Penerapan Pendaftaran Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik Di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru
on
Vol. 06 No. 01 April 2021
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Penerapan Pendaftaran Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik Di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru
Krisnawan Andiyanto1, Dian Aries Mujiburohman2, Haryo Budhiawan3
-
1 Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, E-mail: [email protected]
-
2 Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, E-mail: [email protected]
-
3 Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, E-mail: [email protected]
Keywords :
Land Registration, Mortgage Rights, HT-el.
Kata kunci:
Pendaftaran Tanah, Hak Tanggungan, HT-el.
Corresponding Author:
Krisnawan Andiyanto, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2021.v06.i01.p17
Abstract
This study aims to determine the implementation and obstacles in HT-el registration at the Pekanbaru City Land Office, because the Pekanbaru City Land Office is one of the pilot projects for HT-el services. This study uses empirical legal research methods using primary data in the form of interviews with PPAT, the Bank as creditors and the Land Office. The results showed that the registration of HT-el at the Pekanbaru City Land Office has not entirely gone according to procedure. Problems with account registration, technical registration and data validation are obstacles in registering Mortgage Rights with the HT-el system at the Pekanbaru City Land Office. Several things that must be considered are the need for system improvement to make it smoother, socialization and evaluation to HT-el users, and data validation at the Pekanbaru City Land Office that need to be increased to 100% to support HT-el services and other electronic services in the future.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengkaji pelaksanaan dan hambatan dalam pendaftaran HT-el di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, karena Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru sebagai salah satu pilot project untuk layanan HT-el. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan mengunakan data primer dalam bentuk wawancara kepada PPAT, Bank sebagai kreditur dan Kantor Pertanahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendaftaran HT-el di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru belum seluruhnya berjalan sesuai prosedur. Permasalahan pendaftaran akun, teknis pendaftaran dan validasi data menjadi hambatan dalam pendaftaran Hak Tanggungan dengan sistem HT-el di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. beberapa hal yang harus dipertimbangkan adalah perlunya perbaikan sistem agar lebih lancar, sosialisasi dan evaluasi kepada pengguna HT-el, dan validasi data di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru perlu ditingkatkan menuju 100 % untuk menunjang pelayanan HT-el dan pelayanan elektronik lainnya dikemudian hari.
-
I. Pendahuluan
E-Government bertujuan untuk memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan dengan cara melakukan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dan bagi orang lain yang berkepentingan, dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet).1 Menurut Rianto & Lestari kegunaan aplikasi eGovernment ialah “memberikan peluang meningkatkan dan mengoptimalkan hubungan antar instansi pemerintah, hubungan antara pemerintah dengan dunia usaha dan masyarakat. Mekanisme hubungan itu melalui pemanfaatan teknologi informasi yang merupakan kolaborasi/penggabungan antara komputer dan sistem jaringan komunikasi”.2 Penerapan e-Government merupakan amanat Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan EGovernment, penyelenggaraan pemerintahan e-government akan meningkatkan akuntabilitas, efisiensi, efektifitas dan transparansi.
Penerapan aplikasi e-Government telah dan sedang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) untuk membangun pelayanan kepada khalayak umum dan mitra melalui layanan elektronik salah satunya adalah layanan hak tanggungan elektorik (HT-el). Nadira menegaskan bahwa “layanan HT-el merupakan bentuk pemberian pelayanan untuk mempermudah pelayanan kepada masyarakat dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi”.3 Pengertian HT-el disebutkan dalam Pasal 1 ayat (7) Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2020 menyebutkan bahwa “HT-el adalah serangkaian proses pelayanan hak tanggungan dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah yang diselenggarakan melalui sistem elektronik yang terintegrasi”.4 HT-el merupakan layanan secara elektronik yang masih baru, diharapkan dapat memberikan kepastian waktu, transparansi biaya dan kemudahan memonitoring proses dalam pelayanan hak tanggungan serta meminimalisir adanya tatap muka secara langsung secara tidak langsung akan menghindari tindakan yang dapat merugikan masyarakat dan negara seperti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Pengaturan mengenai HT-el dimulai dengan ditetapkannya Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2017 tentang Layanan Informasi Pertanahan Secara Elektronik, yang menegaskan ada 9 jenis layanan informasi pertanahan yang dilakukan secara elektronik. Kemudian layananan tandatangan elektronik yang dapat digunakan dalam memberikan persetujuan dan/atau pengesahan suatu dokumen elektronik dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ATR/BPN No. 3 Tahun 2019. Pengaturan mengenai HT-el diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN No. 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, kemudian dicabut dan diganti dengan Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2020.
