Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO

Volume 5, Nomor 1, April 2020

ISSN: 2503-0523 e-ISSN: 2548-8023

Kandungan Tanin dan Serat Pangan dari Tepung Kecambah Millet dan Tepung Kecambah Millet Terfermentasi

The Content of Tannin and Dietary Fiber from Fermented Millet Spouts Flour and Millet Sprout Flour

I D.P. Kartika Pratiwi* dan I Made Sughita

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: kartika.pratiwi@unud.ac.id

Abstrak

Millet merupakan jenis serealia tinggi serat pangan dan tanin, untuk dapat diaplikasikan dalam produk pangan, tepung millet diharapkan memiliki tanin rendah dan tetap mempertahankan kandungan serat pangan, sehingga diperlukan metode pendahuluan dalam pengolahan tepung millet. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan serat pangan dan tanin tepung millet yang dihasilkan dari 2 metode pendahuluan. Desain eksperimental yang dipergunakan adalah uji T berpasangan dengan perlakuan i.e metode perkecambahan dan metode kecambah-fermentasi. Hasil analisis menyatakan bahwa terdapat perbedaan kandungan serat pangan dan tanin dari tepung millet metode perkecambahan dan metode kecambah-fermentai (a=0,05%). Tepung millet metode perkecambahan memiliki kandungan tanin 2,20% dan serat pangan 15,26% (bk), sedangkan tepung millet metode kecambah-fermentasi memiliki kandungan tanin 0,61% dan serat pangan 12,55% (bk)

Kata kunci: Serat Pangan; Tepung millet; Metode pendahuluan; Tannin

Abstract

Millet is a type of cereals high in dietary fiber and tannins, to be applied in food products, millet flour is expected to have low tannins and still maintain the content of dietary fiber, so it requires a preliminary method in processing millet flour. This study aims to determine the content of dietary fiber and millet flour tannins produced from 2 preliminary methods. The experimental design used was paired T test with the treatment of germination method and sprout-fermentation method. The results of the analysis stated that there were differences in the content of food fiber and tannin from millet flour germination method and the sprouts-fermentation method (= 0.05%). The germination method of millet flour has 2.20% tannin content and 15.26% (bk) food fiber, while the sprout-fermentation method of millet flour has 0.61% tannin content and 12.55% food fiber (bk)

Keywords: Dietary fiber; Millet flour; Preliminary method;Tannin

PENDAHULUAN

Peningkatan pemanfaatan biji millet dapat diupayakan dengan pengolahan biji millet menjadi tepung. Terdapat kelemahan dari biji millet yaitu tingginya kandungan tanin. Kandungan tanin yang terdapat pada biji millet secara umum mencapai 2,7% - 10,2% (Schons dkk., 2012). Tanin yang tinggi pada bahan makanan menyebabkan timbulnya rasa pahit yang tidak dikendaki. Selain itu, kandungan anti-nutrisi khususnya tanin yang terdapat pada millet dan sorgum diketahui dapat mengganggu metabolisme protein, karbohidrat dan mineral. Abdelrahaman dkk. (2005 menyatakan bahwa millet mengandung sebagian besar antinutrisi seperti tanin dan asam pitat

yang diketahui mempengaruhi ketersediaan alami mineral seperti Ca, Zn dan Fe. Penurunan kandungan tanin dalam millet selain bertujuan untuk meningkatkan daya penerimaan juga bertujuan untuk mengurangi efek negatif dari tanin sebagai pengikat protein, enzim, dan ketersediaan mineral dalam tubuh.

