The Effect Of Temperature And Stirring Time In Refining Used Cooking Oil As Raw Material For Solid Soap
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 9, Nomor 1, April 2024
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Karakteristik Minyak Goreng Bekas Berdasarkan Variasi Suhu dan Lama Pengadukan sebagai Bahan Baku Sabun Padat
Characteristics of Waste Cooking Oil Based on Temperature and Stirring Time Variations as Raw Material for Solid Soap
Dewa Ayu Anom Yuarini1*, Luh Putu Wrasiati, I Gede Arie Mahendra Putra, I Made Bagus Wisesa Yogiswara Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana , Kuta Selatan, Bali, Indonesia Email : anomyuarini@unud.ac.id
Abstract
Wasted Cooking Oil (WCO) if not managed properly, has the potential to pollute the environment, marked by increased levels of Chemical Oxygen Demand (COD) and Biological Oxygen Demand (BOD) in the waters, as well as causing a foul odor due to biological degradation. One of the ingredients that can be used to improve the quality of WCO was activated charcoal, because it can absorb gases or odors and colors contained in WCO. The purpose of this study was to determine the characteristics of WCO purified using activated charcoal as a raw material of solid soap. This research was preceded by purifying WCO using activated charcoal and testing its characteristics. The purified WCO is then used as a raw material in the manufacture of solid soap. The results showed that temperature and stirring time had a very significant effect on free fatty acid content, water content and had a significant effect on the level of redness (a*) and the interaction between treatments, temperature and stirring time had a very significant effect on free fatty acids, brightness level (L*) and yellowness level (b*) of WCO. The best treatment for the process of refining WCO using activated charcoal is a temperature treatment of 100°C and a stirring time of 80 minutes, with characteristics of a free fatty acid content of 0.36%, a water content of 0.19%, a brightness level (L*) of 60.83, redness level (a*) -11.61 and yellowness level (b*) 40.43. The results of the research showed that temperature and stirring time had a very significant effect on pH, texture, foam content and sensory tests, as well as the interaction between temperature treatments and stirring time had a very significant effect on the pH and foam content test of solid soap.
Keyword:Wasted Cooking Oil, Activated Charcoal, Solid Soap
Abstrak
Minyak goreng bekas (MGB) apabila tidak dikelola dengan baik berpotensi mencemari lingkungan ditandai dengan naiknya kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) dalam perairan, serta menimbulkan bau busuk akibat degradasi biologi. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk memperbaiki mutu MGB adalah arang aktif, karena memiliki daya absorpsi yang tinggi sehingga dapat menyerap gas atau bau dan warna yang terdapat pada MGB. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik MGB yang dimurnikan dengan menggunakan arang aktif sebagai bahan baku pembuatan sabun padat. Penelitian ini didahului dengan memurnikan MGB menggunakan arang aktif dan diuji karakteristiknya. MGB yang sudah dimurnikan kemudian digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan sabun padat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar asam lemak bebas, kadar air dan berpengaruh nyata terhadap Tingkat kemerahan (a*) serta interaksi antar perlakuan suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, tingkat kecerahan (L*) dan tingkat kekuningan (b*) minyak goreng bekas. Perlakuan terbaik dari proses pemurnian minyak goreng bekas menggunakan arang aktif adalah perlakuan suhu 100°C dan lama pengadukan 80 menit, dengan karakteristik kandungan asam lemak bebas 0,36% kadar air 0,19 %, tingkat kecerahan (L*) 60,83, tingkat kemerahan (a*) -11,61 dan tingkat kekuningan (b*) 40,43. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap pH, tekstur, kadar busa dan uji sensoris serta interaksi antar perlakuan suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap pH dan uji kadar busa sabun padat minyak goreng bekas.
Kata kunci: Minyak Goreng Bekas, Arang aktif, Sabun Padat
PENDAHULUAN
Minyak Goreng Bekas (MGB) adalah minyak dan lemak yang telah digunakan untuk memasak atau menggoreng di industri pengolahan makanan, restoran, makanan cepat saji dan di tingkat konsumen atau rumah tangga. Pada proses pemakaian yang berulang kali akan menyisakan lemak jenuh yang tinggi, asam lemak jenuh yang tinggi dapat menyebabkan terbentuknya kolesterol. Hal tersebut banyak di dapat pada penggunaan minyak yang lebih dari dua kali. Ibu rumah tangga banyak yang menggunakan minyak goreng berulang-ulang. Mereka sengaja menggunakan minyak goreng bekas tersebut dengan alasan untuk berhemat dan adanya anggapan jika menggoreng makanan dengan minyak goreng bekas akan menghasilkan rasa yang lebih gurih. Minyak goreng yang digunakan lebih dari empat kali akan mengalami oksidasi. Proses oksidasi tersebut akan membentuk gugus peroksida, asam lemak trans, dan asam lemak bebas. Senyawa karsinogenik yang timbul selama proses penggorengan adalah akrilamida, senyawa yang muncul karena proses pemanasan suhu tinggi (di atas 120oC) pada makanan yang mengandung karbohidrat. Food and Drugs Administration
