dilakukan pembacaan pada Spektrofotometer UV-Vis untuk mencari panjang gelombang maksimum yaitu 590 nm dan dibuat kurva standar.
Penyiapan sampel untuk penetapan protein: ditimbang sebanyak 1 gr sampel nori, kemudian dihaluskan dengan menambahkan 200 ml aquades dan disaring ekstraknya. Kemudian diambil 1 mL sampel ditambahkan 1 ml reagen D divortex kemudian didiamkan selama 10 menit tambah 1 ml reagen E vortex dan diamkan selamat 45 menit. Diulangi langkah ini pada masing-masing sampel dan
dilanjutkan dengan penaraan absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 590 nm. Kemudian ditentukan kadar protein dari absorban yang didapat dari larutan sampel dengan menggunakan kurva standar di atas dan dihitung pengenceran sampel yang telah dilakukan.
Pengujian kadar abu menggunakan metode gravimetri. Prinsipnya adalah pembakaran bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air dan karbondioksida tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini disebut abu. Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105ºC. Cawan didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B) kemudian dibakar di atas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550- 600ºC sampai pengabuan sempurna. Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Penentuan kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.
Kadar abu (%) — %100%
' ' B-A
Keterangan :
A : berat cawan kosong (g)
B : berat cawan + sampel awal (g)
C : berat cawan + sampel kering (g)
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif untuk uji kadar abu dan kadar protein sedangkan untuk uji organoleptik menggunakan bantuan komputer program SPSS dengan uji Anova satu jalur (One-way Anova). Jika berpengaruh maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nori Kappaphycus alvarrezii dan Daun Kelor
Pembuatan nori dilakukan dengan formulasi rumput laut Kappaphycus alvarrezii dan daun kelor. Pada penelitian ini terbukti rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan nori. Hal ini terlihat dari karakter nori hasil penelitian yang menyerupai nori komersial. Nori yang dihasilkan dari hasil penelitian berwarna hijau muda kecoklatan, dengan tekstur menyatu, tidak mudah sobek dan rasa nori yang khas. Karakteristik nori hasil penelitian dapat dilihat pata tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik fisik secara kualitatif pada formula nori berbahan dasar kappaphycus alvarrezii dan
daun kelor
Nori komersial (100% Porphyra)
Hitam kecoklatan, teksturnya menyatu, tidak mudah sobek dan asin
P1 (100% Kappaphycus alvarezii)
P2 (80% Kappaphycus alvarezii 20% daun kelor)
P3 (60% Kappaphycus alvarezii 40% daun kelor)
Putih keabu-abuan, teksturnya rapuh/keras dan asin
Hijau muda kecoklatan, teksturnya menyatu, tidak mudah sobek dan rasa tidak terlalu asin
Hijau kecoklatan, tekstur menyatu, tidak mudah sobek dan tidak asin
(b)
(c) (d)
Gambar 1. Pembentukan nori formulasi Kappaphycus alvarrezii dan daun kelor (a): Nori komersial (b): Nori 100% Kappaphycus alvarrezii (c): Kappaphycus alvarrezii 80% daun kelor 20% (d): Kappaphycus alvarrezii 60% daun kelor 40%
Menurut (Putri dan Ningtyas, 2017) penentuan mutu suatu produk makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain warna, rasa, tekstur dan nilai gizi.
