Analisis Kelayakan Usahatani Sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur
on
Jurnal Manajemen Agribisnis
Vol.11, No.2, Oktober 2023
E- ISSN: 2684-7728
Analisis Kelayakan Usahatani Sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur
Feasibility Analysis of Sorgum Farming in Patihan Village, Babat District, Lamongan District, East Java Province
Septiana Dina Mahiro*) Syarif Imam Hidayat Dona Wahyuning Laily
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Pambangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Indonesia
*)E-mail: septianadinamahiro@gmail.com
ABSTRACT
Indonesia's current food position still depends on rice. This is related to the level of food security. To support food security, this can be done by promoting the cultivation of sorghum. Sorghum can be a rice substitute product. Sorghum has long been cultivated in Indonesia, and there are several areas where it is planted, namely Patihan Village, Tripe District, Lamongan Regency. In 2016-2017, there was an increase in sorghum productivity in Patihan Village by 7 tonnes/ha. But in 2018-2020 there was a decrease in sorghum productivity which reached 0 tons/ha. The decline in sorghum productivity can affect farmers' income. The decline in the level of productivity of sorghum is inseparable from the existence of problems. The purpose of this research is to analyze the feasibility of sorghum farming in Patihan Village, Tripe District, Lamongan Regency, and to analyze the problems in sorghum farming. The analytical method used is the R/C Ratio and qualitative descriptive. The results showed that the R/C Ratio value was 0.26, meaning that sorghum farming in Patihan Village, Babat District, Lamongan Regency in 2021 is not feasible. The problem faced by sorghum farmers in sorghum farming is the existence of rat pests that cannot be controlled, resulting in crop failure and losses.
Keywords: Sorghum, Feasibility of Farming, Problematics, Patihan Village
ABSTRAK
Posisi pangan Indonesia saat ini masih bergantung pada beras. Hal tersebut berkaitan dengan tingkat ketahanan pangan. Untuk mendukung ketahanan pangan maka dapat dilakukan dengan menggalakkan penanaman sorgum. Sorgum dapat menjadi produk subtitusi beras. Sorgum telah lama dibudidayakan di Indonesia, serta terdapat beberapa daerah yang menanam yakni salah satunya Desa Patihan, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan. Pada Tahun 2016-2017, terjadi peningkatan produktivitas sorgum Desa Patihan sebesar 7 ton/ha. Tetapi pada Tahun 2018-2020 terjadi penurunan produktivitas sorgum yang mencapai 0 ton/ha. Penurunan produktivitas sorgum dapat mempengaruhi pendapatan petani. Terjadinya penurunan tingkat produktivitas sorgum tidak terlepas dari adanya problematika. Tujuan penelitian ini yakni menganalisis kelayakan usaha tani
sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan dan menganalisis problematika dalam usahatani sorgum. Metode analisis yang digunakan yakni R/C Ratio dan deskriptif kualitaif. Hasil penelitian menunjukkan nilai R/C Ratio diperoleh sebesar 0,26, artinya usahatani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan pada Tahun 2021 tidak layak diusahakan. Problematika yang dihadapi petani sorgum dalam usahatani sorgum yakni adanya hama tikus yang tidak dapat dikendalikan sehingga mengakibatkan gagal panen serta kerugian.
Kata kunci: Sorgum, Kelayakan Usahatani, Problematika, Desa Patihan
PENDAHULUAN
Posisi pangan Indonesia saat ini masih bergantung pada beras. Menurut Ariani & Ashari (2003) menyatakan bahwa rata-rata hampir 100% tingkat konsumsi beras diberbagai wilayah dan hal tersebut cukup tinggi, artinya hampir semua rumah tangga telah mengonsumsi beras. Ketidakseimbangan komposisi pangan dan belum terpenuhinya kecukupan gizi menjadi permasalahan dalam konsumsi pangan. Dalam hal ini pemenuhan kebutuhan pangan harus diperhatikan karena hal tersebut berkaitan dengan tingkat ketahanan pangan. Untuk mendukung ketahanan pangan maka dapat dilakukan dengan menggalakkan penanaman sorgum.
