Vol. 8 No. 03 Desember 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Problematika Norma Hukum Kepailitan Mengenai Notaris Yang Dinyatakan Pailit Berdampak Pada Pemberhentian Jabatan Notaris

Annisa Salsabilla Ivanka1, Marwanto Marwanto2

1Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Universitas Udayana , E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 27 Maret 2023

Diterima : 8 Desember 2023

Terbit : 8 Desember 2023

Keywords :

Bankruptcy,Notary,Dismissal Of Notary Profession


Kata kunci:

Kepailitan, Notaris, Pemberhentian Jabatan Notaris

Corresponding Author:

Annisa Salsabilla Ivanka, Email:

[email protected]


DOI : 10.24843/

AC.2023.v08.i03.p1


Abstract

The purpose of this research is to analyze and find clarity on the bankruptcy arrangement of a Notary an impact on dishonorable dismissal. The type of research used is normative legal research method. The result of this study is that there is a normative problem between Law Number 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations with Law Number 2 of 2014 concerning the position of Notary is in Article 12 letter a The Law on the position of Notary gives rise to many different interpretations, then referring to principle of les specialis derogat legi generalis The Law of Notary Office has more specific characteristics to regulate bankcruptcy notary. That based on this article the legal impact arising from the bankruptcy of a Notary is dishonorable dismissal caused by an error in carrying out his duties was not due to acting as a legal subject representing an individual as a person who has a debt. These provision are different from legal impact that exists in general in the bankruptcy law which determines that a person only loses his right to control and manage all of his assets, this is in accordance with the provisions of Article 24 of the Bankruptcy Law.

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menemukan kejelasan terhadap pengaturan kepailitan seorang Notaris yang berdampak pada pemberhentian jabatan secara tidak terhormat. Jenis Penelitian yang digunakan ialah metode hukum normatif. Hasil dari studi ini ialah adanya problematika norma antara Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 mengenai Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 mengenai jabatan Notaris yaitu pada Pasal 12 huruf a Undang-Undang jabatan Notaris menimbulkan banyak penafsiran yang berbeda-beda, merujuk pada asas lex specialis derogat legi generalis dimana Undang-Undang Jabatan Notaris memiliki sifat yang lebih khusus untuk mengatur terkait Notaris pailit. Berdasarkan pasal tersebut yang mengatur terkait pailitnya seorang Notaris berimplikasi pada pemberhentian secara tidak terhomat yang disebabkan karena kesalahan dalam menjalankan tugasnya bukan disebabkan karena bertindak sebagai subjek hukum yang mewakili orang pribadi sebagai orang yang memiliki utang.

Berbeda dengan ketentuan yang ada pada umumnya dalam undang-undang kepailitan yaitu berdampak pada seseorang hanya kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus seluruh aset kekayaannya saja, hal ini selaras dengan pasal 24 undang-undang kepailitan

  • I.    Pendahuluan

Profesi Notaris merupakan profesi yang berlingkup pada ranah hukum keperdataan yaitu sesuai dengan Undang-Undang nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (berikutnya menggunakan singkatan UUJN). Notaris memiliki wewenang salah satunya yaitu membuat akta autentik serta kewenangan lain yang dimilikinya. Profesi Notaris ialah suatu profesi ternama dikalangan masyarakat yang mempunyai tugas untuk membuat suatu akta autentik ataupun suatu perjanjian, akan tetapi dalam melaksanakan tugas dan jabatan seorang Notaris tidak lepas dari kesalahan baik dalam melaksanakan jabatannya maupun saat diluar jabatannya.1 Maka untuk meminimalisir kesalahan tersebut Notaris harus bertindak secara professional selaras yang ada pada ketentuan dalam UUJN maupun Kode etik Notaris. Pekerjaan seorang Notaris tentu berbeda dengan menjalankan suatu perusahaan, seorang Notaris bekerja tidak mengutamakan keuntungan namun pekerjaan Notaris memiliki tujuan utama yaitu bekerja atas dasar keahlian yang dimilikinya dengan memperoleh bayaran atas keahliannya selaras dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh UUJN, Notaris juga wajib untuk memberikan jasa hukum sesuai dengan keahliannya yaitu di bidang kenotariatan dengan sukarela dan tanpa dipungut biaya untuk masyarakat yang kurang mampu, maka demikian Notaris tidak dapat menentukan secara pribadi nominal dari jasa atas kehendaknya, dan tidak sama dengan perusahaan yang membuat pembukuan dari jasa yang diterimanya dari jasa pembuatan akta, maka dengan hal tersebut Notaris tidaklah menjalankan suatu perusahaan.2