Pelaksanaan tentang HT-el dimulai pada pertengahan tahun 2019, maka penelitian-penelitian mengenai HT-el juga masih terbatas, diantaranya adalah pertama, Yubaidi mengkaji mengenai kesiapan PPAT dalam melaksanakan HT-el, diantaranya kesiapan yang dibahas antara lain “pertama kantor PPAT harus mendukung HT-el dengan teknologi seperti komputer, jaringan internet dan scanner. Kedua PPAT harus siap dimintai pertanggungjawaban jika melakukan pelanggaran administrasi, perdata dan pidana terhadap dokumen dasar pembuatan HT-el yang didaftarkan secara online. Ketiga dalam hal penghapusan Hak Tanggungan yang disampaikan oleh penghadap melalui PPAT, maka PPAT perlu menerapkan prinsip kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan atas sertipikat HT-el yang disampaikan oleh penghadap”. 5
Kedua, Nadira menegaskan bahwa “sejak berlakunya Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 2019 dapat berdampak langsung pada pertumbuhan kepercayaan masyarakat terhadap tatanan administrasi Badan Pertanahan yang cepat, akurat, lebih transparan dan bersih dari korupsi”.6 Ketiga, Wiguna menyatakan “pendaftaran hak tanggungan secara elektronik belum dapat diberlakukan karena UUHT masih berlaku dan aturan yang mengatur HT-el merupakan peraturan menteri yang memerlukan pelimpahan kewenangan dari peraturan yang lebih tinggi kedudukan dalam pemberlakuannya”. 7 Penelitian yang dilakukan oleh Yubaidi yang berfokus pada kesiapan PPAT dalam pelaksanaan HT-el, Nadira menitikberatkan pada efektivitas Permen HT-el, dan Wiguna terkait konflik norma dalam UUHT dan Permen HT-el. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain sebagaimana dijelaskan di atas. Peneliti pada penelitian ini mengkaji pelaksanaan dan hambatan dalam pendaftaran HT-el di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru?. Maka penelitian ini untuk mengkaji kesesuaian prosedur layanan HT-el mulai dari PPAT, Bank sebagai kreditor dan Kantor Pertanahan dengan regulasi yang ada dan merangkum hambatan yang dialami dalam pelaksanaannya. Pilihan terhadap Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru, karena pada awal penerapan HT-el, Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru merupakan salah satu pilot project untuk pelayanan HT-el dari 42 Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia, karena memiliki persiapan sistem dan data, serta memiliki tingkat pelayanan sertipikat HT tertinggi. Penggunaan HT-el pada tahun 2020 terhitung dari 1 Januari 2020 sampai dengan 12 Mei 2020 adalah sebanyak 1053 permohonan. Dari 1053 permohonan tersebut sebanyak 1030 yang sudah selesai, 6 ditutup, 5 ditangguhkan dan 12 sedang berjalan.8
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data primer.9 Soekanto & Mamudji penelitian hukum empiris adalah “suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-fakta
empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang didapat dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui pengamatan langsung. Penelitian empiris juga digunakan untuk mengamati hasil dari perilaku manusia yang berupa peninggalan fisik maupun arsip”.10 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat atau pengguna HT-el melalui wawancara seperti wawancara dengan pihak PPAT, Bank dan Kantor Pertanahan, bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan terkait HT-el. Kemudian studi pustaka sebagai data sekunder meliputi, buku, hasil penelitian, jurnal dan literatur lain yang berkaitan dengan pokok permasalahan terkait dengan hak tanggungan elektronik.
Nurasa dan Mujiburohman, menyatakan “Hak Tanggungan merupakan lembaga hak jaminan yang dapat dibebankan pada hak atas tanah, sebagai pengganti lembaga Hypotheek dan Credietverband, UU Hak Tanggungan lahir atas kehendak Pasal 51 UUPA”.11 dalam penjelasan dalam UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya UU HT) bahwa lembaga jaminan hak atas tanah satu-satunya di Indonesia adalah Hak Tanggungan.
