Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian

AGROTECHNO

Volume 3, Nomor 2, Oktober 2018

ISSN: 2503-0523 e-ISSN: 2548-8023

Pemodelan Matematis Kimia Tanah dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Metode SRI (System of Rice Intensification)

Mathematical Modeling of Soil Chemistry and Their Influences on Rice Grown with SRI (System of Rice Intensification) Method

Erni Romansyah

Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Muhamadyah Mataram

email: erniroman@gmail.com

Abstrak

Tanaman padi memerlukan unsur hara, air, dan udara untuk pertumbuhannya. Unsur hara dan air diperlukan untuk membentuk tubuh tanaman. Sedangkan udara dalam hal ini CO2 dan air dengan bantuan cahaya akan menghasilkan karbohidrat yang merupakan sumber energy untuk pertumbuhan tanaman. Agar proses fisiologi tanaman dapat berlangsung dengan baik, diperlukan lingkungan fisik dan kimia yang cocok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji fenomena kimia tanah pada berbagai aplikasi irigasi dan variasi komposisi pupuk serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial dengan menerapkan 3 metode aplikasi irigasi (A, B, dan C) sebagai faktor pertama, dan 5 variasi komposisi pupuk (1, 2, 3, 4, 5). Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali yang dibagi dalam 5 blok penelitian. Variable yang diukur adalah variable tanaman, iklim, tanah, dan panen. Model yang dibangun adalah model ketersediaan pupuk berdasarkan kinetika reaksi Michaelis Menten, dan model pertumbuhan tinggi tanaman menggunakan model monomolecular. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan hara dipengaruhi oleh pH tanah dan keberadaan mikroorganisme tanah dalam hal ini mokroba. Laju ketersediaan hara tertinggi diperoleh pada perlakuan penggenangan karena pH nya lebih rendah. Namun, metode pemberian air secara intermittent yang diberikan mampu mendukung penyerapan hara yang lebih baik oleh tanaman. Laju pertumbuhan tinggi tanaman yang paling optimum diperoleh pada perlakuan intermitten karena tingginya laju serapan pupuk berkorelasi positif terhadap pertumbuhan tanaman

Kata kunci: kimia tanah, SRI, model pertumbuhan, mikroba, ketersediaan hara

Abstract

Rice plants require nutrient, water, and air for growth. Nutrient and water needed to form the plant body. While air, in this case CO2 and water with the helped by light will produce a carbohydrate as a source of energy for plant growth. In order the plant physiological processes can take place properly, needed the physical and chemical environments suitable. The purpose of this study was to examine the phenomenon of soil chemistry on various applications of irrigation and fertilizer composition variation and its influence on plant growth. This study used a factorial randomized block design patterns by applying 3 irrigation application method ( A , B , and C ) as the first factor , and 5 variations of the composition of the fertilizer ( 1, 2, 3, 4, 5) . Each treatment was repeated 5 times and they were divided into 5 blocks. Measured variable is the growth, climate, soil, and crops variable. The model was built is a model of availability fertilizers based on kinetics reaction Michaelis Menten, and plant height growth model using monomolecular models. The results showed that the availability of nutrients is affected by soil pH and the presence of soil microorganisms in this microbe. The highest rate of nutrient availability was obtained on treatment of flooding due to a lower pH. However, the method of giving water intermittently given able support better nutrient absorption by plants. The rate of growth in the most optimum plant height obtained on intermittent treatment because of the high rate of uptake of fertilizer on plant growth are positively correlated.

