Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.9, No.1, Mei 2021

E- ISSN: 2684-7728

Analisis Volume dan Nilai Kerugian dari Food Loss Komoditas Beras di Kabupaten Karawang

Analysis of Volume and Value of Food Loss of Rice Commodities in Karawang Districts

Hastuti*)

Yusman Syaukat

Arini Hardjanto

Fitria Dewi Raswatie

Dea Amanda

Nizar Nasrullah

A. Faroby Falatehan

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat, Indonesia

Email : [email protected]*)

ABSTRACT

Increasing production and controlling food loss are two ways that can be taken to increase the availability of food (rice). Food loss can be done by reducing losses at the production and distribution stages. Therefore, the aim of this study is to estimate the volume and value of food loss for rice commodities at the stage of harvesting, threshing, drying, milling, and distribution of rice in Karawang Regency. The research methods used are quantitative analysis and qualitative description analysis, by using the method of calculating food loss. The results showed that rice loss occurred in all processes, namely harvesting, threshing, drying, milling and distribution with the largest losses in the milling process. The estimated value of rice loss in Karawang Regency is around Rp. 1.03 trillion/year, therefore various efforts are needed to reduce these losses.

Keywords: distribution, consumption, harvest, threshing, drying, grinding

ABSTRAK

Peningkatan produksi dan pengendalian kehilangan pangan (food loss) merupakan dua cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan ketersediaan pangan (beras). Food loss dapat dilakukan dengan menekan kehilangan pada tahap produksi maupun distribusi, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi besarnya volume dan nilai food loss komoditas beras pada tahap pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan, dan distribusi beras di Kabupaten Karawang. Metode analisis yang digunakan ialah analisis kuantitatif berupa tabulasi data dan analisis deskripsi kualitatif, dengan menggunakan metode penghitungan kehilangan pangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan beras terjadi pada seluruh proses yaitu pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan distribusi dengan kehilangan terbesar ada pada proses penggilingan. Estimasi nilai kehilangan beras di Kabupaten Karawang sekitar Rp. 1.03 triliun/tahun, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk mengurangi kerugian tersebut.

Kata Kunci: distribusi, konsumsi, panen, perontokkan, pengeringan, penggilingan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan disebutkan bahwa pangan adalah kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi. Pangan di Indonesia identik dengan beras karena beras merupakan pangan pokok bagi lebih dari 95% penduduk Indonesia.

Ketersediaan pangan adalah salah satu aspek dalam ketahanan pangan (Baliwati, 2014), oleh sebab itu ketersediaan pangan mutlak diperlukan karena kebutuhan penduduk akan pangan harus dapat dijamin dan dipenuhi baik dari sisi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanan (Prabowo, 2010). Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dengan berbagai upaya salah satunya peningkatan produksi pertanian, akan tetapi banyaknya konversi lahan pertanian dan adanya perubahan iklim membuat kondisi ketersediaan pangan ideal sulit untuk diwijudkan (Kariyasa dan Achmad, 2012). Pemerintah sangat memperhatikan kebijakan terkait beras karena ketersediaan beras akan menentukan ketahanan pangan secara umum di Indonesia.

Permasalahan pangan lainnya ialah distribusi pangan yang tidak merata, sehingga terjadi kasus kelaparan di beberapa daerah di Indonesia seperti Papua dan Maluku yang mengakibatkan kematian khususnya pada anak-anak. Fakta ini menunjukkan bahwa ketersediaan bahan pangan tidak menjamin terpenuhinya hak atas pangan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk mewujudkan ketersediaan pangan dapat dilakukan dengan menurunkan kehilangan pangan pada proses produksi dan distribusi selain meningkatkan produksi pertanian.

Di lain sisi, distribusi pangan di Indonesia masih belum merata. Hal ini mengakibatkan beberapa kasus kelaparan yang mengakibatkan kematian, seperti kasus kelaparan di Maluku dan Papua, akibat kurang gizi masyarakat di daerah tersebut, khususnya anak-anak. Fakta ini menunjukkan bahwa ketersediaan bahan pangan tidak menjamin terpenuhinya hak atas pangan di Indonesia. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan dalam menjamin ketersediaan bahan pangan yaitu melalui upaya penurunan kehilangan pada proses produksi dan distribusi (food loss).

Food loss menjadi masalah global baik itu di negara berkembang atau negara terbelakang maupun negara maju, meskipun nilai food loss di negara-negara maju tidak sebesar food loss yang terjadi di negara berkembang. Hal ini disebabkan karena sebagian besar negara yang memiliki produksi pangan yang tinggi tidak disertai dengan ketersediaan teknologi produksi modern yang memadai (HLPE, 2014).

FAO (2011) menyatakan bahwa tingginya food loss di negara berkembang selain disebabkan oleh rendahnya ketersediaan teknologi produksi yang memadai juga disebabkan oleh sumber daya manusia yang kurang mumpuni untuk beradaptasi dengan teknologi yang tersedia, jadi walaupun sudah disediakan para petani yang sudah terbiasa

dengan cara bertani tradisional lebih memilih bertahan dengan metode konvensional dalam melakukan usaha tani nya.