(FDA) mengklasifikasikan senyawa akrilamida sebagai senya
enyebab penyakit kanker pada manusia
(Sengke et. al., 2013)
Data tahun 2018 menunjukkan bahwa total konsumsi minyak goreng untuk penduduk Provinsi Bali sebesar 4.592.654 L/bulan (BPS, 2019). Konsumsi minyak goreng wisatawan mancanegara di Bali adalah 58.094,3 L/bulan dan konsumsi minyak goreng wisatawan domestik di Bali adalah 84.308,9 L/bulan. Jadi total konsumsi minyak goreng di Provinsi Bali yaitu 4.735.057,2 L/bulan. Berdasarkan Instruksi Gubernur Nomor 8324 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Desa/Kelurahan dan Desa Adat merupakan tindak lanjut dari Peraturan Gubernur Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber dapat dijadikan pertimbangan untuk mengelola MGB yang dihasilkan oleh rumah tangga. Potensi MGB di Provinsi Bali sebesar 3.314.540,04 liter/bulan dikelompokkan dan dikelola berdasarkan sumber/asal MGB tersebut. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk memperbaiki mutu minyak goreng bekas dapat menggunakan arang aktif, karena memiliki daya absorpsi yang tinggi sehingga dapat menyerap gas atau bau dan warna yang terdapat pada MGB (Mangallo et al., 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi adalah suhu, waktu kontak, dosis adsorben, ukuran pori, pH, kecepatan pengadukan dan jenis adsorben (Cechinel et al., 2014). Penelitian oleh Suryadinata et al. (2020) menggunakan kecepatan pengadukan 500 rpm dan waktu 60 menit dalam pemurnian minyak jelantah menggunakan adsorben kulit pisang kepok dapat menurukan asam lemak bebas sebesar 8,57%.
Penelitian yang dilakukan oleh Vianti et al. (2015) menggunakan kecepatan pengadukan 500 rpm dan waktu 70 menit dalam pemurnian minyak jelantah menggunakan adsorben buah mengkudu didapatkan hasil
asam lemak bebas 0,21%. Suhu proses adsorpsi yang semakin tinggi cenderung mempercepat proses pencampuran antara adsorben dan minyak. Semakin tinggi suhu proses adsorpsi semakin cepat proses adsorpsi dikarenakan pada suhu tinggi, energi kinetik molekul untuk terjadinya tubukan semakin besar, sehingga kemampuan adsorben untuk mengadsorpsi adsorbat juga akan semakin besar (Atikah, 2017).
Minyak goreng bekas yang telah mengalami proses pemurnian dapat dijadikan bahan baku dalam pembuatan sabun padat. Hal ini sesuai dengan laporan dari Arlofa et al. (2021) menyatakan bahwa minyak jelantah yang telah dimurnikan dapat dijadikan sebagai bahan utama dalam proses pembuatan sabun padat. Sabun padat memiliki keunggulan yaitu mengandung gliserin yang bagus untuk masalah kulit eksim, memiliki tingkat pencemaran yang lebih rendah apabila limbahnya dibuang ke lingkungan, berfungsi sebagai eksfoliasi alami, serta memiliki beragam variasi dari segi bentuk hingga keharumannya (Hariono et al., 2021). Selain itu, untuk memperbaiki karakteristik sabun padat yang dihasilkan juga dapat menambahkan beberapa bahan tambahan. Aznury et al. (2021) melaporkab bahwa penambahan ekstrak daun sirih pada formulasi sabun padat dapat berpengaruh terhadap warna, aroma, dan meningkatkan kualitas sabun padat yang dihasilkan.
Penelitian mengenai karakteristik minyak goreng bekas hasil dari proses pemurnian dengan arang aktif pada berbagai variasi suhu dan lama pengadukan juga belum pernah dilakukan. Berkaitan dengan hal ini, maka penelitian terkait suhu dan lama pengadukan MGB sebagai bahan baku sabun padat diharapkan dapat memberikan informasi mengenai karakteristik MGB terbaik yang diperoleh.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam pemurnian minyak goreng bekas sebagai bahan baku sabun padat adalah minyak goreng bekas yang didapatkan dari warung gorengan yang berlokasi di Kelurahan Renon, Kota Denpasar, Bali. Arang aktif, minyak kelapa, minyak bimoli, arang kayu, NaOH, aquades, dan tween 80 diperoleh secara komersial. Alat yang digunakan adalah Hand blender (Philips HR 2533), texture analyzer, cetakan sabun plastik, cetakan sabun kayu, sendok kayu, baskom stainless yang didapatkan secara komersial, kertas saring, botol timbang (pyrex), gelas beker 100ml (pyrex), gelas beker 500ml (pyrex), gelas beker 1000ml (pyrex), dan erlenmeyer 250 ml (pyrex).
Metode Penelitian
Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan
dua faktor, yaitu perlakuan suhu (70±2℃, 80±2℃, 90±2℃, dan 100±2℃) dan lama pengadukan (60, 70, dan
80 menit). Masing-masing kombinasi perlakuan dikelompokkan menjadi 2 sesuai dengan waktu pengulangan
sehingga diperoleh 24unit percobaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan sidik ragam dan jika
perlakuan berpengaruh terhadap hasil maka akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) menggunakan
software Minitab17.