Keyword: soil chemistry, SRI, growth model, microbes, nutrient availability

PENDAHULUAN

Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat yang banyak digunakan

sebagai bahan baku dalam industri jamu serta obat di Indonesia. Kunyit berkhasiat melancarkan darah dan, antioksidan, meluruhkan haid

Erni Romansyah. 2018. Pemodelan Matematis Kimia Tanah dan Pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Metode SRI (System of Rice Intensification). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 3, No. 2, 2018. Hal.342-347


(emenagog), antiradang (anti inflamasi), meredakan nyeri (analgesik), mempermudah persalinan, anti bakteri dan mempercepat penyembuhan luka (Haryono, 2012). Kunyit mengandung banyak zat aktif, salah satunya adalah antioksidan. Komponen antioksidan utama yang terpenting dalam kunyit adalah kurkuminoid (Itokawa dkk., 2008). Kurkumioid terdiri atas senyawa kurkumin, demetokikurkumin dan bisdemetoksikurkumin. Kurkuminoid berwarna kuning atau dari ketiga kandungan kurkuminoid tersebut, kurkumin merupakan komponen terbesar dibandingkan dengan komponen kurkuminoid lainnya (Sumiati, 2004).

Senyawa aktif pada suatu bahan dapat didapatkan umumnya dengan cara ekstraksi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu maserasi, perkolasi dan sokhletasi. Metode yang paling sering digunakan untuk mengekstrak komponen bioaktif adalah metode maserasi. Metode maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana, tidak menggunakan suhu tinggi saat ekstraki dan biaya yang digunakan murah serta mudah untuk dilakukan dan peralatannya sederhana tanpa pemanasan sehingga tidak merusak senyawa kurkumin (Hargono, 1986; Noerono, 1994). Faktor–faktor yang mempengaruhi laju ekstraksi adalah persiapan sampel, waktu ekstraksi, jumlah sampel, suhu, dan jenis pelarut (Utami, 2009).

Persiapan sampel sangat mempengaruhi hasil akhir dari suatu penelitian seperti suhu pengeringan ataupun metode pengeringan sampel, karena kandungan senyawa aktif pada suatu bahan tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pengeringan merupakan kegiatan yang paling penting dalam pembuatan simplisia, dimana kualitas produk yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh metode pengeringan (Mahapatra dkk., 2009). Terdapat berbagai metode dalam pengeringan yaitu antara lain pengeringan dengan sinar matahari langsung dan pengeringan dengan oven. Masing–masing cara metode pengeringan memiliki kelemahan dan kelebihan salah satunya adalah pengeringan dengan sinar matahari langsung, pengeringan ini merupakan proses pengeringan yang paling ekonomis namun dilihat dari segi kualitas yang dihasilkan pada umumnya atau prsoes pengeringannya lama dan semua tergantung akan cuaca. Pada pengeringan dengan alat oven akan menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik (Anon, 2010). Menurut Muller dkk (2006) pengeringan dengan oven/cabinet dryer dianggap lebih menguntungkan karena suhu dapat dikontrol dan akan terjadi pengurangan kadar air dalam

jumlah besar dalam waktu yang singkat, akan tetapi penggunaan suhu yang terlampau tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada senyawa yang terkandung di dalam sampel sehingga akan mengurangi kualitas produk yang dihasilkan.

Hasil ekstraksi senyawa fitokimia oleh pelarut sangat tergantung kepada kelarutan senyawa tersebut didalam pelarut. Penggunaan jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut sehingga memberikan pengaruh terhadap senyawa fitokimia yang dihasilkan. Tingkat polaritas akan menentukan hasil ekstraksi dan antioksidan yang terkandung dalam ekstrak. Perbedaan polaritas dari pelarut menghasilkan perbedaan jumlah dan jenis senyawa metabolit sekunder yang didapat (Fajarullah, 2014). Senyawa kurkumin bersifat polar, sehingga dibutuhkan pelarut yang bersifat polar untuk menghasilkan senyawa kurkumin dan aktivitas antioksidan yang tinggi. Pelarut yang bersifat polar diantaranya adalah etanol, metanol, aseton, air, dan isopropanol (Sudarmadji dkk., 1997), sedangkan menurut Pokorny., dkk (2001) pelarut dengan tingkat polaritas medium seperti etil asetat lebih baik digunakan untuk ekstraksi komponen antioksidan (senyawa kurkumin) daripada salah satu pelarut nonpolar atau pelarut dengan polaritas tinggi.

Berdasarkan latar belakang diatas sehingga perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh metode pengeringan dan jenis pelarut terhadap rendemen dan kadar kurkumin ekstrak kunyit (Curcuma domestica Val.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Analisis Pangan, Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan,Fakultas Teknologi Pertanian, mulai bulan November 2016 sampai dengan bulan Februari 2017.

