Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian

AGROTECHNO

Volume 4, Nomor 2, Oktober 2019

ISSN: 2503-0523 e-ISSN: 2548-8023

Kadar Glukosa Darah dan Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Diabetik yang Diberi Diet Tempe Kacang Gude (Cajanus cajan (L) Millsp)

Blood Glucose Levels and Description of Kidney Histopathology of Diabetic Rats Provided by Pigeon Pea (Cajanus cajan (L) Millsp) Diet

N. L. Ari Yusasrini dan A.S. Duniaji

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Email : ari_yusasrini@yahoo.com

Abstract

The specific purpose of this study was to determine changes in blood glucose levels and histological features of diabetic rats that were given a diet of pigeon pea (Cajanus cajan (L) Mill sp.) tempeh. The stages of the research included making the pigeon pea tempe, making standard and treatment feed and followed by bioassay testing using alloxan-induced diabetic rats. The analysis included proximate analysis, fiber and antioxidant capacity in raw materials, analysis of blood sugar, weight weighing and observation of kidney histopathological. The results showed that the feeding of pigeon pea tempeh showed hypoglycemic effect which was marked by a decrease in rat blood glucose levels from 323.68 mg / dL to 200.37 mg / dL. Observations on renal histology showed that the PS (-) and PTKG groups showed almost the same glomerular condition and fewer cells experienced necrosis compared to the PS (+) group. The results of this study are expected to be beneficial for the development of pigeon pea as functional food, especially for the dietary therapy of patients with diabetes mellitus

Keywords: diabetes mellitus, pigeon pea, tempeh, histopathological

Abstrak

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk menentukan perubahan kadar glukosa darah dan gambaran histologi ginjal tikus diabetes yang diberi diet tepung tempe kacang gude (Cajanus cajan (L) Millsp). Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan tempe kacang gude, pembuatan pakan standar dan pakan perlakuan dan diikuti dengan pengujian bioassay menggunakan tikus diabetes yang diinduksi aloksan. Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat, analisis serat dan kapasitas antioksidan dalam bahan baku, analisis gula darah, penimbangan berat badan dan pengamatan histopatologi ginjal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pakan tempe kacang gude menunjukkan efek hipoglikemik yang ditandai dengan penurunan kadar glukosa darah tikus dari 323,68 mg / dL menjadi 200,37 mg / dL. Pengamatan histologi ginjal menunjukkan bahwa kelompok PS (-) dan PTKG menunjukkan kondisi glomerulus yang hampir sama dan lebih sedikit sel yang mengalami nekrosis dibandingkan dengan kelompok PS (+). Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan kacang gude sebagai pangan fungsional, terutama untuk terapi diet pasien diabetes mellitus.

Kata kunci : diabetes mellitus, kacang gude, tempe, histopatologi

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dicirikan dengan kondisi hiperglikemia kronis yang mengakibatkan peningkatan produksi radikal bebas di dalam tubuh sehingga memicu terjadinya stres oksidatif. Kondisi hiperglikemia menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein dan aktivasi jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif. Kondisi hiperglikemia

kronis dapat menyebabkan disfungsi berbagai organ. Nelson (2010) melaporkan bahwa mikroangiopati atau kerusakan pembuluh darah kecil merupakan kerusakan yang disebabkan diabetes mellitus. Mikroangiopati meliputi nefropati, neuropati dan retinopati.

Komplikasi lanjut pada penderita diabetes mellitus dapat dihindari dengan penanganan yang tepat biasanya berupa terapi medis. Namun, terapi medis dengan menggunakan obat-obatan yang bersifat hipoglikemik seperti insulin dan oral antidiabetes

Yusasrini, N. L. Ari, dan A.S. Duniaji. 2019. Kadar Glukosa Darah dan Gambaran Histopatologi Ginjal Tikus Diabetik yang Diberi Diet Tempe Kacang Gude (Cajanus cajan (L) Millsp). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 4, No. 2, 2019. Hal. 78-84 78


hanyalah bersifat perawatan dan tidak untuk penyembuhan dan pencegahan komplikasi sehingga harus diberikan secara kontinyu. Selain itu memerlukan biaya yang mahal, sangat membosankan bagi pasien dan terkadang menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan. Untuk mengantisipasi dampak tersebut maka dikembangkan sistem pengobatan dengan terapi diet. Terapi diet pada penderita diabetes mellitus umumnya didasarkan pada kaidah 3-J yaitu jumlah, jenis dan jadwal. Pemilihan ingredient diet yang bersifat hipoglikemik tentunya menjadi alternatif pilihan yang baik bagi penderita diabetes mellitus. Selain itu asupan pangan yang mampu meredam kerusakan oksidatif juga sangat diperlukan. Oleh karena itu diperlukan antioksidan eksogen sebagai penghambat kerusakan oksidatif di dalam tubuh. Antioksidan tersebut dapat berupa vitamin C, vitamin E dan glutathion.