Food loss dapat terjadi pada berbagai tahapan termasuk pada saat pemanenan, pascapanen, dan distribusi, food loss tersebut sulit dihindari karena berbagai faktor. Kehilangan pasa saat pemanenan biasanya terjadi karena waktu pemanenan yang terlalu cepat atau penggunaan sabit dalam pemanenan (Setyono, et al., 2007), selain itu kehilangan pascapanen dapat terjadi pada tahapan perontokan, pengeringan, penggilingan, penyosohan, dan pengemasan (Iswari, 2012).

Salah satu kehilangan yang penting adalah kehilangan beras yang merupakan komoditas penting bagi sebagian besar negara terutama di Asia. Kehilangan beras dapat terjadi pada tahapan produksi dan distribusi, biasanya meliputi kehilangan pascapanen maupun kehilangan pada tingkat konsumsi baik konsumsi pada tingkat rumah tangga maupun instansi tertentu seperti hotel, rumah sakit, dan instansi lainnya. Kehilangan pascapanen dapat terjadi pada berbagai rantai seperti pemanenan, perontokan padi, pengeringan, penyimpanan, maupun pengangkutan (ADM Institute for the Prevention of Postharvest Loss, 2012).

Jawa Barat merupakan provinsi penghasil beras nasional kedua setelah Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Karawang merupakan wilayah penghasil beras di Jawa Barat. Kabupaten Karawang merupakan kabupaten dengan produksi beras tertinggi kedua masih ditempati oleh kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat. Luas panen Kabupaten Karawang pada tahun 2019 sebesar 185,807 hektar, dengan produksi padi 1,117,814 ton GKG sehingga diperoleh produksi beras 641,290 ton (BPS Kabupaten Karawang, 2020).

Berbagai persoalan kehilangan produksi beras juga terjadi di Kabupaten Karawang. Besarnya potensi kehilangan beras di Kabupaten Karawang sebagai daerah penghasil beras nomor dua terbesar di Jawa Barat akan menyebabkan persediaan pangan berupa beras menurun, sehingga penelitian mengenai mengestimasi besarnya volume dan nilai food loss komoditas beras pada masing-masing tahapan meliputi pada saat pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan, dan distribusi beras di Kabupaten Karawang penting dilakukan.

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Pelaksanaan penelitian dilakukan selama delapan bulan, yaitu dari bulan Februari sampai Oktober 2019. Lokasi survei berada di Kabupaten Karawang yaitu di Kecamatan Tirtajaya yang merupakan lumbung padi atau daerah sentra produksi padi.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung di lapangan dengan cara survei, in depth interview, pengisian kuesioner, dan Focus Group Discussion (FGD). Sumber data sekunder diperoleh dari

Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, institusi nasional dan internasional, serta berbagai sumber lainnya yang berasal dari penelitian sebelumnya.

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel digunakan dengan teknik nonprobability sampling yaitu dengan metode purposive sampling. Responden ditentukan berdasarkan ciri-ciri khusus yang memiliki keterkaitan dan mewakili populasi. Ciri-ciri khusus tersebut yaitu berdasarkan status usahatani yaitu usahatani pangan terutama pada komoditas padi (beras). Jumlah responden adalam penelitian ini sebanyak sebanyak 30 orang responden di Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang.

Metode Analisis

Penelitian ini menganalisis Food loss yang terjadi pada berbagai tahapan yaitu: pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan pengangkutan/distribusi gabah/beras. Pada level produksi diidentifikasi bagaimana aktivitas yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Karawang. Pada tahap pasca produksi/handling and storage diidentifikasi aktivitas yang dilakukan oleh Pedagang gabah, pedagang pengumpul, mitra kerja perum/KUD Kabupaten Karawang, yaitu: pedagang pengumpul/penebas/pedagang gabah dan koperasi/KUD. Pada tahap penggilingan, diidentifikasi aktivitas Rice Milling Unit (RMU): besar, menengah dan kecil di Kabupaten Karawang, dan pada tahap distribusi, diidentifikasi wholesale (pasar induk) dan pasar eceran. Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah menggunakan Microsoft Excel 2013 for windows.

Dalam penelitian ini, angka faktor koreksi kehilangan pada setiap tahapan yaitu: pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan pengangkutan/distribusi gabah/beras mengacu pada Purwanto (2005), yaitu: faktor koreksi pemanenan sebesar 9.52%; perontokan sebesar 4.78%; pengeringan sebesar 2.13%    ;      penggilingan

sebesar 2.19% ; dan distribusi sebesar 1.50%, sehingga total faktor koreksi dari seluruh tahap adalah sebesar 20.12%. Berikut disajikan formula untuk perhitungan estimasi food loss komoditas beras di Kabupaten Karawang.