Sorgum (Sorghum bicolor (L.)Moench) memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan beras. Kandungan zat besi dalam sorgum memiliki selisih sebesar 5,4 mg/100 g lebih tinggi dari beras (1,8 mg/100 g) serta protein sorgum memiliki selisi sebesar 10-11% lebih tinggi dari protein beras giling (7-7%), sehingga dalam hal ini nilai gizi sorgum tidak kalah penting dengan makanan pokok beras sebagai bahan pangan (Lufiria, 2012). Sehingga sorgum dapat menjadi produk subtitusi beras untuk mendukung ketahana pangan. Sorgum merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan. Suarni (2016) menyatakan bahwa sorgum memiliki kemampuan adaptasi di daerah yang beriklim basah hingga tropis-kering serta dapat meningkatkan produktivitas pada lahan kering marjinal, maupun lahan nonproduktif lainya. Membutuhkan biaya yang relatif murah dengan budidaya yang cukup mudah, dapat ditanam tumpang sari dengan tanaman lainnya maupun monokultur, serta dapat diratun hingga menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sorgum adalah tanaman yang multifungsi, dimana seluruh bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan. Menurut Abegaz dan Tessema (2021) menyatakan daun digunakan untuk pakan ternak, batangnya untuk bahan bakar, dan konstruksi dan tunggul dihilangkan dan digunakan untuk bahan bakar. Batangnya ditumpuk dan diintai selama beberapa musim untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Negara yang membudidayakan sorgum yakni Indonesia. Daerah yang telah membudidayakan sorgum di Indonesia yakni terutama di Jawa, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) serta Nusa Tenggara Barat (NTB) (Londra & Sutami, 2020). Terdapat beberapa daerah di Indoensia yang telah membudidayakan sorgum sejak Tahun 1960 an yaitu salah satunya Desa Patihan, Kecamatan Babat, Kabupaten Lamongan. Data dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Lamongan Tahun 2021 Kecamatan Babat
merupakan wilayah yang membudidayakan sorgum terluas di Kabupaten Lamongan pada Tahun 2020 yakni sebesar 203 ha.
Tabel 1. Luas tanam, luas panen dan produktivitas sorgum di Desa Patihan.
Tahun |
Luas Tanam (ha) |
Luas Panen (ha) |
Produktivitas (ton/ha) |
2014 |
15 |
15 |
6,5 |
2015 |
40 |
40 |
5,7 |
2016 |
40 |
40 |
7 |
2017 |
57 |
57 |
7 |
2018 |
2 |
0,5 |
2,5 |
2019 |
15 |
0 |
0 |
2020 |
33 |
0 |
0 |
Sumber: Data sekunder Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Babat, 2021
Pada Tahun 2016-2017, terjadi peningkatan produktivitas sorgum Desa Patihan sebesar 7 ton/ha. Tetapi pada Tahun 2018-2020 terjadi penurunan produltivitas sorgum yang mencapai 0 ton/ha. Berbeda dengan penelitian dari Melan Ardiansyah (2021) menyatakan perhitungan kelayakan (r/c ratio) usahatani sorgum di Desa Beruas Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat didapat nilai yakni 2,5 yang artinya layak diusahakan. Penurunan produktivitas sorgum dapat mempengaruhi pendapatan petani. Terjadinya penurunan tingkat produtivitas sorgum tidak terlepas dari adanya problematika.
Berdasar pada masalah tersebut, tujuan dalam penelitian ini yakni: Menganalisis kelayakan usahatani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan; dan Menganalisis problematika dalam usahatani sorgum.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan yang dilakukan kurang lebih selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret 2022. Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive). Dengan menggunakan objeknya yakni sorgum. Menggunakan jenis penelitian deskriptif (descriptive research). Penentuan responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2019). Responden yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kriteria yakni petani yang membudidayakan sorgum di Desa Patihan.