Tempe merupakan salah satu produk pangan fermentasi kedelai yang sudah terkenal di Indonesia karena selain memiliki cita rasa yang enak juga mengandung antioksidan sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Astuti et al., (2000) melaporkan tempe mengandung sejumlah komponen penting seperti isoflavon, enzim Superoksida Dismutase (SOD), asam fitat, vitamin, protein dan mineral yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Tempe juga dilaporkan memiliki efek fisiologis yang menguntungkan seperti menurunkan kadar lemak darah, mencegah kanker dan penyakit degeneratif (Astuti et al., 2000). Bintanah dan Kusuma (2010) melaporkan bahwa pemberian pakan standar yang disubstitusi 50% tepung tempe mampu menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetik dari 209,8 mg/dL menjadi 94,6 mg/dL selama 3 minggu perlakuan. Wulan et al., (2000) juga melaporkan bahwa hewan coba diabetes yang diberi pakan tempe memiliki aktivitas enzim SOD yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan kedelai.

Secara umum, bahan baku pembuatan tempe adalah kedelai, namun beberapa penelitian telah mengembangkan pembuatan tempe dengan mempergunakan bahan baku kacang lokal. Salah satunya adalah kacang gude. Dewi et al., (2014) melaporkan tempe kacang gude yang dibuat melalui proses fermentasi 42 jam memiliki kadar air 64,41%, kadar abu 1,187%, kadar protein 16,04%, kadar lemak 0,62%, karbohidrat 17,73%, total fenol 1,393% dengan aktivitas antioksidan sebesar 30,33 %. Proses fermentasi yang terlibat selama pembuatan tempe, akan meningkatkan kualitas nutrisi kacang gude seperti peningkatan total fenol dan aktivitas antioksidan. Satyari et al., (2016) juga melaporkan bahwa tepung tempe kacang gude

memiliki karakteristik fisik, kimia dan fungsional yang lebih baik dibandingkan dengan tepung kacang gude.

Pemanfaatan kacang gude sebagai bahan baku tempe masih kurang berkembang dan informasi mengenai sifat fungsionalnya juga masih terbatas. Yusasrini dan Jambe (2018) melaporkan bahwa kacang gude dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pada tikus diabetes. Dengan demikian tempe kacang gude sangat memungkinkan dikaji efek fisiologisnya secara in vivo sebagai acuan untuk pengembangan pangan diet bagi penderita diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek fisiologis pemberian tempe kacang gude khususnya dalam menurunkan kadar glukosa darah hewan coba yang diinduksi diabetes.

METODE PENELITIAN

Bahan dan alat

Tempe kacang gude dibuat dengan bahan baku utama kacang gude varietas lokal dan ragi tempe. Bahan untuk pembuatan pakan standar meliputi. pati jagung, CMC, minyak kedelai, sukrosa, kasein, campuran vitamin, campuran mineral, L-sistin dan kolin bitartrat. Reagen kimia yang digunakan untuk analisis yaitu alloxan monohidrat (Sigma), aquabidestilata, NaOH, H2SO4, asam borat, HgO, Na2SO4, HCl pekat, hexan dan Kit “Blood Glucose Monitoring System”, (Sigma).

Peralatan yang digunakan untuk analisis diantaranya inkubator, vortex, sentrifugasi kecil (Hettich EBA III), ependorf, satu unit alat untuk analisis protein, satu unit alat untuk analisis lemak, grinder, blender (Philips), kandang tikus dan perlengkapannya, muffle furnance (Heraeus Instrument), oven, timbangan kasar (Sartorius), neraca analitik (Sartorius), syringe injeksi, micro-hematokrite tube (Becton Dickinson & Company), mikro pipet dan peralatan gelas.

