Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.10, No.2, Oktober 2022

E- ISSN: 2684-7728

Strategi Alokasi Anggaran Bantuan Sosial Untuk Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo

Social Aid Budget Allocation Strategy for Poverty Reduction in Kulon Progo Regency

Meylani Lestari*)

Harianto

A Faroby Falatehan

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, Indonesia

*) Email: [email protected]

ABSTRACT

Poverty is the problem in the economic development, the problem that to be the center of governments attention like in Kulon Progo Regency, the regency with the highest poverty rate at Special Region of Yogyakarta Province. The reducing poverty rate achievement in Kulon Progo Regency is under from the target listed in the 2017th to 2022nd Regional Medium-Term Development Plan (RPJMD). The social aid budget is a budget that directly related with the poverty reducing programs. Previous studies has shown that the social aid program is affecting the poverty reduction. This research aims to analyze the poverty spreads and the social aid budgets implementation, and this is for formulating the strategy of social aid budget allocations to reduce the poverty in Kulon Progo Regency. The results showed that the northern part of the regency where are dominated by highland, it has a higher poverty rate than the southern part of the district which is a coastal area. Wates and Pengasih subdistricts receive the largest allocations for social aid budget. The strategy is formulated by using IE matrix, SWOT matrix, and QSPM matrix which generate several alternatives priority strategies, that are encouraging the active role of stakeholders, and it is providing an accurate and specific integrated data on the social welfare of social aid recipients.

Keywords : Cash Transfer, Social Aid, SWOT

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan ekonomi yang menjadi pusat perhatian pemerintah termasuk di Kabupaten Kulon Progo, kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Capaian penurunan angka kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo masih jauh dari target yang tertuang pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2017-2022. Anggaran bantuan sosial merupakan anggaran belanja yang berkaitan langsung dengan program penanggulangan

kemiskinan. Beberapa penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa program bantuan sosial berpengaruh terhadap penurunan kemisikinan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran kemiskinan serta pelaksanaan anggaran bantuan sosial, dan merumuskan strategi alokasi anggaran bantuan sosial untuk penurunan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian menunjukan bahwa wilayah bagian utara kabupaten yang didominasi oleh dataran tinggi, memiliki angka kemiskinan yang lebih tinggi daripada wilayah bagian selatan yang merupakan kawasan pesisir pantai. Kecamatan Wates dan Kecamatan Pengasih mendapatkan alokasi belanja bantuan sosial yang paling besar. Perumusan strategi dengan menggunakan matriks IE, SWOT, dan QSPM menghasilkan alternatif strategi prioritas yaitu mendorong peran aktif stakeholder, dan menyediakan data terpadu kesejahteraan sosial penerima bantuan sosial yang akurat dan spesifik.

Kata kunci : Transfer pendapatan, Bantuan Sosial, SWOT

PENDAHULUAN

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan upaya pemerintah pusat dalam memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengurus, mengatur, dan mengelola daerahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip otonomi daerah. Otonomi daerah bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan masyarakat, serta meningkatkan kualitas pelayanan publik agar lebih efesien dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Menghapus kemiskinan adalah tujuan pertama yang tertuang dalam agenda tujuan pembangunan berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030. Target nasional dapat tercapai apabila daerah berhasil menanggulangi kemiskinan, sehingga tidak ada lagi penduduknya yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kabupaten Kulon Progo yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang memiliki angka kemiskinan tertinggi. Tingginya angka kemiskinan tersebut menyebabkan rata-rata angka kemiskinan di Provinsi DIY, berada di atas angka kemiskinan nasional.

Mehmood dan Sadiq (2010) menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah memegang peranan penting untuk memacu dan mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian. Tumbuhnya perekonomian akibat faktor pengeluaran pemerintah diharapkan dapat mengatasi problematika kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Penelitian Fiszbein et al. (2014) didapatkan hasil bahwa program perlindungan sosial telah terbukti signifikan dalam mengurangi kemiskinan di banyak negara berkembang, dan akan menjadi masalah serius dalam upaya penanggulangan kemiskinan apabila tidak ada program tersebut. Strategi untuk menanggulangi kemiskinan dapat dilakukan dengan cara transfer pendapatan (cash transfer) dan strategi pertumbuhan yang berpihak pada penduduk miskin (pro poor growth) (De Janvry dan Sadoulet 2010). Transfer langsung dan subsidi sangat efektif untuk mengatasi kemiskinan dengan syarat dialokasikan kepada sasaran yang tepat (Todaro dan Smith 2015). Keterkaitan antara program bantuan sosial dengan kemiskinan telah banyak dikaji sebelumnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Hasil kajian Dulkiah et al. (2018) menunjukkan bahwa program transfer tunai bersyarat berupa Program Keluarga Harapan (PKH) belum efektif dalam meningkatkan kehidupan sosial ekonomi rumah tangga miskin di Desa Linggo, Kecamatan Sari Baganti, Kabupaten Pesisir Selatan. Fenomena flypaper

effect yang digunakan untuk membiayai pembangunan daerah yang tidak strategis, diduga menyebabkan berkurangnya dampak transfer fiskal terhadap penurunan tingkat kemiskinan (Lisna et al. 2013). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Samputra dan Ramadhani (2019) dan Habimana et al. (2021) bahwa program transfer tunai tanpa syarat (unconditional cash transfers), berdampak signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin.

