Pencatatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil Atas Tanah Terdaftar Pada Kantor Pertanahan
on
Vol. 8 No. 02 Agustus 2023
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Pencatatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli
Notariil Atas Tanah Terdaftar Pada Kantor Pertanahan
Istadevi Utami Rahardika1, Ni Luh Gede Astariyani2, I Nyoman Sumardika3
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
3Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, E-mail: [email protected].id
Info Artikel
Masuk : 12 April 2023 Diterima : 18 Juli 2023
Terbit : 18 Juli 2023
Keywords :
Notary Sale and Purchase ; precautionary principle
Kata kunci:
Perjanjian pengikatan jual beli notariil; prinsip kehati-hatian.
Corresponding Author:
Istadevi Utami Rahardika, Email: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2023.v08.i02.p1
Abstract
The purpose of this journal is to understand the arrangement of the PPJB Notarial Deed on registered land which is recorded at the Land Office and to formulate the precautionary principle into the PPJB Notarial deed on registered land which will be recorded at the Land Office. This study uses normative legal research with a statutory approach and a legal concept approach. The results of this study indicate that the PPJB Notarial Deed Arrangements for Registered Land that are recorded at the Land Office are contained in the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of the National Land Agency of the Republic of Indonesia Number 16 of 2021 Third Amendment to the Regulation of the Minister of Agrarian Affairs/Head of the National Land Agency Number 3 of 1997 concerning Provisions for the Implementation of Government Regulation Number 24 of 1997 concerning Land Registration, the recording of a Notarial PPJB on land registered at the Land Office can only be made on a Notarial PPJB that has been paid off. The formulation of the precautionary principle into the PPJB Notarial deed for registered land which will be recorded at the Land Office can be seen in Article 127A Permen ATR Number 16 of 2021, which can be done by using an analogical argument by a Notary in applying the precautionary principle to the making of the PPJB Deed .
Abstrak
Tujuan jurnal ini yaitu untuk memahami pengaturan Akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang dicatatkan pada Kantor Pertanahan dari dulu n memformulasikan asas kehati-hatian ke dalam akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep hukum. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pengaturan Akta PPJB Notariil atas Tanah Terdaftar yang Dicatatkan pada Kantor Pertanahan terdapat didalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pencatatan PPJB Notariil atas tanah terdaftar pada Kantor Pertanahan hanya dapat dilakukan terhadap PPJB Notariil yang telah lunas. Formulasi prinsip kehati-hatian ke dalam akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan dapat dilihat dalam Pasal 127A Permen ATR Nomor 16 Tahun 2021, yaitu dapat dilakukan dengan menggunakan argumentasi analogi oleh Notaris dalam menerapkan prinsip kehati-hatian pada pembuatan Akta PPJB.
Dalam hukum positif di Indonesia, pengaturan Jabatan Notaris secara tegas dinyatakan dalam UU No. 30 tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4432 selanjutnya disingkat UUJN), sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 tahun 2014 (Lembaran Negara Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5491 selanjutnya disingkat UUJNP), sebagai salah satu pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Diskripsi akta autentik dapat disimak dari rumusan Pasal 1868 KUHPer disebutkan bahwa: Suatu akta autentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu, di tempat dimana akta itu dibuat.
Berdasarkan dengan pasal tersebut, maka akta autentik adalah suatu akta yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang atau dibentuk oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu. Akta autentik merupakan sebutan yang diberikan kepada tertentu yang dikualifikasi sebagai pejabat umum. Lebih lanjut, dalam penjelasan UUJNP juga disebutkan bahwa akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN dan UUJNP sebagai suatu profesi yang memiliki tanggungjawab besar dalam menentukan arah hukum di Indonesia1, karena terkait erat dengan upaya meningkatkan kesadaran hukum di tengah masyarakat. Oleh karena itu, Notaris haruslah memiliki idealisme tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggungiawabnya, dimana sikap dan perilaku seorang Notaris harus mampu mencerminkan nilai-nilai Pancasila, taat kepada hukum, sumpah jabatan dan Kode Etik Notaris. Selain itu, sebagai profesional maka Notaris juga harus selalu meningkatkan kapabilitas dan mampu menghadirkan kepastian hukum bagi para pihak.