Estimasi Loss pada Tahapan Pemanenan

Setelah data primer diperoleh dalam bentuk produksi Gabah Kering Panen (GKP) dalam ton per hektar, selanjutnya dilakukan konversi dari GKP ke Gabah Kering Giling (GKG) yaitu dengan faktor konversi sebesar 81.96%. Untuk mengetahui besarnya estimasi kehilangan beras pada saat pemanenan, dilakukan konversi GKG menjadi beras dengan faktor konversi sebesar 64.11%. Perhitungan estimasi food loss komoditas beras pada tahap pemanenan adalah sebagai berikut:

FL saat panen = Q1 * Fp * Fkg * Fkb

Keterangan:

FL    : Food Loss beras saat pemanenan (kg/ha)

Q1    : Jumlah produksi per hektar GKP (kg/ha)

Fp    : Faktor koreksi kehilangan pada saat pemanenan (1,08%)

Fkg   : Faktor konversi faktor konversi GKP menjadi GKG (81.96%)

Fkb : Faktor konversi faktor konversi GKG menjadi beras (64.11%)

Selanjutnya dalam penelitian ini juga dihitung besarnya Food Loss beras saat pemanenan pada seluruh luasan panen. Hal ini dilakukan dengan mengalikan besarnya food loss beras saat pemanenan dengan luasan panen.

Estimasi Loss pada Tahapan Perontokan

Setelah perhitungan estimasi loss pada tahapan pemanenan diperoleh selanjutnya dapat dihitung loss pada tahap produksi beras selanjutnya yaitu tahapan perontokan. Demikian halnya dengan perhitungan estimasi loss pada tahap pemanenan, pada tahap perontokan juga dilakukan konversi dari GKP ke GKG dengan faktor konversi sebesar 81,96% dan konversi GKG menjadi beras dengan faktor konversi sebesar 64,11%. Perhitungan estimasi food loss komoditas beras pada tahap perontokan sebagai berikut:

FL saat perontokan = Q2 * Fp * Fkg * Fkb

Keterangan:

FL : Food Loss beras saat perontokan (kg/ha)

Q2    : Jumlah produksi setelah pemanenan per hektar GKP (kg/ha)

Fp : Faktor koreksi kehilangan pada saat perontokan (0,33%)

Demikian halnya pada pemanenan, pada penelitian ini juga dihitung besarnya Food Loss beras saat perontokan pada seluruh luasan panen. Hal ini dilakukan dengan mengalikan besarnya food loss beras saat perontokan dengan luasan panen.

Perkiraan Loss pada Tahapan Pengeringan

Setelah perhitungan estimasi loss pada tahapan perontokan dalam bentuk GKG diperoleh, selanjutnya dihitung loss pada tahap pengeringan. Pada tahap pengeringan dilakukan konversi dari GKG menjadi beras dengan faktor konversi sebesar 64.11%. Perhitungan estimasi food loss komoditas beras pada tahap pengeringan sebagai berikut:

FL saat pengeringan = Q3 * Fp * Fkb

Keterangan:

FL : Food Loss beras saat pengeringan (kg/ha)

Q3    : Jumlah produksi setelah perontokan per hektar GKG (kg/ha)

Fp : Faktor koreksi kehilangan pada saat pengeringan (0,56%)

Demikian halnya pada tahapan sebelumnya, pada penelitian ini juga dihitung besarnya Food Loss beras saat pengeringan pada seluruh luasan panen, yaitu dengan mengalikan besarnya Food Loss beras saat pengeringan dengan luasan panen.

Estimasi Loss pada Tahapan Penggilingan

Setelah perhitungan estimasi loss pada tahapan pengeringan dalam bentuk beras diperoleh, selanjutnya dihitung loss pada tahap penggilingan. Perhitungan estimasi food loss komoditas beras pada tahap penggilingan sebagai berikut:

FL saat penggilingan = Q4 * Fp

Keterangan:

FL : Food Loss beras saat penggilingan (kg/ha)

Q4    : Jumlah produksi setelah pengeringan per hektar beras (kg/ha)

Fp : Faktor koreksi kehilangan pada saat penggilingan (2,50%)

Demikian halnya pada tahapan sebelumnya, pada penelitian ini juga dihitung besarnya Food Loss beras saat penggilingan pada seluruh luasan panen, yaitu dengan mengalikan besarnya Food Loss beras saat pengeringan dengan luasan panen.

Perkiraan Loss pada Tahapan Distribusi Beras

Setelah nilai kehilangan pada saat penggilingan didapatkan, maka selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap kehilangan beras pada saat distribusi beras dengan menggunakan formula berikut. Perhitungan estimasi food loss komoditas beras pada tahap distribusi sebagai berikut:

FL saat distribusi = Q5 * Fp

Keterangan:

FL : Food loss beras saat distribusi (kg/ha)

Q5    : Jumlah produksi setelah penggilingan per hektar beras (kg/ha)

Fp : Faktor koreksi kehilangan pada saat distribusi (1,50%)

Demikian halnya pada tahapan sebelumnya, pada penelitian ini juga dihitung besarnya Food loss beras pada tahap distribusi pada seluruh luasan panen, yaitu dengan mengalikan besarnya Food loss beras saat distribusi dengan luasan panen.