Penelitian yang dilakukan Handa et al. (2018) didapatkan hasil bahwa program transfer tunai berdampak signifikan terhadap peningkatan konsumsi, memperkuat kapasitas dan aset ekonomi penduduk miskin. Begitupun Program transfer tunai di Pakistan yaitu Benazir Income Support Program (BISP) terbukti berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan (Nawaz dan Iqbal 2021). Brum dan De Rosa (2021) meneliti dampak transfer tunai pada saat pandemi Covid-19 di Uruguay, hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer tunai memberi dampak positif terhadap penurunan kemiskinan, tetapi tidak begitu signifikan dalam mencegah terjadinya lonjakan kemiskinan yang tumbuh sebesar 38 persen, jumlah transfer tunai yang direalisasikan pemerintah kurang dari 0,5 persen Gross Domestic Product (GDP) Uruguay. Program transfer tunai efektif mendukung rumah tangga berpenghasilan rendah, memperbaiki kondisi ekonomi keluarga, dan terhindar dari kemiskinan ekstrim (Luthuli et al. 2022); (Fuller et al. 2022); dan (Ramponi et al. 2022). Pouw et al. (2020) lebih lanjut meneliti dampak dari program perlindungan sosial yang berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan, pendidikan, kesehatan, tingkat produktivitas individu dan rumah tangga, hubungan keluarga dan masyarakat, serta kesetaraan sosial.

Program bantuan sosial telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo baik menggunakan sumber dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Program tersebut belum berdampak signifikan terhadap kemiskinan di daerah. Angka kemiskinan menunjukan tren menurun tetapi masih berada di angka yang tinggi, sebagaimana tercantum pada Gambar 1.

Gambar 1. Perkembangan jumlah penduduk miskin dan angka kemiskinan (BPS 2021)

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah menetapkan program perlindungan sosial sebagai prioritas kedua pembangunan daerah, sedangkan realisasi capaian angka kemiskinan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) periode 2017– 2022 masih jauh dari target. Berdasarkan realisasi angka kemiskinan tahun 2020 (18,01 persen) dan Maret 2021 (18,38 persen), diperlukan upaya maksimal agar target kemiskinan tahun 2022 (16,17 persen) dapat tercapai. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo harus lebih selektif dalam menentukan prioritas belanja daerah, terutama untuk program penanggulangan

kemiskinan. Upaya penanganan kemiskinan menjadi tepat apabila diketahui pola sebaran kemiskinan di daerah, hal ini sejalan dengan penelitian Harmes et al. (2017) bahwa karakteristik setiap wilayah perlu dipetakan dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Hal ini menjadi penting agar kesalahan sasaran (targeting error) dapat dihindari. Kejadian targeting error di Bangladesh menyebabkan hampir tiga perempat rumah tangga miskin dan rentan berada di luar cakupan program perlindungan sosial (Razzaque dan Rahman 2019). Menanggapi permasalahan yang terjadi, diperlukan analisis kondisi kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo dan implementasi anggaran bantuan sosial, serta perumusan strategi alokasi anggaran bantuan sosial untuk pengurangan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis sebaran kemiskinan dan implementasi anggaran bantuan sosial; dan 2) merumuskan strategi alokasi anggaran bantuan sosial untuk penurunan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo dengan fokus objek penelitian pada belanja Bantuan Sosial yang bersumber dari APBD Kabupaten Kulon Progo. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada Oktober-Desember 2021. Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Kulon Progo adalah kabupaten dengan kemiskinan tertinggi di Provinsi DIY.

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara mendalam dan pengisian kuesioner oleh responden. Data sekunder diperoleh dari dokumen dan laporan yang dipublikasikan oleh instansi terkait, peraturan perundang-undangan, serta referensi lainnya yang relevan. Metode pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner oleh responden. Responden dipilih secara sengaja (nonprobabilitas) atau pengambilan responden sampel berdasarkan pertimbangan (Husein 2003). Wawancara dengan responden dilakukan dalam dua tahap yaitu untuk tahap identifikasi faktor internal dan eksteral (internal factor analysis dan external factor analysis) dan analisis Strength, Weakness, Opportunity, Treath (SWOT) dan wawancara untuk tahap penentuan strategi prioritas menggunakan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling atau judgement sampling yang berarti responden dipilih secara sengaja berdasarkan keahlian atau keterkaitannya terhadap program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. Jumlah reponden dalam penelitian ini sebanyak sembilan responden yang terdiri dari 1) Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA); 2) Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD); 3) Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA); 4) Kepala Bidang Analisis Data Perencanaan Pembangunan, BAPPEDA; 5) Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusis, BAPPEDA; 6) Kepala Bidang Anggaran dan Kebijakan Pengelolaan Keuangan, BKAD; 7) Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial, Dinsos PPPA; 8) Kepala Sub Bidang Analisis Data, BAPPEDA; dan 9) Kepala Seksi Penanganan Fakir Miskin, Bidang Pemberdayaan Sosial, Dinsos PPPA.

Analisis deskriptif dengan tabulasi, grafik, dan diagram digunakan untuk mengidentifikasi pola sebaran kemiskinan dan implementasi belanja bantuan sosial di Kabupaten Kulon Progo. Analisis faktor internal dan eksternal yang dilanjutkan dengan Perumusan strategi

diawali dengan identifikasi antara faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Analisis SWOT terdiri matriks empat kuadran hasil kompilasi strategi antara faktor internal dan faktor eksternal dengan empat strategi (Gambar 2).