Satu aspek penting dalam pelaksanaan jabatan Notaris yakni Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai perjanjian yang dikehendaki oleh yang berkepentingan sebagai alat bukti tertulis yang bersifat autentik yang dapat menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Kewenangan Notaris sebagaimana dimaksud dalam UUJN dan UUJNP meliputi 4
(empat) hal yaitu2: (a) Kewenangan mengenai subyek, (b) Kewenangan mengenai obyek, (c) Kewenangan mengenai waktu, dan (d) Kewenangan mengenai tempat. Berikut dibawah ini di diskripsikan masing-masing unsur dari kewenangan notaris, yaitu sebagai berikut:
Kewenangan mengenai subyek artinya Notaris berwenang membuat akta untuk siapa saja kecuali untuk dirinya sendiri, istri/suami atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan kebawah dan/atau keatas tanpa pembatasan derajat serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga serta menjadi pihak untuk diri sendiri maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa (vide Pasal 52 ayat (1) UUJN).
Kewenangan mengenai obyek artinya Notaris berwenang membuat akta untuk semua hal, sepanjang tidak dikecualikan bagi pejabat umum lainnya. Penjelasan Umum UUJN alinea 4 berbunyi: "Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik sejauh pembuatan akta autentik itu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
Kewenangan mengenai waktu dimaksudkan bahwa Notaris berwenang membuat akta autentik kapan saja tidak mengenal waktu kecuali pada saat sedang cuti resmi dari jabatannya. Selanjutnya kewenangan mengenai tempat, artinya Notaris berwenang membuat akta autentik di wilayah kewenangan jabatannya. Seorang Notaris mempunyai wilayah kewenangan meliputu satu propinsi, kalua diluar dari wilayah kewenangan jabatannyaia tidak boleh membuat akta autentik, (vide Pasal 18 ayat (1) dan (2) UUJN). Terkait dengan hal tersebut tentunya notaris memiliki peran penting dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah.3
Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Notariil merupakan satu bentuk akta yang dibuat dihadapan Notaris atas kehendak dan keinginan para pihak dengan memenuhi ketentuan Pasal 38 UUJNP, dapat dilakukan pencatatan pada Kantor Pertanahan setempat. Hal ini sejalan dengan berlakunya Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 (selanjutnya disingkat Permen ATR), pada Pasal 127B menyebutkan:
Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan.
Selanjutnya Pasal 127 A menyebutkan:
Dalam hal PPAT membuat akta berdasarkan perjanjian pengikatan jual beli yang di buat di hadapan Notaris dengan tempat kedudukan yang tidak sesuai degan letak tanah yang diperjanjikan maka PPAT wajib meneliti kelengkapan dokumen dengan menerapkan asas kehati-hatian untuk melindungi pemilik sebenarnya dan mengurangi konflik di bidang pertanahan.
Pengaturan Pencatatan Akta PPJB Notariil merupakan satu hal baru dalam praktik hukum kenotariatan dan tidak dapat dilepaskan dari ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJNP yang menyebutkan bahwa Notaris berwenang pula membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan. Namun demikian diperlukan kajian yang lebih mendalam terkait dengan hadirnya lembaga pencatatan tersebut.
Permen ATR secara substantif mengatur kewajiban PPAT untuk meneliti kelengkapan dokumen dengan menerapkan prinsip kehati-hatian dengan maksud melindungi pemilik sebenarnya dan mengurangi konflik di bidang pertanahan, merupakan sebuah keharusan.
