Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian

AGROTECHNO

Volume 5, Nomor 2, Oktober 2020

ISSN: 2503-0523 e-ISSN: 2548-8023

Aktivitas Antioksidan dan Evaluasi Sensoris Teh Herbal Bunga Gumitir (Tagetes erecta L.)

Antioxidant Activity and Sensory Evaluation of Gumitir Flower Herbal Tea (Tagetes erecta L.)

I Gusti Ngurah Bagus Pranantha Bistara Kusuma*, Ni Komang Ayu Nila Ratna Auriel Gabriella Kalalinggi, I Wayan Rai Widarta

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstract

Gumitir flower benefits for health because its bioactive components contain flavonoids, phenols, and carotenoids like lutein make gumitir flower is potentially used as herbal tea. The research was conducted to obtain the appropriate gumitir flower tea drying technique to produced gumitir herbal tea containing high bioactive and antioxidant components and good sensory. Drying were carried out with 5 different techniques, namely sun drying, oven drying, cold drying, air drying, and roasting drying. Parameters observed include water content, total phenol content, total flavonoid content, antioxidant activity IC50), and sensory evaluation of gumitir flower herbal tea color, aroma, taste, and overall reception). The results showed that cold drying produced herbal tea with the best characteristics: water content, total phenol content, total flavonoid content, IC50 was 6.86%, 83.88 mg GAE/g extract, 373.06 mg QE/g extract, and was 257.65 mg/L, respectively. In addition, its sensory characteristics were most preferred with a rather typical aroma of gumitir flower, taste not sour, and yellowish red.

Keywords: gumitir flower, herbal tea, antioxidant activity, sensory evaluation

Abstrak

Bunga gumitir memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan karena mengandung komponen bioaktif, yaitu flavonoid, fenol, dan karotenoid berupa lutein sehingga sangat berpotensi digunakan sebagai teh herbal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pengeringan teh herbal bunga gumitir yang tepat sehingga menghasilkan karakteristik teh herbal bunga gumitir dengan komponen bioaktif dan antioksidan yang tinggi serta sensoris yang baik. Pengeringan dilakukan dengan 5 teknik yang berbeda, yaitu pengeringan matahari, pengeringan oven, pengeringan dingin, pengeringan udara, dan pengeringan sangrai. Parameter yang diamati meliputi kadar air, total fenol, total flavonoid, aktivitas antioksidan IC50) serta evaluasi sensoris teh herbal bunga gumitir warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengeringan dingin mampu menghasilkan teh herbal dengan karakteristik terbaik: kadar air, total fenol, total flavonoid, dan IC50 masing-masing sebesar 6,86%, 83,88 mg GAE/g ekstrak, 373,06 mg QE/g ekstrak, dan 257,65 mg/L. Cara pengeringan dingin juga menghasilkan karakteristik sensoris paling disukai dengan aroma agak khas bunga gumitir, rasa tidak asam, dan berwarna merah kekuningan.

Kata Kunci: bunga gumitir, teh herbal, aktivitas antioksidan, evaluasi sensoris

PENDAHULUAN

Teh herbal merupakan salah satu jenis minuman herbal yang terbuat dari daun, biji, bunga atau akar berbagai tanaman. Minuman ini memiliki aroma dan rasa yang khas dengan kandungan komponen bioaktifnya yang bermanfaat baik bagi kesehatan. Berbagai jenis tanaman dapat diolah menjadi teh herbal, salah satunya yaitu bunga gumitir. Bunga gumitir merupakan salah satu bagian dari tanaman gumitir (Tagetes erecta L.) yang mempunyai

kandungan komponen bioaktif, yaitu fenol (25,77 mg GA/g), flavonoid (20,59 QT/g), dan karotenoid berupa lutein (20,59 mg LT/g) (Ingkasupart et al., 2015). Senyawa polifenol yang ditemukan pada bunga gumitir adalah golongan flavonol yaitu laricitrin dan glikosidanya (Moliner et al., 2018). Shetty et al., (2015) melaporkan bahwa hasil studi toksikologi fraksi air dan etanol bunga gumitir bersifat aman dan tidak beracun serta ekstrak bunga gumitir dapat dimanfaatkan sebagai analgesik dan anti peradangan. Siddhu dan Saxena (2018)

I Gusti Ngurah Bagus Pranantha Bistara Kusuma. Ni Komang Ayu Nila Ratna. Auriel Gabriella Kalalinggi. I Wayan Rai Widarta. 2019. Aktivitas Antioksidan dan Evaluasi Sensoris Teh Herbal Bunga Gumitir (Tagetes erecta L.). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 5, No. 2, 2020. Hal. 39-48.


melaporkan bahwa ekstrak metanol bunga gumitir memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dengan IC50 sebesar 30,08 µg/ml AAE. Pramitha et al., (2018) melaporkan bahwa golongan senyawa yang berpotensi sebagai antioksidan pada bunga gumitir adalah senyawa fenol dan flavonoid. Berdasarkan kandungan komponen bioaktif serta aktivitas antioksidan yang terkandung di dalamnya, bunga gumitir berpotensi untuk diolah sebagai minuman fungsional berupa teh herbal.

