Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.7, No.1, Mei 2019

E- ISSN: 2684-7728

PENGARUH KINERJA PENYULUH PERTANIAN TERHADAP

PERILAKU PETANI PADA PENERAPAN TANAM JARWO 2:1 DI KECAMATAN BANJARANGKAN KABUPATEN KLUNGKUNG

Effect of Agricultural Extension Performance on Farmers Behavior in the Application of Plantations Jarwo 2: 1 in Banjarangkan District, Klungkung Regency.

I Ketut Arya Sudiadnyana, I Gede Setiawan Adi Putra

Program Studi Magister Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Email: ketutarya888@gmail.com

ABSTRACT

Banjarangkan District, Klungkung received the GP-PTT program with assemblies of Jajar Legowo 2: 1 planting technology where agricultural extension agents were the spearhead of program implementation. This study aims to: (1) determine the performance of agricultural extension workers according to farmers, (2) analyze the influence of extension workers' performance and farmer characteristics on farmer's behavior, (3) analyze the influence of farmer behavior on productivity. This research was conducted in Banjarangkan District, Klungkung Regency. Data collection was carried out from May to August 2018. The population in this study were farmers who participated in the GP-PTT program that used 2: 1 jajar legowo planting methods. The number of samples used was 96 farmers who were determined using the Slovin formula with a confidence level of 10%. Samples were taken using purposive sampling propotional technique. Data analyzed using descriptive analysis methods and statistics using version 3.0 SmartPLS. The results of the study show: (1) the performance of extension agents in Banjarangkan District is in a good category; (2) the instructor's performance and farmer's characteristics have a significant effect on farmer's behavior; (3) farmer's behavior has a significant effect on productivity. Suggestions that can be given in this study are: (1) the performance of the instructor in guiding the group's definitive plan needs to be improved; (2) non-formal education in the form of training and field schools whose intensity needs to be improved; (3) government support for financing non-formal education needs to be improved; (4) development of other research needs to be done with different constructs and indicators to support the government in taking policy.

Keyword: Agricultural Extension Performance, Farmer Behavior, Jajar Legowo 2: 1

ABSTRAK

Kecamatan Banjarangkan Kabupaten, Klungkung mendapatkan program GP-PTT dengan rakitan teknologi tanam jajar legowo 2:1 dimana penyuluh pertanian sebagai ujung tombak pelaksanaan program. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kinerja penyuluh pertanian menurut petani, (2) menganalisis pengaruh kinerja penyuluh dan karakteristik petani terhadap perilaku petani, (3) menganalisis pengaruh perilaku petani terhadap produktivitas. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Pengumpulan data dilakukan dari bulan Mei sampai Agustus 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengikuti program GP-PTT yang menggunakan cara tanam jajar legowo 2:1 tahun 2015. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 96 petani yang ditentukan menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kepercayaan sebesar 10%. Sampel diambil menggunakan teknik propotional purposive sampling. Data di analisis menggunakan metode analisis deskriptif dan statistik menggunakan SmartPLS versi 3.0. Hasil penelitian menunjukkan: (1) kinerja penyuluh di Kecamatan Banjarangkan masuk kategori baik; (2) kinerja penyuluh dan karakteristik petani berpengaruh nyata terhadap perilaku petani; (3) perilaku petani berpengaruh nyata terhadap produktivitas. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu: (1) kinerja penyuluh dalam memandu menyusun rencana definitive kelompok perlu ditingkatkan; (2) pendidikan non formal berupa pelatihan dansekolah lapang intensitasnya perlu ditingkatkan; (3) dukungan pemerintah terhadap pembiayaan pendidikan non formal perlu di tingkatkan; (4) pengembangan penelitian lain perlu dilakukan dengan konstruk dan indicator yang berbeda untuk mendukung pemerintah mengambil kebijakan.

Kata kunci: Kinerja Penyuluh Pertanian, Perilaku Petani, Jajar Legowo 2:1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan sumberdaya manusia pertanian dimana penyuluh pertanian menjadi ujung tombak pembangunan sumberdaya manusia pertanian dan sebagai alih teknologi dari peneliti ke petani. Penyuluh pertanian setelah masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan pertanian telah dimulai sejak awal ditandai dengan dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) pada tahun 1949 yang semakin diintensifkan pada awal revolusi hijau pada masa padi sentra. Memasuki era pelaksanaan BIMAS di tahun 1967, penyuluhan pertanian memasukkan perguruan tinggi sebagai bagian organik dari organisasi BIMAS sejak di tingkat Kabupaten, Propinsi, dan Pusat. Pada tahun 1984, penyuluhan pertanian di Indonesia melalui proyek penyuluhan pertanian tanaman pangan (National Food Crps Extens-ion Project) meraih masa kejayaanya yang ditandai dengan pemberian penghargaan FAO atas keberhasilannya mencapai swasembada beras.

Pada dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya ”pamor” penyuluhan pertanian yang dikelola    oleh    pemerintah    (Departemen

Pertanian). Hal ini terjadi, tidak saja karena perubahan struktur organisasi penyuluhan, tetapi juga semakin banyaknya pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan tinggi, produsen sarana produksi dan LSM), serta semakin beragam dan mudahnya sumber-sumber informasi/inovasi yang dapat diakses oleh masyarakat (petani).

Tahun 1995, terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) disetiap Kabupaten. Sayangnya, kinerja lembaga ini banyak dikritik karena kurangnya koordinasi dengan dinas-teknis terkait. Kondisi seperti itu semakin diperburuk oleh bergulirnya era reformasi yang berakibat pada tidak meratanya perhatian pemerintah Kabupaten terhadap kegiatan penyuluhan pertanian. Data produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan terlihat terjadi fluktuasi dimana produktivitas di tahun 2015 mengalami peningkatan, yang kemungkinan disebabkan oleh Kecamatan Banjarangkan pada tahun 2015 memperoleh program gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GP-PTT) yang menerapkan cara tanam jajar legowo 2:1 secara wajib, dimana bantuan yang diberikan berupa sarana produksi pertanian dan subsidi ongkos tanam. Salah satu upaya pemerintah untuk mensukseskan program GP-PTT padi tersebut adalah melibatkan pihak atau lembaga penyuluhan yang berada di pusat maupun di daerah..

Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah

  • 1.    Bagaimana kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan, menurut petani?

  • 2.    Bagaimana pengaruh kinerja penyuluh pertanian terhadap perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam padi jajar legowo 2:1 di Kecamatan Banjarangkan?

  • 3.    Bagaimana pengaruh karakteristik petani terhadap perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam padi jajar legowo 2:1 di Kecamatan Banjarangkan?