Faktor Internal

Faktor Ekstemal^X.

STRENGTHS (S)

WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O)

STRATEGI S-O

Menggunakan kekuatan untuk me ma nfa a tk an peluang

STRATEGI W-O

Nl e minim alk an kelemahan       untuk

memanfaatkan peluang

THREATS (T)

STRATEGI S-T Menggunakan kekuatan untuk        mengatasi

ancaman

STRATEGI W-T Nleminimalkan kelemahan         can

menghindari ancaman

Gambar 2. Matriks SWOT (David 2002)

Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM), merupakan alat analisis untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan pada faktor-faktor kunci internal dan eksternal. Analisis QSPM menjadi teknik yang digunakan pada tahap pengambilan keputusan karena menunjukkan prioritas strategi alternatif yang paling baik. Strategi dengan nilai Total Attractiveness Scores (TAS) tertinggi menjadi prioritas utama.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Sebaran Kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo

Peta kemiskinan menjadi sangat penting supaya program percepatan penurunan kemiskinan menjadi terarah dan tepat sasaran. Pengklasifikasian angka kemiskinan mengacu pada Peta Kemiskinan Indonesia yang disusun oleh Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS) yang terdiri dari angka kemiskinan rendah (0-5 persen), sedang (>5-10 persen), tinggi (>10-20 persen) dan sangat tinggi (>20 persen). Sebaran kemiskinan per desa di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2018-2020 tercantum pada Gambar 3.

Gambar 3. Perkembangan sebaran angka kemiskinan per desa tahun 2018-2020

Keterangan :

  • •    : angka kemiskinan rendah (0 – 5 persen)

o : angka kemiskinan sedang ( > 5 – 10 persen)

  • •    : angka kemiskinan tinggi (> 10 – 20 persen

  • •    : angka kemiskinan sangat tinggi (> 20 persen)

Kabupaten Kulon Progo bagian utara merupakan dataran tinggi atau kawasan perbukitan, meliputi kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, Nanggulan, Kokap. Desa yang terletak di bagian utara kabupaten didominasi oleh angka kemiskinan yang sangat tinggi. Wilayah bagian tengah merupakan dataran rendah, meliputi Kecamatan Wates, Pengasih, dan Sentolo. Kecamatan Wates merupakan ibu kota kabupaten, wilayah bagian tengah ini juga melintas jalan nasional. Wilayah di bagian selatan adalah wilayah pesisir pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, meliputi Kecamatan Temon, Panjatan, Galur, dan Lendah. Seluruh desa mengalami penurunan angka kemiskinan pada tahun 2019, sedangkan pada tahun 2020 sebagian besar desa mengalami peningkatan angka kemiskinan. Pada Gambar 3, peta desa berwarna hijau adalah desa dengan angka kemiskinan yang rendah, didominasi oleh desa dalam lingkup Kecamatan Temon. Kecamatan Temon adalah pintu masuk Kabupaten Kulon Progo yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan Temon memiliki aksesibilitas tinggi dan dilintasi jalan nasional. Bandara baru Provinsi DIY yaitu Yogyakarta International Airport (YIA) berada di Kecamatan Temon.

Sebaran kemiskinan dapat dilihat berdasarkan diagram boxplot yang tercantum pada Gambar 4. Angka kemiskinan Kabupaten pada tahun 2019 adalah 17,39 persen. Pada tahun 2019 cukup banyak desa dengan angka kemiskinan di atas 20 persen. Angka kemiskinan tertinggi adalah di Kecamatan Kokap tepatnya di Desa Kalirejo (36,53 persen) dan di Kecamatan Samigaluh tepatnya di Desa Purwoharjo sebesar (31,11 persen), Desa Kebonharjo sebesar (29,40 persen), dan Desa Banjarsari (28,99 persen), ketiga desa tersebut merupakan desa rawan pangan.

Gambar 4. Sebaran angka kemiskinan per kecamatan tahun 2019

Pada tahun 2020 dalam kondisi pandemi Covid-19 angka kemiskinan sebesar 18,01 persen. Terdapat dua desa dengan kemiskinan terendah yaitu Desa Jangkaran dan Desa Glagah, keduanya terletak di Kecamatan Temon. Kedua desa ini memiliki potensi pariwisata dan

pengelolaan yang baik, yaitu wisata alam taman hutan mangrove dan pantai Glagah yang dikelola bersama antara pemerintah daerah dengan kelompok masyarakat yang tergabung dalam kelompok sadar wisata (Pokdarwis).

Angka Kemiskinan yang paling rendah pada saat terjadi pandemi Covid-19 berada di ibu kota kabupaten yaitu di Kecamatan Wates. Angka kemiskinan di Kecamatan Temon menjadi meningkat dan semakin heterogen pada tahun 2020. Angka kemiskinan tahun 2019 dengan 2020 secara umum tidak meningkat signifikan dari tahun sebelumnya (Gambar 5), hal ini dapat disebabkan karena Pemerintah Kabupaten Kulon Progo mengeluarkan anggaran bantuan sosial yang lebih besar pada tahun 2020 dan adanya program yang dikembangkan oleh pemerintah daerah, pemerintah desa, dan masyarakat.