Seorang Notaris juga berhak untuk membuat atau menjalankan suatu bisnis diluar dari jabatannya sebagai Notaris saat menjalankan bisnisnya tentu dapat menyebabkan dipailitkannya seorang Notaris apabila memenuhi ketentuan yang ada pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (berikutnya menggunakan singkatan UUKPKPU) yaitu terdapatnya 2 kreditur atau lebih dan adanya utang. Maka berdasarkan pasal tersebut seorang Notaris yang bertindak sebagai orang pribadi yang menjalankan aktivitas usaha lain dapat dipailitkan selaras dengan ketentuan didalam pasal 1 angka 11 UUKPKPU yang pada intinya menyatakan selain badan hukum yang dapat dimohonkan pailit bisa juga perorangan. Pasal tersebut juga merupakan salah satu Pasal yang tak jarang disalahgunakan oleh kreditur beritikad tidak baik untuk mengajukan permohonan pailit sebab kesederhanaan syarat pailitnya debitur dalam

pasal tersebut merupakan jalan terakhir (ultimum remidium) sebagai penyelesaian pelunasan utang debitur.3

Pasal 1 angka 3 UUKPKPU menerangkan pula pada intinya orang yang memiliki utang yang disebabkan karena perjanjian atau undang-undang disebut sebagai debitur, pelunasan utang tersebut dapat diminta dimuka pengadilan negeri. Jika dikaitkan dengan UUJN, maka pemberhentian Notaris ialah sebuah akibat hukum dari pailitnya seorang Notaris, hal tersebut telah diatur dalam UUJN terkait sanksi yang diterima oleh Notaris yang pailit selaras dengan yang ada pada Pasal 9 ayat (1) pada intinya menjelaskan pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Notaris yang menyebabkan pemberhentian secara sementara yaitu apabila masih dalam proses pailit, melakukan tindakan yang tercela, melakukan pelanggaran yang ada pada ketentuan kode etik, ataupun dalam proses menjalani masa hukuman penahanan. Serta Pasal 12 huruf a UUJN juga memiliki aturan terkait pemberhentian Notaris secara tidak terhomat yang pada intinya menyatakan bahwa pailitnya seorang Notaris yang didasari dengan pernyataan putusan pengadilan, berada dalam pengampuan lebih dari tiga tahun, melakukan tindakan menjatuhkan harkat dan martabat Notaris, serta melanggar ketentuan kode etik dengan segala tindakan tersebut berimplikasi pada pemberhentian secara tidak terhomat .4

Jika menganalisa ketentuan pada pasal tersebut tentu menimbulkan beberapa penafsiran dalam pasal ini dapat dikatakan terkandung konflik norma sebab terdapatnya ketidakpastian hukum dikarenakan belum jelasnya makna dari pasal tersebut terkait apakah seorang Notaris yang dipailitkan tersebut merupakan seorang pengusaha yang memilki perusahaan sehingga perusahaan yang dimilikinya kemungkinan dapat dipailitkan atau pailitnya seorang Notaris tersebut menjalankan kemampuannya sebagai orang pribadi atau pejabat umum, sebab dalam UUKPKU menjelaskan bahwasannya subjek kepailitan hanyalah orang pribadi ataupun badan hukum, atau timbul tafsiran lainnya apakah Notaris yang membuat perbuatan yang salah dalam mengemban tugas dan wewenangnya dalam membuat akta hingga merugikan pihak yang berkaitan dengan hal tersebut yaitu menyebabkan terdegradasinya akta yang telah dibuatnya sehingga akta tersebut tidak memiliki lagi kekuatan pembuktian eksekutorial.5 Dengan hal tersebut Notaris dapat dimohonkan pertanggungjawaban dipengadilan sesuai dengan tempat kedudukan Notaris tersebut, maka apabila Notaris tidak bisa membayar semua kerugian atas kesalahan tersebut sesuai dengan putusan pengadilan, apakah dimungkinkan untuk mengajukan pailit. 6