Estimasi Total Loss Komoditas Beras

Setelah nilai kehilangan pada saat distribusi beras didapatkan, maka selanjutnya dilakukan perhitungan total perkiraan food loss komoditas beras di Kabupaten Karawang dengan formula sebagai berikut:

Total Food Loss = FL saat pemanenan + FL saat perontokan + FL saat pengeringan + FL saat penggilingan + FL saat distribusi

Estimasi Nilai Kerugian Kehilangan Pangan (Food Loss) Komoditas Beras

Setelah didapatkan data estimasi total kehilangan dalam bentuk beras pada setiap tahapan (pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan pengangkutan/distribusi dengan

luasan panen di Kabupaten Karawang, selanjutnya diperoleh nilai kerugian kehilangan pangan (food loss) komoditas beras dengan mengalikan volume kehilangan pada setiap tahap atau total food loss dari seluruh tahapan dikalikan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras di wilayah Pulau Jawa yaitu sebesar Rp.9.450/kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kehilangan pangan (food loss) merupakan hilangnya sejumlah berat/volume bahan pangan pada tahapan sebelum bahan pangan tersebut dikonsumsi oleh konsumen akhir, yakni pada tahap produksi maupun distribusi (Lipinski, et al., 2013). Menurut FAO (2011), kehilangan pangan ini dapat terjadi pada tahapan sebelum pangan dipanen maupun setelah dipanen yakni dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Berikut ini dijabarkan estimasi volume dan nilai kehilangan pada setiap tahap mulai dari panen hingga distribusi.

Estimasi Volume dan Nilai Kehilangan Beras pada Tahap Pemanenan

Pemanenan pada usahatani padi merupakan kegiatan untuk mendapatkan malai basah dari tanaman padi yang dilakukan pada tingkat kematangan bulir beras yang optimal. Proses pemanenan yang ideal harus dilakukan sebaik mungkin agar tidak menimbulkan kerusakan pada hasil panen dan berusaha meminimalisir kehilangan hasil panen karena tercecernya/tertinggalnya bulir gabah yang dipanen.

Menurut Setyono et al (2001), jika proses pemanenan dilakukan dengan cara dan pada umur panen yang tidak tepat, maka hal ini akan menyebabkan kerugian karena menyebabkan rendahnya mutu dan meningkatkan terjadinya kehilangan pangan pada proses pemanenan. Sebaliknya pengelolaan panen yang tepat dapat menekan tingginya angka kehilangan beras pada proses ini. Hasil estimasi volume kehilangan saat panen tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Estimasi Volume Kehilangan Beras di Tingkat Pemanenan di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Uraian

Jumlah

1

Produksi (Kg/Ha GKP)

5,962.56

2

Volume Kehilangan Beras Saat Pemanenan (Kg/Ha)

298.26

3

Nilai Kehilangan (Rp/Ha)

2,818,571.22

4

Luas Panen (Ha/Tahun)

185,807

5

Total Kehilangan (Kg/Tahun)

55,419,075.51

6

Total Nilai Kehilangan (Rp/Tahun)

523,710,263,593.80

Sumber: Hasil Olahan (2019)

Berdasarkan Tabel 1, diketahhi bahwa rata-rata produktivitas GKP sebesar 5,962.56 kg/ha, selanjutnya dikonversi dalam bentuk beras dan mengukur besarnya faktor koreksi maka estimasi kehilangan beras pada tahap pemanenan menjadi sebanyak 298.26 kg/ha, dengan mengalikan estimasi volume kehilangan dengan HET beras sebesar Rp. 9.450/kg, sehingga estimasi nilai kehilangan beras per hektar adalah sebesar Rp.2.81 juta. Luas panen di Kabupaten Karawang pada tahun 2019 adalah 185,807 ha/tahun sehingga total

kehilangan di Kabupaten Karawang adalah 55,419.08 ton/tahun dan estimasi nilai kehilangan beras pada proses pemanenan di Kabupaten Karawang adalah sekitar Rp. 523.71 miliar per tahun.

Dalam melakukan aktivitas panen, petani padi di Kabupaten Karawang masih menggunakan cara panen tradisional yakni dengan menggunakan alat pertanian sabit tradisional yang tidak bergerigi. Menurut Kobarsih dan Siswanto (2015), pemanenan dengan menggunakan sabit tradisional berkontribusi relatif besar dalam hilangnya beras yang dipanen. Pemanenan tradisional dengan menggunaan sabit umumnya dilakukan oleh petani/buruh tani luar keluarga dengan tergesa-gesa dengan sabit yang kurang tajam, sehingga bulir gabah banyak yang tercecer ke tanah dan tidak terambil oleh petani. Hal ini menyebabkan hilangnya sejumlah hasil panen yang seharusnya dapat memberikan manfaat ekonomi bagi petani.