Beberapa metode pendahuluan diduga dapat menurunkan kadar tannin pada tepung millet. Aminah dan Wikanastri (2012 menyatakan, perkecambahan baik pada kacang – kacangan maupun serealia dapat meningkatkan nilai gizi dan menurunkan senyawa antigizi seperti tripsin inhibitor, asam pitat, pentosane, dan tanin. Hal ini sesuai dengan penelitian Onyago dkk., (2013) bahwa

I D.P. Kartika Pratiwi* dan I Made Sughita. 2020. Kandungan Tanin dan Serat Pangan dari Tepung Kecambah Millet dan Tepung Kecambah Millet Terfermentasi. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 5, No. 1, 2020. Hal. 34-38


perkecambahan dapat menurunkan zat antigizi pada sorghum merah, sorghum putih, dan pearl millet. Dewi dkk., (2018 menyatakan, kandungan tanin pada tepung kecambah millet, menyebabkan timbulnya rasa pahit pada produk flakes yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan tambahan metode lainnya untuk dapat menurunkan kadar tanin dari tepung millet dengan optimal sehingga meningkatkan pemanfaatan tepung millet dibidang pangan. Metode lainnya yang diduga dapat menurunkan kadar tanin yaitu kombinasi metode perkecambahan dan fermentasi. Pada metode ini, biji millet akan dikecambahkan selama 3 hari dan selanjutnya difermentasikan secara spontan selama 24 jam. Penurunan kadar tanin selama fermentasi dilaporkan oleh Rahman dan Osman (2011 , yang menyatakan selama fermentasi tepung sorghum menggunakan 5% starter selama 24 jam mengalami penurunan kandungan tanin secara nyata dari 0,65 – 0,28; 0,32 – 0,14 dan 1,5 – 0,71 (% berturut – turut pada varietas Safra, Fetarita dan Ahmer. Hal yang sama terjadi pada penelitian Osman (2010 yang menyebutkan kadar tanin menurun sebesar 31 – 35% selama proses fermentasi 24 jam. Selanjutnya dikemukan Schons dkk., (2012 , beberapa metode sederhana selain proses fermentasi seperti pencucian, pemasakan, pengecambahan dan penambahan enzim, juga berpengaruh pada penurunan kandungan tanin, fenol dan zat pitat dalam sorghum.

Berdasarkan hal tersebut untuk mengoptimalkan penurunan tannin pada tepung millet diperlukan metode yang tepat sehingga meningkatkan pemanfaatan tepung millet dibidang pangan. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh metode pengolahan tepung millet melalui 2 metode yaitu metode perkecambahan dan metode kecambah-fermentasi terhadap kadar tanin dan serat pangan tepung millet.

Metode Penelitian

Metode Pengolahan Tepung Millet (Kindiki dkk., 2015 yang dimodifikasi)

Pengolahan Tepung Millet metode Perkecambahan

Biji proso millet dibersihkan dan digosok, untuk menghilangkan rambut gandumnya. Selanjutnya ditempatkan ke dalam wadah tas berbahan dasar nilon, untuk dilakukan proses perendaman selama 8 jam. Selanjutnya dilakukan proses perkecambahan selama 3 hari dalam kondisi tertutup kain basah untuk mempertahankan kelembaban. Kemudian millet dicuci bersih dan selanjutnya dikeringkan dengan oven suhu 50oC selama 3 jam. Setelah kering, biji millet kering dihaluskan dan disaring ukuran 60 mesh.

Pengolahan Tepung Millet metode Perkecambahan-Fermentasi

Biji proso millet dibersihkan dan digosok, untuk menghilangkan rambut gandumnya. Selanjutnya ditempatkan ke dalam wadah tas berbahan dasar nilon, untuk dilakukan proses perendaman selama 8 jam. Selanjutnya dilakukan proses perkecambahan selama 3 hari dalam kondisi tertutup kain basah untuk mempertahankan kelembaban. Setelah proses perkecambahan, dilakkan proses fermentasi secara spontan dengan penambahan aquadest steril (1 : 3 (w/v . Proses fermentasi dilakuakn pada suhu ruang selama 24 jam. Kemudian millet dicuci bersih dan selanjutnya dikeringkan dengan oven suhu 50oC selama 3 jam. Setelah kering, biji millet kering dihaluskan dan disaring ukuran 60 mesh.

Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, terdapat 2 perlakuan yaitu : T1 (pengolahan biji millet dengan metode perkecambahan tanpa fermentasi dan T2 (pengolahan biji millet dengan metode perkecambahan dengan fermentasi , analisis data menggunakan Uji T berpasangan dengan nilai α = 0,05; untuk menyatakan tingkat perbedaan dari tepung millet kecambah tanpa perlakukan fermentasi dan tepung millet kecambah dengan perlakuan fermentasi.

Analisis Kadar Tannin

Parameter pertama yang diamati adalah Kadar Tanin (AOAC, 2006 . Ditimbang contoh 2 g yang sudah dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam labu didih 500 ml, lalu tambahkan 300 ml air suling. Larutan kemudian direfluks selama 3 jam, dinginkan. Saring dan pindahkan larutan secara kuantitatif ke dalam labu takar 500 ml dan tepatkan dengan air suling. Pipet 2 ml filtrat dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 2 ml pereaksi folin denis, serta 5 ml Na2CO3 jenuh. Larutan ditepatkan dengan air suling, homogenkan dan biarkan selama 40 menit lalu ukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 725 nm.

Analisis Kadar Serat Pangan

Parameter kedua yaitu Analisis kadar serat pangan total dengan metode enzimatis (AOAC, 2012 . Sampel diekstrak lemaknya terlebih dahulu menggunakan metode ekstraksi soxhlet dengan heksana selama 6 jam. Kemudian sampel ditumbang 0,5 g menggunakan timbangan analitik. Sampel diletakkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 mL buffer fosfat 0,08M pH 6,0, lalu ditambahkan 0,05 mL enzym termamyl. Larutan diinkubasi dengan penangas air bergoyang dengan suhu 95C selama 30 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan ditambahkan 5 mL enzim protease dan

diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60C selama 30 menit. Kemudian larutan didinginkan dan ditambahkan 5 mL HCl 0,325N. Larutan ditambahkan 0,15 mL enzim amiloglukosidase dan diikubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 60C selama 30 menit. Selanjutnya, larutan ditambahkan 140 mL etanol 95% bersuhu 60C dan didiamkan selama 60 menit. Kemudian larutan disaring dalam kertas saring whatman nomor 62 di penyaring vakum. Hasil saringan dicuci dengan 3x20 mL etanol 78%, 2x10 mL etanol 95%, dan 2 x 10 mL aseton. Setelah dicuci, kertas saring yang sudah berisi residu diletakkan di cawan allumunium kosong yang sudah diberi kode lalu dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105C selama 12 jam. Hasil yang sudah kering, didinginkan dalam desikator lalu ditimbang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis uji T berpasangan, perlakuan pendahuluan pengolahan tepung millet tanpa fermentasi (T1 dan pengolahan tepung millet dengan fermentasi (T2 memiliki tingkat perbedaan yang nyata (P< 0,05 terhadap nilai kadar tanin dan serat pangan dari tepung millet yang dihasilkan (Tabel 1 .

Kadar Tanin

Berdasarkan Tabel 1. Nilai kadar tannin perlakuan pendahuluan dari tepung millet metode perkecambahan tanpa fermentasi (T1 berbeda nyata dengan nilai kadar tannin dari tepung millet metode perkecambahan dengan fermentasi (T2 (P<0,05 . Terjadi penurunan kadar tanin akibat adanya proses fermentasi setelah perkecambahan. Hal tersebut

diduga, selama proses fermentasi terjadi pelarutan senyawa tannin bersifat yang larut air dan selain itu, terjadi perombakan tanin menjadi senyawa lainnya akibat adanya mikroba yang terlibat selama proses fermentasi. Maha Ali dkk. (2003 menyatakan bahwa fermentasi merupakan salah satu proses yang mengurangi tingkat antinutrisi sehingga dapat meningkatkan kualitas millet. Rahman and Osman (2011 menyatakan bahwa penurunan kandungan tanin terjadi karena degradasi tanin oleh mikroba selama proses fermentasi atau karena berkurangnya kompleks tannin-protein terekstrak.