Pembuatan tempe kacang gude

Kacang gude direbus selama 30 menit, kemudian direndam dengan air bekas rebusan selama 24 jam. Setelah itu dicuci dengan air mengalir dan dikupas kulitnya, kemudian dikukus selama 30 menit, ditiriskan, didinginkan dan ditambahkan ragi 2 g/100 g kacang gude. Kacang gude yang sudah ditambahkan ragi selanjutnya dikemas dengan plastik yang dilubangi dan difermentasi selama 42 jam pada suhu ruang.

Pembuatan tepung tempe kacang gude

Tempe kacang gude dipotong kecil-kecil selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 oC selama 12 jam. Tempe yang telah kering dihancurkan

dengan blender dan diayak dengan ayakan 60 mesh. Tepung tempe kacang gude dikemas dalam wadah tertutup rapat dan disimpan dalam referigerator sampai waktu penggunaan.

Pembuatan pakan standar dan pakan perlakuan.

Pakan standar dibuat dengan cara mencampurkan bahan – bahan yang mengacu pada pembuatan pakan standar menurut AIN 1993 (Reeves et al., 1993). Pencampuan bahan dilakukan sampai terbentuk adonan yang homogen. Adonan selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin pencetak hingga diperoleh pakan standar berbentuk silinder panjang. Pakan standar yang telah dicetak selanjutnya dikeringkan dalam oven selama ± 8 jam pada suhu 50oC.

Formulasi pakan perlakuan dibuat dengan cara mengganti sumber protein pada pakan standar (kasein) dalam pakan standar dengan tepung tempe kacang gude dengan pertimbangan iso kalori dan iso nitrogen. Selanjutnya bahan-bahan penyusun pakan perlakuan dicampur homogen, dimasukkan ke dalam mesin pencetak dan dikeringkan dalam oven pada suhu 500 C selama ± 8 jam. Pakan standar dan pakan perlakuan yang telah kering dimasukkan ke dalam wadah yang tertutup rapat dan disimpan di dalam referigerator.

Bioassay

Tikus Wistar jantan berumur ± 3 bulan dengan berat 100 – 200 g, sebanyak 21 ekor. Tikus yang digunakan dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu dan diberi pakan standar. Di akhir masa aklimatisasi tikus ditimbang berat badannya dan dilakukan analisis gula darah awal. Tikus selanjutnya dipuasakan semalam dengan pemberian air minum secara ad libitium. Tikus dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok placebo/kontrol diberi pakan standar atau kelompok PS (-), kelompok injeksi alloxan diberi pakan standar atau kelompok PS (+) dan kelompok injeksi alloxan diberi pakan tempe kacang gude atau kelompok PTKG. Injeksi alloxan dilakukan secara intraperitoneal dengan dosisi 100 mg/kg bb. Bioassay dilakukan selama 30 hari. Pengamatan konsumsi pakan dilaksanakan setiap hari. Penimbangan berat badan dan pengujian gula darah dilakukan pada hari ke 0, hari ke-2 setelah injeksi alloxan, dan hari ke 30. Pada akhir biossay dilakukan pembedahan, organ ginjal diambil untuk histopatologinya.

Analisis

Tepung tempe kacang gude dianalisis kadar air dengan metode pemanasan oven (AOAC, 1990),

kadar abu dengan pemijaran dalam muffle (AOAC, 1990), kadar protein dengan cara semi mikro kjeldahl (AOAC, 1990), lemak dengan metode soxhlet (AOAC, 1990), kadar serat kasar dengan metode hidrolisis asam basa (AOAC, 1990), analisis kapasitas antioksidan (Khan et al., 2012), analisis glukosa darah darah ditentukan dengan metode GOD-PAP, dan pengujian histopatologi ginjal dengan metode pewarnaan HE.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat dan Kapasitas Antioksidan Tepung Tempe Kacang Gude

Pengolahan kacang gude menjadi tempe dapat meningkatkan kandungan zat gizi seperti protein dan serat kasar. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kacang gude memiliki kadar protein dan serat kasar berturut-turut 20,18% dan 5,60% (Yusasrini dan Jambe, 2018). Adanya proses fermentasi pada pembuatan tempe menyebabkan pemecahan molekul protein yang kompleks menjadi bentuk yang lebih sederhana akibat aktivitas enzim proteolitik dari kapang. Selain peningkatan kadar protein, proses fermentasi juga meningkatkan kapasitas antioksidan (Tabel 1).

Tabel 1. Analisis proksimat dan kapasitas antioksidan tepung tempe kacang gude.