Estimasi Volume dan Nilai Kehilangan Beras pada Tahap Perontokan

Perontokan pada proses produksi padi merupakan salah satu tahapan pascapanen yang bertujuan untuk melepaskan gabah/bulir beras dari malai yang sudah dipanen. Proses perontokan ini dapat dilakukan melalui proses mekanis yakni dengan menyisir bulir padi dari malainya, atau dengan membanting-banting malai pada benda keras atau alat perontok sehingga buliran gabah lepas dari malai dan jatuh ke dalam tampungan. Petani umumnya melakukan proses perontokan langsung setelah proses panen selesai, namun pada beberapa kasus, petani tidak langsung melakukan aktivitas perontokan, melainkan disimpan terlebih dahulu. Kondisi ini dapat terjadi apabila petani menghadapi keterbatasan tenaga atau ketersediaan alat perontok. Kerusakan hasil panen dapat terjadi jika proses perontokan mengalami keterlambatan (Nugraha, 2012) dan mengakibatkan kehilangan pangan yang lebih besar. Teknologi dan metode perontokan padi menjadi aspek penting untuk diperhatikan agar mengurangi banyaknya kehilangan pada saat proses perontokan. Hasil estimasi volume kehilangan beras pada aktivitas perontokan tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2. Estimasi Volume Kehilangan Beras di Tingkat Perontokan di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Uraian

Jumlah

1

Produksi setelah pemanenan (Kg/Ha GKP)

5,898.00

2

Volume Kehilangan Beras Saat Perontokkan (Kg/Ha)

135.50

3

Nilai Kehilangan (Rp/Ha)

1,280,479.28

4

Luas Panen (Ha/Tahun)

185,807

5

Total Kehilangan (Kg/Tahun)

25,176,932.58

6

Total Nilai Kehilangan (Rp/Tahun)

237,922,012,843.87

Sumber: Hasil Olahan (2019)

Berdasarkan Tabel 2, diketahui bahwa rata-rata produktivitas GKP sebesar 5,898.00 kg/ha, selanjutnya estimasi kehilangan beras pada tahap perontokkan menjadi sebanyak135.50 kg/ha. Selanjutnya dengan mengalikan estimasi volume kehilangan dengan HET beras sebesar Rp. 9.450/kg, sehingga estimasi nilai kehilangan beras per

hektar adalah sebesar Rp. 1.28 juta. Luas panen di Kabupaten Karawang pada tahun 2019 adalah 185,807 ha/tahun sehingga total kehilangan di Kabupaten Karawang adalah 25,176,932.58 kg/tahun dan estimasi nilai kehilangan beras pada proses perontokkan di Kabupaten Karawang adalah sekitar Rp. 237.92 miliar per tahun. Pada tahap perontokan telah digunakan alat mesin perontok khusus yaitu power tresher, sehingga proses perontokkan menjadi lebih efisien.

Pengeringan pada proses produksi padi merupakan salah satu tahapan pascapanen pada penanganan padi yaitu proses pengurangan kadar air pada gabah, penundaan proses pengeringan meningkatkan besarnya kehilangan (Babamiri et al. 2013). Pengurangan kehilangan pada saat pegeringan sangat penting karena tahap ini adalah tahapan sebelum dilakukan penggilingan gabah menjadi beras yang siap didistribusikan ke konsumen. Tahapan pengeringan bertujuan untuk mendapatkan gabah kering dengan kadar air ideal sesuai standar kualitas gabah yang baik dan lebih tahan untuk disimpan dalam jangka waktu yang lebih panjang. Estimasi kehilangan beras pada proses pengeringan tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3. Estimasi Volume Kehilangan Beras di Tingkat Pengeringan di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Uraian

Jumlah

1

Produksi setelah Perontokan (Kg/Ha GKG)

4,818.10

2

Volume Kehilangan Beras Saat Pengeringan (Kg/Ha)

57.49

3

Nilai Kehilangan (Rp/Ha)

543,315.93

4

Luas Panen (Ha/Tahun)

185,807

5

Total Kehilangan (Kg/Tahun)

10,682,741.04

6

Total Nilai Kehilangan (Rp/Tahun)

100,951,902,832.58

Sumber: Hasil Olahan (2019)

Berdasarkan Tabel 3 diketahui rata-rata produktivitas GKP sebesar 4,818.00 kg/ha, selanjutnya estimasi kehilangan beras pada tahap pengeringan menjadi sebanyak 57.49 kg/ha, Selanjutnya dengan mengalikan estimasi volume kehilangan dengan HET beras sebesar Rp. 9.450/kg, sehingga estimasi nilai kehilangan beras per hektar adalah sebesar Rp. 543 ribu. Total kehilangan di Kabupaten Karawang adalah 10,682,741.04 kg/tahun dan estimasi nilai kehilangan beras pada proses pengeringan di Kabupaten Karawang adalah sekitar Rp. 100.95 miliar per tahun.

Proses pengeringan gabah di Kabupaten Karawang sebagian besar dilakukan di tempat penggilingan. Sebagian besar pabrik penggilingan beras membeli GKP dari tengkulak. Hal ini dikarenakan petani padi di Kabupaten Karawang cenderung membutuhkan uang tunai dalam waktu cepat, sehingga sebagian besar petani tersebut menjual hasil GKP kepada tengkulak dan hanya sebagian kecil yang menjual GKP ke pabrik pinggilingan.