metode perendaman. Proses pemurnian
askan sesuai perlakuan 70±2℃, 80±2℃,
sesuai waktu perlakuan 60, 70, dan 80
Pelaksanaan penelitian
Pemurnian Minyak Goreng Bekas(MGB
Pemurnian sampel MGB dilakukan dengan menggunakan

di
kecepatan 500 rpm, setelah sesuai
dilakukan dengan wadah tertutup rapat. Sebanyak 100 ml MGB
90±2℃, dan 100±2℃ sambil diaduk menggunakan mag
suhu perlakuan lalu ditambahkan arang aktif sebanyak 10 g l
menit, selanjutnya dilakukan penyaringan dengan kertas saring biasa laboratorium dan minyak yang sudah
Pembuatan Sabun Padat
Pembuatan sabun dimul

enu
ruang sampai siap dianalisis.
jernih dimasukkan ke dalam botol lalu di
aquades sebnayak 100 g ke dalam panci stainless steel dan
kemudian menimbang NaOH sebanyak 36 g dan dimasukkan secara perlahan ke dalam panci. Menimbang
MGB sebanyak 120 g dan minyak kelapa sebanyak 80 gr selanjutnya diaduk pada panci stainles steel hingga
homogen. Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas sabun yang dihasilkan ditambahkan ekstrak daun sirih
sebanyak 20 g dan tween 80 sebanyak 3,56 g, kemudian diaduk hingga homogen, setelah adonan mulai
mengental kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan plastik. Sabun yang berada di dalam cetakan
kemudian dilakukan pendinginan dengan cara didiamkan selama ± 30 menit pada suhu ruang, setelah itu
dikeluarkan dari cetakan dan dikemas menggunakan plastik wrap. Sabun yang sudah dikemas dengan plastik
wrap dilakukan curing selama 2 minggu selanjutnya dilakukan analisis.
Parameter penelitian
Parameter uji pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu analisis karakteristik minyak goreng bekas dan sabun padat. Karakteristik minyak goreng bekas mengacu kepada SNI 7709-2019 tentang syarat mutu minyak goreng sawit dengan parameter yang diuji yaitu kadar air (Sudarmaji et al., 1989), asam lemak bebas (Sudarmaji et al., 1989), dan intensitas warna (L*, a* dan b*) (Weaver, 1996). Pengujian karakteristik sabun padat mengacu kepada SNI 3532:2021 tentang syarat mutu sabun mandi padat dengan paramameter yang diamati adalah pH (SNI 06-4085-1996), kadar busa (Klein, 2004), tekstur sabun (TA.XTexpress, 2008), dan uji organoleptik dilaksanakan dengan 20 orang panelis untuk mengamati daya busa, kekesatan, kelembaban, dan penerimaan keseluruhan sabun padat minyak goreng bekas. Perlakuan terbaik suhu dan lama pengadukan dalam pemurnian minyak goreng bekas dipilih berdasarkan perlakuan yang memberikan hasil penelitian paling mendekati syarat mutu minyak goreng sawit sesuai SNI 7709-2019.

HASIL DAN
Analisis Pemurnian Minyak Goreng Bekas Asam Lemak Bebas
Hasil analisis asam lemak bebas pada minyak goreng bekas yang telah dimurnikan dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Nilai rata-rata kandungan asam lemak bebas (%) minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Suhu Pengadukan (℃) |
Lama Pengadukan (Menit) | ||
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | |
70 (S1) |
0,66±0,01aA |
0,64±0,01b |
0,63±0,01c |
80 (S2) |
0,62±0,01dA |
0,61±0,02e |
0,59±0,01f |
90 (S3) |
0,57±0,02g |
0,55±0,03h |
0,51±0,03i |
100 (S4) |
0,47±0,05j |
0,42±0,01k |
0,36±0,03l |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan
5% (P≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan serta interaksi suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar asam lemak bebas minyak goreng bekas. Nilai rata-rata minyak goreng bekas yang diperoleh dari berbagai variasi suhu dan lama pengadukan berkisar antara
0,36-0,66% yang dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan suhu 70o C dengan lama pengadukan 60 menit dengan nilai rata-rata 0,66±0,01%. Sedangkan nilai rata- rata terendah
diperoleh pada perlakuan 100o C dengan lama pengadukan 80 menit dengan nilai rata-rata 0,36±0,03 %. Hasil
penelitian Rahayu et al. (2014) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu adsorpsi, maka semakin tinggi energi
kinetik molekul untuk terjadinya tumbukan akan semakin besar, sehingga kemampuan adsorben untuk
mengadsorpsi asam lemak bebas juga akan meningkat. Semakin lama waktu perendaman maka daya adsorpsi
arang semakin meningkat (Hajar, et al. 2016).

Kadar Air
Hasil analisis kadar air pada minyak goreng bekas yang telah dim
at dilihat pada Tabel 2.
terhad

Tabel 2. Nilai rata-rata kadar air (%) minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Suhu Pengadukan (℃) |
Lama Pengadukan (menit) |
Rata-rata | ||
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | ||
70 (S1) |
0,61±0,02 |
0,54±0,05 |
0,52±0,04 |
0,56±0,05a |
80 (S2) |
0,49±0,06 |
0,44±0,05 |
0,36±0,03 |
0,43±0,06b |
90 (S3) |
0,31±0,01 |
0,28±0,00 |
0,24±0,01 |
0,28±0,03c |
100 (S4) |
0,22±0,01 |
0,19±0,02 |
0,16±0,03 |
0,19±0,03d |
Rata-rata |
0,41±0,18a |
0,36±0,16b |
0,32±0,15c |
Keterangan: Huruf ber 5% (P≤0,05).
a di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan
an bahwa suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
minyak go g bekas. Nilai rata-rata kadar air minyak goreng bekas yang diperoleh pada
variasi
a pengadukan berkisar antara 0,16-0,61%. Tabel 2 menunjukkan pada suhu 100oC dengan
lama pengadukan 60-80 menit menghasilkan rata-rata kadar air terendah yaitu 0,19±0,03 %. Sedangkan nilai
kadar air tertinggi diperoleh pada suhu 70oC dengan lama pengadukan 60-80 menit yaitu 0,56±0,05%. Hal ini
dikarenakan air diserap oleh arang yang kering dan bersifat polar. Selain itu, air yang tidak terserap akan
menguap pada suhu 100 ℃ (Atikah et al. 2018). Sementara itu, proses pemurnian dengan kisaran lama pengadukan 60 menit pada semua taraf perlakuan suhu menghasilkan nilai kadar air tertinggi yaitu 0,41±0,18% sedangkan lama pengadukan 80 menit pada semua taraf perlakuan suhu menunjukkan nilai rata-rata kadar air
terendah 0,32±0,15 %. Ini disebabkan oleh waktu kontak antara adsorben dan minyak goreng bekas yang lama,
menyebabkan penyerapan kadar air berlansung lebih optimal (Oko et al. 2020).
Intensitas Warna
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan berpengaruh nyata (P<0,05)