Pasal 22 UUKPKPU yang mengatur terkait pengecualian harta pailit yang pada intinya menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan pekerjaannya tidak boleh disita seperti dari hasil penggajian dari suatu pekerjaannya baik dari jabatan atau jasa yang diberikan sesuai dengan yang telah ditentukan pula oleh hakim pengawas. Dengan demikian sesuai dengan yang ada pada UUJN bilamana Notaris yang telah dinyatakan dalam keadaan pailit tentu tidak dapat lagi melaksanakan kewenangannya

sebagai seorang yang berprofesi sebagai Notaris, hal tersebut tentu bertentangan dengan isi regulasi UUKPKPU yang mana norma pada peraturan tersebut berperan sebagai lex specialis yang pada keadaan kepailitan tentu bertentangan dengan pasal 12 huruf a UUJN, sebab kepailitan bukanlah suatu hal yang dapat menjadi seorang debitur pailit tidak cakap bertindak serta tidak dapat memiliki wewenang dalam segala hal. 7 Tentu menimbulkan problematika norma dari akibat hukum pada Notaris pailit yang didalam pasal 12 huruf a UUJN tentu tidak memiliki kesesuaian dengan ketentuan yang ada pada UUKPKPU sebab dalam Pasal 24 UUKPKPU menyatakan bahwa akibat dari pailitnya debitur hanya menyebabkan seorang debitur tidak dapat lagi mengurus semua aset kekayaannya ataupun menguasai aset tersebut yang telah termasuk harta pailit, serta tidak menghilangkan haknya dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum, akan tetapi harus tetap diawasi oleh kurator yang diketahui tugas dari kurator ialah untuk melakukan pemberesan harta pailit yang dimiliki oleh debitur tersebut, dengan memilki kewenangan dalam menjalankan profesinya maka Notaris dapat memiliki penghasilan lebih untuk melunasi utang-utangnya, sedangkan ketentuan yang ada pada pasal 12 huruf a UUJN pada intinya jika pernyataan pailit telah diterima Notaris maka berimplikasi pada pemberhentian jabatannya secara tidak terhormat. Sebab Notaris tersebut dianggap tidak cakap lagi untuk bertindak dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Isi Pasal tersebut tentu menimbulkan konflik norma dikarenakan dapat ditafsirkan berbeda yang mengakibatkan ketidakpastian hukum untuk Notaris terkait pemberhentian Notaris secara tidak terhomat disebakan pailit karena menjalankan bisnisnya sebagai pengusaha atau dalam melaksanakan profesinya sebagai Notaris, dengan hal tersebut pasal tersebut juga tidak menjelaskan terkait kriteria yang dapat dinyatakan seorang Notaris tersebut pailit ataupun termasuk dalam bagian penundaan pembayaran yang mengikuti pada ketentuan UUKPKPU. 8 Pengertian dari problematika norma sendiri yaitu kesenjangan norma antara keinginan dan realita yang memerlukan penyelesaian atau penguraian.9

Sesuai dengan uraian yang telah dirumuskan tersebut maka terdapat konflik norma yang ada di Pasal 24 ayat (1) UUKPKPU dengan Pasal 12 Huruf a UUJN terkait pengaturan hukum kepailitan terhadap Notaris serta akibat hukum yang dapat ditimbulkan dari pailitnya Notaris, sebab hal tersebut menimbulkan kerugian serta kurangnya keadilan bagi Notaris sehubungan dengan sanksi hukum yang dirasakan apabila dalam kondisi pailit. Maka dengan hal tersebut peneliti tertarik untuk menulis penelitian ini dengan judul “Problematika Norma Hukum Kepailitan Notaris Yang Dinyatakan Pailit Berdampak Pada Pemberhentian Jabatan Notaris”. Dengan demikian dari penjelasan diatas dapat diulas lebih dalam dengan merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimanakah pengaturan hukum kepailitan terhadap Notaris yang dinyatakan pailit ditinjau melalui UUJN dan UUKPKPU? serta (2) Bagaimanakah dampak hukum kepailitan terhadap Notaris yang dinyatakan pailit?. Tujuan studi penelitian ini ialah menganalisis dan memaparkan kejelasan terhadap pengaturan hukum kepailitan seorang Notaris yang ditinjau melalui UUJN dan UUKPKPU serta

mengetahui dampak hukum kepailitan terhadap Notaris pailit sesuai dengan aturan yang berlaku.

