Akibat Hukum Akta Autentik yang Dibacakan Oleh Pegawai Notaris Kepada Para Pihak
on
Vol. 06 No. 02 Agustus 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Akibat Hukum Akta Autentik yang Dibacakan Oleh Pegawai Notaris Kepada Para Pihak
Theodhorus Thrieyadi Nyarong 1, I Gede Pasek Pramana2
1Magister Kenotariatan Universitas Udayana, E-mail: [email protected] 2Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 28 Desember 2020
Diterima : 11 Mei 2021
Terbit : 1 Juli 2021
Keywords :autenthic deed, notary, reading
Kata kunci:Akta Autentik, Notaris, Pembacaan
Corresponding Author:
Theodhorus Thrieyadi
Nyarong, email : [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i02.p0
7
Abstract
notaris kepada para pihak yaitu pembacaan akta yang tidak dilakukan oleh Notaris namun dilakukan oleh pegawainya Notaris kepada para pihak sebagaimana diatur pada Pasal 16 ayat (9) UUJN yang pada prinsipnya memiliki konsekuensi bahwa akta autentik tersebut akan terdegradasi menjadi akta dibawah tangan, yang sebelum akta tersebut memiliki pembuktian yang sempurna menjadi tidak sempurna lagi. Namun akibat hukum ini dikecualikan untuk akta wasiat sebagaimana Pasal 16 ayat (10) UUJN.
Notaris dewasa ini mampu menjadi profesi yang paling dicari karena kebutuhan masyarakat akan sebuah akta autentik sangat tinggi, sehingga Notaris menjadi profesi yang akan sangat terhormat ditengah masyarakat. Tanpa adanya keinginan dari masyarakat yang membuat akta autentik, maka profesi seorang Notaris tidak akan ada berguna.1 Notaris dalam menjalankan pekerjaan dan profesinya sangat diperlukan tindakan yang Notaris harus lakukan yaitu yang jujur, berakhlak, dan mempunyai etika. Ketika seorang Notaris mempunyai etika seorang Notaris akan melaksanakan dengan baik apapun yang berhubungan dengan pekerjaannya. “Notaris yang merupakan seorang pejabat umum juga memiliki dan berwenang untuk melakukan tindakan mengerjakan akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna, yang paling kuat dari kekuatan alat bukti tertulis lainnya dalam persidangan. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa kedudukan dari seorang Notaris menjadi sangat begitu penting fungsi dan perannya dalam kehidupan dalam masyarakat itu sendiri.”2
Notaris itu pada dasarnya mengemban dan melakukan pekerjaan dan kewenangannya berpegang teguh pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) dan aturan Kode Etik Notaris yang merupakan aturan yang mengatur segala tindak tanduk seorang Notaris. UUJN pertama kali dikeluarkan pada tahun 2004 kelahiran UUJN ini menggantikan peran Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860:3) yang sehingga Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860:3) pada tahun 2004 dirasa tidak lagi relevan dan sangat tidak dapat lagi berdampingan selaras dengan kebutuhan masyarakat dan perkembangan hukum, terutama pada bidang Kenotariatan. Kemudian UUJN yang dikeluarkan pada tahun 2004 tersebut diubah pada tahun 2014 dengan beberapa perbaikan dan penyempurnaan didalamnya sehingga UUJN yang dikeluarkan pada tahun 2004 dan UUJN perubahan yang dikeluarkan pada tahun 2014 masih berlaku dan masih menjadi satu dan kesatuan yang tidak akan dapat dipisahkan pada saat Notaris melaksanakan kewenangannya.