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder dan primer. Data primer diperoleh dari hasil obeservasi, wawancara, dan kuisioner kepada petani sorgum di Desa Patihan. Data sekunder diperoleh dari Badan Penyuluh Pertanian Kecamatan Babat, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Lamongan, buku, jurnal maupun refensi lainnya. Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif untuk mengetahui kelayakan usahatani sorgum dan data kualitatif untuk mengetahui problematika yang dihadapi petani sebagai penyebab terjadinya penurunan produktivitas sorgum.
Analisis dalam penelitian ini menggunakan R/C Ratio dan deskriptif kualitatif. Analisis r/c Ratio dilakukan untuk mengetahui kelayakan usahatani sorgum. Dengan menghitung biaya variabel, biaya tetap, pendapatan dan keuntungan yang diperoleh petani. Sedangkan analisis deskriptif kualitatis dilakukan untuk mengetahui problematika yang dihadapi petani dalam usahatani sorgum. Pada tujuan pertama yakni analisis kelayakan usahatani sorgum. Biaya produksi adalah seluruh pengeluaran secara ekonomis yang harus dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang, dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi, 2006):
TC = TFC + TVC
Keterangan:
TC = Total Biaya (Rp)
TFC = Total Biaya Tetap (Rp)
TVC = Total Biaya Variabel (Rp)
Penyusutan adalah harga perolehan dan biaya secara sistematik dan rasional sepanjang umur manfaat aktiva tetap yang bersangkutan, dengan rumus sebagai berikut (Sondik, 2013 dalam Asnidar & Asrida, 2017) :
Penyusutan = (Harga Perolehan-Nilai Residu) / (Umur Ekonomis)
Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh petani sorgum (Soekartawi, 2006). Berikut rumus untuk menghitung pendapatan:
TR = P x Q
Keterangan :
TR = Total Penerimaan (Rp)
P = Harga Produk (Rp)
Q = Jumlah Produk
R/C Ratio adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya, dengan rumus sebagai berikut (Saeri, 2018):
R Pq x Q
C = (TFC + TVC)
Keterangan :
R = Penerimaan (Rp)
C = Biaya Produksi (Rp)
PQ = Harga produk (Rp)
TFC = Biaya Tetap (Rp)
TVC = Biaya Variabel (Rp)
Adapun beberapa kriteria pada R/C Ratio yakni, antara lain:
R/C Ratio > 1 maka usahatani dikatakan menguntungkan.
R/C Ratio = 1 maka usahatani dikatakan BEP.
R/C Ratio < 1 maka usahatani dikatakan rugi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Wilayah
Desa Patihan adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan, memiliki luas wilayah sebesar 343 ha dengan jenis lahan tanah sawah sebagai daerah bercocok tanam. Luas lahan sawah yang dimiliki Desa Patihan sebesar 292,105 ha yang terdiri dari yang tersediri dari sawah tadah hujan dan sawah irigasi ½ teknis. Pada musim tanam pertama terjadi hujan dengan intensitas tinggi sehingga petani memilih membudidayakan padi karena karakteristik lahan yang dimiliki adalah sawah tadah hujan dan irigasi. Sehingga petani memanfaatkan ketersediaan air yang tergenang tersebut untuk membudidayakn padi. Pada musih tanam kedua tidak terjadi hujan tetapi persediaan air masih cukup untuk membudayakan padi. Serta pada musim ketiga terjadi kemarau yang mengakibatkan lahan menjadi kering, sehingga sebagian petani memilih membudidayakan sorgum. Tetapi tidak semua petani di Desa Patihan memilih untuk menanam sorgum pada musim tanam ketiga. Terdapat petani yang menanam tembakau, melon maupun semangka serta terdapat pula yang memilih untuk mengistirahatkan lahan.