Penelitian terdahulu dapat menulis hal serupa namun untuk membedakan penulisan saat ini dengan terdahulu terdapat dalam sisi pembahasan yang mana dalam penelitian saat ini berfokus mengenai problematika norma hukum terhadap Notaris yang dinyatakan pailit yang saat ini masih multitafsir dalam setiap aturan terkait Notaris pailit yaitu kesenjangan akibat hukum mengenai kepailitannya Notaris ditinjau melalui UUJN dan UUKPKPU, sedangkan penelitian sebelumnya dengan penulis Karima dengan judul “Makna Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Jabatan Notaris”.10 Dengan hasil pembahasan yaitu terdapat 2 makna kepailitan pertama hubungan hukum Notaris sebagai orang pribadi dan hubungan hukum Notaris dalam melaksanakan jabatannya, serta pengaturan pemberhentian Notaris yang dinyatakan pailit. Yang berfokus pada makna kata pailit dalam permasalahan kepailitan seorang Notaris.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan ialah penelitian hukum normatif sebab memfokuskan kajian ini berangkat dari konflik norma. Melalui jenis pendekatan Analitical and Conceptual Approach (Analisis dan Konseptual) dan Statue Approach (pendekatan perundang-undangan) dengan pendekatan tersebut guna untuk mencapai jawaban dari permasalahan hukum yaitu konflik norma terkait pailitnya seorang Notaris, dilakukannya pendekatan tersebut guna untuk penelaahan terkait undang-undang yang berhubungan dengan isu-isu hukum yang ditangani tersebut11. Artikel ini sendiri menggunakan bahan hukum primer beracuan pada aturan perundang-undangan, adapun bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yakni pemahaman para ahli, jurnal-jurnal hukum, buku-buku, serta refrensi atau literature lainnya, dan bahan hukum tersier ini bersumber pada kamus eksiklopedia yang memiliki kaitan dengan hukum.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Hukum Kepailitan Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit Ditinjau Melalui UUJN dan UUKPKPU

Notaris selain menjadi pejabat umum juga dapat menjadi pembisnis, dengan bisnis tentu harus memiliki modal, modal yang diperoleh dapat berupa peminjaman oleh kreditur, terdapat beberapa permasalahan Notaris dalam berbisnis salah satunya yaitu ketidakmampuan untuk membayar utangnya yang bisa berdampak pada profesinya sebagai Notaris, mengantongi pasal 2 ayat (1) UUKPKPU kreditur dengan mudah memohon permohonan pailit ke pengadilan untuk menyatakan debitur tersebut pailit dengan maksud untuk menglikuidasi aset debitur. Terdapatnya lembaga kepailitan diharapkan dapat memberi kepastian hukum yang tegas dan jelas terhadap

penyelesaian sengketa utang-piutang.12 Prinsip hukum kepailitan itu sendiri ialah terdapatnya nilai keadilan, sehingga dapat tercapainya sesuatu yang dituju maka dibuatnya hukum itu sendiri sehingga bisa mengsejahterakan masyarakat.13 Pengaturan Putusan pailitnya seorang Notaris ditinjau melalui UUJN dan UUKPKPU berdasarkan teori hukum kepastian hukum ialah suatu peraturan perundang-undangan harus dibuat dengan memerhatikan setiap sesuatu yang telah ada dalam peraturan perundang-undangan yang lain, maksudnya agar tidak lagi menyebabkan konflik norma antar peraturan perundang-undangan yang lain, supaya dapat menghindari timbulnya multitafsir (banyak penafsiran) pada undang-undang tersebut.14 Mengingat Pengaturan hukum terkait Notaris pailit berdasarkan UUKPKPU dengan ketentuan pada UUJN memiliki perbedaan.