Alat dan Bahan

Alat - alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini antara lain : pisau stainless, talenan, tampah, sendok, loyang, blender (Philips), oven (blue M), ayakan 80 mesh (Retsch), spektrofotometer (Unico UV-2100), tabung reaksi (Pyrex), rak tabung, pipet tetes 3 ml, pipet volume 1 ml (Merk), mikropipet (Socorex), gelas ukur (Pyrex), beaker glass (Pyrex) , vortex (Thermolyne), erlenmeyer (Pyrex), corong, batang pengaduk, spatula, kertas saring kasar,

kertas saring whatman no 1, kuas, aluminium foil, tisu, penjepit, desikator, rotary vakum evaporator (IKA RV 10), timbangan analitik (Methler Toledo AB-204), kertas label, tisu, botol sampel.

Bahan - bahan yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku terdiri dari kunyit (Curcuma domestica Val.) yang diperoleh dari daerah Baturiti, Tabanan. Bahan kimia yang di gunakan dalam melakukan analisis meliputi auades, kurkumin 0,1 %, etanol 96%, etil asetat, metanol, asam galat, larutan DPPH yang semua mempunyai grade pro analysis (Merck KgaA). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah terung belanda tipe merah, tingkat kematangan optimal berwarna merah penuh merata yang diperoleh di pasar Badung, gula pasir merk lokal, sirup glukosa merk prambanan kencana dan gelatin (semua bahan dibeli di UD. Feny Jl. Kartini Denpasar). Bahan-bahan kimia yang digunakan yaitu, aquades, metanol, HCL, NaOH, asam sitrat, natrium sitrat, KI, amilum, iod, natrium karbonat anhidrat, garam Rochelle, natrium bikarbonat, natrium sulfat anhidrat, CuSO4H2O,     glukosa anhidrat dan

arsenomolibidat.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor yaitu pengeringan, yang terdiri dari pengeringan sinar matahari dan pengeringan oven dan jenis pelarut yang terdiri pelarut etanol dan pelarut etil asetat. Percobaan diulang sebanyak tiga kali ulangan, sehingga diperoleh 12 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan adanya pengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey. (Montgomery dkk., 1991).

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kadar air dengan metode pengeringan kadar air (AOAC, 2005), rendemen (Jayanudin dkk., 2014), kurkumin (Harini dkk., 2012), kapasitas antioksidan (Yun, 2001).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan Bubuk Simplisia

Penelitian dimulai dengan penyiapan simplisia kunyit. Kunyit dicuci dan ditiriskan, selanjutnya diiris ± 1 mm untuk memperluas permukaan dan memudahkan dalam pengeringan. Kunyit yang sudah diiris kemudian dilakukan proses pengeringan dengan menggunakan metode : sinar

matahari ± 2-3 hari dan oven dengan suhu ± 550 C selama 5 jam (hingga mudah dipatahkan dan kadar air ± 9 %). Kunyit yang telah dilakukan perlakuan pengeringan selanjutnya dihancurkan menggunakan blender dengan kecepatan sedang hingga berbentuk bubuk dan diayak dengan ukuran 80 mesh (Harjanti, 2008). Bahan yang tidak lolos ayakan di blender kembali hingga lolos ayakan 80 mesh.

Proses Ekstraksi

Proses ekstraksi dengan metode maserasi dimulai dengan menimbang bubuk simplisia kunyit sebanyak 50 gram dan ditambahkan dengan pelarut terhadap perlakuan etanol 96 % (1:6) (Stankovic, 2004) dan pelarut etil asetat dengan (1:6) (Palucci dkk., 2012). Bahan bercampur pelarut dimaserasi selama 2 X 24 jam dengan 2 kali pengadukan setiap 12 jam sekali. Setelah 2 X 24 jam, dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring kasar dan penyaringan kedua menggunakan kertas Whatman No. 1. Larutan hasil penyaringan (filtrat) yang masih bercampur dengan pelarut selanjutnya dipisahkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 400 C dan tekanan 100 mBar, dan didapatkan ekstrak kunyit. Ekstrak yang diperoleh kemudian dilakukan pengujian rendemen, kadar air, kapasitas antioksidan metode DPPH dan kurkumin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Ekstrak