Pada Pasal 15 ayat (1) UUJN seorang Notaris memiliki wewenang dalam pembuatan akta autentik. Terkait proses pembuatan akta autentik, Notaris dalam menjalankan pekerjaannya sangat membutuhkan bantuan dari pegawai Notaris untuk dapat menyelesaikan akta yang harus dikerjakan dengan cepat, yang juga memudahkan Notaris dalam menjalankan pekerjaan profesionalnya. Dalam praktek Notaris, permasalahan sering terjadi bahwa pembacaan akta autentik tersebut sering kali dibacakan oleh pegawai Notaris yang bersangkutan, dan Notaris tidak lagi mengambil pekerjaan membacakan akta kepada para pihak. Oleh karena itu, maka nilai-nilai yang ada dan terkandung dalam UUJN telah terpinggirkan nilainya sehingga tidak lagi menjadi aturan yang bersifat mengikat bagi Notaris, sebaliknya terdapat kosongnya norma hukum yang ada dalam UUJN terkait norma hukum pegawai Notaris dalam membantu melaksanakan kewajiban dan kinerja Notaris. Hal seperti ini biasanya menyebabkan masalah bagi Notaris, dan akan ada lebih banyak masalah pada praktek Notaris.3
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, ditemukan artikel ilmiah ditulis oleh Muhammad Tiantanik Citra Mido, dkk., berasal dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang pada pokok simpulan tersebut menyatakan bahwa dalam perkembangannya banyak terjadi pada praktek Notaris dimana pegawai notaris lah yang membacakan akta autentik tersebut kepada para pihak.4 Pembacaan akta autentik kepada para pihak adalah merupakan kewajiban yang wajib dilakukan oleh seorang yang atas jabatannya sebagai Notaris sebagaimana termuat pada Pasal 16 ayat (1) huruf m dalam UUJN. Selain diwajibkan oleh UUJN, pembacaan untuk akta autentik yang dilakukan oleh seorang Notaris kepada para pihak tersebut merupakan jalan untuk melakukan prinsip saksama dan jujur yang harus dilakukan oleh Notaris agar pada akta autentik tersebut tidak terjadi kesalahan.
Pembacaan akta autentik yang dilakukan oleh pegawai Notaris kepada para pihak yang menghadap memiliki banyak konsekuensi hukum apabila terjadi kerugian bagi salah satu pihak. Hal tersebut diatur dalam aturan UUJN dan aturan Kode Etiknya seorang Notaris juga dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap para pihak, khususnya para pihak yang mungkin akan dirugikan atas tindakan itu. Sehingga pantas untuk dilakukan kajian secara menyeluruh dan untuk membentuk suatu pembaharuan pada bidang hukum kenotariatan, dalam bentuk penulisan artikel ilmiah dengan judul “Akibat Hukum Akta Autentik yang Dibacakan Oleh Pegawai Notaris Kepada Para Pihak”
Setelah penjabaran permasalahan dapatlah dirumuskan suatu permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai bagaimanakah pengaturan terkait pembacaan akta autentik Notaris? dan bagaimanakah konsekuensi yuridis dari akta autentik yang dibacakan oleh pegawai notaris kepada para pihak?
Artikel ilmiah pada hakikatnya haruslah memiliki tujuan agar memiliki suatu arah yang jelas, sehingga tujuan daripada jurnal ilmiah ini yaitu untuk memahami
pengaturan terkait pembacaan akta autentik Notaris dan memahami konsekuensi hukum dari pegawai notaris yang membacakan akta kepada para pihak
Artikel ini memiliki unsur kebaruan (novelty), dibandingkan dengan artikel sejenis yang telah terpublish terlebih dahulu yang mengangkat isu hukum serupa. Artikel sebagaimana dimaksud diantaranya : Artikel Ilmiah yang dibuat oleh Muhammad Tiantanik Citra Mido dkk., dengan judul jurnal yaitu “Tanggung Jawab Perdata Notaris Terhadap Akta Yang Dibacakan Oleh Staff Notaris Dihadapan Penghadap”, jurnal yang terbit pada Jurnal Lentera Hukum Volume 5 Nomor 1 pada Bulan Juli Tahun 2018. Permasalahan yang dibahas yaitu “Alasan Notaris menyerahkan kewajiban membacakan akta kepada staff Notaris di hadapan penghadap, implikasi hukum terhadap akta Notaris yang dibacakan oleh staff Notaris dihadapan penghadap, dan tanggung jawab perdata Notaris terhadap akta Notaris yang dibacakan oleh staff Notaris dihadapan penghadap”5, Artikel ilmiah yang dibuat oleh Dwi Merlyani, dkk., jurnal yang berjudul “Kewajiban pembacaan akta otentik oleh Notaris dihadapan penghadap dengan konsep cyber notary” jurnal yang terbit pada Repertorium:Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Volume 9 Nomor 1 pada Bulan Mei Tahun 2020. Permasalahan yang dibahas mengenai “filosofi pembacaan akta otentik oleh notaris di hadapan penghadap, menganalisis kekuatan hukum akta yang pembacaan dan penandatanganan akta berdasarkan konsep cyber notary”6
Berdasarkan pembandingan dengan 2 (dua) artikel ilmiah terdahulu atau sebelumnya, tulisan ilmiah ini memiliki nilai pembaharuan dan orisinil. Pembaharuan pada jurnal ilmiah ini yaitu mengangkat permasalahan mengenai pengaturan terkait pembacaan akta autentik Notaris dan konsekuensi hukum dari karyawan notaris yang membacakan akta kepada para pihak.
