Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian

AGROTECHNO

Volume 1, Nomor 1, April 2016, hal. 56-61

Studi Komponen Bioaktif Asparagus (Asparagus offcinalis) dan Potensinya sebagai Antioksidan

Study of Bioactive Components of Asparagus (Asparagus offcinalis) and Their Potent as Antioxidant

Agus Selamet Duniaji1, D.N. Suprapta2, NN Puspawati1 and I B Yoga1

1Prodi. Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana 2Prodi. Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana

aduniaji@yahoo.com

Info Artikel

Diserahkan: 21Januari 2016

Diterima dengan revisi: 2 Februari 2016

Disetujui: 24 Maret 2016

Abstrak

Asparagus adalah sayuran yang telah lama digunakan sebagai makanan karena rasanya lezat dan sifat diuretik. Sebagai sifat diuretik, asparagus diyakini mampu memperbaiki saluran kemih sehingga dapat meningkatkan kinerja ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komponen bioaktif dari asparagus yang dibudidayakan di Bali. Penelitian ini dilakukan pada 5 jenis asparagus segar terdiri dari 2 sampel dari petani, 1 sampel yang diambil di supermarket dan dua sampel asparagus dari Malang dan Medan yang diperoleh di ACS (Aero Catering Service Ngurah Rai Tuban). Penelitian ini diulang sebanyak 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan nilai rata-rata dan standar deviasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan klorofil tertinggi asparagus adalah 9.28 mg kg-1bb, Total fenol adalah 285,22 mg GAE / 100g bb dan komponen bioaktif untuk 5 sampel berpotensi sebagai antioksidan karena dapat mengurangi senyawa radikal dengan adanya klorofil dan senyawa fenolik. Kandungan klorofil terendah ada pada asparagus Malang yaitu sebesar 6.87 mgkg-1bb dan Total fenol adalah 243,12 mg GAE / 100g bb

Kata kunci: Asparagus, klorophil, penol, and Antioksidan

Abstract

Asparagus is a vegetable that has long been used as a food because it tastes delicious and Diuretic properties. As the diuretic properties, asparagus believed to facilitate urinary tract so as to improve the performance of the kidneys. The aim of research was to determine the bioactive components of asparagus that was cultivated in Bali. The research was conducted on 5 kinds of fresh asparagus consist of 2 samples from farmers, 1 sample taken in the supermarket and two samples of asparagus from Malang and Medan obtained in ACS (Aero Catering Service Ngurah Rai Tuban). The research was repeated 3 times. The data was analyzed used descriptively to show the average value and standard deviation. The results showed that the highest chlorophyll content of asparagus in the asparagus is 9.28 mgkg-1bb, levels of total phenols is 285.22 mg GAE / 100g bb and bioactive components to 5 samples have potential as an antioxidant because it can reduce the radical compounds component of chlorophyll and phenolic compounds. The lowest chlorophyll content in asparagus Malang is 6.87 mgkg -1 bb and total phenol is 243.12 mg GAE/100g bb.

Keywords: Asparagus, Chlorophyll, phenols, and Antioxidants.

PENDAHULUAN

Asparagus merupakan jenis sayuran yang digunakan sejak lama sebagai bahan makanan karena rasanya yang sedap dan sifat diuretiknya. Sifat diuretik asparagus berkhasiat untuk memperlancar saluran urin sehingga mampu memperbaiki kinerja ginjal. Berdasarkan rekomendasi (USDA Nutrient Database) komposisi gizi dalam 100 gr asparagus

terdiri dari 85 kJ energi; 3,88 g karbohidrat; 1,88 g gula; 2,1 g serat pangan; 0,12 g lemak; 2,20 protein; 0,143 mg thiamin; 0,141 mg riboflavin; 0,978 mg niacin; 0,274 mg panthothenic acid; 0,091 mg vitamin B6; 52 µg asam folat (vitamin B9); 5,6 mg vitamin C; 1,1 mg vitamin E;, 41,6 µg vitamin K;, 24 mg kalsium; 2,14 mg zat besi; 14 mg magnesium; 0,2 mg mangan; 52 mg posfor; 202 mg kalium, dan