Pratiwi dan Putra (2018 melaporkan bahwa nilai total bakteri asam laktat (BAL pada fermentasi millet secara spontan selama 24 adalah 1,1 x 106 Cfu/g. Selanjutnya Amadou dkk (2012 mengemukakan bahwa beberapa jenis pangan tradisional terfermentasi spontan yang berbasis millet seperti Burukutu, Koko, Ogi, Togwa mengandung BAL sebagai mikroba dominan yang terlibat dalam proses fermentasinya. Beberapa bakteri diketahui mempunyai tannin acyl hydrolase atau tannase yang dapat menghidrolisis tannin (Schons dkk., 2012 . Bakteri asam laktat khususnya L. plantarum, L. paraplantarum, L. pentosus, L. gasseri (Osawa dkk., 2000 , dan L. acidophilus, dan P. acidilactici yang diisolasi dari makanan fermentasi diketahui memiliki aktivitas tannase. Mekanisme bakteri dalam menghidrolisis tanin melalui aktivitas enzim tannase yang dapat menghidroliss ikatan ester (galloyl ester dari alkohol dan despide bond (ester galloyl dari gallic acid pada substrat seperti tannic acid, epicatechin gallate, epigallocathechin gallate dan chlorogenic acid (Nishitani dkk., 2004 .

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Tanin dan Serat Pangan dari Tepung Millet

Perlakuan

Kadar Tannin (%)

Lnsoluble Dietary Fiber (%) db

Soluble Dietary Fiber (%) db

Total Dietary Fibe (%) db

T1 (Tanpa Fermentasi

2,20

13,18

2,08

15,26

T2 (Fermentasi

0,61

10,57

1,98

12,55

Kadar Serat Pangan

Berdasarkan Tabel 1. Nilai kadar serat pangan perlakuan pendahuluan dari tepung millet metode perkecambahan tanpa fermentasi (T1 berbeda nyata dengan nilai kadar serat pangan dari tepung millet metode perkecambahan dengan fermentasi (T2 (P<0,05 . Terjadi penurunan kadar serat pangan akibat adanya proses fermentasi setelah perkecambahan. Proses fermentasi yang terjadi berlangsung secara sub merged, dimana seluruh biji

millet selama fermentasi akan terendam dalam air selama proses fermentasi berlangsung. Metode fermentasi submerge ini diduga sebagai penyebab hilangnya komponen larut air, salah satunya adalah serat pangan. Serupa dengan penelitian Abdelnour (2001 yang menyatakan bahwa fermentasi mengurangi kandungan serat dari millet.

Semua perlakuan fermentasi secara signifikan menurunkan SDF hal ini dikarenakan kandungan selulosa pada tepung berkurang akibat proses

fermentasi (Martin-Cabrejas, dkk., 2004 . Bakteri secara alami, dapat menghidrolisis polisakarida penyusun DF dan memetabolisme menjadi gula dan selanjutnya digunakan dalam proses pembentukan energi secara anaerob untuk pertumbuhan bakteri. Selanjutnya dikemukan bahwa, serat tidak larut air (ISDF seperti pektin, selama proses fermentasi akan dimetabolisme menjadi pentose dan selanjutnya melalui jalur pentose phosphate pathway, pentose akan dirombak menjadi asam lemak rantai pendek (asam asetat, propionate dan butyrate dan gas (CO2, H2 dan CH4 (Macfarlane. S. dkk., 2006 .

KESIMPULAN

Proses fermentasi setelah perkecambahan biji millet menurunkan nilai tannin dan serat pangan tepung millet secara signifikan. Selama fermentasi millet, terdapat aktivitas mikroba sehingga mengakibatkan terjadinya proses hidrolisis. Tepung millet metode perkecambahan memiliki kandungan tanin 2,20% dan serat pangan 15,26% (bk , sedangkan tepung millet metode kecambah-fermentasi memiliki kandungan tanin 0,61% dan serat pangan 12,55% (bk

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada: Rektor Universitas Udayana, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM Universitas Udayana, Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana dan juga Koordinator Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana atas bantuan moral dan material berupa dana hibah penelitian PUPS tahun 2019.