Pengertian HT disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) UU HT, menyatakan bahwa “hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”. Kemudian dalam Pasal 2 menyebutkan “HT mempunyai sifat tidak dapat dibagi-bagi kecuali jika diperjanjikan dalam Akta Pemberian HT, apabila HT dibebankan pada beberapa hak atas tanah, dapat diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan bahwa pelunasan utang yang dijamin dapat dilakukan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai masing-masing hak atas tanah yang merupakan bagian dari objek HT yang akan dibebaskan dari HT tersebut sehingga kemudian HT itu hanya membebani sisa objek Hak Tanggungan untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi”.
HT menerapkan asas pemisahan secara horizontal yang diambil dari hukum adat. Senada dengan Nurasa dan Mujiburohman, menyebutkan bahwa “sesuai dengan asas pemisahan horizontal, maka HT dibebankan pada hak atas tanah, benda-benda yg merupakan kesatuan dengan tanah, bangunan, tanaman, dan segala yang tumbuh dan akan tumbuh di atasnya secara hukum bukan merupakan bagian dari tanah tersebut. Terhadap benda-benda tersebut, bila ikut dibebankan harus secara tegas dinyatakan Akta Pemberian Hak Tanggungan”.12 Dalam rangka asas pemisahan horizontal,
benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan,13 maka setiap perbuatan hukum mengenai hak atas tanah tidak secara langsung meliputi benda-benda di atas tanah tersebut baik berupa bangunan maupun tanaman.
Suatu objek HT yang ditegaskan dalam Pasal 5 UU HT menyatakan bahwa “HT dapat dibebani lebih dari satu HT guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Peringkat masing-masing HT ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan. Dalam hal didaftar pada tanggal yang sama, peringkatnya ditentukan menurut tanggal pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan”. Dalam penjelasan pasal tersebut, menyebutkan bahwa “suatu objek HT dapat dibebani lebih dari satu sehingga terdapat pemegang HT peringkat pertama, peringkat kedua dan seterusnya”. Proses dalam pembebanan HT menurut Anggraeni & Marwanto terdiri atas dua tahap, yaitu: “pertama tahap pemberian hak tanggungan. Pada tahap ini pemberian HT dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dengan didahului dengan perjanjian utang piutang yang dijamin akta otentik yang dibuat oleh PPAT, akta perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokok dan pembebanan jaminan (hak tanggungan) atas hak-hak atas tanah. Sifat perjanjiannya adalah accessoir yaitu perjanjian yang dilakukan antara debitur dan kreditur sebagai perjanjian tambahan dari pada perjanjian pokok. Kedua adalah tahap pendaftaran di Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran dimaksudkan untuk memenuhi syarat publisitas dengan tujuan agar masyarakat mengetahui bahwa sebidang tanah telah dijadikan obyek jaminan atas hak tanggungan”.14
Tugas pokok PPAT adalah untuk membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun (Pasal 2 ayat (1) PP No. 37 Tahun1998). PPAT berperan sangat penting dalam bidang pertanahan, salah satunya yang berhubungan dengan data yuridis dalam proses pencatatan tanah, termasuk perubahan atas data yuridis yang sudah tercatat sebelumnya. PPAT dapat dikatakan memiliki kewenangan yang cukup kompleks dalam bidang pertanahan, baik dari sisi tanah maupun pemegang hak.15 Sedangkan Bank sebagai penyaluran kredit kepada masyarakat ditandai adanya penandatanganan perjanjian kredit yang berisikan mengenai hak dan kewajiban dari para pihak selama proses kredit berlangsung seperti besaran bunga yang harus dibayarkan, ataupun biaya lain yang lahir karena perjanjian tersebut.16
Terkait dengan HT-el ada tiga komponen penting dalam layanan HT-el yaitu: Pertama, penyelenggara ialah Kementerian ATR/BPN; Kedua, pelaksana adalah Kantor Pertanahan; Ketiga, Pengguna, yaitu Kreditur, PPAT atau pihak lain yang ditentukan oleh Kementerian sebagai pengguna. Proses Layanan HT-el yang sepenuhnya dilakukan melalui sistem online, maka meniadakan peran loket pertanahan
merupakan suatu terobosan dari Kementerian ATR/BPN dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas layanan pertanahan dengan memanfaatkan konsep eGovernment. Beberapa perbedaan dalam secara signifikan antara pelayanan HT konvensional dengan HT-el antara lain sebagai berikut.