“Suatu tulisan untuk mencari suatu kebenaran dilakukan dengan berdasar pada suatu tata cara agar kebenaran itu dapat tercapai, dalam tulisan ini menggunakan penelitian hukum Normatif.”7 Prosedur penelitian ini mengaplikasikan jenis penelitian normatif untuk mengkaji masalah, dan penelitian normatif adalah kajian tentang penerapan norma atau aturan dalam hukum positif, sehingga diharapkan dapat terwujudnya suatu kebenaran.8 “Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, penelitian ini juga disebut penelitian hukum kepustakaan karena penelitian ini hanya meneliti pustaka belaka. Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau sebagai
kaidah yang kemudian berlaku di dalam suatu masyarakat yang menjadi tuntunan perilaku seseorang.”9
Pendekatan yang dipakai untuk membantu mendalami penulisan yaitu pendekatan perundang-undangan dan juga pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan tersebut dilakukan dengan mengkaji masalah dengan menggunakan peraturan yang terkait dan relevan dengan permasalahan dalam hal ini aturan – aturan yang ada sangkut pautnya mengenai bidang hukum kenotariatan yaitu UUJN dan Kode Etik Notaris. Pendekatan konsep digunakan untuk menjawab permasalahan ini dengan menggunakan beberapa teori-teori, serta konsep-konsep, dan asas-asas hukum yang umum dan sering dipakai dalam penyelesaian permasalahan serupa dapat menggunakan pendekatan konsep yang asalnya dari para ahli hukum dalam negeri maupun para ahli hukum luar negeri.10
Bahan hukum yang dipakai dalam artikel ini terdiri dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan yaitu UUJN dan buku-buku yang berhubungan sebagai bahan hukum primer. Dan sumber bahan hukum sekunder yang dipergunakan adalah artikel ilmiah. Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penulisan artikel ini memakai teknik studi dokumen, dan menggunakan teknik deskriptif untuk menganilisis artikel ini
Keberadaan Notaris hakikatnya merupakan profesi yang bertugas untuk memberikan jasa yang dibutuhkan kepada masyarakat dibidang hukum meliputi peristiwa – peristiwa dan proses hukum secara tertulis dan benar adanya.
“Oleh karena itu, notaris yang telah disumpah harus memiliki kesungguhan dan semangat untuk menciptakan kondisi yang kondusif dalam proses melakukan pekerjaannya sebagai seorang notaris, namun harus tetap berorientasi kepada terciptanya kepastian hukum bagi para pihak yang menghadap kepada notaris.”11 Terdapat penjabaran mengenai definisi terkait apa itu Notaris pada UUJN, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya” sebagaimana tertera pada Pasal 1 ayat (1) UUJN. Berdasarkan pengertian ini secara implisit dapat dimaknai bahwa tugas utama daripada seorang Notaris yaitu membuat sebuah akta autentik.