rata-rata Tingkat
bekas yang telah
suhu dan lama pengadukan
terhadap Tingkat kemerahan (a*) dan interaksi suhu dan lama pengadukan berpeng
terhadap Tingkat kecerahan (L*) dan Tingkat kekuningan (b*) minyak
kecerahan (L*), Tingkat kemerahan (a*) dan Tingkat kekuningan
dimurnikan secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 3,4 dan 5
Tabel 3. Nilai rata-rata tingkat kecerahan (L*) minyak goreng be
Lama Pengadukan (Menit)
Suhu
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | |
70 (S1) |
58,75±0,03e |
58,98±0,01de |
59,11±0,01d |
80 (S2) |
59,19±0,01d |
59,84±0,02c |
60,12±0,02b |
90 (S3) |
60,13±0,01b |
60,21±0,02b |
60,53±0,03ab |
100 (S4) |
60,62±0,02ab |
60,74±0,04a |
60,83±0,03a |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan |
5% (p≤0,05).
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata nilai Tingkat kecerahan (L*) minyak goreng bekas pada variasi suhu
dan lama pengadukan berkisar antara58,75-60,83. Nilai Tingkat kecerahan tertinggi didapatkan pada suhu
100oC dengan lama pengadukan selama 80 menit menghasilkan tingkat kecerahan tertinggi yaitu 60,83±0,03
yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan Tingkat kecerahan (L*) yang diperoleh pada perlakuan suhu
pengadukan 90oC dengan lama pengadukan 80 menit serta suhu pengadukan 100oC dengan lama pengadukan
60 dan 70 menit dengan nilai secara beturut-turut yaitu 60,53±0,03; 60,62±0,02 dan 60,74±0,04. Sedangkan
nilai rata-rata Tingkat kecerahan (L*) terendah diperoleh pada perlakuan suhu pengadukan 70oC dengan lama
pengadukan 60 menit yaitu sebesar 58,75±0,03 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu 70oC dengan
lama pengadukan 70 menit sebesar 58,98±0,01. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semakin lama
lama pengadukan, nilai rata-rata tingkat kecerahan mengalami peningkatan. Widjanarko et al (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu kontak, daya adsorpsi adsorben semakin baik karena semakin banyak partikel-partikel pengotor (koloid) mampu terikat oleh adsorben sehingga tingkat kecerahan minyak semakin tinggi.
Tabel 4. Nilai rata-rata tingkat kemerahan minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan Lama Pengadukan (Menit)

Suhu
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | |
70 (S1) |
-8,64±0,03c |
-8,66±0,02c |
-9,32±0,02c |
80 (S2) |
-9,72±0,02bc |
-9,76±0,03bc |
-9,86±0,02bc |
90 (S3) |
-10,02±0,02b |
-10,13±0,03b |
-10,40±0,08ab |
100 (S4) |
-10,66±0,02ab |
-11,03±0,01a |
-11,61±0,01a |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menun 5% (p≤0,05).

edaan yang nyata pada taraf kesalahan
Tabel 5. Nilai rata-rata nilaikekuningan minya
eng bekas
perlakuan suhu dan lama pengadukan
Suhu Pengadukan (℃) |
Lama Pengadukan ( |
menit) |
Rata-rata | |
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | ||
70 (S1) |
38,08±0,02 |
38,19±0,03 |
38,45±0,02 |
38,24±0,19a |
80 (S2) |
39,04±0,01 |
39,19±0,03 |
39,44±0,02 |
39,22±0,20a |
90 (S3) |
39,65±0,04 |
39,88±0,01 |
40,09±0,03 |
39,87±0,22a |
100 (S4) |
40,23±0,04 |
40,44±0,01 |
40,63±0,04 |
40,43±0,20a |
,92b
39,43±0,97ab
39,65±0,94a
Rata-rat