  • 4.    Bagaimana pengaruh perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam padi jajar legowo 2:1 terhadap produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

  • 1.    Mengetahui kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan, menurut petani.

  • 2.    Menganalisis pengaruh kinerja penyuluh pertanian terhadap perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam padi jajar legowo 2:1 di Kecamatan Banjarangkan.

  • 3.    Menganalisis pengaruh karakteristik petani terhadap perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam padi jajar legowo 2:1 di Kecamatan Banjarangkan.

  • 4.    Menganalisis pengaruh perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam padi jajar legowo 2:1 terhadap produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan.

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya) yang dicapai seseorang, perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerjapersatuan waktu, hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai seseorang persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2006).

Penyuluhan Pertanian

Penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau merubah cara berpikir, cara bekerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju, sehingga peran yang dimilikinya adalah sebagai pendidik, pemimpin dan penasehat (Kartasapoetra, 1994).

Metode Penyuluhan

Metode Penyuluhan Pertanian adalah cara penyampaian materi (isi pesan) penyuluhan pertanian oleh penyuluh pertanian kepada petani beserta anggota keluarganya baik secara langsung maupun tidak langsung agar mereka tahu, mau dan mampu menggunakan inovasi baru.

Perilaku Petani

Perilaku petani dicerminkan dalam tindakan sehari-hari baik dalam lingkungan seperti keluarga, masyarakat, maupun lingkungan pekerjaan. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang dan mendarah daging disebut dengan perilaku. Perilaku ini juga dapat mempengaruhi cara berfikir petani dalam pengelolaan usahatani yang sudah dilakukan sejak dahulu kala. Pengelolaan usahatani yang sudah dilakukan sejak dulu itu, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Petani merasa membutuhkan, oleh karena itu timbul suatu dorongan a tau semacam motivasi yang ada di dalam diri mereka (Danim, 2000).

Teknologi Jajar Legowo 2 : 1

“Legowo” di ambil dari bahasa jawa yang berasal dari kata “Lego” yang berarti luas dan “Dowo” yang berarti panjang. Tujuan utama dari tanam padi dengan sistem jajar legowo yaitu meningkatkan populasi tanaman dengan cara mengatur jarak tanam dan memanipulasi lokasi dari tanaman yang seolah-olah tanaman padi berada di pinggir (tanaman pinggir) atau seolah-olah tanaman lebih banyak berada di pinggir, yang berdasarkan pengalaman, tanaman padi yang berada di pinggir akan menghasilkan produksi padi lebih tinggi dan kualitas dari gabah yang lebih baik, ini dikarenakan tanaman padi di pinggir akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Itulah sebabnya sistem jajar legowo menjadi salah satu pilihan dalam proses meningkatkan produksi gabah (BBPP, 2010). Ada beberapa tipe sistem tanam jajar legowo diantaranya: (1) jajar legowo 2 : 1, (2) jajar legowo 3 : 1, (3) jajar legowo 4 : 1.

Kajian Penelitian Sebelumnya

Kajian penelitian sebelumnya dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran untuk memperjelas kerangka berpikir penelitian ini. Selain itu diperlukan sebagai bahan acuan variabel dan indikator serta hubungan-hubungan yang terjadi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sugiarta, 2017 yang berjudul “Kinerja Penyuluh Pertanian Terhadap Perilaku Petani Pada Penerapan Teknologi PTT dan Produktivitas Padi di Kabupaten Buleleng”. Memiliki persamaan variabel perilaku petani dalam penerapan teknologi dan produktivitas padi, sedangkan variabel kinerja penyuluh pertaniannya berbeda dimana menilai kinerja penyuluh berdasarkan karakterristik, motivasi, dan iklim organisasi dengan penyuluh pertanian sebagai respondennya sedangkan dalam penelitian ini kinerja penyuluh pertanian berdasarkan penilaian petani dengan petani sebagai respondennya dengan variabel pembangunan sumberdaya manusia, pemindahan teknologi pertanian, dan pengetahuan dan keterampilan metode penyuluhan, perbedaan lainnya adalah waktu dan tempat penelitian.

Penelitian yang dilakukan oleh Ardita et al. (2017) yang berjudul “Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Persepsi Petani: Studi Kasus di Kabupaten Landak” dimana terdapat persamaan variabel yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian

sedangkan perbedaannya adalah waktu dan tempat penelitian serta penelitian ini mencari pengaruhnya terhadap penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 dan produktivitas padi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bahua (2010) yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung Di Provinsi Gorontalo “, memiliki persamaan variabel yang dikaji dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian. Adapun perbedaan terletak pada obyek, lokasi serta dampak terhadap penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1. Hasil penelitian menunjukkan beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian, dan pengaruh kinerja penyuluh pertanian terhadap perilaku ada yang berpengaruh langsung dan tidak langsung dengan koefisien pengaruh sebesar 0,83 satuan.

Penelitian Nani dan Saridewi (2010) yang berjudul “ Hubungan Antara Motivasi dan Budaya Kerja dengan Kinerja Penyuluh Pertanian” penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi dan budaya kerja dengan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Subang, memiliki persamaan variabel yaitu motivasi dan kinerja penyuluh pertanian, penelitian ini menyimpulkan motivasi memiliki hubungan yang kuat dengan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Subang (r=0,75). Hubungan antara motivasi dan kinerja penyuluh pertanian di Kabupaten Subang menunjukkan hubungan positif linier dengan model regresi Y=24,04+0,84 X1.

Penelitian Jahi dan Leilani (2006) yang berjudul “Kinerja Penyuluh Pertanian di Beberapa Kabupaten Provinsi Jawa Barat” dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja penyuluh pertanian yang dianalisa dengan menggunakan karakteristik internal dan eksternal penyuluh pertanian, sehingga didapatkan hubungan antara karakteristik penyuluh pertanian dengan kinerja penyuluh pertanian, penelitian ini menyimpulkan bahwa kinerja para penyuluh

Pertanian dalam melaksanakan tugas pokok termasuk katagori cukup baik, penelitian ini digunakan sebagai bahan kajian untuk mengetahui karakteristik penyuluh pertanian sebagai variabel.

Penelitian Marlianti et al. (2008) dengan judul “Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kinerja Penyuluh Pertanian Dalam Memberdayakan Petani” penelitian dilakukan di Kabupaten Kampar Riau, penelitian ini digunakan sebagai kajian untuk mengetahui faktor-faktor penentu yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian. Penelitian ini menggunakan metode explanatory research yang ,menghasilkan kesimpulan tingkat kinerja penyuluh pertanian dalam memberdayakan petani relatif cukup, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluh pertanian yaitu: karakteristik sistem sosial, dan kompetensai penyuluh.