0,54 mg seng. Asparagus merupakan sumber terbaik asam folat nabati, sangat rendah kalori, tidak mengandung lemak atau kolesterol serta mengandung sangat sedikit natrium Charlena. (2004). Tumbuhan ini juga merupakan sumber rutin, suatu senyawa yang dapat memperkuat dinding kapiler. Asparagus merupakan salah satu pangan sumber vitamin K, asam folat, vitamin C, dan vitamin A yang sangat luar biasa. (http://kesehatan.kompas.com, 2010). Asparagus juga diunggulkan sebagai bahan pangan yang kaya akan triptofan, vitamin B1, B2, B3, B6, mangan, serat pangan, tembaga, fosfor, kalium, dan protein. Kandungan gizi lain yang cukup potensial adalah besi, seng, magnesium, selenium, dan kalsium. (http://.informatips.com). Komponen kimia yang kompleks pada asparagus, perlu dikembangkan untuk meningkatkan mutu dan mengembangkannya menjadi produk pangan fungsional. Beberapa komponen bioaktif pada asparagus merupakan kelompok senyawa fenolik yang berfungsi sebagai antioksidan alami (Lisiewska et al.. 2004). Budidaya tanaman asparagus di Bali mengalami fluktuasi, sementara konsumsi asparagus terus meningkat terutama untuk memenuhi kebutuhan hotel dan restoran serta rumah makan bagi konsumen kelas menengah ke atas khususnya wisatawan domestik maupun manca negara. Semenjak tahun 2010 tanaman asparagus mulai dibudidayakan di kawasan kabupaten Badung dengan luas areal 50 Ha. Akan tetapi petani hampir sebagian besar belum mengetahui manfaat maupun khasiat dari tanaman asparagus. Oleh karena itu dilakukan kajian komponen bahan aktif asparagus yang dibudidayakan Bali dan potensinya sebagai antioksidan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen bioaktif ( total klorofil, total fenol ) dan kapasitas antioksidan serta menentukan nilai penghambatan 50% terhadap radikal bebas stabil 2,2-diphenyl-1- picrylhydrazyl (DPPH).

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanaan di laboratorium Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Laboratorium dan UPT Laboratorium Kimia Analitik Universitas Udayana.

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah 5 jenis asparagus segar yang diperoleh di Kecamatan Petang 2 sampel dari petani dan 1 sampel di pasar swalayan serta asparagus dari Malang dan Medan

yang diperoleh di ACS (Aero Catering Service Bandara Ngurah Rai Tuban. Alat yang digunakan untuk analisis seperti timbangan analitik, lemari pendingin, oven, sentrifuse, vortek. Instrumen yang digunakan adalah inkubator, spektrofotometer dan AAS. Atomic Absorption Spectrophotometry. Bahan-bahan yang diperlukan untuk analisis meliputi aseton (Merck) 99,9%, metanol (Merck), Folin chiocalteu (Merck), Na2CO3(Merck), Trolox® (Sigma), Asam galat dan asam askorbat, radikal bebas 2,2-diphenil picrylhydrasil (DPPH) (Sigma),

Pelaksanaan Penelitian

Sampel yang dieroleh dari petani dan pasar swalayan di beli dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan analisis terhadap kandungan klorofil, total fenol dan kapasitas antioksidan masing-masing sampel. Analisis komponen bioaktif dilakukan pada asparagus segar, bertujuan untuk memperoleh data tentang potensi asparagus yang berperan sebagai antioksidan. Analisis komponen bioaktif meliputi analisis kadar total klorofil, analisis kadar total fenol, kapasitas antioksidan dan nilai IC (inhibition concentration) 50% aktivitas antioksidan dengan spektrofotometer.

Kandungan Khlorofil (Nollet (2004).