Menurut Deviana Yunitasari dalam tulisan jurnalnya, seorang notaris sangat memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi dan merumuskan peraturan yang berkaitan tentang setiap tindakan yang harus dilakukan dalam perjanjian atau kontrak yang diatur oleh undang-undang dan mencatatnya menjadi sebuah akta autentik, yang hanya akan diminta oleh para pihak yang memiliki kepentingan, bukan atas permintaan dari seorang Notaris. Seorang Notaris pun juga diberi wewenang yang untuk mengingatkan para pihak sehingga memastikan pelanggaran yang terjadi dalam pembuatan akta autentik tersebut. 12
Notaris dalam menjalani wewenangnya yang paling utamanya yaitu membuat akta autentik haruslah berpedoman pada Pasal 16 UUJN, khusus dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m memuat salah satunya yaitu tugas dan kewenangan notaris yaitu:
“membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris”
Pasal ini bermakna bahwa diwajibkan seorang Notaris membacakan Akta dihadapan penghadap yang pada situasi ini dimaksud adalah keseluruhan pihak yang menjadi para pihak pada akta yang dibuat notaris tersebut. Hal ini memiliki arti bahwa seorang notaris dalam melaksanakan jabatannya wajib membacakan akta yang dibuatnya sehingga setelahnya baru dapat ditandatangani oleh pihak - pihak penghadap, para saksi, dan notaris itu sendiri.
Kewajiban atau hal hal yang wajib dalam pada saat pembacaan untuk akta adalah hal yang pokok dan fundamental untuk dilakukan karena pada waktu pembacaan untuk akta tersebut kepada para pihak yang berkepentingan terdapat beberapa filosofi, sebagai berikut:
-
1. “supaya agar notaris memberikan hal yang sebenarnya dari isi dari akta tersebut untuk para penghadap.
-
2. Tujuannya agar para pihak yang benar memahami dan mengerti, keaslian isi kesepakatan yang dicapai para pihak, sehingga diharapkan para pihak tidak menyangkal bahwa mereka tidak mengetahui keberadaan klausul tersebut. Klausul mana yang akan merugikan mereka karena mereka telah membaca melihat keaslian, dan memahami isi dari kontrak.
-
3. Jelaskan kepada si penghadap bahwa isi kontrak didasarkan pada persetujuan si penghadap itu sendiri.
-
4. Pembacaan akta notaris sebelum atau tatap muka dengan pihak-pihak yang terkait sangat penting, oleh karena itu sebelum para penghadap yang bersangkutan menandatangani akta yang telah dibuat oleh notaris, mereka telah mengetahui dan memahami syarat atau klausul dalam akta tersebut. Selain itu, syarat atau klausul dalam kontrak sesuai dengan keinginan dan kesepakatan mereka. Dengan memahami konten kontrak, para pihak dapat mengikuti keinginan mereka sendiri dan dapat dengan bebas memutuskan
apakah akan setuju atau tidak dengan konten kontrak itu sendiri yang akan mereka setujui. Jika salah satu pihak meyakini bahwa isi akta atau ketentuan dalam akta tidak sesuai dengan kesepakatan atau keinginannya, ia bisa meminta pihak lain untuk mengubah isi akta atau persyaratannya, atau ia dapat meminta pembatalan perjanjian atau kontrak. Konten mencapai kesepakatan, ini mungkin diperdebatkan di masa depan
-
5. Memastikan bahwa pihak-pihak yang hadir di hadapan notaris dapat menjamin bahwa yang ditandatanganinya sama dengan yang didengarnya saat membaca tingkah laku notaris. Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 44 ayat (1) pasal tersebut, UUJN menegaskan: “Begitu akta dibacakan, harus ditandatangani atau diparaf oleh para pihak, para saksi dan notaris, kecuali ada pemohon yang tidak ingin menandatanganinya karena alasannya. Untuk kepentingan pasal ini, istilah segera setelah dibaca menunjukkan bahwa notaris memang berkewajiban untuk membaca kontrak dengan para pihak yang bersangkutan sebelum menandatanganinya.”13
Hal-hal disebutkan diatas ini tidak lain hanya semata – mata berhubungan dengan kewajiban notaris untuk melaksanakan segala kewenangannya dalam jabatannya Untuk menjadi notaris dengan bertindak harus dapat dipercaya, harus jujur, harus teliti, independen, tidak memihak dan melindungi kepentingan dan keinginan para pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum yang akan diambil oleh para pihak.