Penelitian Marius et al. (2007) dengan judul “Pengaruh Faktor Internal dan Ekternal Penyuluh

Terhadap Kompetensi Penyuluh di Nusa Tenggara Timur” penelitian ini dilakukan di provinsi nusa tenggara timur, penelitian ini dipakai sebagai kajian untuk memperkaya factor-faktor yang mempengaruhi kompetensi penyuluh pertanian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian penjelasan (explanatory research).

Penelitian yang dilakukan oleh Indraningsih et al. (2010) dengan judul “Kinerja Penyuluh dari Persepektif Petani dan Eksistensi Penyuluh Swadaya Sebagai Pendamping Penyuluh Pertanian” lokasi penelitian ini di cianjur dan garut penelitian ini digunakan untuk memperkaya pengetahuan tentang kepenyuluhan.

Penelitian yang dilakukan oleh Saridewi dan Nani (2010) dengan judul “Hubungan Antara Peran Penyuluh dan Adopsi Teknologi Oleh Petani Terhadap Peningkatan Produksi Padi di Kabupaten Tasikmalaya” denganmenggunakan metode uji validitas, uji prasyarat, uji normalitas, dan uji regresi dan korelasi. Penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara penyuluh dan adopsi teknologi oleh petani.

Persamaan penelitian Misran (2014) Studi Sistem Tanam Jajar Legowo Terhadap Peningkatan Produktivitas Padi Sawah terhadap Faktor-Faktor Yang Memotivasi Petani Dalam Mengadopsi Inovasi Sistem Tanam Jajar Legowo 2 : 1 Pada Tanaman Padi di Subak Penyaringan adalah sistem tanam Jajar Legowo merupakan salah satu alternative untuk meningkatkan produktivitas padi sawah. Sedangkan perbedaanya adalah metode analisis menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat ulangan.

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir

Pembangunan pertanian tidak lepas dari pembangunan sumberdaya manusia pertanian, dimana dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dibutuhkan seorang penyuluh pertanian yang memiliki kinerja yang baik sehingga adopsi teknologi dari peneliti ke petani berlangsung dengan cepat, ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja penyuluh pertanian seperti: (1) efektifitas dan efisiensi (2) otoritas (wewenang) (3) disiplin (4) inisiatif. (Prawirosentono,1999). Menurut Ardita (2017) jurnal yang berjudul “Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Persepsi Petani: Studi Kasus di Kabupaten Landak” penilaian kinerja penyuluh pertanian berdasarkan tiga variabel yaitu: pembangunan sumber daya manusia, pemindahan (diseminasi) teknologi pertanian, dan faktor pengetahuan dan keterampilan metode penyuluhan.

Pembangunan sumberdaya manusia pertanian dimana penyuluh pertanian menjadi ujung tombak pembangunan sumberdaya manusia pertanian dan sebagai alih teknologi dari peneliti ke petani. Penyuluh pertanian setelah masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan pertanian telah dimulai sejak awal ditandai dengan dibentuknya Balai Pendidikan

Masyarakat Desa (BPMD) pada tahun 1949 yang semakin diintensifkan pada awal revolusi hijau pada masa padi sentra. Memasuki era pelaksanaan BIMAS di tahun 1967, penyuluhan pertanian memasukkan perguruan tinggi sebagai bagian organik dari organisasi BIMAS sejak di tingkat Kabupaten, Propinsi, dan Pusat. Pada tahun 1984, penyuluhan pertanian di Indonesia melalui proyek penyuluhan pertanian tanaman pangan (National Food Crps Extens-ion Project) meraih masa kejayaanya yang ditandai dengan pemberian penghargaan FAO atas keberhasilannya mencapai swasembada beras.

Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya ”pamor” penyuluhan pertanian yang dikelola oleh pemerintah (Departemen Pertanian). Hal ini terjadi, tidak saja karena perubahan struktur organisasi penyuluhan, tetapi juga semakin banyaknya pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan tinggi, produsen sarana produksi dan LSM), serta semakin beragam dan mudahnya sumber-sumber informasi/inovasi yang dapat diakses oleh masyarakat (petani). Tahun 1995, terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) disetiap Kabupaten. Sayangnya, kinerja lembaga ini banyak dikritik karena kurangnya koordinasi dengan dinas-teknis terkait. Kondisi seperti itu semakin diperburuk oleh bergulirnya era reformasi yang berakibat pada tidak meratanya perhatian pemerintah Kabupaten terhadap kegiatan penyuluhan pertanian. Data produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan terlihat terjadi fluktuasi dimana produktivitas di tahun 2015 mengalami peningkatan, yang kemungkinan disebabkan oleh Kecamatan Banjarangkan pada tahun 2015 memperoleh program gerakan penerapan pengelolaan tanaman terpadu (GP-PTT) yang menerapkan cara tanam jajar legowo 2:1 secara wajib, dimana bantuan yang diberikan berupa sarana produksi pertanian dan subsidi ongkos tanam. Salah satu upaya pemerintah untuk mensukseskan program GP-PTT padi tersebut adalah melibatkan pihak atau lembaga penyuluhan yang berada di pusat maupun di daerah.

Konsep Penelitian

Berdasarkan deskripsi yang telah disampaikan pada kerangka berpikir tersebut, maka berikut ini dijelaskan kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian “Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian Terhadap Perilaku Petani Pada Penerapan Tanam Jarwo 2:1 Di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung”. Kinerja penyuluh pertanian merupakan cerminan dari pelaksanaan tugas penyuluh dalam melaksanakan proses penyuluhan pada satu kurun waktu tertentu. Dalam melaksanakan tugas kerjanya penyuluh dihadapkan pada berbagai faktor yang berhubungan dengan kinerja yaitu faktor karakteristik yang melekat pada diri mereka maupun faktor-faktor yang menjadi pendorong serta faktor-faktor yang memelihara semangat kerja mereka.

Menurut Ardita et al. (2017), kinerja penyuluh pertanian menurut persepsi petani terdiri dari beberapa Indikator diantaranya pembangunan sumber daya manusia (PSDM), pemindahan teknologi pertanian (diseminasi teknologi pertanian) (DTP), pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan metode penyuluhan (PKMP). Ada beberapa parameter kinerja penyuluh menurut petani yaitu: Memandu menyusun RDK dan RDKK, kenumbuhkan kelompok tani, meningkatkan kelas kelompok tani, kemampuan identifikasi masalah, kemampuan menjawab pertanyaan, Kemampuan memberikan solusi, Kemampuan mengarahkan petani, penggunaan alat bantu untuk menyebarkan dan memperjelas materi, kemampuan menyampaikan teknologi tanam jajar legowo 2:1, kemampuan mempraktekkan teknologi dan inovasi program, menyediakan informasi dan data yang terkait dengan teknologi, melakukan penyuluhan kelompok, mangadakan demplot, melakukan demonstrasi hasil, kunjungan ke kelompok.