Gambar 5. Sebaran angka kemiskinan per kecamatan tahun 2020

Angka kemiskinan di Kecamatan Wates sebagai ibu kota kabupaten di tengah 751awasan751 Covid-19 adalah yang paling baik dari pada kecamatan lainnya, lokasinya yang strategis, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pasar terpusat di Kecamatan Wates. Pada tahun 2020, Desa Gerbosari, Ngargosari, Pagerharjo di Kecamatan Samigaluh menunjukkan penurunan angka kemiskinan. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah memulai perencanaan program pembangunan jalur Bedah Menoreh di Kecamatan Samigaluh sebagai kawasan penyangga Proyek Strategis Nasional Bandara YIA dan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Borobudur. Panjang Bedah Menoreh 52,35 km yang meliputi Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Magelang. Khusus di Kulon Progo sepanjang 44,675 km. Masyarakat desa juga mulai mengembangkan potensi desa wisata yang menawarkan keindahan alam berupa perbukitan antara lain Agrowisata Bunga Krisan dan Perkebunan Kopi Arabika Suroloyo.

Perencanaan dan Implementasi Anggaran Bantuan Sosial

Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kabupaten Kulon Progo telah menetapkan Peraturan Bupati Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pedoman Pemberian Subsidi, Hibah, dan Bantuan Sosial. Ketentuan terbaru terkait bantuan sosial diatur dengan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah mulai berlaku pada tahun 2021.

Proses perencanaan anggaran belanja bantuan sosial mempedomani ketentuan Permendagri dan Peraturan Bupati. Pemberian bantuan sosial di Kabupaten Kulon Progo juga mengacu

pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. DTKS memuat 40 persen penduduk yang mempunyai status kesejahteraan sosial paling rendah. Besaran belanja bantuan sosial yang dianggarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dilaksanakan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan pemerintahan dan urusan pemerintahan pilihan, serta menyesuaikan kemampuan keuangan daerah, dan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas dan manfaat untuk masyarakat. Sebaran DTKS Kabupaten Kulon Progo per kecamatan pada tahun 2020 tercantum pada Gambar 6.

Gambar 6. Jumlah DTKS per Kecamatan Tahun 2020

DTKS bersifat dinamis dan berbasis rumah tangga, pemutakhiran data dilakukan dua kali dalam setahun melalui proses verifikasi dan validasi. Indikator yang digunakan dalam proses verifikasi dan validasi DTKS terdiri dari 14 indikator sesuai dengan Peraturan Menteri Sosial Nomor 28 Tahun 2017 tentang Pedoman Umum Verifikasi dan Validasi Data Terpadu Penanganan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu. Berdasarkan Gambar 6. dapat dilihat bahwa jumlah DTKS selaras dengan jumlah penduduk. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak, memiliki jumlah DTKS yang semakin banyak. Bantuan Sosial yang bersumber dari APBN diwajibkan mengacu pada DTKS.

Pelaksanaan kegiatan bantuan sosial yang bersumber dari APBD diampu oleh beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), sebagian besar kegiatan dilaksanakan oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), namun ada juga keterlibatan SKPD lain seperti Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah, dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Permukiman. Kegiatan Bantuan Sosial yang bersumber dari APBN seperti program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan PKH, diampu oleh Dinas Sosial PPPA Kabupaten Kulon Progo. Tabel 1 menunjukan anggaran/pagu dan realisasi belanja bantuan sosial tahun 2013 sampai 2019. Persentase realisasi anggaran belanja bantuan sosial sudah baik karena realisasi di atas 90 persen.

Tabel 1. Realisasi anggaran belanja bantuan sosial tahun 2013-2019

Tahun

Anggaran/ Pagu (milyar rupiah)

Realisasi (milyar rupiah)

Persentase Realisasi

Proporsi terhadap Belanja Daerah

2013

14,16

14,05

99%

1,46%

2014

9.94

9,37

94%

0,88%

2015

8,63

7,49

87%

0,60%

2016

4,65

4,42

95%

0,31%

2017

27,58

25,26

92%

1,77%

2018

20,73

20,51

99%

1,39%

2019

18,65

17,83

96%

1,07%

Sumber: BKAD Kab. Kulon Progo (diolah 2021)

Perkembangan belanja bantuan sosial berfluktuatif setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan penganggaran belanja bantuan sosial tidak lepas dari kebijakan Kepala daerah maupun DPRD, dan tidak terdapat ketentuan mengenai minimal persentase belanja bantuan sosial dari total belanja daerah. Realisasi belanja bantuan sosial yang bersumber dari APBD antara lain berupa bantuan bagi panti asuhan dan panti jompo, jaminan hidup lansia terlantar, bantuan balita terlantar, bantuan disabilitas, jambanisasi, lantainisasi, bedah rumah tidak layak huni, bantuan siswa miskin, kegiatan ekonomi produktif dan bantuan yatim piatu. Sedangkan program bantuan sosial regular dari kementerian sosial adalah program BPNT dan Program Keluarga Harapan (PKH). Pada saat pandemi Covid-19 terdapat tambahan program yaitu Bantuan Sosial Tunai (BST).

Gambar 7. menunjukan sebaran realisasi belanja bantuan sosial per kecamatan pada tahun 2018 sampai 2019, dengan menggunakan angka kemiskinan pada setiap kecamatan sebagai sumbu x, dan jumlah belanja bantuan sosial sebagai sumbu y. Sumbu x adalah rata-rata belanja bantuan sosial dan sumbu y adalah rata-rata angka kemiskinan pada setiap kecamatan, maka diperoleh sebaran kecamatan pada kuadran kartesius. Adapun penamaan kuadran menyesuaikan dengan sumbu x dan sumbu y (Sugiarti 2020).