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa adanya interaksi antara metode pengeringan dan jenis pelarut berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air ekstrak kunyit. Rata-rata kadar air ekstrak kunyit dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menyatakan bahwa kadar air tertinggi didapat pada perlakuan metode pengeringan sinar matahari dengan pelarut etil asetat sebesar 22,04% dan terendah pada perlakuan pengeringan sinar matahari dengan pelarut etanol yaitu sebesar 8,47%. Berdasarkan Tabel 5. menunjukkan bahwa terjadi interaksi sangat nyata antara jenis pengeringan dan pelarut terhadap kadar air ekstrak kunyit. Hal ini disebabkan tingkat kemurnian dari pelarut etanol (96%) lebih tinggi dibandingkan pelarut etil asetat (90%).

Tingkat kemurnian ini menyebabkan air yang terkandung dalam ekstrak berbeda disebabkan air tidak dapat diuapkan pada saat evaporasi. Pada proses pengeringan dengan sinar matahari dalam kondisi yang terbuka sangat dipengaruhi oleh

kondisi cuaca dan membutuhkan waktu yang lama, sekitar 3-5 hari di bawah sinar matahari penuh tanpa diselingi mendung. Namun, bila diselingi mendung atau hujan, proses pengeringan dapat mencapai 7 hari atau lebih (Widyanto dan Nelistya, 2008).Hal ini yang menyebabkan kadar air yang dihasilkan dari pengeringan sinar matahari dengan pelarut etil asetat lebih tinggi daripada pengeringan sinar matahari dengan pelarut etanol

Tabel 5. Nilai rata-rata perlakuan pengeringan dan pelarut terhadap kadar air ekstrak kunyit (%).

Cara Pengeringan      Jenis Pelarut

Etanol Etil asetat

Sinar matahari       8,47 c      22,04 a

Oven               13,21 b     16,89 b

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-rata pada kolom dan baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01)

Rendemen Ekstrak

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) sedangkan jenis pelarut tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rendemen ekstrak kunyit. Berdasarkan uji lanjut Anova menunjukkan tidak terdapat interaksi antara kedua perlakuan. Rata-rata rendemen ekstrak kunyit dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, Jenis pelarut menunjukkan bahwa perlakuan pengeringan sinar matahari menghasilkan rendemen yang lebih rendah daripada pengeringan oven. Rendahnya rendemen ekstrak kunyit yang dikeringkan dengan menggunakan pengeringan sinar matahari disebabkan karena pada pengeringan dengan sinar

matahari memerlukan waktu pengeringan lebih lama, kecepatan udara lebih tinggi dan pengeringan sinar matahari dalam kondisi yang terbuka.

Tabel 6. Nilai rata-rata perlakuan pengeringan dan pelarut terhadap rendemen ekstrak kunyit (%).

Cara Pengeringan

Jenis Pelarut

Etanol

Etil asetat

Sinar matahari       8,47 c 22,04 a

Oven 13,21 b 16,89 b

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang dan di bawah nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) berturut-turut pada baris dan kolom yang sama.

Hal ini menyebabkan zat yang terlarut didalam simplesia kunyit banyak yang hilang. Menurut Simanjuntak (2012) Zat aktif yang terkandung dalam kunyit seperti minyak atsiri 4,1-14%, minyak lemak 4,4-14,7%, dan senyawa kurkuminoid 60-70% mudah rusak, hal ini berdampak rendahnya rendemen yang dihasilkan dari pengeringan sinar matahari daripada pengeringan oven. Pada hasil penelitian menunjukkan pengeringan oven menghasilkan rata-rata 12,40 % sedangkan pengeringan sinar matahari menghasilkan sebesar 11,31 %.