Sebanyak 0,1 g sampel diencerkan dengan aseton 80 % pada labu takar, kemudian dibiarkan selama 1 malam dalam refrigerator. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan disaring hingga diperoleh filtrat. Kadar total klorofil, dilakukan pengukuran langsung terhadap absorbansi filtrat pada panjang gelombang 645 dan 663 nm. Perhitungan kadar klorofil dilakukan dengan rumus : Total klorofil (mg/L) = 20,2 A654 nm + 8,02 A 663 nm Klorofil a (mg/L) = 12,7 A663 nm - 2,69 A645 nm Klorofil b (mg/L) = 22,9 A645 nm - 4,68 A663 nm

Total fenol (Sakanaka et al. 2003).

Sebanyak 1,0 gram sampel, diekstrak dengan 5 ml aqueus methanol 85%, dihomogenkan dan disentrifus 3000 rpm selama 15 menit, hingga diperoleh supernatan. Supernatan disaring hingga diperoleh filtrat. Filtrat ditera sampai volume 5 ml dalam labu takar. Filtrat dipipet 0,1 ml ditempatkan pada tabung reaksi ditambahkan 0,3 metanol 85%, dan 0,4 ml reagen Folin–Ciocalteu, divortek hingga homogen dan didiamkan 6 menit sebelum ditambahkan 4,2 ml 5% larutan sodium karbonat. Sampel didiamkan 90 menit pada suhu ruang sebelum dibaca serapan warnanya pada panjang gelombang 760 nm. Kurva standar dibuat dengan

melarutkan asam galat dalam aquades dengan berbagai konsentrasi 10-100 mgL-1. Perhitungan total fenol menggunakan rumus persamaan regresi y = ax + b. Data hasil perhitungan dinyatakan dalam satuan gallic acid equivalent (GAE)/ 100 g.

Kapasitas antioksidan (Blois 1958 dalam Hanani et al. 2005).

Kurva standar Trolox® , vitamin C dan asam galat dibuat berbagai konsentrasi dari 0,0 mgL-1 sampai 100 mgL-1. Sampel asparagus ditimbang 1,0 g, diencerkan menjadi 5,0 ml dengan metanol 99,9%, divortek, disentrifuge 3000 rpm 15 menit, disaring sampai diperoleh filtrat. Filtrat dan standar dipipet 0,5 ml ditambahkan 3,5 ml DPPH 0.1 mM (dalam pelarut metanol 99,9%) pada tabung reaksi, kemudian divorteks. Sampel diinkubasi pada suhu 25oC selama 30 menit. Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm. Kapasitas antioksidan dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier y = ax + b.

Aktivitas antioksidan diukur dengan menentukan 50% nilai penghambatan (IC 50) dengan rumus :

IP =


1-OD (absorband) sampel OD (absorbansi)kontrol

x100%


Dimana IP adalah indeks penghambatan.

Analisis Data

Percobaan ini di ulang sebanyak 3 kali dan dianalisis secara deskriptif dengan menampilkan nilai rata-rata dan standar deviasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Total Klorofil

Pigmen dasar pada tanaman terutama daun adalah klorofil yang selalu disertai karoten. Asam, suhu, cahaya, oksigen dan enzim adalah faktor-faktor yang mudah mendegradasi klorofil (Lopes-Ayera et al. 1992). Hasil pengamatan terhadap kadar klorofil sampel asparagus disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1

Kadar klorofil sampel asparagus (mgkg-1bb)