Terdapat tiga potensi masalah yang mudah menjerat PPAT untuk diperkarakan baik secara perdata, administrasi, ataupun pidana. Pertama, potensi yang bermula dari penggunaan akta. Kedua, potensi yang memang murni karena kurang cermatnya PPAT dalam membuat akta. Ketiga, karena tidak ada yang berhubungan dengan akta atau semacam bentuk ‘kriminalisasi’. Contoh kasus yang memang murni karena kesalahan notaris/PPAT terjadi di Kalimantan Barat. Oknum notaris tersebut menjadi terdakwa dalam kasus pemalsuan tandatangan sertifikat tanah yang sebetulnya menjadi hak milik seseorang berinisial ‘S’. Namun tandatangan itu dipalsukan atas nama orang lain. Kasus tersebut terjadi pada 2013 silam. Saat ini masih masuk pada agenda tuntutan oleh jaksa yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sambas. Selain itu, kasus lain yang juga menjerat oknum notaris lantaran kekeliruan dalam menjalankan tugas dan jabatannya terjadi di Aceh. Kasus itu bermula ketika Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Aceh memeriksa notaris atas seorang tersangka penggelapan pajak PPN dan PPh di Bireun.4
Kebijakan untuk menerapkan prinsip kehati-hatian yang ditujukan kepada PPAT dapat dipahami karena proses pengangkatan dan pemberhentian PPAT ada pada Kementrian ATR / Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan pada sisi lain Akta Perjanjian Pengkatan Jual Beli merupakan produk hukum Notaris. Dengan menggunakan metode argumentum per analogiam (analogi), secara kontekstual prinsip kehati-hatian tersebut sesungguhnya ditujukan untuk produk hukum Akta Notaris. Ini berarti Notaris terikat untuk menjalankan prinsip tersebut ke dalam akta. Dengan diskripsi tersebut masalah pencatatan Akta PPJB Notariil dan penerapan prinsip kehati-hatian menjadi penting dan menarik untuk dikaji. Bertitik tolak dari uraian diatas terdapat dua masalah yang akan dikaji dalam jurnal ini yaitu: 1. Bagaimanakah pengaturan Akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang dicatatkan pada Kantor Pertanahan? 2. Bagaimanakah memformulasikan asas kehati-hatian ke dalam akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan?
Penulisan ini agar menjadi berguna dikemudian hari memiliki suatu tujuan yang hendak dicapai, yaitu bertujuan untuk memahami pengaturan Akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang dicatatkan pada Kantor Pertanahan dan memformulasikan asas kehati-hatian ke dalam akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan.
Penulisan ini dibuat dengan menuangkan pemikiran-pemikiran yang baru dan orisinil guna untuk kemajuan dunia pendidikan, walaupun ditemukan tulisan yang mirip atau serupa dengan tulisan yang lain yang lebih dulu ada, namun tulisan ini tetap memiliki unsur-unsur pembaharuan didalamnya. Tulisan ini menggunakan 2 (dua) tulisan terdahulu menjadi pembandingnya, antara lain:
-
1) Jurnal yang ditulis oleh Wiwi Irmawati, Ayu Putriyanti, Anggita Doramia Lumbanraja, yang diterbitkan oleh Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, NOTARIUS, Volume 13 Nomor 2
(2020). Judul “Keabsahan Akta Notaril Perjanjian Pengikatan Jual Beli Dalam Peralihan Hak Atas Tanah”. Permasalahn yang diangkat yaitu “perlindungan hukum terhadap pemegang akta perjanjian pengikatan jual beli dan Akibat hukum peralihan hak yang diikat dengan akta perjanjian pengikatan jual beli”.
-
2) Jurnal yang ditulis oleh Selamat Lumban Gaol, yang diterbitkan oleh Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara–Fakultas Hukum Universitas Dirgantara Marsekal Suryadarma, Volume 11 No. 1, September 2020. Judul “Keabsahan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Sebagai Dasar Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Dalam Rangka Peralihan Hak Atas Tanah Dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden).” Permasalahan yang diangkat yaitu “keabsahan akta PPJB tanah sebagai dasar pembuatan AJB tanah dalam rangka peralihan hak atas tanah dan keabsahan akta PPJB tanah yang diperoleh karena penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstandigheden) sebagai dasar pembuatan AJB tanah dalam rangka peralihan hak atas tanah.”
Berdasarkan perbandingan dengan jurnal atau tulisan yang terdahulu dengan tulisan ini tidak terdapat upaya untuk menjiplak tulisan sebelumnya, namun tetap tulisan ini tetap memiliki unsur pembaharuan didalamnya. Tulisan ini memiliki judul “Pencatatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil Atas Tanah Terdaftar Pada Kantor Pertanahan”. Permasalahan yang dibahas didalamnya yaitu pengaturan Akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang dicatatkan pada Kantor Pertanahan dan memformulasikan asas kehati-hatian ke dalam akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan.