Kurkumin

Hasil analisis Hasil sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pelarut berpengaruh nyata (P<0,01) sedangkan pengeringan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kurkumin ekstrak kunyit. Rata-rata kurkumin ekstrak kunyit dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata-rata perlakuan pengeringan dan pelarut terhadap kurkumin ekstrak Kunyit (mgGAEAC/kg ekstrak)

Cara Pengeringan

Jenis Pelarut

Etanol            Etil Asetat

Rata-rata

Sinar Matahari

1557,30

1095,92

1326,61 a

Oven

1481,46

1154,78

1318,12 a

Rata-rata

1519,38 a

1125,35 b

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang dan di bawah nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak

nyata (P>0,05) berturut-turut pada baris dan kolom yang sama.

Tabel 7 menunjukkan bahwa pelarut etanol menghasilkan kurkumin yang lebih tinggi dibandingkan pelarut etil asetat. Hal ini disebabkan kurkumin memiliki sifat fisikokimia yang merupakan senyawa polar yang disebabkan

oleh gugus –OH yang terdapat pada struktur kurkumin sehingga sangat larut dalam pelarut-pelarut yang mempunyai kepolaran yang hampir sama. Menurut Aini (2013) Pelarut etanol memiliki tingkat kepolaran yang mirip dengan

kurkumin sehingga cocok digunakan untuk mengekstrak kurkumin. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan oleh Popuri (2013) yang menyatakan bahwa pelarut etanol sebagai pelarut terbaik dibandingkan berbagai pelarut hidrokarbon lainnya. Pada hasil penelitian menunjukkan pelarut etanol menghasilkan rata-rata 1519,38 mgGAEAC/kg sedangkan pelarut etil asetat menghasilkan sebesar 1125,35 mgGAEAC/kg.

Kapasitas Antioksidan

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan jenis pengeringan dan pelarut tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kapasitas antioksidan ekstrak kunyit. Rata-rata kapasitas antioksidan ekstrak kunyit dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai rata-rata perlakuan pengeringan dan pelarut terhadap kapasitas antioksidan ekstrak kunyit (mgGAEAC/kg ekstrak).

Cara Pengeringan

Jenis Pelarut

Rata-rata

Etanol

Etil Asetat

Sinar Matahari

302,35

189,91

246,13 a

Oven

295,36

238,39

266,86 a

Rata-rata

298,86

214,15

a

a

Keterangan : Huruf yang sama dibelakang dan di bawah nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) berturut-turut pada kolom dan baris yang sama.

Menurut Kinsella dkk., (1993) Salah satu kandungan terpenting dalam kunyit sebagai sumber antioksidan adalah kurkumin pada kunyit bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya menangkal radikal-radikal bebas. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif (Winarsi 2007). Tingkat kepolaran antara etanol dan etil asetat memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh. Hal ini menyebabkan kemampuan mengekstrak komponen yang terkandung didalam kunyit tidak berbeda nyata. Dari hasil penelitian didapatkan kapasitas antioksidan ekstrak kunyit dari pelarut etanol dan etil asetat memiliki kemampuan yang relatif sama untuk menghasilkan kapasitas antioksidan dan senyawa pada pelarut etil asetat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: metode pengeringan berpengaruh terhadap kadar air dan rendemen namun tidak berpengaruh terhadap kurkumin dan kapasitas antioksidan. Jenis pelarut berpengaruh terhadap kadar air dan kurkumin namun tidak berpengaruh terhadap rendemen dan kapasitas antioksidan. Terdapat Interaksi pada kadar air terhadap metode pengeringan dan jenis pelarut namun tidak terdapat pada rendemen, kurkumin dan kapasitas

antioksidan. Perlakuan yang menghasilkan kadar air, rendemen, kurkumin dan kapasitas antioksidan tertinggi adalah perlakuan antara metode pengeringan oven dan jenis pelarut etanol dengan kadar air sebesar 13,21 %, rendemen 11,87   %, kurkumin sebesar 1519,38

mgGAEAC/kg sedangkan kapasitas antioksidan sebesar 298,86 mgGAEAC/kg.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian, ini dapat disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap waktu dan lama pengeringan sampel dengan metode sinar matahari dan oven.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, S. 2013. Ekstraksi Kurkumin dari Rimpang Temulawak dengan Metode Maserasi. Skripsi. Departemen Teknologi Institut Pertanian IPB. Bogor.