Kelayakan Usahatani Sorgum
Biaya Produksi Usahatani Sorgum
Biaya produksi terdiri dari biaya variable dan biaya tetap. Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang tidak mempengaruhi produksi atau output yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atau petani (Saeri, 2018). Berdasarkan penelitian yang termasuk biaya tetap yakni biaya penyusutan alat dan mesin pertanian serta biaya perawatan mesin pertanian. Biaya penyusutan alat dan mesin terdiri dari mesin hand tractor, sprayer, cangkul, arit dan tugal. Berikut rincian biaya penyusutan alat dan mesin pada sekali musim tanam Tahun 2021:
Tabel 2. Rincian biaya penyusutan
No. |
Uraian |
Biaya Penyusutan (Rp/Musim Tanam) |
1. |
Hand Tractor |
188.88,88889 |
2. |
Sprayer |
2.496,666667 |
3. |
Cangkul |
888,8888889 |
4. |
Arit |
1.250 |
5. |
Tugal |
736,1111111 |
Total Biaya Penyusutan |
97.042,2222 |
Sumber : Data primer diolah, 2022
Biaya perawatan mesin pertanian terdiri dari mesin hand tractor dan sprayer. Dimana beberapa petani sorgum di Desa Patihan tidak memiliki mesin hand tractor maupun sprayer. Hanya terdapat beberapa petani yang memiliki mesin-mesin tersebut. Bagi petani yang memiliki mesin hand tractor dan sprayer, maka mengeluarkan biaya perawatan mesin-mesin tersebut. Sedangkan bagi petani yang tidak memiliki mesin-mesin tersebut maka tidak mengeluarkan biaya perawatan melainkan biaya sewa mesin hand tractor dan sprayer dalam usahatani sorgum yang sudah termasuk dalam biaya tenaga kerja. Berikut rincan biaya tetap yang dikeluarkan oleh petani sorgum pada sekali musim tanam Tahun 2021:
Tabel 3. Rincian biaya tetap | ||
No. |
Uraian |
Jumlah (Rp/Musim Tanam) |
1. |
Total Biaya Penyusutan |
97.042,2222 |
2. |
Total Biaya Perawatan |
71.600 |
Total Biaya Tetap (TFC) |
168.642,2222 |
Sumber : Data primer diolah, 2022
Total Variable Cost (TVC) yaitu biaya yang dapat berubah sesuai dengan perubahan jumlah yang dihasilkan daalam produksi (Saeri, 2018). Berdasarkan penelitian yang termasuk biaya variabel adalah benih, pupuk, tenaga kerja, pestisida dan sewa lahan. Berikut rincian biaya variabel yang dikeluarkan petani sorgum di Desa Patihan Tahun 2021 pada sekali musim tanam:
Tabel 4. Rincian biaya variabel | ||
No. |
Uraian |
Jumlah (Rp/Musim Tanam) |
1. |
Biaya Benih |
46.250 |
2. |
Biaya Pestisida |
246.700 |
3. |
Biaya Pupuk |
2.609.280 |
4. |
Biaya Sewa Lahan |
2.560.000 |
5. |
Biaya Tenaga Kerja |
2.076.300 |
Total Biaya Variabel (TVC) |
7.538.530 | |
Sumber : Data primer diolah, 2022 |
Berdasar pada perhitungan total biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani yakni sebesar Rp. 7.538.530 /ha/Musim Tanam. Dari hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa pengeluaran tertinggi untuk biaya variabel yakni pada biaya pupuk sebesar Rp. 2.609.280 /ha/Musim Tanam. Adapun pupuk yang digunakan yakni pupuk NPK, Urea dan Organik. Pemberian pupuk NPK dan Urea dilakukan oleh petani sebanyak dua kali yakni ketika tanaman sorgum berada pada usia 15-20 hari dan 30-40 hari.