Proses pengolahan teh herbal meliputi pemilihan bahan baku, pelayuan, penggilingan, dan pengeringan (Widarta et al., 2018). Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam proses pengolahan teh herbal adalah pengeringan. Proses pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu dan menghambat pertumbuhan mikroba yang terdapat pada bahan baku, sehingga teh herbal dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan tidak mudah rusak selama penyimpanan (Bernard et al., 2014). Pengeringan dapat mempengaruhi komponen bioaktif serta nutrisi yang ada dalam suatu bahan. Proses pengeringan yang tidak sesuai dapat menyebabkan penurunan kandungan komponen bioaktif (Rababah et al., 2015). Beberapa jenis teknik pengeringan dapat digunakan dalam proses pembuatan teh herbal bunga gumitir, seperti pengeringan dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari secara langsung (sun drying), pengeringan udara yang dilakukan dalam ruangan (air drying), pengeringan dengan menggunakan oven (oven drying) (Bernard et al., 2014), pengeringan dingin (cold drying) (Nagaya et al., 2006), dan pengeringan dengan teknik sangrai (Benni et al., 2018). Kelima jenis teknik pengeringan tersebut tentunya akan menghasilkan teh herbal dengan karakteristik kimia dan sensoris yang berbeda. Untuk itu, perlu dilakukan pemilihan teknik pengeringan yang tepat sehingga dapat menghasilkan teh herbal bunga gumitir dengan karakteristik yang terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan, Laboratorium Pengolahan Pangan, dan Laboratorium Evaluasi Sensoris, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2019.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu microwave oven (Samsung ME83M), spektrofotometer (Genesys 10S UV-Vis), rotary evaporator (IKA Labortechnik), timbangan analitik

(Shimadzu ATY224), oven (Blue M), loyang, wajan, kulkas (Sharp), spatula, termometer, blender (Philips), ayakan 40 mesh, cawan aluminium, pinset, pipet mikro (Accumax PRO), tip, tabung reaksi (Pyrex), vortex (Maxi Mix II Type 367000), desikator, thermo hygrometer, botol kaca berwarna gelap, waterbath (J.P. Selecta), labu ukur (Iwaki), termos, gelas cup, sendok teh, aluminium foil, kertas Whatman No.1, dan kantung teh.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu bunga gumitir jenis benih garuda berwarna oranye dengan diameter bunga 7-10 cm yang diperoleh dari petani budidaya bunga gumitir di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, reagen folin-ciocalteu (Merck), aquades, DPPH (Himedia), etanol p.a. (Merck), sodium karbonat (Merck), larutan NaNO2 (Merck), larutan AlCl3 (Merck), larutan NaOH (Merck), standar asam galat (Sigma Aldrich), dan standar kuersetin (Sigma Aldrich).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 teknik pengeringan yang berbeda. Proses pengeringan bunga gumitir dilakukan dengan menggunakan 5 teknik pengeringan, yaitu: P1: Pengeringan Matahari.

  • P2: Pengeringan Oven.

  • P3: Pengeringan Dingin.

  • P4: Pengeringan Udara.

  • P5: Pengeringan Sangrai.

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh 15 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Sampel

Bunga gumitir dipetik menggunakan tangan pada pagi hari kemudian bunga dipisahkan dari pengotor dan membuang bagian yang tidak diperlukan seperti bagian kelopak bunga dan pengotor lainnya, sehingga didapatkan bahan berupa helaian mahkota bunga gumitir yang layak untuk digunakan. Helaian mahkota bunga gumitir kemudian dicuci dan ditiriskan.

Proses Pengeringan Bunga Gumitir

Proses pengeringan bunga gumitir dilakukan dengan menggunakan 5 teknik pengeringan yang berbeda, yaitu:

  • 1)    Pengeringan Matahari, dibawah sinar matahari selama 6 hari cuaca terik dengan suhu udara berkisar 31-350C.

  • 2)    Pengeringan Oven, dengan menggunakan oven (Blue M) pada suhu 50ºC selama 8 jam.