Perbandingan Pelaksanaan HT Konvensional dan HT-el
HT konvensional |
HT-el |
Dibutuhkan interaksi tatap muka antara Kreditor, PPAT dan Kantor Pertanahan |
Tidak perlu tatap muka karena permohonan dilakukan melalui sistem |
Loket pendaftaran hanya buka di hari dan jam kerja saja |
Pendaftaran dapat dilakukan kapan saja walaupun hari libur |
Harus antri di loket pendaftaran |
Mendaftar secara langsung melalui Sistem HT-el |
Persyaratan dan kelengkapan dokumen berupa fotokopi dan asli |
Persyaratan dan kelengkapan dokumen di scan dan diupload pada sistem |
Sertipikat HT jadi setelah 7 hari atau lebih |
Sertipikat HT terbit tepat waktu 7 hari |
Sertipikat HT diambil di Kantor Pertanahan |
Sertipikat HT dikirim melalui email |
Sertipikat tanah telah diberi catatan dan diambil kembali pada Kantor Pertanahan |
Catatan pada sertipikat dikirim melalui email, dan ditempel sendiri oleh kreditor |
Dibutuhkan ruang penyimpanan warkah hasil pendaftaran HT |
Warkah telah tersimpan dalam bentuk digital pada sistem |
Sumber: Akur Nurasa & Dian Aries Mujiburohman. (2020). Buku Ajar Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah. Yogyakarta: STPN Press. h. 60.
HT-el di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru mulai diterapkan pada awal bulan September berdasarkan Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik, namun Permen ini belum mengakomodir seluruh pelayanan HT, sehingga pelayanan HT konvensional masih digunakan. Adanya dua sistem yang digunakan yaitu HT-el dengan konvensional maka kebanyakan PPAT memilih untuk menggunakan yang konvensional dengan alasan sudah terbiasa. Hal ini seperti dinyatakan oleh Sulistyo :17
“Pada awal peluncuran HT-el PPAT cenderung kurang berminat untuk memakai layanan Hak Tanggungan lewat HT-el walaupun telah ada sosialisasi sebelumnya. Pada tanggal 24 September 2019 yang bertepatan dengan Hari Agraria yang seharusnya dilakukan ekspos produk HT-el ternyata hanya terdapat satu permohonan yang menggunakan Sistem HT-el. Akhirnya diputuskan pada tanggal 4 Oktober 2019 Kantor Pertanahan membuat surat keputusan bahwa permohonan Hak Tanggungan oleh badan hukum harus melalui Sistem HT-el”.
Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru memutuskan untuk membuat kebijakan untuk memperlihatkan keseriusan dalam peningkatan pelayanan melalui e-Government demi
transparansi, efisiensi dan efektifitas layanan yaitu dengan mewajibkan bagi Bank sebagai kreditur untuk menggunakan HT-el dalam mendaftarkan HT, terbukti langkah ini memberi dampak terhadap permohonan HT untuk badan hukum sebagai kreditur semuanya melalui sistem HT-el. Keseriusan penggunaan HT-el terlihat dalam aplikasi pelayanan pertanahan untuk HT-el pada tanggal 19 September 2019 sampai dengan 31 Desember 2019 adalah sebanyak 494 permohonan. Dari 494 permohonan yang didaftarkan melalui HT-el terdapat 485 sudah selesai dan 9 yang ditutup. Kemudian ada peningkatan penggunaan HT-el pada tahun 2020 terhitung dari 1 Januari sampai dengan 12 Mei 2020 sebanyak 1053 permohonan. Dari 1053 permohonan tersebut sebanyak 1030 yang sudah selesai, 6 ditutup, 5 ditangguhkan dan 18 sedang berjalan.
Proses Pendaftaran HT dengan sistem HT-el didahului dengan proses pengecekan sertipikat tanah di Kantor Pertanahan. Kemudian menjadi standar operasional prosedur dalam pelaksanaan PPAT, sebelum ditandatangani aktanya setiap objek yang akan dilakukan peralihan hak atau dijaminkan, sertifikat hak dari objek tersebut harus dilakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan.18 Pendaftaran pengecekan sertipikat dapat dilakukan dengan syarat berupa asli dari sertipikat, Surat Tugas atau kuasa pengecekan dari PPAT, permohonan pengecekan sertipikat (form permohonan) yang sudah disediakan di Kantor Pertanahan dan foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik tanah yang tertera di sertipikat. Pendaftaran pengecekan sertipikat sudah online tapi berkas fisik masih diantar ke kantor jadi tidak secara elektronik yang hanya dilakukan dengan pengecekan di KKP tanpa ada mengirimkan berkas fisik lagi.19
Proses diteruskan dengan pembuatan APHT. Proses pembuatan APHT harus didahului oleh pengecekan sertipikat di Kantor Pertanahan, guna menghindari jaminan palsu atau tidak sesuai dalam pembuatan APHT. Setelah membuat APHT jika ingin mendaftarkan HT dengan sistem HT-el maka PPAT harus segera menyampaikan APHT dan dokumen lainnya dengan cara menggunggah di Aplikasi HT-el mitra. Pelaporan APHT dapat dilakukan dengan menu membuat APHT pada aplikasi Mitra BPN. Pelaporan APHT diawali dengan membuat kode akta sebagai pengenal akta, kemudian dilanjutkan dengan mengisi data akta.