Parameter

Kadar

Kadar air (%)

10,93

Kadar abu (%)

3,95

Kadar protein (%)

21,54

Kadar lemak (%)

2,89

Kadar karbohidrat (%)

60,7

Kadar serat kasar (%)

6,35

Kapasitas antioksidan

379,06

mg/L GAEAC

Menurut Astuti et al., (2000), antioksidan dalam tempe diantaranya isoflavon, tokoferol dan ensim superoksida dismutase. Peningkatan kapasitas antioksidan selama fermentasi dikarenakan adanya aktivitas kapang dalam tempe. Dalam penelitian yang dilakukan Astuti, et al (1995) menunjukkan bahwa dalam tempe terdapat aktivitas enzim superoksida dismutase yang merupakan enzim antioksidan, sedangkan menurut Wang dan Murphy (1996) setelah 22 jam fermentasi, isoflavon aglikon yang terkandung dalam tempe meningkat 6,5 kali. Pembentukan aglikon selama fermentasi tempe disebabkan oleh aktivitas hidrolitik enzim β-glukosidase yang diproduksi oleh Rhizopus sp.

Glukosa Darah

Pakan perlakuan dibuat dengan mengganti sumber protein kasein pada pakan standar dengan tepung tempe kacang gude dengan pertimbangan isokalori. Formula pakan standar dan pakan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Formula pakan standar dan pakan perlakuan.

Bahan

Pakan standar (g/kg)

Pakan tempe kacang gude (g/kg)

Pati jagung

620,69

285,35

Kasein

140.

0

Sukrosa

100

100

Minyak kedelai

40

25,54

CMC

50

14,92

Campuran mineral

35

13,18

Campuran vitamin

10

10

L-sistin

1,8

1,8

Kolin bitrartrat

2,5

2,5

Tempe kacang gude

0

552,46

Total

1000        1000

Pengamatan selama 30 hari menunjukkan bahwa terjadi perubahan kadar glukosa darah khususnya pada kelompok PS(+) dan PTKG (Gambar 1). Pada hari ke-0, ketiga kelompok tikus memiliki rata-rata kadar glukosa darah yang tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 127,84 mg/dL – 137,21 mg/dL. Menurut Taguchi (1985), tikus putih galur SD jantan memiliki kadar glukosa darah normal sekitar 105,2 ± 14,2 mg/dl (Taguchi, 1985).

Injeksi alloxan menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah pada kelompok PS(+) dan PTKG. Kondisi diabetik akan tercapai apabila kadar glukosa darah tikus di atas kadar glukosa darah normalnya. Kelompok PS(+) dan PTKG memiliki kadar glukosa darah berturut-turut 356,12 mg/dL dan 323 mg/dL, dengan demikian kedua kelompok tikus tersebut sudah berada pada kondisi diabetik. Menurut Bondy dan Rosenberg (1980) kondisi diabetes secara eksperimental dengan mnggunakan hewan coba dapat tercapat setelah injeksi alloxan selama 24-48 jam. Alloxan merupakan senyawa toksik yang bersifat selektif pada sel beta pankreas.

Sumber : Reeves et al., (1993)

Gambar 1. Perubahan kadar glukosa darah


Perlakuan selama 30 hari menunjukkan adanya penurunan kadar glukosa darah khususnya pada kelompok PTKG, sedangkan tikus kelompok PS(+) kadar glukosa darahnya cenderung tetap. Penurunan kadar glukosa darah tikus kelompok PTKG yaitu sebesar 38,09 %. Yusasrini dan Jambe (2018) melaporkan bahwa tepung kacang gude memiliki efek hipoglikemik karena dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetik sebesar 38,40 %. Dengan demikian kacang gude baik dalam bentuk tepung ataupun diolah lebih lanjut menjadi produk olahan seperti tempe tetap menunjukkan efek hipoglikemik.

Efek hipoglikemik tempe kacang gude kemungkinan disebabkan oleh kandungan berbagai komponen

seperti protein, serat dan antioksidan yang bekerja sinergis dalam menurunkan kadar glukosa darah. Tempe kacang gude memiliki kandungan protein sebesar 21,54 % dan juga dilaporkan mengandung asam-asam amino esensial. Sine dan Sutarto (2016) melaporkan bahwa tempe kacang gude mengandung 15 jenis asam amino. Beberapa asam amino memiliki konsentrasi yang tinggi seperti pada asam glutamat, asam aspartat, phenilalanin, lisin, leusin, dan arginin, sedangkan asam amino dengan konsentrasi yang sedang terdapat pada alanin, serin, tirosin, histidin, threonin, glisin, dan valin. Menurut van Loon et al., (2003) pemberian asam amino bebas dan campuran protein dapat meningkatkan sekresi insulin pada

pasien DM tipe 2, dengan demikian akan terjadi penurunan kadar glukosa darah.