  • 3)    Pengeringan Dingin, dengan menggunakan kulkas (Sharp) pada suhu 10,9ºC selama 10 hari.

  • 4)    Pengeringan Udara, dilakukan di dalam ruangan pada suhu udara berkisar 28-300C selama 14 hari.

  • 5)    Pengeringan Sangrai, dengan menggunakan wajan pada suhu 80ºC selama 30 menit.

Proses Pembuatan Bubuk Teh Herbal Bunga Gumitir

Setelah kering, bunga gumitir dihaluskan dengan menggunakan blender kemudian diayak dengan menggunakan ayakan 40 mesh sehingga diperoleh bubuk teh herbal bunga gumitir.

Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi bubuk teh herbal bunga gumitir diawali dengan penimbangan bubuk masing-masing sebanyak 20 g lalu dilarutkan dengan pelarut etanol sebanyak 120 ml (rasio bahan dengan pelarut adalah 1:6) kemudian diekstraksi menggunakan microwave oven dengan daya 800 watt selama 6 menit. Setiap 1 menit microwave oven dimatikan lalu didiamkan selama 2 menit dan perlakuan ini diulang sebanyak 2 kali sehingga total waktu ekstraksi yang dibutuhkan, yaitu selama 6 menit (Pham et al., 2006), kemudian didiamkan sampai suhu kamar lalu disaring menggunakan kertas whatman no. 1 sehingga menghasilkan filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40ºC dengan kecepatan 100 rpm dalam tekanan 100 mBar sampai seluruh etanol menguap sehingga diperoleh ekstrak kasar bunga gumitir. Ekstrak kasar yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam botol kaca berwarna gelap untuk selanjutnya dilakukan analisis total polifenol, total flavonoid, dan aktivitas antioksidan (IC50).

Parameter yang Diamati

Parameter yang diamati dalam penelitian ini, yaitu kadar air (AOAC, 2006), total fenol (Garcia et al., 2007), total flavonoid (Singh et al., 2012), aktivitas antioksidan (IC50) (Khan et al., 2012) serta pengujian sensoris air seduhan teh herbal bunga gumitir (warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan) (Chan et al., 2012 dan Lee et al., 2013).

Prosedur Analisis Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan berdasarkan metode AOAC (2006). Cawan aluminium dipanaskan dalam oven pada suhu 1050C selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator selama ± 15 menit, selanjutnya ditimbang berat cawan aluminium kosong. Sampel bubuk teh bunga gumitir ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan aluminium yang telah diketahui beratnya, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 100–105oC selama 6 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Kemudian dilakukan pemanasan dalam oven pada

suhu 100–105oC selama ± 1 jam, dinginkan dalam eksikator selama ± 15 menit dan ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan (selisih berat ± 0,0002 g). Perhitungan kadar air dengan rumus sebagai berikut:

Kadar Air (%)

berat awal (g) – berat akhir (g) berat awal (g)

1 100%


Prosedur Analisis Total Fenol

Penentuan total fenol dilakukan menggunakan metode Folin-Ciocalteau sesuai dengan yang dilakukan oleh Garcia et al., (2007). Reagen Folin-Ciocalteu didilusi dengan air 1:9 (v/v). Ke dalam 1,25 ml reagen ini ditambahkan 50 µl sampel lalu diinkubasi selama 2 menit pada suhu ruang. Setelah itu ditambahkan 1 ml sodium karbonat (75 g/L) lalu diinkubasi selama 15 menit pada suhu 50ºC dan didinginkan dengan cepat dalam wadah yang berisi air es. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 760 nm. Hasil pembacaan dibandingkan dengan kurva standar asam galat dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, 100, 150, dan 200 ppm. Total fenol pada sampel dinyatakan sebagai ekuivalen asam galat dalam mg GAE/g ekstrak.

Prosedur Analisis Flavonoid

Penentuan total flavonoid dilakukan menggunakan metode AlCl3 sesuai dengan yang dilakukan oleh Singh et al., (2012). Sebanyak 1 ml sampel dicampur dengan 4 ml aquades dan 0,3 ml larutan NaNO2 (10%). Setelah 5 menit, ditambahkan 0,3 ml larutan AlCl3 (10%), diikuti oleh 2 ml larutan NaOH (1%), lalu lalu diinkubasi selama 15 menit pada suhu ruang. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 510 nm. Hasil pembacaan dibandingkan dengan Kurva standar kuersetin dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, 100, 150, dan 200 ppm. Total flavonoid pada sampel dinyatakan sebagai ekuivalen kuersetin dalam mg QE/g ekstrak