Uji organoleptik
Warna
Warna merupakan salah satu atribut mutu yang sangat penting pada bahan atau produk pangan. Pada umumnya konsumen akan mendapatkan kesan suka dan tidak suka terhadap suatu produk ditentukan oleh faktor warna. Hasil analisis warna nori dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji one-way anova terhadap parameter warna nori
Sum of Squares |
Df |
Mean Square |
F |
Sig. | |
Between |
27.583 |
3 |
9.194 |
2.904 |
.101 |
Groups | |||||
Within |
25.333 |
8 |
3.167 | ||
Groups | |||||
Total |
52.917 |
11 |
Berdasarkan analisis anova hasil penelitian menunju kan bahwa nilai F hitung 2,904 dengan taraf signifikan 0,101 lebih besar > 0,05 yang artinya perlakuan dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan terhadap warna nori. Dapat diasumsikan bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Dengan demikian maka penelitian tidak perlu dilanjutkan pada tahapan uji DMRT. Pada hasil penelitian tampak jelas bahwa formulasi Nori Berbahan Dasar Kappaphycus alvarezii dan daun kelor tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai kesukaan warna pada setiap perlakuan adalah ekspresi pigmen yang sesungguhnya terdapat dalam Kappaphycus alvarezii dan daun kelor. Menurut Pesang et al., (2020) dalam rumput laut terlebih Kappaphycus alvarezii terdapat pigmen klorofil a, klorofil d dan fikobiliprotein (R-fikosianin, allofikosianin serta fikoeritrin). Sedangkan menurut Gopalakrishnan et al., (2016) daun kelor mengandung pigmen klorofil sebesar 4,9 gram per 30 gram ekstrak daun kelor. Terkait kandungan pigmen yang tampak pada nori menunjukan bahwa warna (hijau pucat dan kuning) yang terbentuk pada nori kemungkinan besar telah mengalami degradasi akibat proses penyimpanan, pembersihan dan pemasakan. Warna kuning yang terbentuk merupakan bagian dari terbentuknya pigmen Carotenoid akibat degradasi pigmen klorofil (Pesang dkk., 2020). Pigmen atau zat warna pada tumbuhan juga sebagai aksesoris untuk proses fotosintesis dan bagi hewan sebagai bentuk pertahanan diri terhadap predator (Ngginak et al., 2017).
Tekstur
Kualitas bahan pangan secara kualitatif selain ditentukan oleh warna bahan pangan tetapi juga ditentukan oleh tekstur. Tekstur nori yang menyatu dan elastis adalah syarat utama dalam industri nori. Hasil uji organoleptik tekstur nori ditunjukan pada tabel5.
Tabel 5. Hasil uji DMRT terhadap tekstur nori.
Tekstur |
N |
Subset for alpha = 0.05 | |
1 |
2 | ||
P1 |
3 |
49.00b | |
P2 |
3 |
50.00b | |
P0 |
3 |
53.33b | |
P3 |
3 |
**54.00a | |
Sig. |
.335 |
1.000 |
Keterangan: ** Nilai beda sangat nyata uji DMRT, P0: nori komersial, P1: 100% Kappaphycus alarezii, P2: 80% Kappaphycus alarezii 20% daun kelor, P3: 60 % Kappaphycus alarezii 40% daun kelor.
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada tabel 5, diketahui bahwa perlakuan P3 memiliki tingkat perbedaan yang lebih nyata (54,00). Hal ini disebabkan oleh karena nori pada pada P3 menurut para panelis memiliki tekstur yang halus, menyatu dan elastis sehingga dapat dengan muda digulung dengan nasi pada saat pembuatan sushi. Kombinasi antara serat daun kelor dan polimer rumput laut menjadikan nori hasil penelitian lebih elastis. Serat daun kelor dan polimer atau keraginan yang tinggi pada rumput laut meningkatkan elastisitas nori. Menurut Rahman (2018) kandungan keragenan pada rumput laut Kappaphycus alvareziisebesar 43.3%. sedangkan menurut Sumadi et al., (2017) kandungan serat pada kelor sebesar 23,57%.
Rasa
Rasa merupakan salah satu aspek penentuan kualitas bahan pangan. Rasa bahan pangan dideteksi oleh indera perasa (lidah). Rasa terkait bahan pangan mencakup manis, pahit, asam dan asin. Hasil uji organoleptik rasa nori ditunjukan pada table 6.
Berdasarkan hasil uji lanjut DMRT pada table 6, menunjukkan bahwa perlakuan P1 memiliki tingkat perbedaan yang lebih nyata dengan nilai 51,00. Hal ini disebabkan oleh karena pada perlakuan P1 menghasilkan cita rasa original rumput laut. Menurut keterangan dari panelis bahwa mereka lebih menyukai rasa nori perlakuan pertama (P1). Hal karena Formulasi nori P1 100 % Kappaphycus alvarezii. Perlakuan P2 dan P3 kurang diterima oleh panelis karena akibat formulasi penambahan daun kelor. Pembuatan nori juga menggunakan bahan penguat rasa seperti saos tiram, minyak wijen dan garam. Beberapa nori yang dijual di pasaran telah
ditambahkan penguat rasa seperti garam, kecap dan cuka (Zakaria & Priosoeryanto, 2017).