Penelitian ini merupakan penelitian normatif atau penelitian ilmu hukum dogmatik karena mengkhususkan pada aturan-aturan hukum positif tertentu dan asas-asas hukum.5 Sesuai dengan karakter penelitian ini yang bersifat normatif, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Mengenai bahan hukum yang digunakan berupa peraturan perundang-undangan yang relevan dalam penelitian ini dan buku-buku maupun hasil penelitian di bidang hukum kenotariatan. Sementara itu untuk teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan dikumpulkan melalui beberapa literatur kemudian dari beberapa literatur tersebut diambil sejumlah sumber yang mendukung literatur tersebut. Adapun analisis bahan hukum dilakukan dengan menggunakan metode interpretasi berupa interpretasi gramatikal, interpretasi sistematis dan argumentasi analogi.
Interpretasi gramatikal dengan cara menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa, interpretasi gramatikal dipilih untuk memahami suatu teks perundang-undangan. Interpretasi sistematis, dimaksudkan menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan, artinya tidak satu pun dari peraturan perundang-undangan tersebut, dapat ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya. Sementara argumentasi analogi dipilih sebagai metode mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum
atau perbuatan hukum baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada peraturannya.
Relevansi terkait isu hukum dengan metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai acuan dalam melakukan perbuatan hukum agar tidak ada sanksi dalam menjalankan profesi sebagai Notaris/PPAT.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian yang timbul karena kesepakatan dua pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya perikatan untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau disebut juga dengan perjanjian timbal balik dilihat dari aspek sifat dan akibat hukumnya, dan pada sisi lain disebut sebagai perjanjian bantuan.6 Sebagai perjanjian bantuan maka fungsinya adalah untuk mempersiapkan para pihak pada perjanjian utama, yang tujuan akhirnya adalah pada perjanjian pokoknya, yakni perjanjian jual beli. Sejalan dengan hal tersebut Herlien Budiono7 menjelaskan bahwa perjanjian bantuan sifatnya memperkuat perjanjian pokok dan keberadaannya pun hanya mungkin jika perjanjian pokoknya ada.
Istilah PPJB dapat dijumpai dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, yang menyamakan istilah PPJB, dengan istilah Perjanjian Pendahuluan Jual Beli, sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 angka 11 PP No. 12 Tahun 2021 yaitu:
“Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli rumah atau satuan rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk rumah tunggal dan rumah deret yang dinyatakan dalam akta notaris.”
Selanjutnya istilah PPJB dalam praktik hukum kenotariatan dijumpai beberapa nama/sebutan pada awal akta yaitu: Pengikatan Jual Beli, Ikatan Jual Beli, Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau dengan sebutan nama yang sangat singkat yaitu Perjanjian.
PPJB Notariil merupakan perjanjian pokok yang memerlukan instrumen tambahan / ikutan untuk pelaksanaannya yakni dengan Akta Kuasa untuk Menjual, sehingga muncul sebutan Akta PPJB dan Kuasa Menjual yang merupakan satu rangkaian perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak dihadapan Notaris. Sejalan dengan hal tersebut Habib Adjie dalam salah satu tulisannya berpendapat bahwa Akta PPJB dan Kuasa sering dibuat dalam transaksi hak atas tanah dengan alasan antara lain:
-
1. Pembeli tidak ingin melakukan balik nama/ peralihan hak, dengan alasan ingin dijual lagi kepada pihak lain (meskipun dalam hal ini pembeli telah membayar lunas kepada penjual).
-
2. Pembeli tidak ingin segera melakukan balik nama/ peralihan hak, dengan alasan belum punya uang untuk bayar pajak-pajak, (meskipun dalam hal ini pembeli telah membayar lunas kepada penjual).