Namun, terdapat juga hal yang menjadi pengecualian untuk tidak melakukan pembacaan dari akta yang dibuat langsung tersebut oleh seorang Notaris tersebut sebagaimana dengan yang dimaksud dan tertera dalam Pasal 16 ayat (7) UUJN mengandung arti bahwa dalam halnya pembacaan pada akta dengan sebagaimana yang dimuat pada ayat (1) huruf m hal tersebut bukan wajib hal itu untuk diberlakukan atau dilakukan, apabila para penghadap memperbolehkan akta yang mereka sepakati untuk tidak dibacakan karena para penghadap mereka telah dan sudah membaca akta itu sendiri, lalu telah mengerti, serta telah memahami betul isinya, dengan itu yang merupakan ketentuan yang bahwa hal tersebutlah sebenarnya dinyatakan pada bagian akhir akta atau yang ada pada penutupan akta serta yang tertuang di setiap halaman minuta pada akta tersebut yang langsung ditandatangan atau diparaf oleh para penghadap, para saksi, dan notaris.
Jika kita memahami regulasi dalam UUJN, kita bisa memahami bahwa profesi Notaris merupakan adalah profesi yang pengawasannya dilakukan secara ketat. Pemerintah bertanggung jawab memantau dan mengawasi pelaksanaannya, pengawasan yang dilakukan melalui panitia pengawasan notaris tingkat daerah dan pusat, memeriksa apakah melanggar UUJN dan Kode Etik Notaris. “Ikatan Notaris Indonesia (INI)” dalam perkumpulannya mempunyai pengurus kehormatan dari internal organisasi profesi sendiri, yang bertugas memantau dan mengkaji pelanggaran etika notaris di tingkat daerah dan pusat.
Segala tindakan yang dilakukan Notaris memiliki konsekuensi hukum, yang salah satunya berwenang membuat akta autentik. Akta autentik merupakan salah satu alat untuk pembuktian, berdasarkan Pasal 1867 KUHPer isinya yaitu menentukan bahwa: “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.” Pembuktian Lahiriah, Formal, dan Materiil merupakan nilai nilai yang merupakan kekuatan yang dimiliki untuk pembuktian dari akta Notaris sebagai akta autentik.14
Apabila semua ketentuan notaris terpenuhi, maka Akta tersebut memiliki kekuatan yang sempurna. Apabila terdapat prosedur yang tidak terpenuhi maka dapatlah dibuktikan pelanggarannya, oleh karena itu, akta yang ditandatangani atau dikeluarkan oleh notaris memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta dibawah tangan yang memiliki kekuatan pembuktian dibawah akta notaris atau akta autentik. Bukti tersebut akan diberikan kepada hakim selama persidangan.
Notaris dalam membuat akta wajib menuangkan keinginan atau kesepakatan dari para pihak dengan benar dan sesuai dengan isi dalam peraturan perundang-undangan dan kode etik Notaris. Akta Autentik, memiliki kekuatan pembuktian sempurna, jadi tidak diperlukan bukti atau bukti tambahan lainya. Jika salah satu pihak memberikan keterangan tidak sesuai kenyataan atau mungkin dilaksanakan tidak sesuai dan tata cara yang seharusnya berlaku, misalnya tidak dibacakan langsung oleh sang notaris, tetapi akta tersebut dibacakan oleh pegawai notaris, maka pihak tersebut mungkin menyatakan bahwa akta itu tersebut tidak benar adanya atau para pihak atau para penghadap memiliki Kewajiban untuk membuktikan. Konsekuensi terhadap Akta yang tidak dibacakan langsung oleh Notaris namun pembacaan akta tersebut dilakukan oleh pegawai Notaris kepada para pihak sebagaimana diatur pada Pasal 16 ayat (9) UUJN memiliki konsekuensi yuridis dari akta autentik yang pembacaannya tidak langsung dibacakan oleh Notaris akan terdegradasi sehingga menjadi akta dibawah tangan, yang kekuatan pembuktiannya menjadi tidak sempurna lagi. Namun akibat hukum ini dikecualikan untuk akta wasiat sebagaimana Pasal 16 ayat (10) UUJN.