Gabah Kering Panen (GKP) yang sudah dibeli langsung dibawa dan dibongkar di atas lantai jemur. Mayoritas pabrik penggilingan beras menggunakan lantai coran yang bergelombang agar jika terjadi hujan air di lantai jemur lebih mudah di bersihkan dan

dikeringkan serta lebih cepat untuk proses pengeringan GKP dari pada lantai datar. Pengeringan biasanya dilakukan 1 hari jika cuaca cerah dan intensitas panas matahari cukup tinggi (terik) dimulai dari pukul 8.00 hingga 15.00 WIB dan dibalik menggunakan cangkul atau garpu gabah setelah itu dimasukan ke dalam karung kembali untuk digiling menjadi beras keesokan harinya. Apabila cuaca mendung atau hujan proses pengeringan dilakukan di mesin Flat Bed Drayer atau biasa dibilang mesin “oven” karena prosesnya seperti memanggang kue di dalam oven yaitu dengan menggunakan mesin yang akan menghembuskan uap panas ke bawah Flat Bed Drayer.

Selain penyusutan akibat pengeringan gabah juga mengalami kehilangan yang disebabkan oleh hewan seperti burung dan juga ayam. Biasanya burung akan datang dalam jumlah banyak ke lantai jemur ketika gabah sedang di jemur untuk memakan gabah tersebut. hal ini biasanya dibiarkan saja oleh pemilik pabrik maupun kuli pabrik karena mereka menganggap gabah yang hilang dimakan burung atau ayam tidak seberapa dibandingkan hasil keseluruhan yang didapatkan. Selain kehilangan akibat burung dan ayam biasanya juga kehilangan terjadi akibat kuli yang tidak hati-hati memasukan gabah yang sudah dikeringkan ke dalam karung untuk selanjutnya digiling menjadi beras sehingga ada gabah yang tersisa di lantai jemur.

Estimasi Volume dan Nilai Kehilangan Beras pada proses Penggilingan

Beras dihasilkan dari proses penggilingan GKG. Proses kehilangan pada proses penggilingan sulit untuk dihindari karena jenis alat yang digunakan dalam proses pengilingan tersebut. Menurut Nugraha (2012), tipe alat penggilingan padi yang digunakan oleh petani di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu: tipe penggilingan padi 1 phase (single phase) dan tipe penggilingan padi 2 phase (double phase). Single phase merupakan tahapan atau proses pemecah kulit dan penyosoh menyatu dan keluar sudah menjadi beras putih, sedangkan double phase, terdiri dari dua tapa proses yaitu: proses pemecah kulit dan proses penyosohan. Perbedaan kedua tipe alat penggilingan padi ini akan menentukan kualitas beras yang dihasilkan.

Kehilangan yang terjadi pada saat penggilingan disebabkan oleh berbagai faktor teknis antara lain disebabkan oleh kesalahan dalam penyetelan blower penghisap dan penghembus sekam dan bekatul sehingga menyebabkan banyak gabah yang terlempar ikut ke dalam sekam atau beras yang terbawa ke dalam dedak dan selanjutnya menyebabkan rendemen giling rendah. Besarnya estimasi volume kehilangan yang diakibatkan karena adanya kehilangan saat penggilingam dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Estimasi Volume Kehilangan Beras di Tingkat Penggilingan di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Uraian

Jumlah

1

Produksi setelah pemanenan (Kg/Ha GKP)

3,071.56

2

Volume Kehilangan Beras Saat Perontokkan (Kg/Ha)

57.85

3

Nilai Kehilangan (Rp/Ha)

546,721.98

4

Luas Panen (Ha/Tahun)

185,807

5

Total Kehilangan (Kg/Tahun)

10,749,711.29

6

Total Nilai Kehilangan (Rp/Tahun)

101,584,771,733.29

Sumber: Hasil Olahan (2019)

Tabel 4 menunjukkan rata-rata produktivitas GKP sebesar 3,071.56 kg/ha, selanjutnya dalam bentuk beras (setelah konversi), maka estimasi kehilangan beras pada tahap penggilingan menjadi 57.85 kg/ha. Selanjutnya dengan mengalikan estimasi volume kehilangan dengan HET beras sebesar Rp. 9.450/kg, sehingga estimasi nilai kehilangan beras per hektar adalah sekitar Rp. 546.72 ribu, dengan luas panen di Kabupaten Karawang pada tahun 2019 adalah 185,807 ha/tahun sehingga total kehilangan di Kabupaten Karawang adalah 10,749,711.29 kg/tahun dan estimasi nilai kehilangan beras pada proses penggilingan di Kabupaten Karawang adalah sekitar Rp. 101.58 miliar per tahun.

Estimasi Volume dan Nilai Kehilangan Beras pada Proses Distribusi

Distribusi beras adalah proses pengangkutan beras dari distributor hingga sampai ke konsumen, akan tetapi yang dimaksud distribusi dalam penelitian ini adalah distribusi beras dari tahapan setelah penggilingan beras hingga ke tempat penampungan sebelum sampai kepada konsumen. Proses pengangkutan beras baik dari distributor setelah penggilingan ke pasar, pedagang besar, pedagang kecil, ataupun tempat penampungan sebagai perantara dari produsen ke konsumen lainnya menyebabkan terjadinya kehilangan beras.