No

Sampel

Total Klorofil mgkg-1bb

Klorofil a mgkg-1bb

Klorofil b mgkg-1bb

Rasio a : b

1

Petang 1

7,69 ± 0,10

4,53 ± 0,04

3,16 ± 0,06

1,44 : 1

2

Petang 2

8,40 ± 0,10

4,98 ± 0,04

3,42 ± 0,06

1,45 : 1

3

Petang 3

9,28 ± 0,04

5,68 ± 0,05

3,60 ± 0,09

1,58 : 1

4

Malang

6,87 ± 0,04

3,75 ± 0,05

3,12 ± 0,10

1,20 : 1

5

Medan

8,39 ± 0,03

5,79 ± 0,03

2,60 ± 0,06

2,22 : 1

Kadar klorofil ke-5 asparagus apabila dibandingkan beberapa tanaman lain (Alsuhendra 2004) seperti daun singkong (3967,5 mgkg-1bk), daun katuk (2202,0 mgkg-1bk), kangkung (2013,5 mgkg-1bk) dan bayam (1460,9 mgkg-1bk), memiliki kadar yang masih rendah. Kadar klorofil asparagus tertinggi pada asparagus Petang 3 yaitu 9,28 mgkg-1bb dan terendah pada asparagus malang yaitu 6,87 mgkg-1bb. Lisiewska et al. (2004) melaporkan bahwa klorofil pada tanaman obat berkisar antara 77 sampai 163 mg dalam 100 g bahan segar. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kultivar, waktu tumbuh, jenis atau bagian tanaman yang digunakan. Turunan klorofil yang umum pada tanaman adalah klorofil a

Kadar Total Fenol (mg Galic Acid Equivalent [GAE]/100 g sampel)

Hasil analisis kadar total fenol asparagus (Tabel 2), menggunakan kurva standar asam galat. Perubahan warna terjadi setelah sampel direaksikan dengan reagen Folins dan Na-karbonat. Persamaan garis

dan klorofil b. Jumlah masing-masing jenis klorofil tersebut pada tanaman berbeda-beda, tetapi umumnya klorofil a lebih banyak daripada klorofil b, dengan rasio 3:1. Rasio klorofil a dan b pada 5 sampel asparagus yang diamati mengandung rasio klorofil a: klorofil b berturut-turut 2,22:1 pada asparagus Medan dan dan 1,20:1 pada asparagus Malang. Kemampuan aktivitas biologis klorofil dapat digunakan sebagai sumber antioksidan. Klorofil alami bersifat lipofilik (larut lemak), karena gugus fitolnya. Gugus fitol yang mengalami hidrolisis oleh asam atau enzim klorofilase menyebabkan perubahan klorofil menjadi turunannya yang larut air (klorofilid dan klorofilin). lurus (Gambar 1) yang diperoleh adalah y = 0,0109 x + 0,0179 dengan nilai R2 = 0,9983.

Gambar 1. Persamaan garis lurus hubungan antara konsentrasi asam galat dengan absorbansi


donor elektron yang mempunyai kemampuan sebagai antioksidan. Turkmen et al. (2005) menganalisis kandungan total fenol dan aktivitas antioksidan pada lada, bayam, brokoli dan memperoleh kadar total fenol berdasarkan berat keringnya antara 183,2 sampai 1344,7 mg/ 100 g (GAE) dan aktivitas antioksidan antara 12,2 sampai 78 %. Keberadaan senyawa fenol, jenis dan strukturnya sangat menentukan efektivitasnya sebagai antioksidan dalam mengikat radikal bebas.

Kelima sampel asparagus memiliki kadar total fenol dengan kadar tertinggi pada asparagus Petang 3 (285,22 mg GAE /100g bb) dan terendah pada asparagus Malang (243,12 mg GAE/100g bb). Kandungan senyawa fenolik pada asparagus ini kemungkinan bisa dijadikan sebagai pangan sumber antioksidan alami, karena senyawa fenol umumnya merupakan antioksidan primer. Chanwitheesuk et al. (2005) meneliti beberapa tanaman (daun dan bagian tanaman lainnya). Hasil penelitiannya menunjukkan kadar total fenol antara 15,8 sampai 1924 mg GAE/100 g bk, juga menemukan adanya korelasi jumlah total fenol dan indeks antioksidan pada beberapa kelompok tanaman. Beberapa studi menunjukkan bahwa komponen fenol mampu mereduksi oksidasi in vitro LDL (low density lypoprotein). Komponen fenolik dengan grup hidroksil yang banyak umumnya lebih efisien mencegah oksidasi (Moon & Terao 1998). Nenadis et al. (2005) menyatakan bahwa komponen fenolik yang berpotensi mengikat radikal bebas dari Olea europae adalah metabolit dari hidroksitirosol. Ikatan disosiasi entalpi (BDE) dari grup hidroksil dan ion potensial diprediksikan sebagai donor atom H dan