PPAT lalu mengunduh surat pengantar akta yang berisi nama PPAT, nomor akta dan kode akta. Surat pengantar akta dicetak sebanyak 3 rangkap dan ditandatangani serta dibubuhi stempel PPAT, dengan ketentuan satu lembar menjadi satu kesatuan dengan asli APHT lembar pertama dan lembar kedua untuk disimpan di kantor PPAT, satu lembar disampaikan kepada Kreditur berikut Salinan APHT dan data pendukung pembuatan APHT, dan satu lembar berikut Salinan APHT disampaikan kepada Debitor.
Setelah proses dari PPAT, kemudian dilanjutkan dengan pelaporan APHT oleh pihak Bank yang akan memproses pendaftaran HT berdasarkan APHT yang telah dilaporkan oleh PPAT sebelumnya tanpa mendatangi Kantor Pertanahan. Petugas Bank dalam hal ini operator melakukan pembuatan berkas, menginput nomor dan kode akta dan melengkapi data apht yang sudah dibuat oleh ppat serta mengunggah file permohonan. Setelah mengunggah file kemudian operator Bank mencetak surat
perintah setor dan melakukan pembayaran PNBP maka akan mendapatkan nomor transaksi penerimaan negara (NTPN).
Pemeriksaan berkas permohonan HT-el pada awal dilakukan oleh admin HT-el. Proses pemeriksaan menghasilkan dua keputusan yang pertama adalah berkas permohonan telah sesuai dengan prosedur dengan tidak ada masalah sedangkan yang kedua berkas tersebut masih terdapat kekurangan atau kesalahan. Jika tidak ada masalah maka akan langsung diterbitkan sertipikat Hak Tanggungan dan sticker HT-el, namun jika terdapat masalah atau kekurangan maka akan dikembalikan kepada PPAT atau Bank untuk melengkapi atau memperbaiki baru nanti dikirimkan lagi ke Kantor Pertanahan. Pada langkah ini baik PPAT maupun Bank harus lebih teliti dalam memonitor pelayanan hak tanggungan apakah terdapat berkas yang ditangguhkan karena sesuatu hal yang tidak sesuai prosedur yang ada.
Perbedaan antara pendaftaran Hak Tanggungan secara konvensional dengan Sistem HT-el. Pertama, terletak pada proses pendaftarannya dimana sebelumnya pendaftaran dilakukan oleh PPAT namun sekarang dilakukan oleh pihak kreditur. Kedua, semua berkas diserahkan ke Kantor Pertanahan dalam bentuk digital (hasil unggahan) tanpa berkas fisik. Ketiga, tidak ada tatap muka lagi dalam pendaftaran hak tanggungan. Keempat, sertipikat hak tanggungan langsung dapat dicetak beserta catatannya. Kelima, tanda tangan dalam sertipikat hak tanggungan hasil dari sistem HT-el dalam bentuk elektronik.
Pada proses Roya di Kantor Pertanahan belum menggunakan sistem HT-el. Proses Roya dengan menggunakan sistem manual selesai paling lama tiga hari. Untuk permohonan roya yang selesai lebih dari tiga hari dikarenakan dilakukan validasi data terlebih dahulu.20
Hambatan dalam pelaksanaan HT-el dihadapi baik oleh PPAT maupun Bank sebagai kreditur. Hambatan tersebut dirangkum berdasarkan wawancara dari informan PPAT dan operator bank yang telah mempunyai pengalaman mendaftarkan Hak Tanggungan dengan Sistem HT-el.