Tabel 6. Uji Lanjut DMRT rasa nori.
Subset for alpha = 0.05
Rasa |
N |
1 |
2 |
P0 |
3 |
46.67b | |
P3 |
3 |
46.67b | |
P2 |
3 |
48.00b | |
P1 |
3 |
**51.00a | |
Sig. |
.260 |
1.000 |
Keterangan: ** Nilai beda sangat nyata uji DMRT, P0: nori komersial, P1: 100% Kappaphycus alarezii, P2: 80% Kappaphycus alarezii 20% daun kelor, P3: 60 % Kappaphycus alarezii 40% daun kelor
Uji protein
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Lowry menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 590 nm. Gambar hasil kurva standar BSA (Bovin Serum Albumin) dapat dilihat pada gambar 4.2.
Berdasarkan gambar 2 tersebut dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi BSA (Bovin Serum
Albumin) maka nilai absorbansinya juga semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsentrasi dan absorbansi. Nilai persamaan regresi linear dalam penelitian ini yaitu 0,997 (R2). Nilai tersebut menunjukkan korelasi antara konsentrasi dan absorbansi linear. Menurut Hadi & Asiah, (2015) jika nilai lineritas atau R2 mendekati satu atau sama dengan satu menunjukkan persamaan tersebut semakin baik dan linear. Hasil pengukuruan total kadar protein dalam nori tertera pada table 7.
y = 0.0349x + 0.003 R² = 0.9974
0.20
0.18
0.16
0.14
0.12
o 0.10
< 0.08
0.06
0.04
0.02
0.00
0123456
Konsenterasi mg/L
Gambar 2. Kurva Standar BSA
Tabel 7. Hasil analisis larutan sampel pada 2 g nori untuk penetapan kadar protein
Sampel |
Absorbansi |
Rata-rata absorbansi |
Konsentrasi sampel (ppm) |
Kadar protein %) | ||
I |
II |
III | ||||
Nori P0 |
0,175 |
0,175 |
0,175 |
0,175 |
50,58 |
0,050 |
Nori P1 |
0,100 |
0,100 |
0,100 |
0,100 |
28,52 |
0,028 |
Nori P2 |
0,135 |
0,136 |
0,136 |
0,135 |
38,82 |
0,038 |
Nori P3 |
0,152 |
0,152 |
0,152 |
0,152 |
43,82 |
0,043 |
Keterangan: P0: nori komersial, P1: 100% Kappaphycus alarezii, P2: 80% Kappaphycus alarezii 20% daun kelor, P3:
60 % Kappaphycus alarezii 40% daun kelor
Data pengukuran kadar protein di atas menunjukan bahwa kadar protein perlakuan P3 60% Kappaphycus alvarezii dan 40% daun kelor. Kombinasi rumput laut dan daun kelor dapat meningkatkan kandungan protein nori. Menurut Tamaheang et al., (2017) rumput laut Kappaphycus alvarezii memiliki kandungan protein sebesar 5,12% dan menurut Gopalakrishnan et al., (2016), daun kelor mengandung 6,7%. Namun pada perlakuan P1 yakni 100% Kappaphycus alvarezii nilai proteinnya 0,028% relatif rendah dari perlakuan yang diformulasi dengan daun kelor, hal ini disebabkan kerena perlakuan P1 tanpa penambahan daun kelor sehingga nilai proteinnya relative lebih rendah dibandingkan P2 dan P3. Selain itu berkurangnya nilai protein juga disebabkan karena pengaruh pengolahan nori. Proses ini menyebabkan protein
mengalami kerusakan atau denaturasi. Menurut Sumadi et al., (2017), kandungan protein dalam bahan pangan mulai mengalami denaturasi akibat suhu panas yang berlebihan. Pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi. Saat terjadi proses pengolahan suhu panas mempengaruhi komposisi kimia nori sehingga mengakibatkan rusaknya asam amino dan menurunkan sifat fungsional protein (Ikhsan et al., 2018). Pernyataan serupa dikemukan oleh Virgiansyah (2018), bahwa proses pengeringan dan suhu panas mengakibatkan protein mengalami denaturasi. Denaturasi protein adalah fenomena transformasi struktur protein yang berlipat menjadi terbuka. Akibat denaturasi menyebabkan protein rusak sehingga konsentrasi protein menurun.