Prosedur Analisis Aktivitas Antioksidan (IC50

Penentuan aktivitas antioksidan (IC50) dianalisis menggunakan metode DPPH sesuai dengan yang dilakukan oleh Khan et al., (2012). Sebanyak 3 ml DPPH (0,004% b/v dalam etanol) dilarutkan dengan 1 ml sampel dalam tabung reaksi. Larutan di-vortex dan diinkubasi selama 30 menit dalam kondisi gelap pada suhu ruang, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Persentase penghambatan radikal bebas (aktivitas antioksidan) dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

Aktivitas Antioksidan (%) = =


Absorbansi Kontrol-Absorbansi Sampel ^ 1θθ% Absorbansi Kontrol

Nilai IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, yaitu: y = ax + b dengan menyatakan % inhibisi (IC50) sebagai ordinat (sumbu y) dan konsentrasi sampel (ppm) sebagai absis (sumbu x).

Evaluasi Sensoris Teh Herbal Bunga Gumitir

Evaluasi sensoris diawali dengan membuat sediaan minuman teh herbal bunga gumitir. Sebanyak 2 g bubuk teh herbal bunga gumitir dimasukkan ke dalam kantong teh celup. Teh herbal selanjutnya dilarutkan dengan 200 ml air panas dengan suhu 80ºC

selama 2 menit (Chan et al., 2012). Sampel diberi kode acak dan disajikan sebanyak 10 ml kepada panelis dengan menggunakan gelas plastik. Uji karakterstik sensoris menggunakan uji ranking dengan skala 1-5 dan uji skoring (skala 1-5) (Lee et al., 2013). Parameter pengujian air seduhan teh meliputi warna, aroma, rasa, serta penerimaan keseluruhan. Panelis terdiri dari 25 orang dan merupakan panelis semi terlatih yang diambil dari kalangan mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Kriteria dan skala numerik uji ranking terhadap warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan dapat dilihat Tabel 1. Sementara kriteria dan skala numerik uji skoring terhadap warna, aroma, dan rasa dapat dilihat Tabel 2.

Tabel 1. Kriteria dan skala numerik uji ranking terhadap warna, aroma, rasa dan penerimaan keseluruhan

Skala Numerik

Kriteria

Warna

Aroma

Rasa

Penerimaan Keseluruhan

1

Suka

Suka

Suka

Suka

2

Agak suka

Agak suka

Agak suka

Agak suka

3

Biasa

Biasa

Biasa

Biasa

4

Agak tidak suka

Agak tidak suka

Agak tidak suka

Agak tidak suka

5

Tidak suka

Tidak suka

Tidak suka

Tidak suka

Tabel 2. Kriteria dan skala numerik uji skoring terhadap warna, aroma, dan rasa

Skala Numerik

Warna

Kriteria Aroma

Rasa

5

Merah

Sangat khas

Sangat asam

4

Kuning kemerahan

Khas

Asam

3

Merah kekuningan

Agak khas

Agak asam

2

Kuning kehijauan

Tidak khas

Tidak asam

1

Hijau

Sangat tidak khas

Sangat tidak asam

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam dan apabila perlakuan berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test pada tingkat signifikan α = 0,05.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa teknik pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air bubuk teh herbal bunga gumitir. Nilai rata-rata kadar air bubuk teh herbal bunga gumitir berkisar antara 2,64%-8,24% yang dapat dilihat pada Gambar 1. Perlakuan pengeringan yang menghasilkan kadar air tertinggi yaitu pengeringan udara dengan kadar air sebesar 8,24% dan kadar air terendah pada perlakuan pengeringan sangrai yaitu sebesar 2,64%.

Pengeringan bunga gumitir dengan metode pengeringan sangrai memerlukan waktu 30 menit dan menghasilkan kadar air paling rendah karena menggunakan suhu yang paling tinggi yaitu 80oC dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sedangkan pengeringan bunga gumitir dengan perlakuan pengeringan udara menghasilkan kadar air tertinggi yaitu sebesar 8,24% karena perlakuan pengeringan udara membutuhkan waktu pengeringan selama 14 hari untuk mengeringkan bunga yang menandakan bahwa pengeringan berlangsung lambat karena suhu udara rata-rata sebesar 28,74oC dengan kelembaban realtif rata-rata sebesar 77%.