Tabel 2

Kadar total fenol asparagus (mg GAE /100g)

No

Sampel

Kadar (mg GAE /100g) (bb)

1

Petang 1

253,77

+

1,49

2

Petang 2

261,59

+

1,46

3

Petang 3

285,22

+

1,61

4

Malang

243,12

+

1,47

5

Medan

255,16

+

1,45

Kapasitas Antioksidan (mg/kg Trolox® , asam askorbat (vitamin C) dan asam galat Equivalent Antioxidant Capacity)

Metode sederhana yang dapat dilakukan untuk menguji kapasitas antioksidan dari tanaman adalah menggunakan radikal bebas DPPH. Radikal bebas DPPH digunakan untuk sampel yang larut dalam air, larut lemak, tidak larut atau terikat pada dinding sel yang hampir tidak bebas. Senyawa tersebut mampu bereaksi dengan DPPH, sehingga uji antioksidan dengan radikal DPPH sangat luas digunakan, termasuk mampu mengukur antioksidan pada sistem biologis yang kompleks (Prakash 2001).


Gambar 2. Daya reduksi standar antioksidan Trolox®,, vitamin C dan asam galat, yang direaksikan dengan 0,1 mM larutan DPPH, diinkubasi 30 menit dan dibaca pada panjang gelombang 517 nm.

Gambar 2 menunjukkan kemampuan aktivitas antioksidan dari Trolok (analog vitamin E yang larut air), asam askorbat (vitamin C) dan asam galat dalam mereduksi senyawa radikal bebas DPPH 0,1 mM yang ditunjukkan dengan daya reduksi radikal pada konsentrasi yang sama. Hasil analisis menunjukkan bahwa asam galat memberikan efek reduksi radikal terbesar yang disusul oleh asam askorbat dan terakhir trolox. Vitamin C, dan E

merupakan senyawa antioksidan, disamping komposisi lain seperti asam galat juga terdapat pada asparagus. Zat-zat tersebut mempunyai efek biologi yang efektif sebagai antioksidan yang mempunyai sifat menghambat pertumbuhan mikroba, menurunkan kolesterol darah, dan menimbulkan efek peningkatan imunitas. Senyawa polifenolnya adalah asam fenolik dan flavonoid, yang berguna sebagai antioksidan.

Tabel 3

Kapasitas antioksidan asparagus dan nilai penghambatan (IC 50%) dalam mereduksi radikal bebas DPPH 0,1 mM

No

Sampel

Kapasitas Antioksidan

Nilai IC

TEAC

AAEAC

GAEAC

(%)

mgkg-1

mgkg-1

mgkg-1

1

Petang 1

20,69 ± 0,05

10,47 ± 0,03

11,19 ± 0,03

51,71 ± 0,12

2

Petang 2

21,76 ± 0,03

10,99 ± 0,02

11,75 ± 0,02

51,33 ± 0,06

3

Petang 3

23,91 ± 0,03

12,29 ± 0,02

13,06 ± 0,02

56,81 ± 0,06

4

Malang

13,48 ± 0,03

6,08 ± 0,02

6,81 ± 0,02

32,66 ± 0,06

5

Medan

14,46 ± 0,05

6,68 ± 0,03

7,41 ± 0,03

35,27 ± 0,12

Keterangan :