Daftar Pustaka

Abdelnour, K.M.,  (2001 . The effect of

decortications on wet-milling and starch quality of sorghum and millet grains. M.Sc. Thesis, Faculty of Agricultur:University of Khartoum, Sudan.

Abdelrahaman, S.M., H.B. ElMaki, E.E. Babiker and A.H. El Tinay, (2005 . Effect of Malt Pretreatment Followed by Fermentation on Antinutritional Factors and HCl- Extractability of Minerals of Pearl Millet Cultivars. J.Food Tech, 3: 529-534.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC

Amadou, I., Gounga, M.E. and Le, G.W., 2013. Millets: Nutritional composition, some health benefits and processing-Areview. Emirates

Journal of Food and Agriculture, 25(7 : 501509

Aminah, S dan H. Wikanastri. 2012. Karakteristik Kimia Tepung Kecambah Serealia dan Kacang – Kacangan dengan Variasi Blanching. Jurnal Surya Masyarakat. 978-602-18809-0-6 : 209217.

Dewi, IGAAS., IGA Ekawati dan IDPK Pratiwi. 2018. Pengaruh Lama Perkecambahan Millet (Panicum miliaceum Terhadap Karakteristik Flakes. Jurnal ITEPA 7(4 : 175-183

Kindiki, M.M., A. Onyago dan F. Kyalo. 2015. Effect of processing on nutritional and sensory quality of pearl millet flour. J. Food Science and Quality Management 42: 13-19

Macfarlane S., Macfarlane G.T. & Cummings J.H., 2006. Review article: prebiotics in the gastrointestinal tract. Aliment. Pharmacol. Ther., 24, 701-714.

Maha Ali, A.M., A. H. El Tinay and A. H. Abdalla. 2003. Effect of fermentation on the in vitro protein digestibility of pearl millet. Food Chemistry, 80 (1 : 51-54.

Martin Cabrejas. 2004. Effect of fermentatition and autoclaving on dietary fiber fractions and antinutritional factors of beans (Phaseolus vulgaris L. . Journal of Agricultural and Food Chemistry. 52:2 : 261-26

Nishitani, Y., E. Sasaki, T. Fujisawa dan R. Osawa. 2004. Genotypic analyzes of. Lactobacilli with a range of tannase activities isolated from human feces and fermented foods. Systs. Appl. Microbiology 27: 109-117

Onyago, C.A., S.O. Ochanda dan M.A. Mwasaru. 2013. Effect of Malting and Fermentation on Anti-Nutrient   Reduction and Protein

Digestibility of Red Sorghum, White Sorghum and Pearl Millet. Journal of Food Research 2: 41-49.

Osman, M.A. 2010. Effect of traditional fermentation process on the nutrient and antinutrient contents of pearl millet during preparation of Lohoh. Jurnal of the Saudi Society of Agricultural Sciences. 10: 1-6.

Osawa, R., K. Kuroiso, S. Goto dan A. Shimizu. 2000. Isolation of tannin-degrading Lactobacilli from humans and fermented foods. Appl. Environ Microbiol. 66 : 30933097

Pratiwi, IDPK dan IN Kencana Putra. 2018. Optimasi Proses Fermentasi Pada Pengolahan Proso Millet (Pannicum miliaceum (L. dan Pengaruhnya Terhadap Kualitas Tepung Yang Dihasilkan. Laporan Akhir Penelitian. Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.

Rahman, I.E.A. and Osman, M.A.W., 2011. Effect of sorghum type (Sorghum bicolor and

traditional fermentation on tannins and phytic acid contents and trypsin inhibitor activity. Journal of Food, Agriculture and Environment, 9(3 , pp.163-166.

Schons P. F., E. F.Ries, V. Battestin dan G.A. Macedo (2012 . Effect of Enzymatic Treatment on Tannins and Phytate in Millet (Panicum miliaceum and Its Nutritional Study in Daramola S. T. 211 rats. International Journal of Food Science & Technology, 46:1253–1258.

38