Probematika yang ada dipenelitian ini ialah pengaturan pailitnya seorang Notaris, dengan hal itu berdasarkan dengan asas lex specialis derogate legi generalis, problematika pengaturan pailit terhadap seorang Notaris pada hakekatnya harus menggunakan suatu ketentuan yang telah ditentukan oleh UUJN dengan mengesampingkan ketentuan yang ada di UUKPKPU, dimana UUKPKPU mempunyai sifat yang lebih general (umum) dikarenakan membahas terkait pengaturan kepailitan lebih umum. Adanya perbedaan pengaturan yang ada pada UUJN dengan PKPU ialah terdapat perbedaan pada subyek hukumnya. Dalam UUKPKPU subjek hukum pailit merupakan orang perorangan yang tidak termasuk dengan jabatan yang dimiliki, dengan demikian apabila terjadinya pailit pada orang perorangan tersebut tidak menimbulkan akibat pada jabatannya. Sedangkan pada UUJN subjek hukum orang perorangan apabila dinyatakan pailit berimbas pada jabatan yang dimililki seorang Notaris. Kesalahan dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris yaitu terkait menjamin kepastian tanggal dalam pembuatan akta notariil sehingga Notaris harus bertanggungjawab atas perbuatannya dengan hal tersebut apabila Notaris tidak bisa memberikan gantirugi kepada pihak yang merasa dirugikan dalam nominal tertentu sesuai dengan akta yang sudah dibuat Notaris, maka Notaris wajib melakukan permohonan pailit yang mana pailit tersebut dilakukan secara pribadi yang berkesinambungan dengan jabatannya.

Konflik norma mengenai aturan pailitnya seorang Notaris ditinjau melalui UUJN dan UUKPKPU ialah selaras dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya bahwasannya terdapat asas lex specialis derogat legi generalis yang membuat peraturan terkait pailit yang ada pada UUJN lebih diutamakan dengan menyampingkan ketentuan yang ada pada UUKPKPU sebab dalam undang-undang tersebut membahas terkait pailit secara umum, berbeda dengan ketentuan UUJN terkait pailit yang dapat pula berhubungan dengan jabatan seorang Notaris yang melakukan kesalahan dalam menjalankan

jabatannya. 15 Dengan hal ini tentu sudah seharusnya kepailitan yang menjerat Notaris dalam melaksanakan jabatannya merupakan suatu hal yang wajar serta memiliki perbedaan pada akibat hukum pailitnya yang dialami oleh orang perorangan pada umumnya yang dikenakan sebagai subjek hukum sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya pada pasal 12 huruf a UUJN. Pengertian pailit yang telah dijelaskan di pasal ini bukanlah sebuah perbuatan jahat (criminal) dimana kepailitan merupakan suatu hal yang wajar dan dapat menjerat semua orang. Kepailitan dalam UUJN dapat terjadi apabila seorang Notaris saat menjalankan jabatannya melakukan kesalahan hingga mengakibatkan para pihak yang bersangkutan merasa dirugikan. Berbeda dengan halnya kepailitan yang terjadi pada biasanya yaitu ketidakmampuan debitur untuk melunasi semua utang-utangnya kepada seluruh krediturnya.16 Oleh karena hal tersebut, apabila kepailitan yang menerpa Seorang Notaris sesuai yang ada pada ketentuan UUJN selaras dengan apa yang telah dipaparkan sebelumnya yaitu memiliki perbedaan dengan yang terjadi pada biasanya (umumnya) sebagaimana halnya telah ditentukan dalam UUKPKPU secara menyeluruh terkait kepailitan secara umum. Serta perbedaan konsep kepailitan pada UUJN dan UUKPKPU yang berbeda yaitu UUKPKPU memiliki konsep bahwasannya kepailitan seseorang tidak berkaitan dengan jabatan yang dimilikinya namun hanya seputar dengan harta kekayaannya saja, sedangkan pada UUJN tentu kepailitan berdampak pada jabatannya sebab Notaris yang terjerat pailit ditimbulkan dikarenakan kesalahannya saat menjalankan jabatannya sebagai seorang Notaris.

  • 3.2    Dampak Hukum Kepailitan Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit

Dampak hukum pada Notaris yang bertindak sebagai debitur secara pribadi ialah tersita nya semua aset kekayaannya serta kehilangan hak keperdataan dalam menguasai aset kekayaannya yang telah termasuk kedalam harta pailit berdasarkan putusan pengadilan.17 Pasal 41 UUKPKPU menyatakan pada intinya demi keperluan harta pailit pada pengadilan negeri dapat meminta penghapusan segala tindakan hukum seorang debitur yang pailit dan mendatangkan kerugian bagi pihak kreditur, penghapusan atau pembatalan tersebut harus dilakukan sebelum adanya pernyataan pailit melalui putusan pengadilan. Dengan demikian dalam kepailitan terdapat proses rehabilitasi yang mana proses ini adalah proses perbaikan nama debitur yang dinyatakan pailit, yang menerangkan seorang debitur itu sudah membayar semua utangnya dan memenuhi semua kewajibannya. Hal tersebut diatur dalam pasal 215221 UUKPKPU. 18 Notaris yang bertindak sebagai orang pribadi yaitu debitur