1. TEAC : mg/kg Trolox® Equivalent Antioxidant Capacity

2. AAEAC : mg/kg ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity

3. GAEAC : mg/kg gallic acid Equivalent Antioxidant Capacity

Ekstrak metanol ke-5 sampel asparagus pada konsentrasi 0,2mg/mL bb, memiliki potensi sebagai antioksidan dalam mengikat radikal bebas DPPH 0,1 mM, dengan kesetaraan nilai sesuai standar yang digunakan. Daya mereduksi radikal bebas yang dihitung dengan mencari nilai penghambatan (IC 50%) diketahui bahwa sampel asparagus Petang 1 ,2 dan 3, pada konsentrasi 0,2 mg/mL bb mampu memberikan efek mereduksi radikal diatas 50%, sedangkan asparagus Malang dan Medan masih dibawah 50%, hal ini menunjukkan bahwa sampel Malang dan Medan perlu ditingkatkan konsentrasinya untuk memenuhi nilai IC 50%.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kadar klorofil asparagus tertinggi pada asparagus Petang 3 yaitu 9,28 mgkg-1bb dan terendah pada asparagus malang yaitu 6,87 mgkg-1bb. Kelima sampel asparagus memiliki kadar total fenol dengan kadar tertinggi pada asparagus Petang 3 (285,22 mg GAE /100g bb) dan terendah pada asparagus Malang (243,12 mg GAE/100g bb). Komponen bioaktif ke-5 sampel mempunyai potensi sebagai antioksidan karena mampu mereduksi senyawa radikal dengan komponen klorofil dan senyawa fenolik yang dikandungnya.

Saran

Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahu residu pestisida dan nilai ambang batas yang aman tanaman saparagus yang diusahakan di desa Pelaga, kecamatan petang kabupaten Badung, Bali.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Badung.

Daftar Pustaka

Alsuhendra. 2004. Daya anti-aterosklerosis Zn-turunan klorofil dari daun singkong (Manihot esculenta Crants) pada kelinci percobaan. [disertasi]. Bogor: Program Studi Ilmu Pangan. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1998. Official Methode of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed. Ke-14. Virginia: Arlington Inc.

Chanwitheesuk A, Teerawutgulrag A, Rakariyatham N. 2005. Screening of antioxidant activity and antioxidant compounds of some edible plants of Thailand. Food Chemistry : 92. 491-497.

Charlena. (2004). Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Sayur – sayuran. (Online). www.rudyct.com/PPS702-pb/09145/charlena.pdf. diakses tanggal 28 April 2010.

Fardiaz, S. 1987. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Lembaga Sumberdaya Informasi. Institut Pertanian Bogor.

Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons Callyspongia sp. dari kepulauan seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian Vol II No. 3. Desember. 127-133.

http://kesehatan.kompas.com, 2010

http://. informatips.com

http://id.wikipedia.org/wiki/Asparagus

Lisiewska Z, Kmiecik W, Slupski J. 2004. Content of chlorophyll and carotenoids in frozen dill : effect of usable part and pre-treatment on the content of chlorophyll and carotenoids in frozen dill (Anethumgraveolens L), depending on the time and temperature of storage. Food Chemistry 84: 511-518.

Lopez-Ayera B, Murcia MA, and Carmona GF. 1998. Lipid peroxidation and chlorophyll

level in spinach during refrigerated storage and after industrial processing. Food chemistry. 61. 113-118.

Nenadis N, Wang L-F, Tsimidou MZ, and Zhang H-Y. 2005. Radical scaveging potential of fenolic compound encounter in O. europae product as indicated by calculation of bond dissociation enthalpy ad ioization potential value. J. Agric, Food Chem,53. 295-299

Nollet LML. 2004. Handbook of Food Analysis Vol.1. Second Edition, Revised and Expanded. Physical Characterizatiion and Nutrient Analysis. New York. Marcel Dekker. Inc.

Prakash A. 2001. Antioxidant Activity. Meddalion Laboratories Analytical progress. Vol 19 no 2.

Sakanaka, S., Tachibana Y, Okada Yuki. 2005. Preparationand antioxiant properties of extracts of Japanese persimo leaf tea (kakinocha-cha). Food chemistry 89. 569-575.

Turkmen N, Sari F, Velioglu YS. 2005. The effect of cooking methods on total fenolics and antioxidant activity of selected green vegetables. Food chemistry 93. 713-718.

Duniaji , A.S, D.N. Suprapta, NN Puspawati dan I B Yoga. 2016. Studi Komponen Bioaktif Asparagus (Asparagus Offcinalis) dan

Potensinya Sebagai Antioksidan. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO Vol 1, No 1, hal. 56-61

61