Putranto menjelaskan hambatan dalam menggunakan HT-el antara lain terjadi beberapa kali perbedaan peringkat karena tidak adanya menu pilihan peringkat, kedua tidak ada menu untuk memasukkan dua sertipikat dalam satu permohonan hak tanggungan, dan yang terakhir terjadi keraguan untuk lembar kedua APHT diserahkan ke kreditor atau PPAT simpan bersamaan dengan lembar pertama APHT karena biasanya lembar kedua APHT diserahkan ke Kantor Pertanahan. 21
Menurut Robi layanan HT-el sangat efektif dan mempermudah pekerjaan Hak Tanggungan walaupun PPAT yang dulu mengantarkan APHT dan warkah untuk didaftarkan menjadi hak tanggungan sekarang hanya melaporkan APHT saja melalui aplikasi. Hambatannya adalah masalah peringkat yang masih terdapat kesalahan karena tidak ada pilihan dan mengenai aplikasinya dimana sudah mengunggah scan berkas dengan sempurna namun nyatanya sewaktu di cek hasil tidak dapat terbaca.
Masalah lain dalam permohonan seperti penggunaan PBB bukan yang terbaru maka kami harus siap-siap untuk menanggapi respon dari kantor pertanahan untuk memperbaiki kapanpun juga walaupun di hari libur. 22
Berdasarkan wawancara diatas maka hambatan yang terjadi pada PPAT antara lain; Pertama, masalah tugas dan wewenang PPAT yang sebelumnya menyampaikan dan mendaftarkan APHT sekarang hanya menyampaikan tanpa ada mendaftarkan. Kedua, perlu adanya pilihan peringkat dalam penyampaian APHT di aplikasi karena bukan sekali dua kali kesalahan peringkat terjadi pada saat draft Ht-el terbit. Pilihan peringkat ini harus ada karena suatu obyek HT dapat dibebani dengan lebih dari satu guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. Dalam pemberian HT atas Kredit yang berbeda, apabila pihak kreditur merasa yakin dengan kemampuan Debitur dan agunan yang dijaminkan masih mencukupi untuk diagunkan kembali, dapat dilakukan Pengikatan Hak Tanggungan Peringkat Kedua.23
Ketiga, perlu adanya pilihan untuk memasukkan sertipikat lebih dari satu untuk satu permohonan HT. Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UUHT menyebutkan “apabila Hak Tanggungan itu dibebankan pada beberapa hak atas tanah yang terdiri dari beberapa bagian yang masing-masing merupakan suatu kesatuan yang berdiri sendiri dan dapat dinilai secara tersendiri, asas tidak dapat dibagi-bagi ini dapat disimpangi asal hal itu diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut maka perlu adanya pilihan memasukkan sertipikat lebih dari satu untuk pendaftaran hak tanggungan dengan menggunakan sistem HT-el.
Keempat, Kantor Pertanahan merespon adanya kesalahan pada berkas permohonan yang diunggah kapan saja selama berkas telah didaftarkan karena dalam aturan HT-el hari merupakan hari kalender bukan hari kerja. Memungkinkan pemeriksaan dan merespon pada hari libur maka PPAT akan tetap memperbaiki atau melengkapi di hari kerja. Keadaan ini dikarenakan syarat seperti PBB untuk memperbaiki hanya dapat dilakukan di hari kerja dimana kantor pengurusan pajak (Dinas Pendapatan Daerah) tutup pada hari libur.