Bertalian dengan PPJB dan Kuasa untuk Menjual, kedua akta Notariil tersebut sering disebut dengan PPJB Lunas. Dalam PPJB Lunas, fungsi akta Kuasa untuk Menjual dapat dilakukan kepada dirinya sendiri atau orang lain yang dikehendakinya sendiri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1792 KUH Perdata yang menyebutkan: “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.
Pemberian Kuasa (lastgeving)8 yang terdapat dalam Pasal 1792 KUH Perdata terdiri dari 3 (tiga) unsur yaitu: (a). unsur perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 1320 KUH Perdata, (b). unsur memberikan kekuasaan untuk menyelenggarakan suatu urusan, harus sesuai dengan yang telah disetujui oleh para pihak, baik yang dirumuskan secara umum maupun dinyatakan dengan kata-kata yang tegas, dan (c). unsur atas nama pemberi kuasa, berarti bahwa penerima kuasa diberi wewenang untuk mewakili pemberi kuasa. Akibatnya tindakan hukum yang dilakukan oleh penerima kuasa merupakan tindakan hukum dari pemberi kuasa. Ini berarti ketentuan pengaturan kuasa pada Pasal 1792 KUH Perdata terdapat dua pihak, yaitu: Pemberi kuasa dan Penerima Kuasa yang diberi perintah atau mandat melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa.
Untuk PPJB Lunas ini karena suatu saat akan ditindaklanjuti dengan akta PPAT, maka Notaris harus meminta kepada Penjual dan Pembeli untuk menghindari disparitas harga, maka jumlah serta cara pembayarannya harus dicantumkan secara tegas dalam akta PPJB.
PPJB Notariil bisa juga dibuat dihadapan Notaris atas bidang tanah yang dibeli tidak dibayar lunas oleh penjual kepada pembeli, tapi harus dibayar bertahap/ cicilan atau angsuran. Sejalan dengan hal tersebut Habib Adjie berpendapat bahwa dalam membuat akta PPJB untuk bidang tanah yang dibayar secara cicilan / angsuran / bertahap, maka harus ditentukan cara pembayarannya, misalnya:
-
a. Telah ditentukan besarnya harga jual, kemudian sisanya akan dicicil/diangsur/bertahap dalam bentuk nominal uang perbulan sampai lunas atau atau sisanya tersebut akan dilunasi dalam jangka waktu tertentu yang tidak ditentukan besarnya cicilan/diangsur/bertahap.
-
b. Pembayaran tersebut harus jelas, karena berkaitan untuk menentukan waktu/saat Pembeli Wanprestasi.
-
c. Apakah Wanprestasi akan ditentukan kalau Pembeli tidak bayar beberapa kali secara berturut-turut atau tidak tepat waktu yang sudah dijanjikan.
-
d. Tentukan pula cara pembayarannya apakah tunai, pemindah bukuan, dengan cek atau giro atau cara lainnya. Tata cara pembayaran tersebut akan berkaitan pula dengan saat terjadinya Wanprestasi.
Sehubungan dengan Akta Kuasa untuk Menjual sebagai tindak lanjut dari PPJB Lunas, maka kuasa tersebut tidak bisa berakhir atau merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan Akta PPJB Lunas tersebut. Hal ini untuk menjamin hak-hak Pembeli yang telah membayar lunas harga jual belinya kepada Penjual. Ini berarti, pemberian
kuasa yang tidak dapat dicabut kembali adalah sah apabila perjanjian yang menjadi dasar dari pemberian kuasa tersebut mempunyai alasan hukum yang sah. Dapat disimpulkan bahwa pemberian kuasa yang tidak dapat ditarik kembali perlu disyaratkan apabila: (a). Pemberian kuasa tersebut merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu perjanjian (integrerend deel) yang mempunyai alasan hukum yang sah, dan (b). Kuasa diberikan untuk kepentingan penerima kuasa. Ketentuan berakhirnya Kuasa tersebut menjadi tidak mengikat jika dalam akta Kuasa tersebut dicantumkan klausula bahwa ketentuan berakhirnya kuasa tersebut dikecualikan dalam kuasa ini, artinya tidak terikat oleh sebab-sebab berakhirnya kuasa.