Teshome et al., (2013) melaporkan bahwa laju pengeringan sangat dipengaruhi oleh suhu pengeringan. Suhu pengeringan yang tinggi akan mempercepat proses pengeringan dan kadar air yang dihasilkan akan semakin rendah. Kadar air yang tinggi dalam teh kering dapat meningkatkan

kelembaban teh yang dapat menyebabkan teh menjadi lebih mudah rusak. Kadar air bubuk teh herbal bunga gumitir yang dihasilkan dengan perlakuan pengeringan matahari, oven, dingin, dan sangrai telah memenuhi persyaratan standarisasi kadar air teh kering dalam kemasan, yaitu maksimal 8% (SNI 3836:2013), sedangkan pada

teh herbal bunga gumitir yang diberikan perlakuan pengeringan udara memiliki kadar air sebesar 8,24% dan tidak memenuhi persyaratan standarisasi kadar air teh kering dalam kemasan menurut SNI 3836:2013.


Gambar 1. Hubungan antara teknik pengeringan dengan kadar air bubuk teh herbal bunga gumitir. Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P≤0,05)

Total Fenol

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa teknik pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total fenol ekstrak bunga gumitir. Nilai rata-rata total fenol tertinggi diperoleh pada bunga gumitir yang dikeringkan dengan menggunakan teknik pengeringan dingin dalam suhu pengeringan 10,9ºC

yaitu sebesar 83,88 mg GAE/g ekstrak, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada teh herbal bunga gumitir yang dikeringkan dengan menggunakan teknik pengeringan sangrai dalam suhu pengeringan 80ºC yaitu sebesar 47,83 mg GAE/g ekstrak.


Gambar 2. Hubungan antara teknik pengeringan dengan total fenol ekstrak bunga gumitir. Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P≤0,05)

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka total fenol yang terkandung pada teh herbal bunga gumitir

menjadi semakin rendah. Rababah et al., (2015) melaporkan bahwa proses pengeringan dapat menurunkan total fenol sekitar 31,7%-49,1%

tergantung jenis bahan dan teknik pengeringannya. Kamiloglu et al., (2016) melaporkan bahwa penurunan total fenol selama pengeringan disebabkan oleh proses pengeringan yang dapat merusak kandungan senyawa fenol sehingga kadar total fenolnya menjadi menurun. Kyi et al., (2005) melaporkan bahwa pengeringan dengan suhu tinggi dapat mengakibatkan oksidasi non-enzimatis senyawa polifenol. Pasca et al., (2014) melaporkan bahwa kerusakan polifenol sangat dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu, maka reduksi polifenol akan semakin meningkat. Benni et al., (2018) melaporkan bahwa teh yang diolah melalui penyangraian menghasilkan total fenol yang lebih rendah dibandingkan metode pengolahan lainnya.

Total Flavonoid

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa teknik pengeringan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap total flavonoid ekstrak bunga gumitir. Nilai rata-rata total flavonoid tertinggi diperoleh pada bunga gumitir yang dikeringkan dengan menggunakan teknik pengeringan dingin yaitu sebesar 373,06 mg QE/g ekstrak, sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh pada teh herbal bunga gumitir yang dikeringkan dengan menggunakan teknik pengeringan sangrai yaitu sebesar 139,30 mg QE/g ekstrak.

400                            373.06a

Matahari Oven Dingin Udara Sangrai

Teknik Pengeringan


Gambar 3. Hubungan antara teknik pengeringan dengan total flavonoid ekstrak bunga gumitir. Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P≤0,05)

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka kandungan flavonoid yang terkandung pada teh herbal bunga gumitir menjadi semakin rendah. Hal ini disebabkan karena flavonoid merupakan komponen bioaktif yang sensitif terhadap suhu (termolabil), sehingga pada proses pengeringan dengan pemanasan cenderung menurunkan kadar flavonoid. Syafarina et al., (2017) melaporkan bahwa flavonoid merupakan golongan polifenol dengan struktur dasar fenol yang senyawanya memiliki sifat mudah teroksidasi dan sensitif terhadap perlakuan panas.

Aktivitas Antioksidan (IC50

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa teknik pengeringan yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap aktivitas antioksidan (IC50) ekstrak bunga gumitir. Nilai rata-rata aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada bunga gumitir yang dikeringkan menggunakan teknik pengeringan dingin dengan nilai IC50 terendah yaitu sebesar 257,65 mg/L, sedangkan aktivitas antioksidan

terendah dengan nilai IC50 tertinggi diperoleh pada teh herbal bunga gumitir yang dikeringkan menggunakan teknik pengeringan sangrai yaitu sebesar 617,16 mg/L.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu pengeringan, maka aktivitas antioksidan teh herbal bunga gumitir menjadi semakin rendah. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Syafrida et al., (2018) bahwa aktivitas antioksidan akan turun apabila suhu pengeringan yang terlalu tinggi. Hal ini disebabkan karena suhu pemanasan yang tinggi mengakibatkan komponen bioaktif yang memiliki fungsi sebagai antioksidan menjadi rusak karena memiliki sifat yang tidak tahan terhadap proses pemanasan. Semakin tinggi total fenol dan total flavonoid, maka aktivitas antioksidannya menjadi semakin tinggi. Teixeira et al., (2017) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan dari beberapa tanaman obat sangat dipengaruhi oleh kadar senyawa fenolnya. Fitriansyah et al., (2018) melaporkan bahwa semakin tinggi total fenol dan total flavonoid, maka aktivitas antioksidannya akan

semakin tinggi dan nilai IC50nya akan semakin rendah.