Konstruk karakteristik petani terdiri dari indikator: umur (U), lama pendidikan (LP), pengalaman usahatani (PU), dan jumlah tanggungan keluarga (JTK). Karakteristik petani ini dicari pengaruhnya terhadap perilaku petani (PP) dalam menerapkan teknologi tanam jajar legowo 2:1 dan untuk selanjutnya dicari pengaruh perilaku petani terhadap produktivitas (PV).

Berdasarkan uraian sebelumnya bahwa salah satu program yang dican angkan oleh Kementerian Pertanian dalam mendukung keberhasilan program P2BN mulai tahun 2007 adalah melalui program model pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi, dimana didalamnya terdapat paket teknologi salah satunya tanam jajar legowo 2:1. Program model PTT bukan paket teknologi yang tetap, tetapi merupakan pendekatan usahatani yang dinamis, dalam implementasinya, model PTT mengintegrasikan berbagai komponen teknologi yang saling bersinergi, sehingga dapat memecahkan masalah setempat, meningkatkan efisiensi penggunaan input, memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah.

Program pengembangan model PTT padi ditingkat lapangan melibatkan penyuluh pertanian di masing-masing wilayah. Peran penyuluh pertanian dalam program PTT adalah sebagai pendamping bagi pelaku utama (petani) dalam penerapan komponen teknologi dengan pendekatan model PTT. Keterlibatan penyuluh pertanian dalam pendampingan diharapkan membantu dan mengarahkan petani untuk menerapkan serta mengadopsi paket teknologi PTT yang salah satunya teknologi jajar legowo 2:1. Diseminasi teknologi merupakan proses berdasarkan dimensi waktu. Penyuluhan pertanian, banyak kenyataan petani biasanya tidak menerima begitu saja, tetapi untuk sampai tahapan mereka mau menerima ide ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama (Junaidi, 2007).

Hal ini sesuai dengan tujuan penyuluhan pertanian secara umum yang diamanatkan dalam Undang-undang RI No. 16 Tahun 2006, yaitu adanya

perubahan perilaku dari sasaran. Perubahan perilaku melalui peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan merupakan salah satu strategi untuk mempercepat transfer teknologi pertanian kepada petani dan keluarganya.

Perilaku petani yang akan diuji adalah pengetahuan (P), sikap (S) ketrampilan petani (K), dan penerapan (PRN) komponen teknologi budidaya padi sawah dengan teknologi tanam jajar legowo 2:1, diantaranya penggunaan varietas unggul baru, bibit bermutu dan sehat, penanaman bibit muda, jaarak tanam 20 cm x 10cm dan setiap dua baris diberi jarak 40 cm atau menggunakan jarak tanam 25 cm x 25 cm dan setiap dua baris diberi jarak 50 cm.

Produktivitas padi (PV) adalah produksi padi per satuan luas lahan yang digunakan dalam berusahatani padi dalam satu musim tanam yang diukur dalam satuan ton per hektar (ton/ha), yang terdiri dari ind ikator: biaya usahatani (BU), asil jual (HG), produksi (PR), dan luas lahan usahatani (LLU). Penerapan teknologi PTT yang diterapkan sejak tahun 2007 telah mampu meningkatkan produktivitas padi, yaitu rata-rata 20% lebih tinggi dan pendapatan 35% lebih banyak dibandingkan dengan petani non-PTT (Zaini dan Erythrina, 2008). Menurut laporan statistik Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung Tahun 2015 dan 2016 produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung kisaran 51,25 kw/ha – 61,64 kw/ha, dengan produktivitas tertinggi pada tahun 2015 saat program Gerakan Pertanaman Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) menerapkan tanam jajar legowo 2:1 secara wajib sebagai salah satu rakitan teknologinya, sedangkan produktivitas padi secara nasional mencapai 5,51 ton/ha (Kementan, 2015).

Kerangka model Structural Equation Modelling (SEM) dengan metode Partial Least Squares (PLS) mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini disusun berdasarkan pertimbangan:

  • 1.    Konstruk kinerja penyuluh disusun berdasarkan Ardita (2017) jurnal yang berjudul “Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Persepsi Petani: Studi Kasus di Kabupaten Landak” penilaian kinerja penyuluh pertanian berdasarkan tiga variabel yaitu: pembangunan sumber daya manusia, pemindahan teknologi pertanian, dan faktor pengetahuan dan keterampilan metode penyuluhan,         dan         karakteristik

penyuluhpertanian.

  • 2.    Konstruk karakteristik petani disususn berdasarkan indikator dan parameter penelitian tesis Maryani (2014).

  • 3.    Konstruk perilaku petani disusun mengacu pada teori  Mardikanto (1993), teori Kast dan

Rosenzweig (1995), teori Samsudin (1997), teori  Sarwono (1997), teori Notoadmodjo

(2007), dan Slamet (2000). Sedangkan indikator dan parameternya berdasarkan petunjuk teknis tanam jajar legowo 2:1 yang dikeluarkan oleh badan litbang kementrian pertanian.

  • 4.    Konstruk produktivitas berdasarkan teori Soekartawai (1995).

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan studi pustaka dan kerangka pikir penelitian yang telah diuraikan, maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

  • 1.   Kinerja Penyuluh Pertanian di Kecamatan

Banjarangkan dalam ketegori baik.

  • 2.   Kinerja  penyuluh pertanian  berpengaruh

positif terhadap perilaku petani pada penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 padi di Kecamatan Banjarangkan.

  • 3.    Karakteristik petani berpengaruh positif terhadap perilaku petani pada penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 padi di Kecamatan Banjarangkan.

  • 4.    Perilaku petani pada penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 padi berpengaruh positif terhadap produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan.

METODELOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung. Petani yang diteliti adalah petani padi yang mengikuti program GP-PTT yang menerapkan cara tanam jajar legowo 2:1. Waktu penelitian dilakukan dari Mei hingga Agustus 2018.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif meliputi: umur, masa kerja, pengalaman usahatani dan lain sebagainya.

data karakteristik petani yang terdiri atas umur, luas garapan, lama pendidikan formal, lama pengalaman berusahatani, dan jumlah tanggungan keluarga. Data kualitatif meliputi profil dan struktur organisasi di lokasi penelitian. Data kualitatif meliputi: merencanakan program penyuluhan, kepemimpinan, pengembangan potensi diri, motivasi dan sebagainya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer yang meliputi: memandu menyusun RDK dan RDKK, menumbuhkan kelompok tani, kemampuan identifikasi masalah, kemampuan menjawab pertanyaan, kemampuan memberikan solusi, kemampuan mengarahkan petani. Data sekunder meliputi: Karakteristik penyuluh seperti umur, masa kerja, jabatan, Kebijakan pembangunan pertanian, Informasi lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini yaitu petani yang berpartisipasi dalam program GP-PTT yang menerapkan cara tanam legowo 2:1 jumlah populasi petani padi penerima program di Kecamatan banjarangkan sebanyak 2.645 orang. Teknik

sampling dalam penelitian ini menggunakan metode propotional purposive sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebanyak 96 petani yang ditentukan dengan menerapkan rumus Slovin dengan tingkat kepercayaan 10%. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsi dan ditentukan secara purposive.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menerapkan metode (1) Pengamatan (observation) pada lokasi sampel penelitian. (2) Wawancara (interview) dengan menggunakan pedoman kuisioner terhadap sampel petani yang berpartisipasi dalam program. (3) Dokumentasi selama berlangsungnya proses penelitian.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis deksriptif dan analisis statistik. Analisis deksriptif dilakukan dengan melihat nilai capaian skor masing-masing konstruk, indikator, maupun parameter yang dibagi menjadi lima kategori. Analisis statistik dilakukan dengan analisis SEM (Structural Equation Modeling) yang meliputi evaluasi model pengukuran (outer model) dan evaluasi model struktural (inner model) dengan aplikasi SmartPLS versi 3.0.

Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel, atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain. Penentuan kategori konstruk dilakukan berdasarkan skor yang dicapai responden dengan menggunakan rumus interval class sebagai berikut.

i = Jarak / Jumlah kelas dimana:             i = interval class.

Jarak = nilai skor tertinggi dikurangi nilai skor terendah.

Jumlah Kelas = jumlah kelas atau kategori yang ditentukan.

Jumlah kategori pada penelitian ini adalah lima, sehingga interval class= (5-1)/5 = 0,8.

Evaluasi model pengukuran (outer model) dilakukan dengan uji validitas dan uji reliabilitas. Ghozali (2011) menyebutkan kriteria evaluasi model pengukuran (outer model) sebagai berikut: (1) Nilai loading factor > 0,70 untuk uji validitas convergent. (2) Nilai AVE (Average Variance Extracted) > 0,50 untuk uji validitas discriminant. (3) Nilai composite reliability > 0,70 untuk confirmatory research. (4) Nilai cronbach’s alpha > 0,70 untuk confirmatory research. Evaluasi model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-square dan Q2 predictive. Ghozali (2011) menyebutkan kriteria penilaian evaluasi model struktural (inner model) sebagai berikut: (1) Nilai R-square 0,67; 0,33; dan 0,19 menunjukkan model kuat, moderat, dan lemah. (2) Nilai Q2 predictive > 0 menunjukkan model mempunyai predictive relevance, sedangkan < 0 menunjukkan model kurang memiliki predictive relevance. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji

statistik t (t-test). Kriteria penentuan uji statistik t (t-test) yaitu:

  • 1.    Jika nilai P-Value < 0,05 (thitung > ttabel 5%) maka konstruk dikatakan berpengaruh nyata.

  • 2.    Jika nilai P-Value > 0,05 (thitung < ttabel 5%) maka konstruk dikatakan berpengaruh tidak nyata.

Evaluasi model pengukuran (outer model)

Evaluasi model pengukuran digunakan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas indikator-indikator yang membentuk konstruk. Konstruk dalam penelitian ini terdiri dari: kinerja penyuluh (KP), karakteristik petani (KRPTI), perilaku petani (PP), dan produktivitas (PV) yang merupakan model pengukuran dengan indikator reflektif. Ghozali (2011) mengemukakan bahwa evaluasi model pengukuran dengan indikator reflektif dievaluasi dengan convergent validity, discriminant validity dari indikatornya, dan composite reliability untuk blok indikator.

  • 1.    Uji convergent validity

Kontribusi setiap indikator membentuk konstruk dapat dilihat dari nilai outer loading. Semakin besar nilai outer loading maka semakin kuat indikator membentuk konstruk. Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur, namun demikian untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup (Chin 1998, dalam Ghozali 2011). Secara rinci hasil pengujian outer model dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengujian Outer Model

Konstruk

Indikator

Outer

Loading

Pembangunan sumberdaya

0,820

manusia

Diseminasi

Kinerja penyuluh

teknologi

pertanian

Pengetahuan dan ketermpilan

0,818

menggunakan metode penyuluhan

0,765

Umur

0,732

Lama pendidikan

0,730

Karakteristik

Pengalaman

0,727

petani

usahatani Jumlah

tanggungan keluarga

0,895

Pengetahuan

0,723

Perilaku

Sikap

0,925

petani

Keterampilan

0,893

Mengamalkan

0,826

Biaya usaha tani

0,821

Produktivitas

Harga jual

0,830

Produksi           0,803

Luas lahan         0,710

usahatani

Sumber: Data Primer, Diolah.

Hasil pengujian outer model pada Tabel 1 menunjukkan indikator disetiap konstruk kinerja penyuluh, karakteristik petani, perilaku petani dan produktivitas memiliki nilai outer loading lebih besar dari 0,70. Hal ini berarti bahwa seluruh indikator sudah dinyatakan valid untuk mengukur konstruk.

  • 2.    Uji discriminant validity

Fornell dan Larcker (1981 dalam Ghozali, 2011) menyatakan bahwa jika nilai akar kuadrat AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran lainnya, maka hal ini menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya. Metode lain untuk menilai discriminant validity adalah dengan membandingkan nilai square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model (Ghozali, 2011). Nilai square root of average variance extracted (AVE) yang direkomendasikan lebih besar dari 0,50. Secara rinci hasil pengujian discriminant validity dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Hasil Pengujian Discriminant Validity

Konstruk              Nilai AVE Nilai √AVE

Kinerja penyuluh

0,642

0,801

Karakteristik petani

0,600

0,775

Perilaku petani

0,715

0,846

Produktivitas

0,628

0,792

Sumber: Data Primer, Diolah.

  • 3.    Composite reliability dan cronbach’s alpha

Uji reliabilitas konstruk diukur dengan dua kriteria yaitu composite reliability dan cronbach’s alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Ghozali (2011) mengungkapkan bahwa konstruk dinyatakan reliabel jika nilai composite reliability maupun cronbach’s alpha di atas 0,70. Secara rinci hasil pengujian composite reliability dan cronbach’s alpha dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Hasil Pengujian Composite Reliability dan

Cronbach’s Alpha

Konstruk

Composite Reliability

Cronbach's Alpha

Kinerja

0,843

0,721

penyuluh Karakteristik

petani

0,856

0,776

Perilaku petani

0,909

0,865

Produktivitas

0,871

0,808

Sumber: Data Primer, Diolah.