Biaya produksi adalah seluruh biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan atau petani untuk memproduksi suatu barang (Soekartawi, 2006). Rincan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani sorgum pada sekali musim tanam Tahun 2021 sebagai berikut :
Tabel 5. Rincian total biaya
No Uraian Jumlah (Rp/Musim Tanam)
-
1. Biaya Tetap 168.642,2222
-
2. Biaya Variabel 7.538.530
Total Biaya (TC) 7.707.172,2222
Sumber: Data primer diolah, 2022
Didapat biaya produksi dalam kegiatan usahatani sorgum yakni sebesar Rp. 7.707.172,2222 /ha/MT pada Tahun 2021. Terlihat dari hasil perhitungan tersebut bahwa biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam membudidayakan sorgum tertinggi adalah biaya variabel sebesar Rp. 7.538.530 /ha/MT.
Penerimaan
Penerimaan yakni hasil dari perkalian antara hasil produksi selama proses produksi dengan harga jual pokok (Ambarsari et al., 2014). Besarnya penerimaan yang didapat oleh petani dalam setiap kegiatan produksi dipengaruhi oleh harga jual produk tersebut dan jumlah produk yang dihasilkan. Berikut adalah rincian jumlah produksi dan harga jual sorgum di Desa Patihan pada Tahun 2021:
Tabel 6. Rincian penerimaan sorgum Tahun 2021
Jumlah Produksi (Kg/ha) |
Harga Jual (Rp/kg) |
Nilai (Rp/Musim Tanam) |
676,3 |
2.970 |
2.008.611 |
Sumber : Data primer diolah, 2022
Penerimaan yang diproleh petani dalam usahatani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan pada Tahun 2021 yakni sebesar Rp. 2.008.611 /ha/Musim Tanam dengan jumlah produksi sebanyak 676,3 kg/ha dan harga jual sebesar Rp. 2.970 /kg.
Pendapatan
Pendapatan merupakan selisih dari penerimaan dengan semua biaya produksi. Adapun pendapatan yang diperoleh petani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan dalam usahatani sorgum pada Tahun 2021, sebagai berikut:
Tabel 7. Rincian pendapatan petani sorgum Tahun 2021
No. |
Uraian |
Jumlah (Rp/Musim Tanam) |
1 |
Total Penerimaan (TR) |
2.008.611 |
2 |
Total Biaya (TC) |
7.707.172,2222 |
Pendapatan (I) |
-5.698.561,2222 |
Sumber: Data primer diolah, 2022
Dari tabel perhitungan tersebut diketahui bahwa pendapatan yang diperoleh petani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan pada Tahun 2021 yakni sebesar Rp. -5.698.561,2222 /ha/Musim Tanam. Terlihat bahwa total penerimaan yang didapat petani memiliki angka selisih lebih rendah dari total biaya yang dikeluarkan, hal tersebut memiliki arti bahwa petani tidak dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani sorgum. Sehingga usahatani sorgum ini merupakan usaha yang tidak menjanjikan pada Tahun 2021. Hasil pendapatan petani sorgum cukup kecil untuk digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup petani.
Analisis R/C Ratio
Perhitungan R/C Ratio digunakan untuk mengetahui kelayakan usahatani sorgum yang dilakukan oleh petani pada Tahun 2021. Berikut rincian perhitungan kelayakan usaha agribisnis sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan pada Tahun 2021:
Tabel 8. Perhitungan kelayakan usahatani sorgum
No. |
Uraian |
Jumlah (Rp/Musim Tanam) |
1. |
Total Penerimaan (TR) |
2.008.611,0000 |
2. |
Total Biaya (TC) |
7.707.172,2222 |
R/C |
0,260615819 |
Sumber: Data primer diolah, 2022
Perhitungan r/c ratio menunjukkan bahwa usahatani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan pada Tahun 2021 mendapatkan nilai 0,26. Angka tersebut menunjukkan bahwa usahatani sorgum tidak layak diusahakan karena memiliki nilai yang kurang dari 1. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian. Perhitungan tersebut berbeda halnya dengan hasil penelitian dari Melan Ardiansyah (2021) mengemukakan bahwa perhitungan (r/c ratio) usahatani sorgum di Desa Beruas Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat sebesar 2,5 yang artinya layak diusahakan.