Matahari Oven Dingin Udara Sangrai

Teknik Pengeringan


Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P≤0,05)

Gambar 4. Hubungan antara teknik pengeringan dengan aktivitas

antioksidan (IC50) ekstrak bunga gumitir.

Evaluasi Sensoris

Evaluasi sensoris teh herbal bunga gumitir dilakukan dengan uji ranking dan uji skoring. Uji ranking dilakukan terhadap warna, aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan. Nilai rata-rata hasil uji rangking teh herbal bunga gumitir dapat dilihat pada Tabel 3. Uji skoring dilakukan terhadap aroma, warna dan rasa. Nilai rata-rata hasil uji skoring teh herbal bunga gumitir dapat dilihat pada Tabel 4. Perlakuan pengeringan dingin pada teh herbal bunga gumitir menghasilkan aroma teh yang paling disukai

oleh panelis berdasarkan uji rangking yaitu 1,08 (sangat suka) dengan nila rata-rata uji skoring sebesar 3,12 yang termasuk kategori agak khas bunga gumitir. Shetty et al., (2015) melaporkan bahwa komponen utama pembentuk aroma pada bunga gumitir adalah 1,8 cineole, α-pinene, α-terpineol, piperitone, dan sabinene. Aroma teh herbal yang paling tidak disukai oleh panelis adalah teh herbal dengan perlakuan pengeringan sangrai.

Tabel 3. Nilai rata-rata uji ranking terhadap aroma, rasa, warna dan penerimaan keseluruhan teh herbal bunga

gumitir

Teknik Pengeringan

Aroma

Warna

Rasa

Penerimaan

Keseluruhan

Matahari

2,76±0,59c

4,60±0,58a

3,68±0,69b

3,96±0,54b

Oven

2,32±0,75d

4,12±0,73b

2,24±0,59d

3,08±0,49c

Dingin

1,08±0,27e

3,20±0,65c

1,12±0,33e

1,16±0,37e

Udara

4,00±0,58b

1,20±0,41e

3,24±1,16c

1,92±0,49d

Sangrai

4,48±0,37a

1,88±0,53d

4,72±0,46a

4,88±0,33a

Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan P≤0,05)

Perlakuan pengeringan udara pada teh herbal bunga gumitir menghasilkan warna yang paling disukai oleh panelis berdasarkan uji rangking yaitu 1,20 (sangat suka) dengan nilai rata-rata uji skoring sebesar 3,16 yang termasuk dalam kategori merah kekuningan. Perlakuan pengeringan dingin pada teh herbal bunga gumitir memberikan rasa yang paling disukai oleh panelis berdasarkan uji ranking yaitu

1,12 (sangat suka) dengan nilai rata-rata uji skoring sebesar 2,48 yang termasuk dalam kategori tidak asam yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Berdasarkan uji rangking, teh herbal bunga gumitir yang diproses dengan teknik pengeringan dingin menghasilkan penerimaan keseluruhan yang paling disukai dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Tabel 4. Nilai rata-rata uji skoring terhadap aroma, rasa, dan warna teh herbal bunga gumitir

Teknik Pengeringan

Aroma

Warna

Rasa

Matahari

3±0,957abc

2,76±0,926bc

2,20±0,816a

(Agak khas gumitir)

(Merah kekuningan)

(Tidak asam)

Oven

2,44±0,96

2,56±0,87

2,44±0,65

(Tidak khas gumitir)

(Merah kekuningan)

(Tidak asam)

Dingin

3,12±0,83

3,28±0,98

2,48±0,87

(Agak khas gumitir)

(Merah kekuningan)

(Tidak asam)

Udara

2,8±0,87

3,16±0,98

2±0,71

(Agak khas gumitir)

(Merah kekuningan)

(Tidak asam)

Sangrai

3,56±1,19

3,52±1,08

2,32±1,14

(Khas gumitir)

(Kuning kemerahan)

(Tidak asam)

Keterangan: huruf yang berbeda di belakang nilai rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (P≤0,05


KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air bubuk teh herbal bunga gumitir, total fenol, total flavonoid, dan aktivitas antioksidan (IC50) ekstrak bunga gumitir serta evaluasi sensoris teh herbal bunga gumitir. Teknik pengeringan dingin mampu menghasilkan teh herbal yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan IC50 terendah sebesar 257,65 mg/L, kadar air sebesar 6,86% yang telah memenuhi persyaratan SNI, total fenol sebesar 83,88 mg GAE/g ekstrak, total flavonoid sebesar 373,06 mg QE /g ekstrak serta penilaian sensoris terhadap aroma, rasa, dan penerimaan keseluruhan yang paling disukai dengan karakteristik aroma agak khas bunga gumitir, rasa tidak asam, dan berwarna merah kekuningan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia serta Rektor Universitas Udayana melalui Ketua BAKHM atas dana penelitian yang diberikan dalam bentuk Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dengan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana No. 423/UN14/HK/2019 pada tanggal 18 April 2019.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. (2006). Of fi cial Methods of Anal y sis of AOAC IN TER NA TIONAL. February, 1–96.

Benni, S., Pattar, P. V., & Ramalingappa, R. (2018). Evaluation of Antioxidant Properties of Herbal Tea Powders. American Journal of Biomedical Sciences, 10(4),                        217–222.

https://doi.org/10.5099/aj180400222

Bernard, D., Kwabena, A., Osei, O., Daniel, G., Elom, S., & Sandra, A. (2014). The Effect of Different Drying Methods on the Phytochemicals and Radical Scavenging Activity of Ceylon Cinnamon (Cinnamomum zeylanicum) Plant Parts. European Journal of Medicinal Plants, 4(11),                      1324–1335.

https://doi.org/10.9734/ejmp/2014/11990

Chan, K. C., Cheng, J. S., Fan, S., Zhou, I. Y., Yang, J., & Wu, E. X. (2012). In vivo evaluation of retinal and callosal projections in early postnatal development and plasticity using manganese-enhanced mri and diffusion tensor imaging. NeuroImage,     59(3),     2274–2283.

https://doi.org/10.1016/j.neuroimage.2011 .09.055

Fitriansyah, S. N., Aulifa, D. L., Febriani, Y., & Sapitri, E. (2018). Correlation of total phenolic, flavonoid and carotenoid content of phyllanthus emblica extract from bandung with DPPH scavenging activities. Pharmacognosy Journal, 10(3), 447–452. https://doi.org/10.5530/pj.2018.3.73

Garcia, C.A., Gavino, G., Baragaño-Mosqueda, M., Hevia, P., & Gavino, V. C. (2007). Correlation of tocopherol, tocotrienol, γ-oryzanol and total polyphenol content in rice bran with different antioxidant capacity assays. Food Chemistry, 102(4), 1228–1232.

https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2006.0 7.012

Ingkasupart, P., Manochai, B., Song, W. T., & Hong, J. H. (2015). Antioxidant activities

and lutein content of 11 marigold cultivars (Tagetes spp.) grown in Thailand. Food Science and Technology, 35(2), 380–385. https://doi.org/10.1590/1678-457X.6663

Kamiloglu, S., Toydemir, G., Boyacioglu, D., Beekwilder, J., Hall, R. D., & Capanoglu, E. (2016). A Review on the Effect of Drying on Antioxidant Potential of Fruits and Vegetables. Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 56(July), S110– S129.

https://doi.org/10.1080/10408398.2015.10 45969

Khan, R. A., Khan, M. R., Sahreen, S., & Ahmed, M. (2012). Evaluation of phenolic contents and antioxidant activity of various solvent extracts of Sonchus asper (L.) Hill. Chemistry Central Journal, 6(1), 12. https://doi.org/10.1186/1752-153X-6-12

Kyi, T. M., Daud, W. R. W., Mohamad, A. B., Samsudin, M. W., Kadhum, A. A. H., & Talib, M. Z. M. (2005). The kinetics of polyphenol degradation during the drying of Malaysian cocoa beans. International Journal of Food Science and Technology, 40(3),                        323–331.

https://doi.org/10.1111/j.1365-2621.2005.00959.x

Lee, J., Chambers, D., & Chambers, E. (2013). Sensory and Instrumental Flavor Changes in Green Tea Brewed Multiple Times. Foods,         2(4),         554–571.

https://doi.org/10.3390/foods2040554

Moliner, C., Barros, L., Dias, M. I., López, V., Langa, E., Ferreira, I. C. F. R., & Gómez-Rincón, C. (2018). Edible flowers of tagetes erecta l. As functional ingredients: Phenolic composition, antioxidant and protective effects on caenorhabditis elegans. Nutrients,        10(12).