Tempe kacang gude juga memiliki kapasitas antioksidan yang cukup tinggi yaitu sebesar 379,06 mg/L GAEAC. Peranan antioksidan dalam menurunkan kadar glukosa darah telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Widowati (2008) melaporkan bahwa Senyawa antioksidan sintetik maupun alami (dari berbagai tanaman) mampu mengontrol kadar glukosa darah dan mencegah komplikasi diabetes. Senyawa aktif golongan polifenol pada tanaman mempunyai aktivitas antioksidan dan hipoglisemik.

Berat Tikus

Hasil pengamatan terhadap berat tikus dapat dilihat pada Gambar 2. Tikus yang dipergunakan memiliki berat awal rata-rata 84,49 g – 112,73 g. Pengamatan pada hari ke-1 setelah injeksi alloxan menunjukkan bahwa tidak terdapat penurunan yang signifikan pada

berat tikus khususnya kelompok PS(+) dan PTKG meskipun terjadi penurunan tingkat konsumsi pakan pada hari tersebut.

Pengamatan selama 30 hari menunjukkan bahwa terjadi kenaikan berat tikus pada semua kelompok perlakuan, dimana beratnya berkisar antara 155,75 g - 171,95 g. Tikus kelompok PS(+) dan PTKG memiliki rata-rata berat yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ganong (1993) melaporkan bahwa salah satu gejala klinis diabetes mellitus adalah penurunan berat badan. Pada kondisi diabetes reaksi glukoneogenesis akan mengalami peningkatan, sehingga akan terjadi defisiensi glukosa intraseluler dan kelebihan glukosa ekstraseluler. Sumber cadangan energi yang berasal dari lemak dan protein juga dibongkar karena glukosa tidak dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi.

Gambar 2. Perubahan berat tikus


Histopatologi Ginjal

Hasil pengamatan mikroskopik menunjukkan bahwa terjadi nekrosis pada glomerulus dan tubulus dan kondisi ini ditemukan pada semua kelompok perlakuan (Gambar 3). Pada tikus kelompok PS (-) ditemukan nekrosis pada epitel tubulus proksimalis, distalis dan glomerulus dengan distribusi multilokal. Pada tikus kelompok PS (+) ditemukan kongesti multilokal pada bagian korteks ginjal juga terlihat nekrosis pada tubulus epitel proksimal, distalis dan gromerolus dengan distribusi multilokal. Sedangkan pada kelompok PTKG tidak ditemukan adanya kongesti pada bagian korteks ginjal dan hanya terlihat nekrosis pada epitel tubulus proksimalis, distalis dan glomerulus dengan distribusi multilokal. Gambaran histopatologi ginjal tikus kelompok

kontrol dan PTKG menunjukkan kondisi yang hampir sama yaitu glomerulus lebih baik dan sel lebih sedikit mengalami nekrosis.

Menurut Mardiastuti (2002) kerusakan pada tubulus ginjal diawali dengan masuknya zat toksik ke dalam sel epitel tubulus. Pada tubulus proksimalis terjadi proses absorpsi dan sekresi sehingga zat toksik terkonsentrasi lebih tinggi, dengan demikian pada bagian ini akan paling mudah terluka akibat zat toksik atau iskemia. Wibowo (2004) melaporkan pada kasus diabetes mellitus keadaan angiopati menyebabkan penyempitan pembuluh darah termasuk pembuluh darah yang menuju ke ginjal. Kejadian lebih lanjut akan menyebabkan nekrosis atau kematian sel berbagai organ termasuk ginjal.