Ikhwal diatas menunjukkan bahwa Akta PPJB Notariil dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu PPJB Lunas dan PPJB Belum Lunas (Angsuran). Untuk PPJB Lunas wajib diikuti dengan Akta Kuasa. Sehubungan dengan dimungkinkannya Akta PPJB yang dibuat para pihak dicatatkan pada Kantor Pertanahan, maka Permen ATR No. 16 Tahun 2021, mengatur dan menentukan hal-hal sebagai berikut:
-
1. Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atas tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan.
-
2. Menyampaikan salinan akta perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan identitas para pihak ke Kantor Pertanahan
-
3. Membawa asli Sertipikat Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan untuk dicatat.
(Vide Pasal 127B ayat (1) dan ayat (2).
Pengaturan ketentuan pencatatan PPJB Notariil, dalam Permen ATR No. 16 Tahun 2021, menurut pendapat penulis bahwa obyek PPJB Notariil ditujukan terhadap tanah yang sudah bersertipikat, dan pada sisi lain masih kurang memadai dari aspek persyaratan. Ini berarti diperlukan persyaratan tambahan untuk lebih memberikan jaminan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi para pihak yaitu:
-
(1) Kewajiban untuk melakukan pengecekan atas obyek atas tanah yang dimaksud dalam PPJB Notariil,
-
(2) Kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berdasarkan SPPT terakhir,
-
(3) Kewajiban untuk melakukan pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), karena pihak penjual telah menerima uang dari pihak pembeli
-
(4) Kewajiban untuk menyerahkan salinan Akta Kuasa untuk Menjual Notariil. Dengan diskripsi tersebut penulis berpendapat bahwa pencatatan PPJB Notariil atas tanah terdaftar pada Kantor Pertanahan hanya dapat dilakukan terhadap PPJB Notariil yang telah lunas. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 127B ayat (6) Permen ATR yang menyebutkan: Dalam hal terdapat catatan mengenai PPJB yang dicatatkan maka Hak Atas Tanah tidak dapat dilakukan peralihan hak selain kepada pihak yang tercantum dalam perjanjian. Sementara itu kemungkinan dilakukan penghapusan atas pencatatan perjanjian tetap dimungkinkan oleh pihak yang berkepentingan, dengan alasan: (a) dilakukan pembatalan oleh para pihak yang membuat PPJB Notariil, (b) dilakukan pembatalan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, (c) Pihak Pembeli melepaskan haknya kepada Pihak Penjual. Sementara itu yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan adalah Pihak Pembeli atau Pihak Kreditur, jika PPJB Notariil atas tanah terdaftar tersebut menggunakan fasilitas kredit dalam proses jual belinya.
-
3.2. Formulasi Prinsip Kehati-hatian ke dalam Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Notariil atas Tanah Terdaftar yang akan Dicatatkan pada Kantor Pertanahan
Prinsip kehati-hatian mengharuskan Notaris agar selalu berhati-hati dalam menjalankan jabatannya, yaitu harus konsisten dalam melaksanakan jabatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kenotariatan berdasarkan profesionalisme dan juga itikad baik.9 prinsip kehati-hatian yang demikianlah yang seharusnya ditanamkan dalam diri seorang Notaris guna mencegah keterlibatan Notaris dalam konflik hukum dengan kliennya atau para pihak yang bersangkutan. 10
Dalam ketentuan UUJN dan UUJNP tidak dinyatakan secara tegas mengenai prinsip kehati-hatian, namun dengan merujuk pada ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf d UUJN menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini kecuali ada alasan untuk menolaknya. Sejalan dengan hal tersebut berdasarkan penelusuran kepustakaan berbahasa Indonesia dapat disimpulkan tentang penerapan prinsip kehati-hatian ini wajib dilaksanakan dalam pembuatan akta PPJB Notariil terkait dengan hak atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan yaitu:11
-
1. Melakukan pengenalan terhadap Identitas Penghadap.
-
2. Memverifikasi secara cermat data subyek dan obyek penghadap
-
3. Menanyakan, kemudian mendengarkan dan mencermati keinginan atau kehendak para pihak tersebut
-
4. Memeriksa bukti surat yang berkaitan dengan keinginan atau kehendak para pihak tersebut
-
5. Memberikan tenggang waktu dalam pengerjaan akta autentik.
-
6. Memberikan saran dan membuat kerangka akta untuk memenuhi keinginan atau kehendak para pihak tersebut
-
7. Bertindak hati-hati, cermat dan teliti dalam proses pembuatan akta.
-
8. Memenuhi segala syarat teknik pembuatan akta Notaris seperti dalam hal pembacaan, penandatanganan, memberikan salinan dan pemberkasan untuk minuta
-
9. Melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila terjadi indikasi pencucian uang dalam transaksi di Notaris.