Gambar 7. Sebaran kecamatan berdasarkan belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan tahun 2018-2019

Belanja bantuan sosial idealnya diberikan lebih banyak kepada wilayah dengan angka kemiskinan yang tinggi. Kuadran I menunjukkan kecamatan dengan angka kemiskinan tinggi namun realisasi belanja bantuan sosial di kecamatan tersebut lebih rendah dari rata-rata. Pemerintah daerah perlu mempritoritaskan kecamatan pada Kuadran I. Kecamatan pada Kuadran I dan Kuadran II termasuk wilayah dengan topografi dataran tinggi. Kuadran III dan IV termasuk wilayah dengan topografi dataran rendah dan berdekatan dengan pusat ibu kota kabupaten.

Sebaran realisasi belanja bantuan sosial tahun 2018 sampai 2019 yang disalurkan kepada masyarakat berdasarkan desa tercantum pada Gambar 8, dengan diketahuinya sebaran realisasi belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan, diharapkan pengambilan keputusan memperhatikan data realisasi agar perencanaan belanja bantuan sosial menjadi tepat sasaran di wilayah yang membutuhkan.

Gambar 8. Sebaran desa berdasarkan belanja bantuan sosial dan angka kemiskinan tahun 2018-2019

Gambar 8 menunjukkan bahwa desa pada Kuadran I adalah desa yang perlu menjadi prioritas utama karena angka kemiskinan yang tinggi namun realisasi bantuan sosial lebih rendah dari rata-rata. Kuadran I terdiri dari 16 desa meliputi desa Banjararum, Banjarasri, Banjarharjo, Banjaroyo, Tirtarahayu, Nomporejo, Karangsewu, Krembangan, Depok, Cerme, Tanjungharjo, Banyuroto, Srikayangan, Demangrejo, Gerbosari, Sidoharjo, dan Ngentakrejo. Desa pada Kuadran I memiliki rata-rata jarak tempuh paling jauh dengan pusat ibu kota yaitu 12,34 km. Kuadran II terdiri dari 26 desa merupakan desa dengan angka kemiskinan tinggi dan realisasi belanja bantuan sosial yang tinggi. Desa pada Kuadran I dan II sebagian besar termasuk dalam kategori wilayah dengan topografi dataran tinggi.

Kuadran III terdiri dari 36 desa merupakan desa dengan angka kemiskinan rendah dibandingkan rata-rata dan realisasi belanja bantuan sosial yang rendah pula. kuadran III menjadi prioritas rendah dalam upaya penanganan kemiskinan, rata-rata jumlah penduduk paling rendah yaitu 3.215 jiwa. Kuadran IV terdiri dari 10 desa merupakan desa dengan angka kemiskinan rendah namun realisasi belanja bantuan sosial yang paling tinggi, rata-rata jumlah penduduk paling tinggi yaitu 6.890 jiwa dan berada pada pusat ibu kota kabupaten. Pertanggungjawaban anggaran bantuan sosial di Kabupaten Kulon Progo mengikuti ketentuan Peraturan Bupati. Belanja bantuan sosial yang bersumber dari APBD disalurkan kepada penerima berdasarkan data “by name by address” yang terlampir dalam dokumen APBD. Pada tahun 2020, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menerima piagam penghargaan atas prestasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah dari Kementerian Dalam Negeri dengan status kinerja Sangat Tinggi. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama delapan tahun berturut-turut pada tahun 2020.

Perumusan Strategi Alokasi Anggaran Bantuan Sosial untuk Penurunan Kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo

Penyusunan strategi alokasi anggaran bantuan sosial untuk penurunan kemiskinan diawali dengan mengidentifikasi faktor kunci internal dan eksternal. Hasil nalisis Internal Factor Analysis Summary (IFAS) dan Eksternal Factor Analysis Summary (EFAS) tercantum pada Tabel 2. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap isu strategis yang termasuk faktor internal dan faktor eksternal, selanjutnya digunakan untuk menentukan alternatif strategi tercantum pada Tabel 3.

Tabel 2. Matrik IFAS dan EFAS

Faktor Internal

Bobot

Rating

Skor

Kekuatan/Strength (S)

1. Pemerintah  mengembangkan  Inovasi  program

0,07

3,33

0,22

penanggulangan kemiskinan di Kulon Progo

2. Partisipasi dan komitmen masyarakat sangat baik

0,07

3,44

0,22

dalam mendukung pelaksanaan belanja bantuan sosial

3. Political will dan komitmen yang kuat dari Kepala

0,06

3,44

0,22

Daerah terhadap alokasi anggaran belanja bantuan sosial

4. Adanya pemerataan program di daerah

0,06

3,11

0,20

5. Kuantitas dan kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN)

0,06

3,33

0,20

maupun tenaga pendamping yang memadai dalam penyaluran bantuan sosial

6. Political will dan komitmen yang kuat dari DPRD

0,06

3,33

0,20

terhadap alokasi anggaran belanja bantuan sosial

7. Masyarakat  berpartisipasi   dalam  musyawarah

0,06

2,78

0,16

perencanaan pembangunan

8. Sarana pendidikan dan kesehatan di daerah cukup

0,05

3,00

0,16

memadai

Kelemahan/Weakness (W)