dinyatakan pailit dalam UUKPKPU hanya tidak dapat lagi (tidak cakap) untuk mengurus semua aset kekayaannya, dengan demikian kewengan atau hak lain yang dimilikinya masih tetap ada dan tetap bisa untuk bertindak untuk melakukan perbuatan hukum lainnya. Hak yang dimaksud ialah Notaris yang tetap cakap bertindak dalam jabatannya yaitu menjalankan kewenangannya sebagai pejabat umum. Seluruh aset kekayaan Notaris akan diurus oleh kurator yang ditunjuk untuk menjadi wakil Notaris dalam pengurusan dan pengawasan aset kekayaan yang dimiliki Notaris dan bertujuan agar dapat mempermudah untuk membayar seluruh utang-utang yang dimiliki Notaris, dengan hal tersebut apabila Notaris dinyatakan pailit dan tidak dapat bertindak lagi melaksanakan jabatannya tentu tidak selaras dengan ketentuan yang terdapat pada UUKPKPU. Sebab pemberhentian secara tidak hormat membuat Notaris tidak dapat lagi honorarium dari setiap akta yang dibuatnya sehingga mempersulit untuk menambah aset pailit yang dimilikinya. Selain pemberhentian secara tidak terhormat implikasi lain dari pailitnya seorang Notaris ialah Notaris tidak dapat diangkat kembali menjadi seorang Notaris dikarenakan sampai saat ini pengaturan terkait pengangkatan kembali Notaris dalam UUJN belum ditetapkan,19 sedangkan pada UUKPKPU telah mengatur terkait rehabilitasi kepailitan yang mana debitur dapat memperbaiki namanya melalui putusan pengadilan.

Pada hakekatnya apabila tidak adanya ketentuan yang ada pada Peraturan Undang-Undangan dianggap mampu (cakap) bertindak secara hukum pada kondisi ini ialah untuk melahirkan suatu perikatan yang ditimbulkan karena adanya perjanjian. Selaras dengan ketentuan pada Pasal 1320 KUHPerdata, yang pada intinya ialah orang yang dianggap tidak mampu (cakap) untuk bertindak secara hukum tidak diperkenankan untuk membuat suatu perjanjian. Selanjutnya Pasal 1330 angka 2 KUHPerdata yang intinya apabila orang yang dianggap tidak mampu bertindak secara hukum atau tidak cakap maka diharuskan untuk diwakilkan apabila ingin melakukan perbuatan hukum.20 Tujuan dari pengampuan yang ada dalam proses kepailitan yaitu untuk dijadikan sebagai jaminan dalam proses pelunasan kewajiban pembagian aset kekayaan debitur yang dipailitkan kepada kreditur-krediturnya. Selaras dengan ketentuan pasal 24 ayat 1 UUKPKPU bahwasannya sejak pernyataan pailit diucapkan pada saat itupula debitur kehilangan hak keperdataannya dalam mengurus serta menguasai seluruh aset kekayaannya yang telah ditetapkan sebagai harta pailit, dapat ditelaah bahwa pasal tersebut menjelaskan bahwa debitur taklagi mengurus harta kekayaannya namun seluruh aset kekayaan yang dimilikinya telah dikuasai oleh kurator sebagai pengampu. Adapun akibat hukum dari pailitnya seorang Notaris ialah terdapat dalam pasal 9 angka 1 huruf a UUJN yang pada intinya Seorang Notaris yang ada dalam proses pailit berimplikasi pada permberhentian secara sementara dari jabatan profesi Notaris. Namun pada pasal 12 huruf a UUJN menentukan hal yang berbeda implikasi dari pailitnya seorang Notaris yaitu pemberhentian secara tidak terhomat oleh mentri atas usul MPP (Majelis Pengawas Pusat) yang didasari pada putusan pengadilan. Pasal tersebut juga belum memberikan kejelasan terkait kriteria Notaris pailit, apakah pailit dikarenakan oleh jabatannya atau sebagai orang pribadi.