Uji Kadar Abu
Kadar Abu dalam bahan pangan menunjukan jumlah mineral yang terkandung didalamnya. Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengetahui besarnya kandungan mineral yang terdapat dalam bahan pangan. Menurut Ihsan et al., (2016), abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik yang berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh. Data hasil pengukuran kadar abu nori formulasi rumput laut Kappaphycus alvarrezii dan daun kelor dapatdilihT Pd Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Pengukuran Kadar Abu Nori
Perlakuan Kadar Abu (%)
P0 8,0 P1 7,0 P2 6,0 P3 5,0
Keterangan: P0: nori komersial, P1: 100% Kappaphycus alarezii, P2: 80% Kappaphycus alarezii 20% daun kelor, P3: 60 % Kappaphycus alarezii 40% daun kelor
Berdasarkan hasil pengukuran pada tabel diatas menunjukkan bahwa perlakuan P1 kadar abu sebesar 7,0%. Hal ini karena pada perlakuan P1 terdiri dari 100 % rumput laut Kappaphycus alvarezzi yang merupakan jenis rumput laut merah yang kaya akan mineral. Hal ini didukung juga oleh pernyataan Lalopua, (2017), bahwa rumput laut Kappaphycus alarezii kaya akan mineral dan mengandung lebih banyak vitamin, dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran dan buah-buahan lainnnya.
Hasil penelitian Zakaria & Priosoeryanto (2017) dilaporkan bahwa kadar abu nori formulasi Ulva lactuca dan Eucheuma cottonii sebesar 8,86 % dan nori dari Gracilaria sp. 4,36–7,26%. Adanya perbedaan kadar abu dapat terjadi karena perbedaan spesies rumput laut yang digunakan, habitat tempat tumbuh rumput laut tersebut dan cara pengolahan atau prosedur yang diterapkan. Menurut Lalopua (2017), perbedaan kadar abu rumput laut dapat dipengaruhi oleh bentuk penanganan dan pengolahan, selain itu dipengaruhi, umur panen, variasi musim, spesies dan variasi fisiologi rumput laut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nori formulasi Kappaphycus alvarezii dan daun kelor terbukti dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan nori. Berdasarkan karakter fisik dilihat dari warna nori menunjukan warna hijau kecoklatan, tekstur menyatu dan elastic. Sedangkan untuk karakteristik kimia dilihat dari uji protein nori menunjukan pada perlakuan ke-3 sebesar (0,043%)
dan uji kadar abu nori hasil penelitian menunjukan pada perlakuan ke-1 sebesar (P1 7,0%). Oleh karena itu nori formulasi Kappaphycus alvarezii dan daun kelor berpotensi untuk dijadikan produk makanan.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan Terima kasih disampaikan kepada Universitas Kristen Artha Wacana, Laboratorium Program studi Pendidikan Biologi, para dosen, orang tua dan semua pihak yang terlibat.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, I. P. (2018). Kajian formulasi daun singkong (manihot esculenta) dan rumput laut (eucheuma cottonii) terhadap sifat sensori dan kimia nori (Skripsi). Bandar Lampung.
Universitas Lampung
Gopalakrishnan, L., Doriya, K., & Kumar, D. S. (2016). Moringa oleifera: A review on
nutritive importance and its medicinal
application. Food Science and Human
Wellness, 5(2), 49–56.
Https://doi.org/10.1016/j.fshw.2016.04.001
Hadi, A., & Asiah, A. (2015). Penentuan Batas Linearitas Metode Pengujian Air Raksa Dalam Air Secara Spektrofotometri Serapan Atom Uap Dingin Sesuai Sni 6989.78 : 2011. Jurnal Ecolab, 9(1), 36–45.