Keterang 5% (P≤0,05)
di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan
Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata nilai Tingkat kemerahan (a*) minyak goreng bekas pada variasi suhu
dan lama pengadukan berkisar antara -8,64 hingga 11,61. Tingkat kemerahan (a*) terendah diperoleh pada perlakuan suhu 100oC dengan lama pengadukan selama 80 menit yaitu -11,61±0,01 yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan lama pengadukan 60 dan 70 menit pada suhu 100oC serta pada suhu 90oC dengan lama pengadukan 80 menit. Nilai Tingkat kemerahan (a*) terendah diperoleh pada perlakuan suhu
pengadukan 70oC dengan lama pengadukan 60 menit yaitu -8,64±0,03 yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan hasil yang diperoleh pada perlakuan suhu 70oC dan waktu 80oC pada seluruh variasi lama pengadukan. Penyerapan warna minyak jelantah oleh adsorben yang berasal dari arang aktif ini karena partikel-partikel yang terlarut dalam minyak goreng penyebab kekeruhan akan terserap pada permukaan adsorben (Rahayu et al., 2014). Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian bahwa penurunan warna merah tersebut terjadi pada perlakuan dengan lama pengadukan terlama dan suhu tertinggi.
Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata nilai Tingkat kekuningan (b*) minyak goreng bekas pada variasi suhu dan lama pengadukan berkisar antara 38,08 – 40,63. Nilai rata-rata Tingkat kekuningan (b*) tertinggi diperoleh pada suhu pengadukan 100oC pada semua taraf perlakuan lama pengadukan yaitu 40,43±0,20a. Berdasarkan hasil uji beda BNJ dapat dilihat bahwa nilai Tingkat kekuningan (b*) minyak goreng bekas antar suhu perlakuan tidak berbeda nyata. Namun terdapat perbedaan secara statistik pada perlakuan lama pengadukan. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin lama pengadukan, semakin tinggi nilai kekuningan pada minyak goreng bekas.
Analisis sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas
Uji tekstur
Hasil rata-rata uji tekstur pada sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata uji tekstur sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Suhu Pengadukan (℃) |
Lama Pengadukan (menit) |
Rata-rata | ||
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | ||
70 (S1) |
59,58±0,85 |
57,13±0,34 |
54,60±0,94 |
57,10±2,49a |
80 (S2) |
51,92±0,65 |
50,60±0,36 |
48,79±0,22 |
50,44±1,57b |
90 (S3) |
46,56±0,41 |
46,06±0,54 |
42,68±0,80 |
45,10±2,11c |
100 (S4) |
40,04±0,21 |
38,17±0,10 |
36,36±0,23 |
38,19±1,84d |
Rata-rata |
49,52±8,28a |
47,99±7,97b |
45,61±7,85c |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (P≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tekstur sabun padat yang dihasilkan. Tabel 6 menunjukkan nilai rata-rata
tekstur sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas pada seluruh variasi suhu dan lama pengadkan berkisar antara 36,36 – 59,58. Nilai rata-rata tekstur sabun padat tertinggi diperoleh pada pembuatan sabun
padat dengan minyak goreng bekas dengan suhu pengadukan 70oC pada seluruh variasi lama pengadukan yaitu
57,10±2,49. Kisaran lama pengadukan 60 menit pada seluruh variasi suhu juga menghasilkan nilai rata-rata uji tekstur sabun padat tertinggi yaitu 49,52±8,28. Nilai terendah diperoleh pada sabun padat yang dibuat
dengan minyak goreng bekas dengan suhu 100oC pada kisaran lama pengadukan 60-80 menit menghasilkan
rata-rata uji tekstur terendah yaitu 38,19±1,84. Sementara itu, sabun padat minyak goreng bekas dengan lama

gustini dan Winarmi(2017)
pengadukan 80 menit pada semua taraf perlakuan suhu menunjukkan nilai
sktur terendah yaitu
45,61±7,85. Hasil ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semak
ma lama pengadukan, nilai rata-rata
t sehingga sabun menjadi lebih keras.
uji tekstur sabun padat minyak goreng bekas yang didapatkan s

didalamnya. Penurunan nilai tekstur
menyatakan bahwa tekstur sabun padat dipengaruhi oleh juml
sabun padat menunjukkan bahwa kadar air dalam sabun terus men
Uji pH
Hasil rata-rata uji pH sabun padat berbah
asar minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata nilai pH sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Lama Pengadukan (Menit)
Suhu Pengadukan (℃) |
60 (W1) 70 (W2) 80 (W3) |
70 (S1) 80 (S2) |
8,05±0,01d 8,35±0,01c 9,07±0,01ab 8,09±0,01d 8,56±0,01c 9,15±0,02ab |
90 (S3) |
8,17±0,01d 8,83±0,01b 9,21±0,02a |
100 (S4) |
8,22±0,01cd 8,95±0,01ab 9,32±0,03a |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (p≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) dan interaksi suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH sabun padat yang dihasilkan. Tabel 7 menunjukkan nilai rata-rata pH sabun padat yang
dihasilkan pada variasi suhu dan lama pengadukan berkisar antara 8,05-9,32. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pH sabun padat yang cukup baik sesuai dengan standar SNI (1994). Derajat keasaman (pH) yang
sangat tinggi atau rendah dapat meningkatkan daya absorbsi kulit sehingga menyebabkan iritasi pada kulit dan kulit kering.
Nilai pH tertinggi diperoleh pada sabun padat yang dibuat dengan minyak goreng yang dimurnikan pada suhu 100oC dengan lama pengadukan 80 menit sebesar 9,32±0,03, yang tidak berbeda nyata dengan minyak
goreng bekas yang dimurnikan pada taraf perlakuan suhu lainnya pada lama pengadukan ya
a sedangkan
nilai pH terendah diperolah pada sabun padat yang dibuat dengan minyak goreng bekas yang dimurnikan pada
suhu 70oC dengan lama pengadukan 60 menit yaitu sebesar 8,05±0,01, yan
berbeda nyata dengan
minyak goreng bekas yang dimurnikan pada taraf perlakuan suhu lainnya pada lama pengadukan yang sama.
Hal tersebut membuktikan bahwa peningkatan suhu sampai 100oC dengan lama pengadukan selama 80 menit pada sabun padat minyak goreng bekas menghasilkan nilai pH tertinggi. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semakin lama lama pengadukan pemurnian minyak goreng bekas, nilai rata-rata uji pH mengalami peningkatan. Berdasarkan SNI (1994) derajat keasaman (pH) pada sabun umumnya adalah antara 7 - 10.
Kadar busa
Hasil rata-rata uji kadar busa pada sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas dapat dilihat pada
Tabel 8
Tabel 8. Nilai rata-rata kadar busa sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama
pengadukan
Lama Pengadukan (Menit)
Suhu Pengadukan (℃)
60 (W1) 70 (W2) 80 (W3)
70 (S1) 8,02±0,03e 10,82±0,01cd 12,23±0,03b
80 (S2) 9,21±0,03d 11,09±0,02c 12,82±0,01ab
90 (S3) 9,68±0,02d 11,82±0,01c 13,03±0,04a
100 (S4) 10,02±0,03cd 11,99±0,04bc 13,29±0,02a
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (p≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) dan interaksi suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh nyata
(P<0,05) terhadap kadar busa sabun padat yang dihasilkan. Tabel 8 menunjukkan nilai rata-rata kadar busa
sabun padat yang dihasilkan berkisar antara 8,02- 13,29. Nilai rata-rata kadar busa tertinggi diperoleh pada
suhu pengadukan 100oC dengan lama pengadukan 80 menit yaitu 13,29 ±0,02 yang tidak berbeda nyata dengan
suhu pengadukan 80oC dan 90oC pada lama pengadukan yang sama. Sedangkan nilai rata-rata kadar busa
terendah diperoleh pada perlakuan suhu pengadukan 70oC dengan lama pengadukan 60
8,02 ±0,03.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semakin lama pengadukan pemurnian m