Sebab menurut pendapat penulis terkait akibat hukum dari pailitnya seorang Notaris dalam Pasal 12 huruf a UUJN seharusnya tidak mendapatkan hukuman pemberhentian dengan cara tidak terhormat sebab kepailitan bukanlah suatu tindak kriminal serta kepailitan bisa menimpa siapa saja terutama pada pengusaha hal tersebut merupakan suatu perbuatan manusiawi. Jikalau memang dalam bertindak secara hukum Notaris tersebut merupakan pengusaha yang bertindak sebagai orang pribadi (debitur) bukan dalam menjalankan tugasnya sebagai Notaris. Mengingat akibat hukum dari UUKPKPU tidak sampailah menyebabkan pemberhentian Notaris secara tidak terhormat namun sesuai dengan Pasal 24 UUKPKPU yang menyatakan debitur hanya kehilangan haknya dalam pengurusan aset kekayaan saja, dengan demikian jabatan yang dimiliki seorang Notaris tidak dapat dikategorikan sebagai objek kepailitan. Pasal 24 UUKPKPU telah menentukan bahwa satu diantara akibat hukum dari pailitnya debitur ialah pada saat debitur tersebut kehilangan hak dan kewenangannya terhadap harta kekayaannya yang telah termasuk kedalam aset yang pailit sesuai dengan putusan pengadilan. Pasal 22 UUKPKPU menentukan mengenai pengecualian harta pailit, isi dari pasal tersebut pada intinya ialah hasil yang diperoleh oleh debitur melalui pekerjaannya merupakan gaji dari dari suatu jabatan yang tidak bisa digolongkan menjadi objek kepailitan serta seluruh hal yang berkaitan dengan pekerjaannya juga tidak bisa disita. Namun UUJN menentukan jika dinyatakannya pailit seorang Notaris maka Notaris tersebut akan kehilangan jabatannya sebagai Notaris, sehingga ini menimbulkan problematika norma terhadap isi UUKPKPU dengan Pasal 12 a UUJN.21 Ketidaksesuain tersebut didasari dengan subjek kepailitan yang berbeda, yang mana dalam UUJN menjelaskan subjek kepailitan yang menjerat jabatan Notaris sedangkan dalam UUKPKPU yang dapat terjerat ialah orang pribadi sebagai subjek hukum. Dapat dilihat juga perbedaannya melalui penyebab terjadinya pailit yaitu pailitnya seorang Notaris menimbulkan akibat untuk mengganti kerugian dari kesalahan Notaris dalam menjalankan jabatannya yang berdampak pada kerugian yang dirasakan para pihak terkait, beda halnya dengan pailit secara umum yang diderita seseorang sesuai dengan yang dimaksud dalam UUKPKPU yaitu menimbulkan akibat ketidakmampuan debitur untuk membayar utangnya, dengan demikian sepatutnya bahwa akibat dari kepailitan seorang Notaris dalam UUJN memiliki perbedaan dengan akibat hukum kepailitan pada umumnya yang ditanggung oleh orang pribadi sebagai subjek hukum sesuai yang ada pada UUKPKPU, implikasi pailitnya seorang Notaris akan merujuk pada pasal 12 huruf a UUJN karena memiliki sifat khusus dibandingkan UUKPKPU yang bersifat umum yaitu pemberhentian secara tidak terhormat dari jabatannya sebagai Notaris. 22

  • 4.    Kesimpulan

Setelah pemaparan diatas dapat ditarik kesimpulan dengan melihat Konflik Norma yang ada pada UUJN dan UUKPKPU yang dimana UUKPKPU hanya menjelaskan secara umum terkait kepailitan dan tidak dijelaskan secara perinci terkait Jabatan Notaris namun dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan konsep kepailitan pada UUJN dan UUKKPU yang dimana pengaturan kepailitan seorang yang memiliki utang

(debitur) dalam Pasal 24 UUKPKPU yang menerangkan bahwa hanya sebatas tidak mampunya debitur bertindak dalam mengurus aset kekayaannya saja serta tidak cakap untuk bertindak karena masih dalam pengampuan kurator yang mengurus segala aset debitur. Pengaturan pailitnya seorang Notaris mengacu pada Pasal 12 huruf a UUJN dikarenakan sifatnya yang khusus dibandingkan UUKPKPU yang mengatur secara umum yang berdampak pada pemberhentian jabatannya secara tidak terhormat. Ketentuan ini berlaku bagi Notaris yang pailit apabila dalam menjalankan tugasnya Notaris melakukan kesalahan hingga menyebabkan kerugian para pihak. Dengan perbedaan tersebut terdapatnya asas lex specialis derogat legi generalis untuk memberikan kepastian hukum pada Notaris yang dinyatakan pailit.