Ini menunjukkan bahwa konstruk perilaku petani memiliki tingkat akurasi dan konsistensi instrumen paling tinggi dibandingkan dengan konstruk lainnya dalam mengukur konstruk.

Evaluasi model struktural (inner model)

Evaluasi model struktural dilakukan untuk mengetahui hubungan antar konstruk. Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan beberapa uji yaitu melihat nilai R-square yang merupakan uji goodness-fit model dan uji prediction relevance (Q2) yang secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.

  • 1.    Uji goodness of fit model

Nilai R-square adalah koefisien determinasi pada variabel endogen; pengujian terhadap model structural dilakukan dengan melihat nilai R-square (R2) yang merupakan uji goodness of fit model untuk setiap variabel sebagai kekuatan prediksi dari model structural. Chin (1998 dalam Ghozali, 2011) mengemukakan bahwa kriteria untuk uji goodness of fit yakni jika hasil nilai R-square sebesar 0,67 berarti menunjukkan model baik, nilai R-square sebesar 0,33 berarti menunjukkan model moderat, dan nilai R-square sebesar 0,19 berarti menunjukkan model lemah. Secara rinci hasil uji goodness of fit model dan predictive relevance dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4 Hasil Pengujian Goodness Of Fit Model dan Predictive Relevance

Konstruk

R-square

Q-square

Perilaku Petani (PP)

0,912

0,966

Produktivitas (PV)

0,613

Keterangan:

Q-square     = 1 - (1 – R2PP) x (1 – R2pv)

Q-square     = 1 - (1 - 0,912) x (1-0,613)

Q-square     = 0,966

Hasil pengujian Goodness Of Fit Model dan Predictive Relevance pada Tabel 4 menunjukkan bahwa konstruk produktivitas memiliki nilai R-square sebesar 0,613. Ini menunjukkan bahwa konstruk produktivitas dapat dijelaskan oleh konstruk kinerja penyuluh, karakteristik petani, dan perilaku petani sebesar 61,30% dan sisanya sebesar 38,70% dapat dijelaskan oleh konstruk lainnya yang tidak terdapat dalam model penelitian. Konstruk perilaku petani memiliki nilai R-square sebesar 0,912. Ini menunjukkan bahwa konstruk perilaku petani dapat dijelaskan oleh konstruk kinerja penyuluh dan karakteristik petani sebesar 91,20% dan sisanya sebesar 8,80% dapat dijelaskan oleh konstruk lainnya yang tidak terdapat dalam model penelitian.

  • 2.    Uji predictive relevance (Q2)

Ghozali (2011) mengemukakan bahwa model PLS juga dievaluasi dengan melihat Q-square predictive relevance. Jika nilai Q-square lebih besar dari nol menunjukkan bahwa model mempunyai nilai

predictive relevance, sedangkan jika nilai Q-square lebih kecil dari nol menunjukkan bahwa model mempunyai nilai kurang predictive relevance.

Hasil pengujian Q-square pada Tabel 4 menunjukkan bahwa konstruk perilaku petani dan produktivitas memiliki nilai Q-square sebesar 0,966. Ini membuktikan bahwa model memiliki nilai predictive relevance. Ini mengindikasikan bahwa model dan estimasi parameternya memiliki nilai observasi yang baik.

Evaluasi koefisien jalur struktural

Evaluasi koefisien jalur struktural bertujuan untuk menganalisis pengaruh kinerja penyuluh dan karakteristik petani terhadap perilaku petani dan pengaruh perilaku petani terhadap produktivitas. Secara rinci hasil evaluasi koefisien jalur struktural dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5 Evaluasi Koefisien Jalur Struktural

Kon

Origin al

Sampl

Standar d

T-

P-

stru k

Sampl

e

Mean

Deviati

stati stic

Value

e

on

KP -> PP

0,851

0,846

0,041

20,68 8

0,00 0

KRP TI -

0,130

0,136

0,046

2,806

0,00 6

> PP

PP -

22,13 2

0,00 0

>

PV

0,783

0,787

0,035

Keterangan:

KP     = Kinerja Penyuluhan

PP      = Perilaku Petani

KRPTI =Karakteristik Petani

PV     = Produktivitas

Hasil evaluasi jalur struktural pada Tabel 5 menunjukkan bahwa persamaan model struktural yang terbentuk antara konstruk eksogen dan konstruk endogen adalah sebagai berikut.

PP     = 0,851 KP +0,130 KRPTI

PV     = 0,783 PP+0,851 KP+0,130 KRPTI

Hasil analisis model struktural yang menjelaskan besarnya masing-masing pengaruh yang terdiri dari: (1) pengaruh kinerja penyuluh dan karakteristik petani terhadap perilaku petani; (2) perilaku petani terhadap produktivitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kinerja penyuluh pertanian

Analisis data secara diskriptif kinerja penyuluh berfungsi untuk mendiskripsikan parameter dari masing-masing indikator pembentuk konstruk yang diteliti dan memberikan interpretasi sesuai tujuan peneliti untuk mendeskripsikan konstruk yang meliputi:  pembangunan sumberdaya manusia,

diseminasi teknologi pertnian, dan pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan metode penyuluhan. Penafsiran terhadap hasil nilai capaian skor parameter, indikator, dan konstruk secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut.

Nilai tertinggi kisaran capaian skor kinerja penyuluh sebesar 6720, sedangkan nilai kisaran terendahnya sebesar 1.344. Dari hasil tersebut didapatkan nilai interval class kisaran capaian skor sebesar 1.075. Secara rinci nilai kisaran capaian skor kinerja penyuluh dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Nilai Kisaran Capaian Skor Kinerja Penyuluh

Kons-truk

Kisaran Skor

Kategor i

Nilai Capaian Skor KP

>5.6

45

s. d

6.720

Sangat baik

>4.5

70

s. d

5.645

Baik

KP

>3.4

94

s. d

4.570

Cukup baik

5.260

>2.4

19

s. d

3.494

Tidak baik

1.34

4

s. d

2.419

Sangat tidak baik

Hasil Analisis                         Baik

Kinerja penyuluh terdiri dari tiga indikator yang meliputi: indikator pembangunan sumberdaya manusia, diseminasi teknologi pertanian, pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan metode penyuluhan. Nilai capaian skor kinerja penyuluh sebesar 5.260 yang berarti penyuluh di Kecamatan Banjarangkan memiliki kinerja yang baik dalam melakukan penyuluhan dan membina petani padi yang berpartisipasi dalam program GP-PTT yang mengunakan cara tanam legowo 2:1, hal ini disebabkan karena penyuluh pertanian melakukan penyuluhan dengan menggunakan berbagai metode seperti metode demonstrasi cara dan dengan mengadakan demostrasi plot serta ceramah dan diskusi membadingkan dengan pengalaman yang dimiliki petani.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama dalam penelitian ini diterima yaitu kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan dalam kategori baik.