https://doi.org/10.3390/nu10122002

Nagaya, K., Li, Y., Jin, Z., Fukumuro, M., Ando, Y., & Akaishi, A. (2006). Low-temperature desiccant-based food drying system with airflow and temperature control. Journal of Food Engineering, 75(1),                          71–77.

https://doi.org/10.1016/j.jfoodeng.2005.0 3.051

Pasca, C., Marghitas, L. A., Bobis, O., Dezmirean, D. S., Margaoan, R., & Muresan, C. (2014). Total content of

polyphenols and antioxidant activity of different melliferous plants. Bulletin UASVM Animal Science and Biotechnologies, 71(2),    250–255.

https://doi.org/10.15835/buasvmcn-asb

Pramitha, D. A. I., Suaniti, N. M., & Sibarani, J. (2018). Aktivitas Antioksidan Bunga Pacar Air Merah (Impatiens balsamina L.) dan Bunga Gemitir (Tagates erecta L.) dari Limbah Canang. Chimica et Natura Acta, 6(1),                                       8.

https://doi.org/10.24198/cna.v6.n1.16447

Pham, T. Q., Tong, V. H., Nguyen, H. H., Nguyen, X. De, & Truong, N. T. (2006). Microwave-Assisted Extraction of Polyphenols From Fresh Tea Shoot. Science and Technology Development (Vietnam), 9(8), 69–75.

https://doi.org/10.1.1.627.9386

Rababah, T. M., Al-U’ Datt, M., Alhamad, M., Al-Mahasneh, M., Ereifej, K., Andrade, J., Altarifi, B., Almajwal, A., & Yang, W. (2015). Effects of drying process on total phenolics, antioxidant activity and flavonoid contents of common mediterranean herbs. International Journal of Agricultural and Biological Engineering,       8(2),       145–150.

https://doi.org/10.3965/j.ijabe.20150802.1 496

Shetty, L. J., Sakr, F. M., Al-Obaidy, K., Patel, M. J., & Shareef, H. (2015). A brief review on medicinal plant Tagetes erecta Linn. Journal of Applied Pharmaceutical Science,    5(Suppl    3),    091–095.

https://doi.org/10.7324/JAPS.2015.510.S1 6

Siddhu, N. dan J. Saxena. (2018). Evaluation of Invitro Antioxidant Activity of Flowers of Tagetes erecta. International Journal of Pharmacognosy   and   Phytochemical

Research,         9(07),         7–11.

https://doi.org/10.25258/phyto.v9i07.111 66

Singh, R., Verma, P., & Singh, G. (2012). Total phenolic, flavonoids and tannin contents in different extracts of Artemisia absinthium. Journal of Intercultural Ethnopharmacology,     1(2),     101.

https://doi.org/10.5455/jice.20120525014 326

SNI. (2013). Teh Kering dalam Kemasan.

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 1–11.

Syafarina, M., Taufiqurrahman, I., & Edyson. (2017). Perbedaan total flavonoid antara tahapan pengeringan alami dan buatan pada ekstrak daun binjai (Mangifera caesia). Dentino Jurnal Kedokteran Gigi, I(4), 84–88.

Syafrida, M., Darmanti, S., & Izzati, M. (2018). Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Kadar Air, Kadar Flavonoid dan Aktivitas Antioksidan Daun dan Umbi Rumput Teki (Cyperus rotundus L.). Bioma: Berkala Ilmiah      Biologi,      20(1),      44.

https://doi.org/10.14710/bioma.20.1.44-50

Teixeira, T. S., Vale, R. C., Almeida, R. R., Ferreira, T. P. S., & Guimarães, L. G. L. (2017). Antioxidant potential and its correlation with the contents of phenolic

compounds and flavonoids of methanolic extracts from different medicinal plants. Revista Virtual de Quimica, 9(4), 1546– 1559.     https://doi.org/10.21577/1984-

6835.20170090

Teshome, K., Debela, A., & Garedew, W. (2014). Effect of drying temperature and duration on biochemical composition and quality of black tea (camellia sinensis L.) O. Kuntze at Wush Wush, south western Ethiopia. Asian Journal of Plant Sciences, 12(6),                        235–240.

https://doi.org/10.3923/ajps.2013.235.240

Widarta, I. W., Permana, I. D., & Wiadnyani, A. A. (2018). Kajian Waktu dan Suhu Pelayuan Daun Alpukat dalam Upaya Pemanfaatanya sebagai Teh Herbal. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 7(2), 55–61. https://doi.org/10.17728/jatp.2163

48