Keterangan :

Panah biru : kongesti

Panah hitam : nekrosis glomerolus

Panah kuning : nekrosis tubulus distalis

Panah hijau : nekrosis tubulus proksimalis


Gambar 3. Histologi ginjal

KESIMPULAN

Kesimpulan dari penelitian ini adalah : pemberian pakan tempe kacang gude menunjukkan efek hipoglikemik yang ditandai dengan penurunan kadar glukosa darah tikus dari 323,68 mg/dL menjadi 200,37 mg/dL. Pengamatan terhadap histologi ginjal menunjukkan bahwa kondisi glomerulus ginjal kelompok tikus injeksi alloxan yang diberi diet kacang gude lebih baik dari pada kelompok tikus injeksi alloxan yang diberi diet pakan standar.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana selaku pemberi dana penelitian dengan Surat Perjanjian Kerja Penelitian Nomor : 946/UN 14.2.12.II/PN.01.00.00/2018, tanggal 5 April 2018.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, M. 1995. Tempe dan Antioksidan:Prospek Pencegahan Penyakit Degeneratif. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Yayasan Tempe Indonesia. Jakarta. Hal 144.

Astuti, M., A. Meliala, F. S. Dalais and M.

L.Wahlqvist. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from IndonesiaAsia Pacific J Clin Nutr 9(4): 322–325

AOAC. 1990. Official Methods of Analysis. 15th ed.

Vol. 2. Virginia

Bintanah, S. dan H. S. Kusuma. 2010. Pengaruh pemberian bekatul dan tepung tempe terhadap profil gula darah pada tikus yang diberi alloxan. Jurnal Pangan dan Gizi 1 (2)

Bondy, P.K. and Rosenberg. 1980. Metabolic Control and Disease. 8th ed. Tokyo: Saunders Company.

Dewi, I.W.R., C. Anam dan E. Widowati. 2014. Karakteristik sensoris, nilai gizi dan aktivitas antioksidan tempe kacang gude (Cajanus cajan) dan tempe kacang tunggak (Vigna unguiculata) dengan berbagai variasi waktu fermentasi. Biofarmasi 12 (2) : 73-82

Ganong, W.F. 1993. Review of Medical Physiology Lange Medical Publication. San Fransisco, California.

Mardiastuti, E. 2002. Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus Diabetes Mellitus yang Diberi Infus Batng Brotowali (Tinospora tuberculate L.) sebagai Bahan Antidiabetik. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Nelson, R.W. 2010. Canine Diabetes Mellitus. Textbook of Veterinary Internal Medicine 7th Ed. : 1782 -1796

Reeves, P.G., F.H. Nielsen dan G.C. Fahey. 1993. AIN-93. Purified Diets for Laboratory Rodents : Final Report of the American institute of Nutrition Ad Hoc writing Committee on the Reformulation of AIN-76 Rodent Diet. J. Nutr. 123 : 1939-1953

Satyari, N.P.R., N.W. Wisaniyasa dan N.K. Putra. 2016. Studi Sifat Kimia, Fisik dan Fungsional Tepung Kacang Gude dan Tepung Tempe Kacang Gude (Cajanus cajan (L) Millsp). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Udayana

Taguchi, Y. 1985. Experimental Animals. Tokyo: Clea Japan, Inc.

van Loon, L.J.C., Kruijshoop, M., Menheere, P.P.C.A., Wagenmakers, A.J.M., Wim, H.M.S. dan Hans, A. K. 2003. Amino Acid Ingestion Strongly Enhances Insulin Secretion in Patiens With Long-Term Type 2 Diabetes. Diabetes care :26 (3), 625-630.

Wang and Murphy. 1996 dalam Villares et al. Food Bioprocess Technol 10 : 1-12. Content and Profile of Isoflavones in Soy-Based Foods as a Function of the Production Process. 2009.

Wibowo, E.W. 2004. Kiat Merawat Kaki Diabetes. http://www.waspada.co.id/cetak/index.php ?article_id =37246, diakses pada tanggal 10 Juni 2016

Widowati, S. 2007. Sehat Dengan Pangan Indeks Glikemik Rendah. Warta Penelitian dan Pengmbangan Pertanian. Vol 29 No 3.

Wulan, S.N., M.Astuti, Y. Marsono dan Z. Noor. 2000. Pengujian Efek Antioksidatif Kedelai, Fraksi Protein Kedelai dan Tempe pada Tikus yang Diinduksi Diabetes dengan Injeksi Alloxan. Proseding Seminar Nasional Industri Pangan : 175-182

Yusasrini, N.L.A. dan A.A.G.N.A. Jambe. 2018. Efek Hipoglikemik Diet Kacang Gude (Cajanus cajan (L) Millsp) pada Tikus Diabetik. Agrotechno 3(2) : 367-372

84