Anonim. 2010. Jenis Pengeringan yang diterapkan Pada Bahan Pembuatan produk Pangan. Diakses tanggal : 24 Januari 2018.

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis of The Association of Analytival Chemists, Washington D.C.

Dewi, D. E. O., A. B. Suksmono, dan T. L. R. Mengko. 2005, Progressive Multi grid V-Cycle Phase Unwrapping for MRI Phase Image. In Proceedings of the 7

International Workshop on Enterprise Networking and Computing in Health care Idustry (HEALTHCOM). Busan. Korea.

Fajarullah, A. 2014. Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder Lamun Thalassodendron CiliatumPada Pelarut Berbeda. FIKP UMRAH. Tanjung Pinang.

Hargono, D. 1986. Obat Tradisional dalam Zaman Teknologi. Majalah Kesehatan Masyarakat 56:3-5.

Harini, B. W., R. Dwiastuti, dan L. C. Wijayanti. 2012. Aplikasi Metode Spektrofotometri Visibel Untuk Mengukur Kadar Curcuminoid Pada Rimpang Kunyit (Curcuma domestica). Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Harjanti, R. S. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica Val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri. Politeknik LPP, Balapan. Yogyakarta.

Haryono. 2012. Ayo mengenal tanaman obat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian. Jakarta.

Itokawa, H., Q. Shi, Akiyama T., S. L. Morris Natschke, K. dan Lee. 2008. Recent advances in the investigation of curcuminoids. Chinese Med. 3:11.

Jayanudin, A .Z., F. Lestari, dan Nurbayanti. 2014. Pengaruh Suhu dan Rasio Pelarut ekstrasi Terhadap Rendemen dan Viskositas Natrium Alginat dari Rumput Laut Cokelat (Sasrgassum sp.). Jurnal Integasi Proses. 5(1):51-56.

Mahapatra, A. K. dan C. N. Nguyen. 2009. Dying of Medical Plant. ISHS Acta Holticulture. Internasional Symposium on medical and Neutraceutical plants. p. 756.

Montgomery, D. C., J. Wiley, dan Sons. 1991. Design an Analysis of Experiment. Third Edition Inc.

Muller, J dan Heindl. 2006 Drying of Medical Plants in R.J. Bogors. L.E. Cracer, and D Lange, Medical and Aromatic Plant. Spinger, The Netherland. p. 237-252.

Noerono S. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta.

Paulucci, V. P., Couto R. O., Teixeira C. C. C., and Freitas L. A. P. 2012. Optimization of the extraction of curcumin from Curcuma longa rhizomes. Faculdade de Ciencias Farmaceuticas de Ribeirao Preto. Universidade de Sao Paulo. Brazil.

Pokorny, J., N. Yanishlieva, dan M. Gordon. 2001. Antioxidant in Food. CRC. Press. Boca Raton Boston New York, Wasington DC.

Popuri, A. K., and Pagala B. 2013. Extraction of Curcumin from Turmeric Roots, International Journal Innovative Research & Studies. 2(5):293.

Simanjuntak, P. 2012. Studi Kimia Dan Farmakologi Tanaman Kunyit (Curcuma Longa L) Sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna. Agrium, Laboratorium Kimia Bahan Alam, Puslit Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 17(2).

Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sumiati, T. 2004. Kunyit Si Kuning yang Kaya Manfaat. Cakrawala. 22 Juli 2004.

Utami. 2009. Potensi Daun Alpukat (Persea Americana Mill) Sebagai Sumber Antioksidan Alami. Jurnal Teknik Kimia UPN Jawa Timur. 2(1):58-64.

Widyanto, P. S., dan A. Nelistya. 2008. Rosella Aneka Olahan, Khasiat dan Ramuan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisius.

Yun, L. 2001. Free Radical Scavenging Properties of Conjugated Linoic Acids. Journal of Agricultural and Food Chemistry 49:3452-3456.

347