Kehilangan pada saat distribusi biasanya terjadi karena tercecer di jalan menuju lokasi pemasaran atau tercecer pada saat pengangkutan dari penyimpanan ke alat transportasi yang digunakan untuk distribusi (Kiaya 2014). Permasalah dalam proses distribusi ini juga terjadi di Kabupaten Karawang.

Sebagian besar pedangan di pasar di Kabupaten Karawang membeli beras yang diperjualbelikannya di Rice Milling Unit (RMU). Sebagian besar pedagang melakukan dua cara pembelian yaitu dengan datang ke penjual dan mengangkut sendiri dan melalui dikirimkan oleh penjual. Umumnya yang dikirim oleh penjual adalah dalam kapasitas yang banyak. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang, penyebab beras dapat tercecer di pasar mayoritas dikarenakan proses bongkar muat yang tidak hati-hati. Tabel 5 menunjukkan hasil estimasi volume kehilangan beras pada proses distibusi/pengangkutan.

Tabel 5. Estimasi Volume Kehilangan Beras di Tingkat Distribusi di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Uraian

Jumlah

1

Produksi setelah pemanenan (Kg/Ha GKP)

2,994.80

2

Volume Kehilangan Beras Saat Distribusi (Kg/Ha)

38.67

3

Nilai Kehilangan (Rp/Ha)

365,396.47

4

Luas Panen (Ha/Tahun)

185,807

5

Total Kehilangan (Kg/Tahun)

7,184,467.89

6

Total Nilai Kehilangan (Rp/Tahun)

67,893,221,559.88

Tabel 5 menunjukkan rata-rata produktivitas GKP sebesar 2,994.80 kg/ha, selanjutnya dalam bentuk beras (setelah konversi), maka estimasi kehilangan beras pada tahap distribusi menjadi 38.67 kg/ha. Selanjutnya dengan mengalikan estimasi volume kehilangan dengan HET beras sebesar Rp. 9.450/kg, sehingga estimasi nilai kehilangan beras per hektar adalah sekitar Rp. 365,40 ribu, dengan luas panen di Kabupaten Karawang pada tahun 2019 adalah 185,807 ha/tahun sehingga total kehilangan di Kabupaten Karawang adalah 7,184.47 ton/tahun dan estimasi nilai kehilangan beras pada proses distribusi di Kabupaten Karawang adalah sekitar Rp. 67.89 miliar per tahun.

Estimasi Total Volume dan Nilai Kerugian dari Kehilangan Beras

Estimasi total kehilangan beras di Kabupaten Karawang rata-rata sebanyak 587.78 kg/ha yaitu total dari 20.12% dari setiap tahapan mulai dari pemanenan hingga distribusi (berdasarkan seluruh rangkaian factor koreksi menurut Purwanto tahun 2005). Hal ini berarti sebesar 20.12% dari total produksi beras di Kabupaten Karawang hilang dijalan atau hilang pada tahapan panen hingga distribusi. Besarnya kehilangan beras terbesar terjadi pada tahap pemanenan yaitu sebesar 9.52 persen atau rata-rata sebanyak 298.26 kg/ha (Tabel 6).

Tabel 6. Estimasi Volume Kehilangan Beras pada Setiap Tahapan di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Tahapan/ Tingkat

Volume Beras (Kg/Ha)

Nilai Kehilangan Beras (Rp/Tahun/Ha)

1

Pemanenan

298.26

2,818,571.22

2

Perontokkan

135.50

1,280,479.28

3

Pengeringan

57.49

543,315.93

4

Penggilingan

57.85

546,721.98

5

Distribusi

38.67

365,396.47

Total

587.78

5,554,484.88

Jika dibandingkan dengan kondisi food loss komoditas beras di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian Mulyo (2016) besarnya food loss komoditas beras di Indonesia totalnya mencapai 21.96% dari total produksi beras di Indonesia. Hal ini berarti sebesar 21.96% dari total produksi beras di Indonesia hilang dijalan atau hilang pada tahapan panen dan pascapanen serta distribusi. Selanjutnya besarnya nilai kehilangan beras di Kabupaten Karawang per hektar pada setiap tahapan di tahun 2019. Total nilai kehilangan beras sebesar Rp. 5,554,484.88, dengan nilai kehilangan beras terbesar terdapat pada tingkat pemanenan. Estimasi nilai kerugian total dari seluruh tahapan di Kabupaten Karawang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Estimasi Volume Kehilangan Beras pada Setiap Tahapan di Kabupaten Karawang Tahun 2019

No.

Tahapan/ Tingkat

Volume Beras (Kg/Tahun)

Total Nilai Kehilangan Beras di Kabupaten Karawang (Rp/Tahun)

1

Pemanenan

55,419,075.51

523,710,263,592.80

2

Perontokkan

25,176,932.58

237,922,012,842.87

3

Pengeringan

10,682,741.04

100,951,902,832.58

4

Penggilingan

10,749,711.29

101,584,771,733.29

5

Distribusi

7,184,467.89

67,893,221,559.88

Total

109,212,928.31

1,032,062,172,561.42

Tabel 7 menunjukkan hasil estimasi total volume kehilangan beras di Kabupaten Karawang adalah sebesar 109.212.928,31 kg/tahun. Estimasi total nilai kehilangan sekitar Rp. 1.03 triliun/tahun. Hal ini menunjukkan besarnya kerugian akibat food loss dimana nilainya dapat digunakan untuk kebutuhan Kabupaten Karawang yang lain. Besarnya nilai kehilangan beras tersebut mengindikasikan perlunya berbagai upaya untuk mengurangi kerugian di Kabupaten Karawang. Berdasarkan penelitian Mulyo (2016) diketahui bahwa perkiraan food loss dan food waste komoditas beras di Indonesia mencapai Rp. 86.6 triliun.