Pengaturan terkait pembacaan akta autentik notaris yang terdapat dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m. Pasal ini bermakna bahwa diwajibkan untuk seorang Notaris dalam membacakan Akta dihadapan para penghadap yang dihadiri saksi-saksi. Hal ini berarti dalam menjalankan pekerjaannya dan jabatannya, seorang Notaris itu wajib dan harus melakukan pembacaan akta terlebih dahulu dilakukan dihadapan para pihak yang berkepentingan sebelum akta itu dilakukan penandatanganan atau ditandatangani oleh di hadapan para penghadap, para saksi, dan notaris itu sendiri. Karena kewajiban untuk membacakan akta ini sangatlah amat penting dan sangat amat wajib dengan untuk itu diberlakukan.
Konsekuensi yuridis dari akta autentik yang dibacakan oleh pegawai notaris kepada para pihak yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 16 ayat (9) UUJN yang pada prinsipnya memiliki konsekuensi hukum dari karyawan notaris yang membacakan akta yang sebenarnya kepada para pihak akan terdegradasi menjadi akta yang
dibawah tangan, yang sebelumnya akta yang dibuat Notaris memiliki pembuktian yang sempurna menjadi sebuah akta yang tidak sempurna lagi. Namun akibat hukum ini dikecualikan untuk akta wasiat sebagaimana Pasal 16ayat (10) UUJN.
Daftar Pustaka
Buku
Habib Adjie. (2010). Majelis Pengawas Notaris sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, Surabaya: Refika Aditama
Mukti Fajar, N. D., & Achmad, Y. (2010).Dualisme Penelitian Hukum: Normatif & Empiris.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Soekanto, S. dan Mamudji, S. (2013), Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada
Jurnal
Handayani, T. K., Sanusi, S., & Darmawan, D. (2019). Ketepatan Waktu Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 8(2), 220-236, doi:https://doi.org/10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p06
Merlyani, D., Yahanan, A., & Trisaka, A. (2020). Kewajiban Pembacaan Akta Otentik Oleh Notaris Di Hadapan Penghadap Dengan Konsep Cyber Notary. Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 9(1), 36-47,
doi:http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v9i1.358
Mido, M. T. C., Nurjaya, I. N., & Safa’at, R. (2018). Tanggung Jawab Perdata Notaris terhadap Akta yang Dibacakan oleh Staf Notaris di Hadapan Penghadap. Lentera Hukum, 5(1), 171-188, doi:https://doi.org/10.19184/ejlh.v5i1.6288
Putra, D. N. R. A., & Purwani, S. P. M. (2016). Pengawasan Notaris Oleh Majelis Pengawas Notaris Daerah Pasca Putusan MK No. 49/Puu-X/2012. Jurnal Magister Hukum Udayana, 5(4), 783-804,
doi:https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p11
Sang Ayu Ditapraja Adipatni. (2018).Perlindungan Hukum terhadap Wisatawan yang Mendapat Perlakuan Diskriminatif.Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 7(1), 122-132,
doi:https://doi.org/10.24843/JMHU.2018.v07.i01.p10
Widiaswari, R. A. (2020). Perlindungan Kue Tradisional Bali dalam Perspektif Kekayaan Intelektual. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 9(3), 575-593, doi:https://doi.org/10.24843/JMHU.2020.v09.i03.p09
Yunitasari, D. (2017). The Role Of Public Notary in Palembang Legal Protection or Standard Contracts For Indonesia Consumers. Jurnal Sriwijaya Law Review, doi:http://dx.doi.org/10.28946/slrev.Vol1.Iss2.43.pp179-190
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentamg Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) dan (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491
309
Discussion and feedback