Kelima, PPAT merasa ragu terkait lembar kedua APHT apakah diserahkan ke kreditur atau disimpan oleh PPAT sendiri. Pada pendaftaran hak tanggungan konvensional APHT dan warkah lainnya diserahkan kepada Kantor Pertanahan namun dalam HT-el tidak ada berkas fisik lagi yang diserahkan kepada Kantor Pertanahan. Nadira menjelaskan bahwa konsekuensi dari layanan elektronik di Kementerian ATR/BPN adalah menghilangkan dokumen warkah (warkah tidak diserahkan ke Kantor Pertanahan). 24 Hal ini sesuai dengan penjelasan Sugoto bahwa HT-el ini merupakan langkah awal untuk menyiapkan kantor pertanahan berbasis e-office dan zero warkah.25 Namun hal ini bertolak belakang dengan UUHT dimana di dalam UUHT Hak
Tanggungan tidak dilakukan melalui media elektronik, Pasal 13 ayat (2) “PPAT wajib mengirimkan APHT dan dokumen lainnya kepada Kantor Pertanahan”.26 Menurut Sinaga menjelaskan bahwa “secara hirarki UUHT posisinya berada di atas atau lebih tinggi dari Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 2019, oleh karena itu, Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 2019 tidak boleh bertentangan dengan UUHT, akan tetapi faktanya tidak demikian”. 27
Bank sebagai kreditur memiliki hambatan antara lain; Pertama, perlu penambahan waktu agar lebih dari tiga hari dalam pembayaran, karena dalam HT-el tidak ada hari kerja namun hari kalender. Apabila bank mendaftarkan HT pada hari kamis dan perintah setor keluar di hari Kamis sore kemudian pada Jum’at kebetulan hari libur nasional yang mengakibatkan bank libur mengakibatkan keterlambatan pembayaran, sehingga perlu melakukan pengulangan pendaftaran ulang dan menambah pekerjaan beserta biaya. Kedua, agar setiap bank diberi akun operator dan supervisor lebih dari satu agar pekerjaan yang banyak dapat diselesaikan tepat waktu. Ketiga, agar pembatasan per akun hanya dapat mendaftarkan hak tanggungan 10 berkas perhari dihapus atau ditambah kuotanya.28 Hambatan-hambatan yang dikemukakan oleh operator Bank diatas belum selama ini belum diketahui oleh Admin HT-el Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.29 Keempat, pihak bank masih sulit untuk mendapatkan akun, khususnya bank cabang.30 Dalam mendapatkan akun operator dan supervisor bank cabang dalam HT-el tergantung dari Admin Cabang Bank dimana akun akan dibuat, dimana syarat berupa Pas Foto, Fotokopi KTP, Surat Penunjukan supervisor atau operator dan SK pengangkatan sebagai pegawai.31 Berdasarkan wawancara diatas berarti tidak ada hubungan akun dengan Kantor Pertanahan dimana baik akun operator maupun supervisor terbit berdasarkan dari kelengkapan persyaratan dan Admin Cabang Bank dalam mendaftarkannya.
Dalam pelaksanaannya ternyata hambatan juga terjadi di Kantor Pertanahan. Hambatan yang dialami Kantor Pertanahan yaitu: 1) masalah validasi data pertanahan masih menjadi salah satu kendala utama dalam pelayanan elektronik; 2) admin HT-el memiliki tugas tambahan karena harus mengecek sertipikat di Komputerisasi Kantor Pertanahan (KKP) untuk keaslian sertipikat, peringkat dan catatan didalamnya; 3) permasalahan server atau aplikasi HT-el yang apabila bermasalah harus menunggu sampai keesokan harinya untuk mengecek permohonan HT-el. 4) perlu secepatnya dilakukan pemeriksaan data pertanahan secara elektronik untuk mempercepat pekerjaan.
-
4. Kesimpulan
Pelaksanaan pendaftaran HT dengan Sistem HT-el di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru belum semua dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertera pada Juknis HT-el. Ketidaksesuaian prosedur misalnya ditemukan pada berkas yang ditangguhkan dan ditutup pada tahun 2019 sampai dengan 12 Mei 2020. Berkas-berkas permohonan yang tidak sesuai prosedur diketahui atas hasil dari pemeriksaan Kantor Pertanahan, jika tidak diperiksa Sertipikat HT-el akan terbit dengan sendirinya pada hari ke tujuh. Penerbitan tanpa ada pemeriksaan dari Kantor Pertanahan apabila terdapat kesalahan prosedur dikuatirkan akan menjadi masalah di kemudian hari. Hambatan dalam pendaftaran HT dengan Sistem HT-el terjadi pada PPAT, Bank sebagai kreditor dan Kantor Pertanahan. Hambatan ini muncul pada saat proses pendaftaran HT baik secara teknik maupun non teknis. Hambatan yang menyangkut teknis meliputi masih kurangnya fasilitas seperti pemilihan peringkat, pemilihan sertipikat lebih dari satu dan penyediaan fasilitas pengecekan data sertipikat dalam aplikasi HT-el. Sedangkan dalam hambatan non teknis terdapat aturan dalam Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2020 yang tidak sesuai dengan UUHT sebagai dasar hukum Peraturan Menteri tersebut terbit, dimana dalam UUHT lembar ke dua APHT dan warkah lain diserahkan ke Kantor Pertanahan dalam bentuk fisik namun dalam Permen ATR/BPN No. 5 Tahun 2020 hanya dalam bentuk digital hasil pemindaian.
Daftar Pustaka
Buku
Fajar, Mukti & Yulianto Achmad. (2010) Dualisme Penelitian Hukum Empiris & Normatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Indrajit, Richardus Eko. (2002). Buku Pintar Linux: Membangun Aplikasi e-Government. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Nurasa, Akur & Dian Aries Mujiburohman. (2020). Buku Ajar Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah. Yogyakarta: STPN Press.