Ikhwal diatas menunjukkan bahwa penerapan prinsip kehati-hatian Notaris dalam membuat akta PPJB terhadap hak atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tahap yaitu: Pertama, tahap sebelum pembuatan akta, (merujuk pada angka 1 sampai dengan angka 6), Kedua, tahap saat pembuatan dan pembacaan akta. (merujuk pada angka 7 sampai dengan 9). Sementara itu akuntabilitas akta PPJB Notariil akan diuji oleh para pihak yang berkepentingan, pada tahap ketiga yaitu saat pelaksanaan akta terlebih lagi jika akta
tersebut menimbulkan konflik, artinya apakah akta PPJB yang dibuat dihadapan Notaris sudah mencerminkan sikap dan tindakan Notaris yang penuh kehati-hatian atau sebaliknya. Potensi masalah yang mudah menjerat PPAT untuk diperkarakan baik secara perdata, administrasi, ataupun pidana, tidak akan timbul jika mengikuti peraturan yang ada serta melakukan penerapan prinsip kehati-hatian dimana hal ini sangat berpengaruh baik untuk sekarang maupun kedepannya dalam menjaga marwah dari jabatan yang dimiliki.
Prinsip kehati-hatian tercermin dari kandungan yuridis pada konsiderans UUJN-P yang menegaskan bahwa kehadiran Notaris adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum terkait dengan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris. Untuk membedakan PPJB Notariil yang dicatatkan dengan yang tidak dicatatkan mesti ditegaskan pada bagian Penutup Akta Notaris dengan rumusan kalimat: Akta PPJB ini dicatatkan oleh Pihak Kedua (Pembeli) pada Kantor Pertanahan ____________, atau jika Pihak Pembeli menggunakan fasilitas kredit
maka disebutkan bahwa Akta PPJB ini dicatatkan oleh _____________, selaku Kreditur.
Pengaturan Akta PPJB Notariil atas Tanah Terdaftar yang Dicatatkan pada Kantor Pertanahan terdapat didalam Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pencatatan PPJB Notariil atas tanah terdaftar pada Kantor Pertanahan hanya dapat dilakukan terhadap PPJB Notariil yang telah lunas. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 127B ayat (6) Permen ATR dimana terdapat catatan mengenai PPJB yang dicatatkan maka Hak Atas Tanah tidak dapat dilakukan peralihan hak selain kepada pihak yang tercantum dalam perjanjian.
Formulasi prinsip kehati-hatian ke dalam akta PPJB Notariil atas tanah terdaftar yang akan dicatatkan pada Kantor Pertanahan dapat dilihat dalam Pasal 127A Permen ATR Nomor 16 Tahun 2021, yaitu dapat dilakukan dengan menggunakan argumentasi analogi oleh Notaris dalam menerapkan prinsip kehati-hatian pada pembuatan Akta PPJB atas Tanah Terdaftar dari tahap sebelum pembuatan akta, sampai pada tahap saat pembuatan dan pembacaan akta, untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada pemilik sebenarnya dan mengurangi konflik di bidang pertanahan, serta memberikan perlindungan kepada PPAT yang akan membuat Akta PPAT dari akta PPJB dan Kuasa untuk Menjual yang tekah dibuat secara Notariil. Selain itu juga prinsip kehati-hatian tercermin dari kandungan yuridis pada konsiderans UUJN-P yang menegaskan bahwa kehadiran Notaris merupakan suatu bentuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum terkait dengan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan peristiwa hukum yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku:
Budiono, Herlien (2011), Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
_______, (2018), Demikian Akta Ini, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Efendi ,Dr. Jonaedi, S.H.I., M.H, Prof. Dr. Johnny Ibrahim, S.H., S.E., M.M., M.Hum, 2018, Metode Penelitian Hukum: Normatif dan Empiris, Cimanggis-Depok, Prenadamedia Group.