itu sebesar
ak goreng bekas,
nilai rata-rata kadar busa sabun padat minyak goreng bekas mengalami peningkatan. Busa yang tinggi

dipengaruhi oleh keadaan sabun yang basa ataupun asam. Semakin b
akan meningkatkan daya pembusaannya (Tobing, 2021).
Uji sensoris
Hasil rata-rata uji skoring kadar
dilihat pada Tabel 9.
ndisi sabun padat, maka cenderung
sa pada sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas dapat
Tabel 9. Nilai rata-rata uji skoring kadar busa sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Lama Pengadukan (Menit)
Suhu Pe
an (℃)
60 (W1)
70 (W2)
80 (W3)
70 (S1) |
3,10±0,79c |
3,20±0,70c |
3,30±0,66c | |
80 (S2) |
3,40±0,60bc |
3,60±0,75b |
3,75±0,44b | |
90 (S3) |
3,85±0,59b |
3,95±0,69ab |
4,05±0,39ab | |
100 (S4) |
4,30±0,57a |
4,50±0,51a |
4,70±0,47a |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (p≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skoring kadar busa sabun padat yang dihasilkan. Tabel 9 menunjukkan nilai rata-rata skoring kadar busa sabun padat berkisar antara 3,10 (biasa) – 4,70 (sangat berbusa). Nilai rata-rata skoring kadar busa sabun padat tertinggi diperoleh pada pembuatan sabun padat dengan minyak goreng bekas pada perlakuan suhu pengadukan 100oC dengan lama waktu 80 menit yaitu 4,70±0,47 (Sangat berbusa) yang secara statistik tidak bebeda nyata dengan perlakuan 100oC pada lama pengadukan 60 dan 70 menit, suhu pengadukan 90oC pada lama waktu pengadukan 70 dan 80 menit. Sedangkan nilai rata-rata skoring kadar busa terendah diperoleh pada sabun padat yang dibuat dengan minyak goreng bekas pada suhu pengadukan 70oC dengan lama pengadukan 60 menit yaitu 3,10±0,79 (biasa), yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas yang diberikan suhu pengadukan 70oC pada lama pengadukan 70 dan 80 menit, dan suhu pengadukan 80oC pada lama waktu pengadukan 60 menit.
Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semakin lama lama pengadukan pemurnian minyak goreng bekas, nilai rata-rata uji skoring busa sabun padat minyak goreng bekas mengalami peningkatan. Agustin dan Hendrawati (2022) menyatakan bahwa, sabun padat dengan busa yang banyak akan lebih disukai oleh konsumen. Kestabilan busa yang tinggi juga akan meningkatkan efisiensi kinerja sabun dalam membersihkan kotoran pada kulit.