Https://doi.org/10.20886/jklh.2015.9.1.36-45
Ihsan, F., Pertanian, F. T., & Andalas, U. (2016). Pembuatan nori dengan pemanfaatan kolang-kaling sebagai bahan substitusi rumput laut jenis. [skripsi] Padang: Universitas Andalas.
Ikhsan, M., Muhsin, M., & Patang, P. (2018). Pengaruh variasi suhu pengering terhadap mutu dendeng ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 2(2), 114.
Https://doi.org/10.26858/jptp.v2i2.5166
Lalopua, V. M. N. (2017). Karakteristik nori tiruan menggunakan bahan baku alga Hypnea saidana DAN Ulva conglubata dari perairan Maluku. Majalah BIAM, 13(2), 33.
Https://doi.org/10.29360/mb.v13i2.3529
Napitupulu, K. D. Y. (2018). Deskripsi dan uji organoleptik klon – klon daun ubi kayu sayur (Manihot esculenta crantz) [Skripsi] Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung
Ngginak, J., Mangibulude, J. C., & Rondonuwu, F. S. (2017). The Identification of Carotenoids and Testing of Carotenoid Antioxidants from Sand Lobster (Panulirus homarus) Egg Extract. ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences, 22(3), 155.
Https://doi.org/10.14710/ik.ijms.22.3.155-160
Pesang, M. D., Ngginak, J., Kase, A. G. O., & Bisilissin, C. L. B. (2020). Komposisi Pigmen pada Ulva sp., Padina australis dan Hypnea sp. Dari Pantai Tablolong Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Kelautan Tropis, 23(2), 225– 233. Https://doi.org/10.14710/jkt.v23i2.5912
Putri, R. C. T., & Ningtyas, S. A. (2017). Laporan tugas akhir pembuatan nori dari rumput laut campuran jenis Ulva lactuca linnaeus dan Glacilaria sp. [skripsi]Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Rahman, S. Adi. (2018). Pertumbuhan dan kandungan karaginan rumput laut Kappaphycus alvarezii pada dosis mikroorganisme lokal (mol) buah maja. 02(01), 1–8.
Https://doi.org/10.31227/osf.io/gxm75
Rantesuba, N. A. 2017. Pengaruh Penambahan Sukrosa Terhadap Karakteristik Organoleptik, Waktu Leleh dan Overrun Es Krim Rasa Kopi. Skripsi. Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makasar.
Slamet, D.S., M.K. Mahmud, Muhilal, D. Fardiaz, dan Simarmata. 1990. Pedoman Analisis Zat Gizi. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Dirjen Bina Gizi Masyarakat.
Sulistiani, E. (2014). Kultur Jaringan Rumput Laut Kotoni (Kappaphycuz alvarezii). Bogor.
Seameo Biotrop.
Sumadi, S., Subrata, A., & Sutrisno, S. (2017). Produksi Protein Total dan Kecernaan Protein Daun Kelor Secara In Vitro. Jurnal Sain Peternakan Indonesia, 12(4), 419–423.
Https://doi.org/10.31186/jspi.id.12.4.419-423
Tamaheang, T., Makapedua, D. M., & Berhimpon, S. (2017). Kualitas rumput laut merah (kappaphycus alvarezii) dengan metode pengeringan sinar matahari dan cabinet dryer, serta rendemen semi-refined carrageenan (SRC). Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(2), 58.
Https://doi.org/10.35800/mthp.5.2.2017.1492 5
Virgiansyah, R. (2018). Uji kandungan protein dan organoleptik susu biji lamtoro gung (Leucaena leucocephala) [skripsi] Fakultas Tarbiyah dan keguruan. Lampung
Winarno, F.G.2010. Enzim Pangan. Bogor: M-Brio Press
Zakaria, F. R., & Priosoeryanto, B. P. (2017).
Karakteristik nori dari campuran rumput laut ulva lactuca dan eucheuma cottonii 23–30. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 12(1), 23-30
https://doi.org/10.15578/jpbkp.v12i1.
41
Discussion and feedback