Pengaruh kinerja penyuluh terhadap perilaku petani.

Perilaku petani

Perilaku petani mendapatkan capaian skor tertinggi sebesar 15840, sedangkan nilai kisaran capaian skor terendahnya sebesar 3168. Dari hasil tersebut didapatkan nilai interval class kisaran capaian skor sifat inovasi sebesar 2534,4.

Menurut Planck (1990) cara berfikir petani diturunkan dari generasi tua ke generasi muda dalam perjalanan sosialisasi primer. Dengan demikian, tercipta model perilaku yang berorientasi pada sistem nilai dan diikuti dengan patuh untuk jangka waktu lama, meskipun situasi yang menjadi dasarnya sudah lama berubah. Terdapat banyak contoh mengenai kelambanan budaya (culture lag). Ini seperti misalnya di bidang teknik, tetap berpegang teguh pada pemakaian peralatan, metode pengolahan dan bentuk bangunan rumah lama meski telah dikenal alat, proses, bentuk baru yang secara

objektif lebih sesuai dengan tujuan. Kesulitan mengubah cara berfikir juga terlihat jika mengambil alih suatu pembaharuan, misalnya jenis bibit tertentu yang lebih efisien, tanpa diikuti usaha yang diperlukan untuk menjamin keberhasilannya. Secara rinci nilai kisaran capaian skor perilaku petani dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

Tabel 7 Nilai Kisaran Capaian Skor Perilaku Petani

Kon stru k

Kisaran Skor

Kategori

Nilai Capaia n Skor PP

>13.30

-

5,6       -

15.840

Sangat baik

>10.77

-

1,2        -

13.305,6

Baik

PP

>

8.236,   -

8

10.771,2

Cukup baik

9.190

>5.702  -

,4

8.236,8

Tidak baik

3.168,    -

5.702,4

Sangat tidak

0

baik

Hasil Analisis

Cukup Baik

Konstruk kinerja penyuluh berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) terhadap konstruk perilaku petani dengan nilai p-value sebesar 0,000 dan t-hitung sebesar 20,717 > 1,986 (t-tabel). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penyuluh di Kecamatan Banjarangkan berpengaruh nyata dalam meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam budidaya padi dengan cara tanam jajar legowo 2:1 serta mampu menumbuhkan kemauan petani mengamalkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang telah diperoleh dari penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian. Pada Gambar 1 model konstruk perilaku petani dipengaruhi sebesar 85,10% oleh konstruk kinerja penyuluh pertanian sisanya 14, 90% dipengaruhi oleh faktor lain.

Dari analisis ini berarti hipotesis kedua dari penelitian ini dapat diterima, yaitu kinerja penyuluh pertanian berpengaruh terhadap perilaku petani pada penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 padi di Kecamatan Banjarangkan.

Pengaruh karakteristik petani terhadap perilaku petani.

Konstruk karakteristik petani berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) terhadap konstruk perilaku petani dengan nilai p-value sebesar 0,006 dan t-hitung sebesar 2,752 > 1,986 (t-tabel). Ini menunjukkan bahwa karakteristik petani di Kecamatan Banjarangkan berpengaruh nyata terhadap perilaku petani padi yang berpartisipasi dalam program GP-PTT yang menggunakan cara tanam jajar legowo 2:1. Pada Gambar 1 model konstruk perilaku petani dipengaruhi sebesar 13,00% oleh konstruk karakteristik petani sisanya 87,00% dipengaruhi oleh faktor lain meskipun perilaku petani hanya dipengaruhi 13,00% oleh

karakteristik petani tetapi karakteristik petani berpengaruh terhadap perilaku petani hal ini juga diungkapkan dalam hasil penelitian Maryani (2014) bahwa karakteristik petani berpengaruh nyata terhadap perilaku petani. Hal ini membuktikan bahwa kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan mampu mempengaruhi pengetahuan, sikap, keterampilan, dan mengamalkan apa yang telah didapatkan dari penyuluhan, sehingga perilaku petani di Kecamatan Banjarangkan mengalami perubahan.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima yang menyatakan karakteristik petani berpengaruh positif terhadap perilaku petani pada penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 padi di Kecamatan Banjarangkan.

Pengaruh perilaku petani terhadap produktivitas

Konstruk perilaku petani berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 5% (α = 0,05) terhadap konstruk produktivitas dengan nilai p-value sebesar 0,000 dan t-hitung sebesar 22,132 > 1,986 (t-tabel). Ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya pengetahuan, sikap, keterampilan dan tingkat mengamalkan petani padi di Kecamatan Banjarangkan akan berpengaruh nyata terhadap produktivitas petani padi di Kecamatan Banjarangkan.

Pada Gambar 1 model konstruk produktivitas dipengaruhi sebesar 78,30% oleh konstruk perilaku petani sisanya 21,70% dipengaruhi oleh faktor lain. Mubyarto (1989) menyatakan bahwa lahan adalah salah satu faktor produksi, tempat dihasilkannya produk pertanian yang memiliki sumbangan yang cukup besar terhadap usahatani, karena banyak sedikitnya hasil produksi dari usaha tani sangat dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan. Sedangkan Firdaus (2010) mengungkapkan bahwa produktivitas yang tinggi hanya dapat dicapai dengan menggunakan cara budidaya dan teknologi tepat guna.

Penyuluh di Kecamatan Banjarangkan yang memiliki kinerja yang baik mampu meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, serta kemampuan mengamalkan teknologi cara tanam jajar legowo 2:1. Dengan meningkatnya perilaku petani padi di Kecamatan Banjarangkan akan berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas, ini dibuktikan dengan hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan memiliki peranan penting untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan kemampuan dalam mengamalkan teknologi tanam jajar legowo 2:1, sehingga akan berdampak pada peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan.