Puryatma, Pieter I Made (2016), Teknik Dasar Pembuatan Akta Notaris, Denpasar.
Jurnal:
Chairunnisa, D., Suryamizon, A. L., & Adriaman, M. (2023). PRINSIP KEHATI-
HATIAN NOTARIS DALAM MENJALANKAN KEWENANGAN. SAKATO LAW JOURNAL, 1(1),58-66. doi : https://www.jurnal.umsb.ac.id/index.php/SLJ/article/view/4025/2885
Dalimunthe, S. N. I. S., & Rizkianti, W. (2020). Jual Beli Apartemen Kepada Pihak Ketiga Atas Dasar Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Ppjb). ADIL: Jurnal Hukum, 11(1). doi: https://doi.org/10.33476/ajl.v11i1.1445
Denara, M. A., & Priyanto, I. M. D. (2019). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Dalam Transaksi Peralihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan. dalam Jurnal Kertha Semaya, 8(1). doi: http://dx.doi.org/10.46930/jurnalrectum.v3i2.1180
Elittrosint, V. (2020). Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Berdasarkan Akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli di Kota Padang. Al Hurriyah: Jurnal Hukum Islam, 5(1), 79-95. doi : 10.30983/alhurriyah.v5i1.2692
Gaol, S. L. (2021). Keabsahan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Sebagai Dasar Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Dalam Rangka Peralihan Hak Atas Tanah Dan Penyalahgunaan Keadaan (Misbruik Van Omstandigheden). Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 11(1). doi: https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/92215279/653-1237-1-SM-libre.pdf
Irmawati, W., Putrijanti, A., & Lumbanraja, A. D. KEABSAHAN AKTA NOTARIL PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH. Notarius, 13(2), 738-748. doi: https://doi.org/10.14710/nts.v13i2.31098
Manuaba, P., Bagus, I., Parsa, I. W., Ariawan, K., & Gusti, I. (2018). Prinsip kehati-hatian notaris dalam membuat akta autentik (Doctoral dissertation, Udayana University). doi: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p05
Mowoka, V. P. (2014). Pelaksanaan Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta yang Dibuatnya. Lex Et Societatis, 2(4). doi: https://doi.org/10.35796/les.v2i4.4671
Pradhipta, Y. R., & Imanullah, M. N. (2019). Tanggung Jawab Notaris Dalam Kelalaian Membuat Akta Jual Beli Tanpa Melihat Dokumen Asli (Studi Kasus Putusan Peninjauan Kembali Perkara Perdata No. 49. Pk/Pdt/2009 Tanggal 16
September 2009). Jurnal Repertorium, 6(1), 16. doi: https://doi.org/10.20885/JON.vol1.iss1.art13
Pratama, B., Warsito, H., & Adriansyah, H. (2022). Prinsip Kehati-Hatian Dalam Membuat Akta Oleh Notaris. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 11(1), 24-33. doi: 10.28946/rpt.v11i1.1640
Tedjosaputro, L. (2019). Kajian Hukum Pemberian Kuasa Sebagal Perbuatan Hukum Sepihak Dalam Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. SPEKTRUM HUKUM, 13(2), 162-180. doi: http://dx.doi.org/10.35973/sh.v13i2.1085
Wulandari, A. A. D. (2018). Tanggung Jawab Notaris Akibat Batalnya Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Tanah Karena Cacat Hukum. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 3(3), 436-445. doi : 10.24843/AC.2018.v03.i03.p0 4
Website
Waspada! Ini Pasal-pasal yang Sering Menjerat Profesi Notaris dan PPAT, https://www.hukumonline.com/berita/a/waspada-ini-pasal-pasal-yang-sering-menjerat-profesi-notaris-dan-ppat-lt5795e599691ec diakses tanggal 4 Juli 2023
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 Dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana diubah Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2021 Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
225
Discussion and feedback