Problematika Usahatani Sorgum
Dalam setiap usahatani, petani pasti menghadapi suatu problematika yang dapat menghambat berjalannya suatu usaha. Problematika adalah sesuatu hal yang mendapatkan problem atau masalah dan memerlukan suatu pemecahan (Akmaluddin, 2016). Pada Tahun 2017, produktivitas sorgum di Desa Patihan mencapai 7 ton/ha tetapi terjadi penurunan pada Tahun 2018 hingga 2021. Sehingga petani mengalami kerugian. Penurunan produktivitas sorgum berkaitan erat dengan adanya problematika. Problematika terbesar yang dihadapi oleh petani sorgum di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan yang mengakibatkan terjadinya gagal panen yakni hama. Hama yang menyerang taman sorgum di Desa Patihan yakni ulat grayak dan tikus. Petani telah melakukan pengendalian secara preventif (sebelum ada serangan) maupun kuratif (setelah ada serangan). Berikut pengendalian yang telah dilakukan petani secara preventif dan kuratif:
Tabel 9. Problematika petani sorgum
Organisme Pengganggu |
Pengendalian | |
Tanaman |
Preventif |
Kuratif |
Tikus |
Membangun rumah burung hantu |
Pemberian rodentisida |
Ulat Grayak |
- |
Pemberian insektisida |
Sumber : Data primer diolah, 2022
Pengendalian secara kuratif yang dilakukan oleh petani terhadap hama ulat grayak telah efektif. Hama tikus menjadi problematika utama dalam usahatani sorgum. Pengendalian secara preventif maupun kuratif yang dilakukan oleh petani terhadap hama tikus masih kurang efektif. Pengendalian secara preventif dalam menangani hama tikus yakni membangun rumah burung hantu disekitar lahan pertanian sorgum. Kurang lebih dalam satu rumah tersebut terdapat satu hingga dua ekor burung hantu. Tetapi minimnya jumlah burung hantu tidak sebanding dengan jumlah tikus. Pada musim tanam ketiga, jumlah populasi tikus meningkat. Dari musim tanam awal (MT-1) ke musim tanam berikutnya (MT-2 dan MT-3) mengalami peningkatan perkembangan populasi tikus secara nyata. Tangkapan tikus pada TBS (Trap Barrier System) meningkat dari 224 ekor pada MT-1
menjadi 1.423 ekor pada MT-2 dan 1.733 ekor pada MT-3 (Sudarmaji & Herawati, 2017). Sedangkan pengendalian secara kuratif, petani telah memberikan rodentisida. Hal tersebut juga kurang efektif dalam mengendalikan hama tikus. Sehingga jumlah populasi tikus semakin meningkat yang berakibat pada terjadinya gagal panen serta kerugian yang dihadapi petani.
Dampak dari serangan tikus terhadap produktivitas sorgum mulai terlihat sejak Tahun 2018. Nilai produktivitas sorgum mengalami penurunan dari 7 ton/ha menjadi 2,5 ton/ha. Tahun 2019-2020, produktivitas sorgum menurun hingga mencapai pada fase gagal panen atau nilai produktivitas sebesar 0 ton/ha.
Berbeda halnya dengan di wilayah Etiopia Barat bahwa gulma striga menjadi problematika dalam budidaya sorgum. Alasan utamanya adalah gulma striga merupakan tantangan utama di daerah tersebut karena status kesuburan tanah yang rendah dan keasaman tanah. Penyakit dan hama juga menjadi penyebab rendahnya produktivitas sorgum didaerah tersebut (Mesfin & Girma, 2022).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasar hasil analisis, usahatani sorgum pada Tahun 2021 di Desa Patihan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan dinyatakan tidak layak untuk diusahakan karena nilai r/c Ratio sebesar 0,260615819 < 1. Penerimaan yang didapat petani sorgum pada Tahun 2021 sebesar Rp. 2.008.611,00 dengan biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp. 7.707.172,2222. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian. Karena penerimaan lebih rendah dari biaya produksi. Sehingga petani tidak dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani sorgum. Problematika yang dihadapi petani sorgum yakni tidak dapat dikendalikan serangan hama tikus. Sehingga tikus menjadi penyebab utama terjadinya gagal panen.