Uji skoring kadar kesat
Hasil rata-rata uji skoring kadar kesat pada sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai rata-rata uji skoring kadar kesat sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Suhu Pengadukan (℃) X |
Lama Pengadukan (Menit) | ||
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | |
70 (S1) |
3,15±0,59d |
3,30±0,66cd |
3,40±0,50cd |
80 (S2) |
3,60±0,60c |
3,75±0,44bc |
3,85±0,59bc |
90 (S3) |
4,00±0,32b |
4,20±0,52ab |
4,30±0,47ab |
100 (S4) |
4,40±0,50ab |
4,60±0,50a |
4,70±0,47a |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (p≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh
sangat nyata (P<0,01) terhadap skoring kadar kesat sabun padat yang dihasilkan. Tabel 10 menunjukkan nilai rata-rata skoring kadar kesat sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengadukan berkisar antara 3,15 (biasa) – 4,70 (sangat kesat).
Nilai rata-rata skoring kadar kesat sabun padat tertinggi diperoleh pada pembuatan sabun padat dengan minyak goreng bekas pada perlakuan suhu pengadukan 100oC dengan lama waktu 80 menit yaitu 4,70±0,47 (Sangat kesat) yang secara statistik tidak bebeda nyata dengan perlakuan 100oC pada lama pengadukan 60 dan 70 menit, suhu pengadukan 90oC pada lama waktu pengadukan 70 dan 80 menit. Sedangkan nilai rata-rata skoring kadar kesat terendah diperoleh pada sabun padat yang dibuat dengan minyak goreng bekas pada suhu pengadukan 70oC dengan lama pengadukan 60 menit yaitu 3,15±0,59 (biasa), yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas yang diberikan suhu pengadukan 70oC pada lama pengadukan 70 dan 80 menit. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semakin lama lama pengadukan pemurnian minyak goreng bekas, nilai rata-rata uji skoring kadar kesat sabun padat minyak goreng bekas mengalami peningkatan.
Uji skoring kadar kelembaban
Hasil rata-rata uji skoring kadar kelembaban pada sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai rata-rata uji skoring kadar kelembaban sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Lama Pengadukan (Menit)
Suhu Pengadukan (℃)
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | |
70 (S1) |
4,55±0,51a |
4,30±0,66a |
4,20±0,52a |
80 (S2) |
3,95±0,51ab |
3,80±0,41ab |
3,65±0,49b |
90 (S3) |
3,55±0,51b |
3,45±0,51b |
3,35±0,67b |
100 (S4) |
3,25±0,64c |
3,05±0,51cd |
2,95±0,51d |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (p≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap skoring kadar kelembaban sabun padat yang dihasilkan. Tabel 11 menunjukkan nilai rata-rata skoring kadar kelembaban sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengadukan berkisar antara 2,95 (biasa) – 4,55 (sangat lembab).
Nilai rata-rata skoring kadar kelembaban sabun padat tertinggi diperoleh pada pembuatan sabun padat dengan minyak goreng bekas pada perlakuan suhu pengadukan 70oC dengan lama waktu 60 menit yaitu 4,55±0,51 (Sangat lembab) yang secara statistik tidak bebeda nyata dengan perlakuan 70oC pada lama pengadukan 70 dan 80 menit, suhu pengadukan 80oC pada lama waktu pengadukan 60 dan 70 menit. Sedangkan nilai rata-rata skoring kadar kelembaban terendah diperoleh pada sabun padat yang dibuat dengan minyak goreng bekas pada suhu pengadukan 100oC dengan lama pengadukan 80 menit yaitu 2,95±0,51 (biasa), yang secara statistik tidak berbeda nyata dengan sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas yang diberikan suhu pengadukan 100oC pada lama pengadukan 80 menit. Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu dan semakin lama pengadukan pemurnian minyak goreng bekas, nilai rata-rata uji skoring kadar kelembaban sabun padat minyak goreng bekas mengalami penurunan.
Penerimaan keseluruhan
Hasil rata-rata penerimaan keseluruhan pada sabun padat berbahan dasar minyak goreng bekas dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan sabun padat minyak goreng bekas pada perlakuan suhu dan lama pengadukan
Lama Pengadukan (Menit)
Suhu Pengadukan (℃)
60 (W1) |
70 (W2) |
80 (W3) | |
70 (S1) |
5,00±0,51e |
5,00±0,66e |
5,25±0,52d |
80 (S2) |
5,45±0,51c |
5,55±0,41bc |
6,15±0,49a |
90 (S3) |
6,05±0,51a |
5,70±0,51b |
5,65±0,67b |
100 (S4) |
5,50±0,64bc |
5,35±0,51c |
5,10±0,51d |
Keterangan: Huruf berbeda di belakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan 5% (p≤0,05).
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan minyak goreng bekas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap penerimaan keseluruhan sabun padat yang dihasilkan. Tabel 12 menunjukkan nilai rata-rata penerimaan keseluruhan sabun padat yang dihasilkan dari minyak goreng bekas pada berbagai perlakuan suhu dan lama pengadukan berkisar antara 5,00 (agak suka) – 6,15 (suka). Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan yang paling disukai didapatkan pada sabun padat yang dihasilkan dengan minyak goreng bekas dengan perlakuan suhu pengadukan 80oC dan lama pengadukan 80 menit sebesar 6,15 (suka) yang tidak berbeda nyata dengan sabun padat yang dihasilkan dengan minyak goreng bekas dengan perlakuan suhu pengadukan 90oC dan lama pengadukan 60 menit. Nilai rata-rata penerimaan keseluruhan terendah diperoleh pada sabun padat yang dihasilkan dengan minyak goreng bekas dengan perlakuan suhu pengadukan 70oC dengan lama pengadukan 70 menit yaitu sebesar 5,00 (agak suka) yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan suhu pengadukan 70oC dengan lama pengadukan 60 menit.