Kerugian ekonomi akibat food loss dan food waste di beberapa negara merupakan permasalahan. Hasil penelitian FAO (2011) menyebutkan bahwa kerugian akibat food loss dan food waste mencapai US$ 1.3 triliun. Rumah tangga Amerika menyebabkan kerugian ekonomi sebesar US$ 125 milyar setiap tahunnya (BCFN 2012).

SIMPULAN

Kehilangan beras terjadi pada proses di tingkat petani mulai dari pemanenan, perontokan, pengeringan, penggilingan dan distribusi/pengangkutan di Kabupaten Karawang. Besarnya kehilangan beras di Kabupaten Karawang terbesar terjadi pada tahap pemanenan.

Estimasi total kehilangan beras di Kabupaten Karawang dari seluruh tahapan mulai panen hingga distribusi adalah rata-rata sebanyak 587.78 kg/ha. Estimasi total volume kehilangan beras di Kabupaten Karawang sebesar 109.212.928,31 kg/tahun.

Total nilai kehilangan di Kabupaten Karawang sangat besar, dimana estimasi total nilai kehilangan sekitar Rp. 1.03 triliun/tahun. Besarnya nilai kehilangan beras mengindikasikan perlunya berbagai upaya untuk mengurangi kerugian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

ADM Institute for the Prevention of Postharvest Loss. 2012. Mapping the Production Systemand the Supply Chain and Study the Crop Losses of Black Gram. Illinois(IT):ADM Institute for the Prevention of Postharvest Loss.

Babamiri NS, Ardeh FA. Effect of drying temperature and final grain moisture content on the hulling and head rice yield effiency of some common rough variety. International Journal of Agricultural and Crop Sciences 6(9): 529-533.

[BCFN] Barilla Center for Food and Nutrtition. 2012. Food Waste : Causes, Impact, and Proposals. Roma (IT): BCFN.

BPS. 2018. Rata-Rata Harga Beras Bulanan di Tingkat Penggilingan Menurut Kualitas. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

BPS Kabupaten Karawang. 2020. Kabupaten Karwang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Karawang.

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nation. 2019. Food Loss and Food Waste. Diakses pada http://www.fao.org/food-loss-and-food-waste/en/

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nation. 2014. Global Initiative of Food Losses and Waste Reduction. Roma (IT)

[FAO] Food and Agriculture Organization of the United Nation. 2011. Global Food Losses and Food Waste-Extent, Causes and Prevention. Roma(IT): UN FAO. FAO.

[HLPE] High Level Panel of Expert. 2014. Food Losses and Waste in the Contex of Food Sunstainable System. Roma (IT) : HLPE.

Iswari K. 2012. Kesiapan teknologi panen dan pascapanen padi dalam menekan kehilangan hasil dan meningkatkan mutu beras. Jurnal Litbang Pertanian, 31(2): 58-67.

Kariyasa, Ketut dan Achmad Suryana. 2012. Memperkuat Ketahanan Pangan Melalui Pengurangan Pemborosan Pangan. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 10 No. 3, September 2012.

Kiaya V. 2014. Post-Harvest Losses and Strategies to Reduce Them. Washington DC (US) : ACF International.

Kobarsih M, Siswanto N. 2015. Penanganan Susut Oanen dan Pasca Panen Padi Kaitannya dengan Anomali Iklim di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Planta Tropika Journal of Agro Science. 3(2):100-106.

Lipinski B, Hanson C, Lomax B, Kitiloja L, Waite R, Tim Researchinger. 2013. Installment 2 of “Working Paper, Creating of Sustainable Food Future”. Washington DC (US): World Resources Institute.

Mulyo, Riska A. 2016. Perkiraan Kehilangan Pangan (Food Loss dan Food Waste) Komoditas Beras Di Indonesia . Skripsi. Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nugraha S. 2012. Inovasi teknologi pascapanen untuk mengurangi susut hasil dan mempertahankan mutu gabah/beras di tingkat petani. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian, 8(1): 49-61.

Prabowo R. 2010. Kebijakan Pemerintah dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Indonesia Jakarta (ID): Mediagro.

Setyono A, Sutrisno, Nugraha S. 2001. Pengujian pemanenan padi sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompok jasa pemanen dan jasa perontok. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 2(2):51-57.

Setyono A, Sutrisno S, Nugraha, Jumali. 2007. Application of Group Harvesting Technique for Rice Farming Second Edition. Sukamandi(ID): Indonesian Center for Rice Research.

Hastuti, et al., Analisis…|329