Saran yang diberikan yakni sebaiknya petani sorgum di Desa Patihan melakukan pengawasan secara berkala terhadap tanaman sorgum. Serta melakukan tanam serentak untuk dapat mengurangi populasi hama tikus yang berakibat pada terjadinya gagal panen.
DAFTAR PUSTAKA
Abegaz, S, B., & Tessema, F, H. 2021. Farmers’ Perception about the Use of Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Landraces and Their Genetic Erosion in South Wollo Administrative Zone, Ethiopia. International Journal of Agronomy. https://doi.org/10.1155/2021/3601897
Akmaluddin. 2016. Problematika Bahasa Indonesia Kekinian: Sebuah Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia Ragam Tulisan. Mabasan, 10(2):63-84.
Ambarsari, W., Ismail, V. D. Y. B., & Setiadi, A. 2014. Analisis Pendapatan Dan Profitabilitas Usahatani Padi (Oryza Sativa, L.) Di Kabupaten Indramayu. Jurnal Agri Wiralodra, 6(2):19–27. https://adoc.pub/queue/program-studi-agribisnis-
fakultas-pertanian-universitas-wira.html
Ardianyah, M. 2021. Analisis usaha tani dan pemasaran tanaman sorgum (Shorgum bicolor L.) Di Desa Beruas Kecamatan Kelapa Kabupaten Bangka Barat. Skripsi, Universitas Bangka Belitung.
Ariani, M., & Ashari, N. 2003. Arah, Kendala dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 21(2):99–112.
https://doi.org/10.21082/fae.v21n2.2003.99-112
Asnidar, A., & Asrida, A. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Home Industry Kerupuk Opak Di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara. Jurnal S. Pertanian, 1(1):39–47.
Londra, I. M., & Sutami, P. 2020. Manajemen Pemanfaatan Sorgum Batang Manis Terhadap Induk Sapi Bali. Jurnal Manajemen Agribisnis, 8(2):188–195.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/agribisnis/article/download/62293/36956/
Lufiria, P. Y. 2012. Kadar Protein, Zat Besi, dan Mutu Organoleptik Kue Kering Berbahan Dasar Tepung Terigu dan Tepung Beras Dengan Substitusi Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L . Moench). Journal of Nutrition Collage, 1–7.
Mesfin, A. H., & Girma, F. 2022. Understanding sorghum farming system and its implication for future research strategies in humid agro-ecologies in Western Ethiopia. Journal of Agriculture and Food Research, 10(May), 100456. https://doi.org/10.1016/j.jafr.2022.100456
Saeri, M. 2018. Usahatani dan Analisisnya. . Malang : Universitas Wisnuwardhana Malang Press (Unidha Press).
Suarni, S. 2016. Peranan Sifat Fisikokimia Sorgum dalam Diversifikasi Pangan dan Industri serta Prospek Pengembangannya. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, 35(3):99–110. https://doi.org/10.21082/jp3.v35n3.2016.p99-110
Sudarmaji, S., & Herawati, N. ’Aini. 2017. Perkembangan Populasi Tikus Sawah Pada Lahan Sawah Irigasi Dalam Pola Indeks Pertanaman Padi 300. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan,1(2):125.
https://doi.org/10.21082/jpptp.v1n2.2017.p125-131
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Edisi kedua. Bandung : Alfabeta.
Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta : UI-Press
Mahiro et al,...|313
Discussion and feedback