1. Sinkronisasi data terpadu penerima bantuan sosial

0,07

3,22

0,22

belum optimal

2. Ketersediaan dan keakuratan data Rumah Tangga

0,07

3,11

0,21

Sasaran (RTS) penerima bantuan sosial belum memadai

3. Ketepatan program bantuan sosial belum optimal

0,07

3,11

0,20

4. Ketepatan sasaran penerima bantuan sosial belum

0,07

3,11

0,20

optimal

5. Koordinasi   Tim   penanggulangan   kemiskinan

0,07

2,89

0,19

Kabupaten Kulon Progo kurang efektif

6. Kemampuan keuangan daerah dalam menganggarkan

0,06

2,89

0,18

belanja bantuan sosial relatif rendah Kondisi Sumberdaya Alam dan geografis kurang mendukung

7. Kondisi Sumberdaya Alam dan geografis kurang

0,06

3,22

0,18

mendukung

8. Potensi SDM penduduk miskin relatif rendah

0,05

2,44

0,13

Total Skor Faktor Internal

1,00

3,12

Faktor Eksternal

Bobot

Rating

Skor

Peluang/Opportunity (O)

1. Keberadaan bandara baru “Yogyakarta International

0,12

3,56

0,41

Airport”  di Kulon Progo  mendukung upaya

penanggulangan kemiskinan di daerah

2. Adanya dukungan atau kebijakan program bantuan sosial dari pemerintah Provinsi DIY

0,12

3,22

0,37

3. Investasi di daerah mendukung upaya penanggulangan

0,12

3,11

0,36

kemiskinan di daerah

4. Adanya dukungan atau kebijakan program bantuan

0,12

3,11

0,36

sosial dari Pemerintah Pusat

5. Adanya dukungan atau kebijakan keuangan dari

0,10

3,11

0,33

Pemerintah Pusat

Ancaman/Threath (T)

1. Basis data kemiskinan pada tingkat pusat tidak sinkron

0,12

2,78

0,33

dengan data kemiskinan di Kabupaten

2. Infrastruktur di daerah yang menjadi kewenangan

0,10

2,78

0,29

pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DIY belum memadai

3. Keterlibatan Stakeholder (swasta/pengusaha, LSM,

0,10

2,78

0,29

Perguruan Tinggi) dalam upaya penanggulangan kemiskinan belum optimal

4. Faktor/fenomena  alam  beresiko  menyebabkan

0,10

2,67

0,28

kerentanan pada masyarakat

Total Skor Faktor Eksternal

1,00

3,02

Sumber : data diolah (2021)

Tabel 3. Matrik SWOT dan alternatif strategi

IFAS


EFAS

Peluang (Opportunities)

  • 1.    Keberadaan bandara baru “Yogyakarta       International

Airport”   di Kulon Progo

mendukung            upaya

penanggulangan kemiskinan di daerah

  • 2.    Adanya dukungan atau kebijakan program bantuan sosial dari pemerintah Provinsi DIY

  • 3.    Investasi di daerah mendukung upaya         penanggulangan

kemiskinan di daerah


Kekuatan (Strengths)

  • 1.    Pemerintah mengembangkan Inovasi program penanggulangan kemiskinan di Kulon Progo

  • 2.    Partisipasi dan komitmen masyarakat sangat baik dalam mendukung pelaksanaan belanja bantuan sosial

  • 3.    Political will dan komitmen yang kuat dari Kepala Daerah terhadap alokasi anggaran belanja bantuan sosial

  • 4.    Adanya     pemerataan     program

pembangunan (infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan) di daerah

  • 5.    Kuantitas dan kualitas Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun tenaga pendamping yang memadai dalam penyaluran bantuan sosial

  • 6.    Political will dan komitmen yang kuat dari DPRD terhadap alokasi anggaran belanja bantuan sosial

  • 7.  Masyarakat     berpartisipasi     dalam

musyawarah perencanaan pembangunan

  • 8.  Sarana pendidikan dan kesehatan di

daerah cukup memadai

Strategi SO

  • 1.    Meningkatkan kemampuan dan pendapatan penduduk miskin dengan dengan membuka akses pekerjaan dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) bagi penduduk miskin

(S1, S2, S3 S5, O1, O3, O4)

  • 2.    Mengembangkan sektor pariwisata secara terpadu (S1, S2, S4, O1, O3)


Kelemahan (Weaknesses)

  • 1.    Sinkronisasi data terpadu penerima bantuan sosial belum optimal

  • 2.    Ketersediaan dan keakuratan data Rumah  Tangga  Sasaran  (RTS)

penerima  bantuan sosial  belum

memadai

  • 3.    Ketepatan program bantuan sosial belum optimal

  • 4.    Ketepatan sasaran penerima bantuan sosial belum optimal

  • 5.    Koordinasi Tim penanggulangan kemiskinan Kabupaten Kulon Progo kurang efektif

  • 6.    Kemampuan keuangan daerah dalam menganggarkan belanja bantuan sosial relatif rendah

  • 7.    Kondisi Sumberdaya Alam dan geografis kurang mendukung

  • 8.    Potensi SDM penduduk miskin relatif rendah


Strategi WO

  • 1.    Menyediakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang akurat dan spesifik

(W1, W2, W3, W4, W8, O2, O4, O5)

  • 2.    Menyelaraskan program antar OPD dalam mencapai Indikator Kinerja Utama (IKU) program penurunan kemiskinan (W5, O4, O5)


  • 4.    Adanya dukungan atau kebijakan program bantuan sosial dari Pemerintah Pusat