Karakteristik petani di Kecamatan Banjarangkan yang terdiri dari umur, lama pendidikan, pengalaman usahatani, dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap perilaku petani yang akan mempengaruhi produktivitas. Pengaruh

pengaruh antara konstruk eksogen terhadap konstruk endogen dapat dilihat dalam Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1. Model Struktur

Pada Gambar 1 konstruk kinerja penyuluh pertanian (KP) mempengaruhi konstruk perilaku petani (PP) sebesar 85,10 % sedangkan perilaku petani (PP) mempengaruhi konstruk produktivitas (PV) sebesar 78,3%. Sedangkan konstruk karakteristik petani (KRPTI) mempengaruhi konstruk perilaku petani hanya 13,0%.

Hasil analisis ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat dalam penelitian ini dapat diterima, yang menyatakan perilaku petani pada penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1 padi berpengaruh positif terhadap produktivitas padi di Kecamatan Banjarangkan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut: kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan menurut petani termasuk dalam kategori baik, kinerja penyuluh pertanian di Kecamatan Banjarangkan yang terdiri dari pembangunan sumberdaya manusia, diseminasi teknologi pertanian, pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan metode penyuluhan berpengaruh nyata terhadap perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1; karakteristik petani padi di Kecamatan Banjarangkan yang terdiri dari umur, lama pendidikan, pengalaman usahatani, dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh nyata terhadap terhadap perilaku petani dalam penerapan teknologi tanam jajar legowo 2:1; dan perilaku petani di Kecamatan Banjarangkan yang terdiri dari pengetahuan, sikap, keterampilan, dan mengamalkan tanam jajar legowo 2:1 berpengaruh nyata terhadap produktivitas.

Saran

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diakukan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan saran sebagai berikut: kinerja penyuluh di Kecamatan Banjarangkan dalam memandu dan

menyusun RDK dan RDKK serta menumbuhkan kelompok tani di wilayah binaannya perlu ditingkatkan agar kebutuhan akan saprodi petani padi dapat terpenuhi sesuai dengan kebutuhannya; pendidikan non formal berupa pelatihan atau sekolah lapang intensitasnya perlu ditingkatkan agar petani padi dapat meningkat pengetahuan, sikap, keterampilan, dan mau mengamalkan teknologi baru sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan penghasilan petani padi di Kecamatan Banjarangkan; dukungan pemerintah Kabupaten terhadap pembiayaan pendidikan non formal bagi petani padi di Kecamatan Banjarangkan; pengembangan penelitian lain perlu dilakukan dengan konstruk dan indikator yang berbeda untuk mendukung pemerintah dalam mengambil kebijakan pada sektor pertanian.

Ucapan Terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh petani di Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung, seluruh dosen di fakultas pertanian Universitas Udayana, seluruh pegawai di lingkungan Dinas Pertanian Kabupaten Klungkung, dan pihak-pihak lainnya yang senantiasa membantu dalam penyusunan E-jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ardita, Sucihatiningsih, dan D. Widjanarko. 2017. Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Persepsi Petani:   Studi Kasus di

Kabupaten Landak. Journal of Vocational and Career Education,Volume 2, Nomor 1: Halaman 1-8.

Bahua, Mohamad Ikbal. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi    Kinerja    Penyuluh

Pertanian dan Dampaknya pada Perilaku Petani Jagung Di Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Agropolitan. Volume 3, nomor 1, :halaman 293-303.

BBPP. 2010. Sistem jajar legowo dapat meningkatkan produktifitas padi. [artikel online].

http://bbppketindan.bppsdmp.pertanian.go .id/blog/sistem-jajar-legowo-dapat-meningkatkan-produktifitas-padi. Diakses pada tanggal 31 oktober 2016.

Danim, S. 2000. Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Perilaku. Jakarta: Bumi Aksara.

Firdaus, Muhammad. 2010. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Bumi Aksara.

Ghozali, I. 2011. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Semarang: Undip.

Indraningsih K.S., B.G. Sugihen, P . Tjitropranoto, P.S. Asngari, H. Wijayanto. 2010. Kinerja Penyuluh dari Perspektif Petani dan Existensi Penyuluh Swadaya Sebagai Pendamping Penyuluh Pertanian. Jurnal

Analisis Kebijakan Pertanian. IPB., Vol. 8 No. 4, Desember 2010, Hal 303 – 321.

Jahi, A., Leilani, A. 2006. Kinerja Penyuluh Pertanian Di Beberapa Kabupaten Provinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian IPB., Vol. 2 No. 2, September 2006, Hal 99 – 106.

Junaidi. 2007. Pemahaman tentang Adopsi, Difusi dan Inovasi (Teknologi)    dalam

Penyuluhan Pertanian. Internet. [artikel online].

http://h0404055.wordpress.com/2010/04/0 8/tingkat-adopsi-petani-dalam-pengelaloaan-tanaman-terpadu-ptt-padidi kecamatan-sukoharjo-kabupaten-sukoharjo/. Diakses pada tanggal 20 Juli 2016.

Kartasapoetra, AG. 1994. Tehnologi Penyuluhan Pertanian. PT Bumi Aksara Jakarta.

Mangkunegara, 2006. Evaluasi Kinerja  SDM.

Bandung: PT. Refika Aditama.

Maryani, N. D. 2014. “Adopsi Inovasi PPT pada sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT) Padi di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar” [Tesis]. Denpasar: Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Marliati, Sumardjo, Pang S. Asngari. 2008. Faktor-Faktor Penentu Peningkatan Kinerja Penyuluh       Pertanian       dalam

Memberdayakan     Petani.     Jurnal

Penyuluhan Institut Pertanian Bogor. Volume 4 Nomor 2. Halaman 92-99.

Marius, Jelamu Ardu, Sumardjo, M. Slamet, P.S. Asngari. 2007. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal  Penyuluh   Terhadap

Kompetensi Penyuluh di Nusa Tenggara Timur. Jurnal   Penyuluhan Institut

Pertanian Bogor. Volume 3 Nomor 2. Halaman 78-89.

Misran, 2014. Studi Sistem Tanam Jajar Legowo terhadap Peningkatan Produktivitas Padi Sawah. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. Volume 14 Nomor 2 Halaman 106-110.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Nani dan Saridewi. 2010. Hubungan antara Motivasi dan Budaya Kerja dengan Kinerja Penyuluh Pertanian di Kabupaten Subang, Propinsi Jawa Barat. Jurnal Penyuluhan Pertanian. Volume 5, Nomor 1 halaman 24-35.

Planck, Ulrich. 1990. Sosiologi Pertanian. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.

Sugiyono. 2010. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sugiarta, Putu, 2017. “Kinerja Penyuluh Pertanian Terhadap Perilaku Petani Pada Penerapan Teknologi PTT dan Produktivitas Padi di Kabupaten Buleleng”. [Tesis]. Denpasar: Universitas Udayana.

I Ketut Arya, et al., Pengaruh Kinerja...|41