Daftar Pustaka

Buku

A. R. Suharso, (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Lux) (p. 37), Semarang: Widya Karya

Adjie, Habib. (2018) . Hukum Notaris Indonesia. Bandung;:Refika Aditama.

M.Hadi Shubhan. (2023). Hukum Kepailitan, Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

Semedi, Bambang.( 2013). Penegakan Hukum Yang Menjamin Kepastian Hukum. Jakarta : Artikel Pusdiklat Bea dan Cukai.

Soekanto, S dan Mamudji. S. (2015). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers.

Suprasono, Gatot. (2013). Perjanjian Utang-Piutang, Jakarta.: Kencana Prenadamedia Group,

Jurnal

A, Pratiwi. (2020). Sanksi Terhadap Notaris DalamMelanggar Kode Etik. Repertorium Jurnal     Ilmiah     Hukum     Kenotariatan,     9(2),     p.95-104.     DOI:

http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v7i2.273

Cahyani, Dela. (2016), Kewenangan Notaris Membuat Akta yang Berkaitan dengan Pertahanan Menurut Pasal 15 ayat (2) huruf (F) Undang-undang No. 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Repertorium Jurnal Ilmiah Kenotariatan 5 No. 1. h.7 DOI : http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v5i1.174

Kale, Gedalya Iryawan; Dharmakusuma, A.A.G.A. (2018). Syarat Kepailitan Sebagai Bentuk Perlindungan Hukum Debitor Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum, 3(1), P. 1-12 https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/40730

Karianga, Antonius. (2017). Analisis Hak Konsumen terhadap Perusahaan yang dinyatakan Pailit oleh Hakim Pengadilan Niaga. Lex Administratum,5(7), 109-

115.https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/175 46

P, Galuh (2021). Notaris Pailit Dalam Peraturan Jabatan Notaris. Diversi Jurnal Hukum ,4(2), p. 199-217. DOI : https://doi.org/10.32503/diversi.v7i2

Podungge, Wahyu Rizki (2023). Pemulihan Hak Keperdataan Notaris Yang Diberhentikan Secara Tidak Hormat Pasca Dinyatakan Pailit. Officium Notarium, 2(1), 79–88. DOI: https://doi.org/10.20885/JON.vol2.iss1.art9

R. S. Etty Susilowati, Siti Mahmudah. (2016). Kajian Terhadap Kepailitan Notaris di Indonesia”. Diponegoro Law Journal,    5(4),    pp.1-16, DOI :

https://doi.org/10.14710/dlj.2016.13313

Santoso, Putri Pertiwi (2015). Analisis Yuridis Terhadap Pengangkatan Kembali Notaris Yang Telah Dinyatakan Pailit Oleh Pengadilan, Jurnal Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas   Brawijaya,   5(4),   p.1-22.

http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1240

WEDA, I Nyoman Ganang Bayu; RESEN, Made Gde Subha Karma. Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Notaris Di Indonesia. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 7(1), p. 13-22, DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i01.p02

Wiryawan, Aga Waskitha (2020). Tinjauan Yuridis Terhadap Notaris Yang Dinyatakan Pailit Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris, Jurnal Lex Renaissance, 5(1), p.193-206. DOI : https://doi.org/10.20885/JLR.vol5.iss1.art1

Tesis atau Disertasi

Anthony.,R, Winanto, W.(2020), Pengangkatan Kembali Notaris yang Diberhentikan dengan Tidak Hormat Berdasarkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan . Tesis Universitas Indonesia.

Dyah, P. (2022) . Pengangkatan Kembali Notaris yang Telah di Putus Pailit oleh Pengadilan Niaga. Universitas Islam Sultan Agung.

Karima. (2017). Makna Kepailitan Sebagai Alasan Pemberhentian Jabatan Notaris, Tesis Universitas Jember.

Waryoko, Agus. (2022). Pailit Sebagai Upaya Ultimum Remedium Penyelesaian Hutang Debitur. Universitas Pancasakti Tegal.

Peraturan Perundang - Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491

Undang –Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443)

412