  • 5.    Adanya dukungan atau kebijakan keuangan dari Pemerintah Pusat

3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah    (PAD)    melalui

intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak daerah (W6, W8, O1, O3)

Ancaman (Threaths)

  • 1.  Basis  data kemiskinan pada

tingkat pusat tidak sinkron dengan data kemiskinan di Kabupaten

  • 2.  Infrastruktur di daerah yang

menjadi kewenangan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DIY belum memadai

  • 3.  Keterlibatan        Stakeholders

(swasta/pengusaha,       LSM,

Perguruan Tinggi) dalam upaya peanggulangan kemiskinan belum optimal

  • 4.  Faktor/fenomena alam beresiko

menyebabkan kerentanan pada masyarakat

Strategi ST

  • 1.    Mengoordinasikan   secara   intensif

dengan  Pemerintah  Pusat  untuk

menghindari adanya kelambatan (lag) pada proses pemutakhiran data antara Pemerintah    Kabupaten    dengan

Pemerintah Pusat (S3, S5, T1)

  • 2.    Meningkatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) (S1, S3, T3)

Strategi WT

Melakukan edukasi pemenuhan kebutuhan pangan bergizi seimbang (W3, W4, T3)

Sumber: Data diolah (2021)

Pengambilan keputusan untuk menentukan strategi prioritas diidentifikasi dengan analisis QSPM. Strategi prioritas ditentukan dengan cara menetapkan tingkat ketertarikan relatif (relative attractiveness) untuk memutuskan strategi yang dianggap paling tepat untuk diimplementasikan. Alternatif strategi dengan Total Attractiveness Score (TAS) tertinggi menjadi strategi prioritas, sebagaimana tercantum pada Tabel 5.

Berdasarkan hasil analisis prioritas dengan matriks QSPM, strategi prioritas pertama adalah meningkatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholders yang dimaksud adalah pihak yang berkaitan dengan program penanganan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo, hasil ini sejalan dengan penelitian Solikatun et al. (2014).

Tabel 4. Hasil analisis QSPM

No

Strategi

TAS

Prioritas

1

Meningkatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan (stakeholders)

7,16

1

2

Menyediakan Data Terpadu Kesejahteraah Sosial (DTKS) yang akurat dan spesifik

7,03

2

3

Melakukan edukasi pemenuhan kebutuhan pangan bergizi seimbang

7,01

3

4

Menyelaraskan program antar SKPD dalam mencapai Indikator Kinerja Utama (IKU) program penurunan kemiskinan

6,99

4

5

Meningkatkan kemampuan dan pendapatan penduduk miskin dengan dengan membuka akses pekerjaan dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) bagi penduduk miskin

6,61

5

6

Mengoordinasikan secara intensif dengan Pemerintah Pusat untuk menghindari adanya keterlambatan (lag) pada proses pemutakhiran data antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Pusat

6,54

6

7

Mengembangkan sektor pariwisata secara terpadu

6,20

7

8

Meningkatkan PAD melalui intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan pajak daerah

5,59

8

Sumber: Data diolah (2021)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1.    Wilayah Kabupaten Kulon Progo di bagian utara (dataran tinggi), didominasi oleh desa dengan angka kemiskinan yang tinggi daripada desa di bagian selatan (kawasan pesisir pantai). Perkembangan angka kemiskinan di wilayah utara khususnya Kecamatan Samigaluh menunjukkan penurunan pada tahun 2020, seiring dengan adanya pengembangan destinasi desa wisata dan pelaksanaan program pembangunan jalur Bedah Menoreh.

  • 2.    Analisis kuadran dengan menggunakan diagram kartesius menunjukan bahwa Kuadran I terdiri dari kecamatan dan desa, dengan angka kemiskinan tinggi namun realisasi bantuan sosial di wilayah tersebut tersebut masih relatif rendah. Adapun Kuadran IV terdiri dari kecamatan dan desa yang mendapatkan alokasi anggaran bantuan sosial yang tinggi walaupun angka kemiskinannya rendah.

  • 3.    Tiga alternatif strategi yang berada pada urutan teratas, dihasilkan berdasarkan analisis SWOT dan QSPM terhadap faktor-faktor internal dan eksternal guna tercapainya penurunan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo adalah dengan mendorong peran aktif dari stakeholders, menyediakan data terpadu kesejahteraan sosial atau penrima bantuan sosial yang akurat dan spesifik, karena dengan adanya data yang tepat, maka sasaran serta program bantuan sosial juga menjadi tepat, dan mendorong penduduk miskin dan rentan untuk keluar dari kemiskinan dan kerentanan, misalnya melalui program sosialisasi pangan bergizi seimbang atau melalui gerakan menanam tanaman pangan di pekarangan rumah.

Saran

  • 1.    Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dapat mempertimbangkan sebaran kemiskinan di daerah, dan melakukan evaluasi pelaksanaan program bantuan sosial khusunya yang bersumber dari dana APBD dalam penyusunan program penanggulangan kemiskinan.

  • 2.    Penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan adanya perubahan mekanisme anggaran bantuan sosial dengan ditetapkannya Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, sebagai ketentuan baru yang mengatur pelaksanaan bantuan sosial.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS]. 2021. Kulon Progo Dalam Angka 2021. Kulon Progo (ID): BPS.

[TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2020. Buletin TNP2K Menuju penargetan kemiskinan spasial: identifikasi kluster kemiskinan di Indonesia. Jakarta (ID).