Hal ini menunjukkan suhu dan lama pengadukan permurnian minyak goreng bekas memberikan pengaruh terhadap penerimaan keseluruhan dari sabun padat minyak goreng bekas. Pada titik tertentu panelis menyukai sabun padat minyak goreng bekas mulai dari tingkat kadar busa, kadar kesat dan kadar kelembabannya. Panelis kurang menyukai kadar kesat yang terlalu tinggi yang mengakibatkan kadar kelembaban berkurang.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar asam lemak bebas, kadar air dan berpengaruh nyata terhadap Tingkat kemerahan (a*) serta interaksi antar perlakuan suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap asam lemak bebas, tingkat kecerahan (L*) dan tingkat kekuningan (b*) minyak goreng bekas. Perlakuan terbaik dari proses pemurnian minyak
(L*) dan tingkat kekuningan (b*) minyak goreng bekas. Perlakuan terbaik dari proses pemurnian minyak goreng bekas menggunakan arang aktif adalah perlakuan suhu 100°C dan lama pengadukan 80 menit, dengan
karakteristik kandungan asam lemak bebas 0,36% kadar air 0,19 %, tingkat kecerahan (L*) 60,83, tingkat
kemerahan (a*) -11,61 dan tingkat kekuningan (b*) 40,43. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap pH, tekstur, kadar busa dan uji sensoris serta interaksi antar perlakuan suhu dan lama pengadukan berpengaruh sangat nyata terhadap pH dan uji kadar busa sabun padat minyak goreng bekas.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, E. F., & Hendrawati, N. (2022). Pengaruh variasi natrium hidroksida (NaOH) terhadap pembuatan sabun mandi padat sari mentimun. Distilat: Jurnal Teknologi Separasi, 8(4), 850-858. https://doi.org/10.33795/distilat.v8i4.471
Agustini, N. W. S., & Winarni, A. H. (2017). Karakteristik dan aktivitas antioksidan sabun padat transparan yang diperkaya dengan ekstrak kasar karotenoid Chlorella pyrenoidosa. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 12(1), 1-12. https://doi.org/10.15578/jpbkp.v12i1.379
Arlofa, N., Budi, B. S., Abdillah, M., & Firmansyah, W. (2021). Pembuatan sabun mandi padat dari minyak jelantah. Jurnal Chemtech, 7(1), 17-21.
Atikah. (2017). Penurunan bilangan peroksida pada minyak goreng bekas menggunakan adsorben Ca bentonit. Jurnal Kimia, 2(1), 35-45.
Aznury, M., & Serlina, A. (2021). Optimasi formula pembuatan sabun padat antiseptik alami dengan penambahan ekstrak daun sirih hijau (piper betle l). Kinetika, 12(1), 51-59.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2019). Jumlah Wisatawan ke Bali Menurut Bulan. Diakses pada 4 Oktober 2023.
Cechinel, M. A. P., Souza, S. G., & Ulson, A. A. (2013). Study of Lead (II) Adsorption onto Activated Carbon Originating from Cow Bone. Journal of Molecular Liquid, 2(3), 33-40.
Djaeni, M. (2002). Pengolahan limbah minyak goreng bekas menjadi gliserol dan minyak diesel melalui proses transesteifikasi. Prosiding. Seminar nasional teknik kimia, Yogyakarta.
Hajar, E. W. I., Purba, A. F. W., Handayani, P., & Mardiah. (2016). Proses pemurnian minyak jelantah menggunakan ampas tebu untuk pembuatan sabun padat. Jurnal Integrasi Proses, 6(1), 22-27.
Hariono, T., Munawaroh, M., Yaqin, N., Hidayah, N., Aisa, A., & Sulaikho, S. (2022). Mengurangi Limbah Minyak Tanah melalui Pembuatan Sabun Cuci dari Jelantah. Jumat Ekonomi: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 3(2), 93-97. https://doi.org/10.32764/abdimas_ekon.v3i2.2472
Indiarto, R., Nurhadi, B., & Subroto. (2012). Kajian karakteristik tekstur (texture profil analysis) dan organoleptik daging ayam asap berbasis teknologi asap cair tempurung kelapa. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian, 5(2), 106-116.
Klein, K. (2004). Evaluating Foam. Cosmetics and Toiletries Magazine, 119, 32-35.
Mangallo B., Susilowati, S. I. Wati. (2014). Efektivitas Arang Aktif Kulit Salak Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Jurnal Chemistry Progress, 7(2), 58-65.
Nadirawati dan Muthmainnah, N. N. (2010). “Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Tentang Kolesterol Dan Penggunaan Minyak Jelantah (Waste Cooking Oil) Di Desa Neglasari Kecamatan Bojong Picung Cianjur”. Cimahi: Jurnal Keperawatan Soedirman, Vol. 05, No. 02. http://dx.doi.org/10.20884/1.jks.2010.5.2.271
Oko, S., Mustafa, K. Andi, & Nur, A. M. (2020). Pemurnian minyak jelantah dengan metode adsorpsi menggunakan arang aktif dari serbuk gergaji kayu ulin (Eusideroxylon zwageri). Jurnal Riset Teknologi Industri, 4(2), 24-32. https://doi.org/10.26578/jrti.v14i2.6067
Rahayu, L. H., Purnavita, S., & Sriyana, H. Y. (2014). Potensi sabut dan tempurung kelapa sebagai adsorben untuk meregenerasi minyak jelantah. Majalah Ilmiah Momentum, 10(1).
Rahayu, S., & Herman. (2014). Potensi Sabut dan Tempurung Kelapa Sebagai Adsorben Untuk Meregenerasi Minyak Jelantah. Jurnal Momentum, Vol. 10, No. 1, April Hal. 47-53.
Sengke, C. A., Citraningtyas, G., & Wehantouw, F. (2013). Analisis Kandungan Akrilamida Dalam Ubi Goreng yang Dijual di Kota Manado Menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT, 2(3), 91-95.
Sudarmadji, S., Haryono, B., & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Suryadinata, A., Waluyo, U., Ramadhan, A., & Cundari, L. (2020). Review: pemurnian minyak goreng bekas menggunakan berbagai jenis adsorben alami. Jurnal Teknik Kimia, 2(26), 70-79.
https://doi.org/10.36706/jtk.v26i2.588
Tobing, M. G., & Sukeksi, L. (2021). Potensi Formulasi Sediaan Sabun Padat Minyak Kelapa Dengan Pengisi Bentonit Sebagai Media Pembersih Najis Mughallazah. Jurnal Teknik Kimia USU, 10(1), 31-37.
https://doi.org/10.32734/jtk.v10i1.4575
Viantini, F., & Yustinah. (2015). Pengaruh temperatur pada proses pemurnian minyak goreng bekas dengan buah mengkudu. Jurnal Teknik, 4(2), 53-62. https://doi.org/10.24853/konversi.4.2.53-62
Weaver, C. (1996). The Food Chemistry Laboratory. CRC Press, Boca Raton, New York, London, Tokyo.
Widjanarko, P. I., Widiantoro, W., Soetarejo, L. F. E., & Ismadsji, S. (2016). Kinetika adsorbsi zat warna congo red dan rhodamine b dengan menggunakan serabut kelapa dan ampas tebu. Jurnal Teknik Kimia Indonesia, 5(3), 41-48. https://doi.org/10.5614/jtki.2006.5.3.1
Discussion and feedback