Brum M, De Rosa M. 2021. Too little but not too late: nowcasting poverty and cash transfers’ incidence during COVID-19’s crisis. World Dev.    140:105227.

doi:10.1016/j.worlddev.2020.105227.

David FR. 2002. Manajemen Strategi: Konsep. Ed ke-7. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Dulkiah M, Sari AL, Irwandi I. 2018. The impact of Conditional Cash Transfer (CCT) to socio-economic of poor families; A ase study. J Ilmu Sos Mamangan. 7(1):32–39. doi:10.22202/mamangan.v7i1.2580.

Fiszbein A, Kanbur R, Yemtsov R. 2014. Social protection and poverty reduction: Global patterns and some targets. [BPS]. 2021. Kulon Progo Dalam Angka 2021. Kulon Progo (ID): BPS.

[TNP2K] Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2020. Buletin TNP2K Menuju penargetan kemiskinan spasial: identifikasi kluster kemiskinan di Indonesia. Jakarta (ID).

Brum M, De Rosa M. 2021. Too little but not too late: nowcasting poverty and cash transfers’ incidence during COVID-19’s crisis. World Dev.    140:105227.

doi:10.1016/j.worlddev.2020.105227.

David FR. 2002. Manajemen Strategi: Konsep. Ed ke-7. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Dulkiah M, Sari AL, Irwandi I. 2018. The impact of Conditional Cash Transfer (CCT) to socio-economic of poor families; A ase study. J Ilmu Sos Mamangan. 7(1):32–39. doi:10.22202/mamangan.v7i1.2580.

Fiszbein A, Kanbur R, Yemtsov R. 2014. Social protection and poverty reduction: Global patterns     and     some     targets.      World     Dev.      61:167–177.

doi:10.1016/j.worlddev.2014.04.010.

Fuller AE, Zaffar N, Cohen E, Pentland M, Siddiqi A. 2022. Cash transfer programs and child health and family economic outcomes : a systematic review. Can J Public Heal., siap terbit.

Habimana D, Haughton J, Nkurunziza J, Haughton DMA. 2021. Measuring the impact of unconditional cash transfers on consumption and poverty in Rwanda. World Dev Perspect. 23:100341. doi:10.1016/j.wdp.2021.100341.

Handa S, Natali L, Seidenfeld D, Tembo G, Davis B. 2018. Can unconditional cash transfers raise long-term living standards? Evidence from Zambia. J Dev Econ. 133(2018):42– 65. doi:10.1016/j.jdeveco.2018.01.008.

Harmes H, Juanda B, Rustiadi E, Barus B. 2017. Pemetaan efek spasial pada data kemiskinan Kota Bengkulu. J Reg Rural Dev Plan. 1(2):192. doi:10.29244/jp2wd.2017.1.2.192-201.

Husein U. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia Indonesia.

De Janvry A, Sadoulet E. 2010. Agricultural and poverty reduction: Additional evidence. World Bank Res Obs. 25(1):1–20.

Lisna V, Sinaga BM, Firdaus M, Sutomo S. 2013. Dampak kapasitas fiskal terhadap penurunan kemiskinan: Suatu analisis simulasi kebijakan. JEPI.  14(1):1–26.

doi:10.21002/jepi.v14i1.433.

Luthuli S, Haskins L, Mapumulo S, Horwood C. 2022. Does the unconditional cash transfer program in South Africa provide support for women after child birth? Barriers to accessing the child support grant among women in informal work in Durban, South Africa. BMC Public Health. 22(1):1–11. doi:10.1186/s12889-022-12503-7.

Mehmood R, Sadiq S. 2010. The relationship between government expenditure and poverty: A cointegration analysis. Rom J Fisc Policy.    1(1):29–37.

http://hdl.handle.net/10419/59799.

Nawaz S, Iqbal N. 2021. How cash transfers program affects environmental poverty among ultra-poor? Insights from the BISP in Pakistan. Energy Policy.  148:111978.

doi:10.1016/j.enpol.2020.111978.

Pouw NRM, Rohregger B, Schüring E, Alatinga KA, Kinuthia B, Bender K. 2020. Social protection in Ghana and Kenya through an inclusive development Lens. Complex effects and risks. World Dev Perspect.   17 December 2019:100173.

doi:10.1016/j.wdp.2020.100173.

Ramponi F, Nkhoma D, Griffin S. 2022. Informing decisions with disparate stakeholders: cross-sector evaluation of cash transfers in Malawi. Health Policy Plan. 37(1):140– 151. doi:10.1093/heapol/czab137.

Razzaque MA, Rahman J. 2019. Targeting errors in social security programmes. Policy Insights. 1 April. https://www.researchgate.net/publication/333092783.

Samputra PL, Ramadhani AW. 2019. Efektivitas bantuan sosial dalam penanggulangan kemiskinan di tengah perlambatan ekonomi Indonesia. J Perspekt Ekon Darussalam. 5(1). doi:https://doi.org/10.24815/jped.v5i1.14227.

Solikatun S, Masruroh Y, Zuber A. 2014. Kemiskinan Dalam Pembangunan. J Anal Sosiol. 3(1):70–90. doi:10.20961/jas.v3i1.17450.

Sugiarti T. 2020. Analisis kemiskinan Kabupaten Mojokerto tahun 2019. J Ilm Sosio Agribisnis. 20(2).

Todaro M, Smith S. 2015. Economic Development. Ed ke-12. Newyork: Pearson Ltd.

Lestari, et al.,…|761