Rianto, Budi & Tri Lestari. (2012). Polri & Aplikasi E-Government dalam Pelayanan Publik Surabaya: CV. Putra Media Nusantara.
Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. (1990). Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: CV. Rajawali.
Jurnal dan Karya Ilmiah
Aguw, G. Y. (2017). Kajian Yuridis Asas Pemisahan Horizontal Dalam Hak Tanggungan Atas Tanah. Lex et Societatis. V (6): 97.
Anggraeni, Shirley Zerlinda & Marwanto. (2020). Kewenangan dan Tanggung Jawab Hukum Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik. Acta Comitas Jurnal Hukum Kenotariatan. 5 (2): h. 261-273.
Hidayat, D. R. (2018). Perlindungan Hukum bagi Kreditor Dengan Jaminan Atas Objek Jaminan Hak Tanggungan Yang Sama. DiH: Jurnal Ilmu Hukum. 14 (27): 9.
Nadira, N. (2019). Pendaftaran Hak Tanggungan Elektronik Yang Akan Mulai Dilaksanakan Di Badan Pertanahan. Fairness and Justice: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum: 17 (11): 162-165, doi.org/10.32528/faj.v17i2.2801, P. 163
Nurjanah, St. (2018). Eksistensi Hak Tanggungan Sebagai Lembaga jaminan Hak Atas Tanah (Tinjauan Filosofis). Jurisprudentie. 5 (1): 203.
Putri, C. A. & Gunarto. (2018). Efektivitas Pengecekan Sertifikat Terhadap Pencegahan Sengketa Tanah Dalam Proses Peralihan Hak Atas Tanah. Jurnal Akta. 5 (1): 269.
Swandi, D N A P, (2018). Perlindungan Hukum Bagi Bank Pemegang Hak Tanggungan Peringkat kedua Dalam Eksekusi Objek Hak Tanggungan. Media Iuris 1 (3): 420-438 DOI: 10.20473/mi.v1i3.10183, h. 438.
Wiguna, I. W. J. B. (2020). Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik. Acta Comitas, 05 (1): 79-88,
doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i01.p07, h.186.
Tesis
Yubaidi, Ricco S. (2019). Faktor Kesiapan PPAT Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik. Selangor, Malaysia: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Website
Prabowo, D, ‘Kini, Urus Hak Tanggungan Pertanahan Cukup 7 Hari’, (https://properti.kompas.com/read/2019/09/04/160620621/kini-urus-hak-tanggungan-pertanahan-cukup-7-hari, Properti Kompas, 4 September 2019, Diakses 21 Januari 2020.
Sinaga, H. (2020). HT Elektronik Tidak Berkekuatan Hukum.
(https://www.mistar.id/opini/, Opini Mistar, 9 Juni 2020, dilihat pada 30 Juli 2020.
Pelaksana, “Aplikasi HT-el”( https://htel-pelaksana.atrbpn.go.id/, Diakses 12 Mei 2020.
Wawancara
Wawancara dengan Nasep Vandi Sulistyo (Kepala Seksi Hubungan Hukum Kantor
Pertanahan Kota Pekanbaru) 14 April (Kota Pekanbaru, 2020)
Wawancara dengan Neni Triana (Kepala Subseksi Pendaftaran Hak Tanah Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru) 28 Juli di Kota Pekanbaru, 2020.
Wawancara dengan Prayogi Rayasha Putranto (Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Pekanbaru) 15 Mei di Kota Pekanbaru, 2020.
Wawancara dengan Robi (Pegawai Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Pekanbaru) 15 Mei di Kota Pekanbaru, 2020.
Wawancara dengan Iwa (Operator HT-el Bank CIMB Niaga Kota Pekanbaru) 03 Mei di Kota Pekanbaru, 2020.
Wawancara dengan Arif Nugraha (Admin HT-el Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru) 03 Mei di Kota Pekanbaru, 2020.
Wawancara dengan Tari (Operator HT-el Bank BRI Kota Pekanbaru) 17 April di Kota Pekanbaru, 2020.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632).
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2019tentang Penerapan Tanda Tangan Elektronik (BeritaNegara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 401).
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2020 Nomor 349).
Petujuk Teknis Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik Nomor 2 Tahun 2020.
210
Discussion and feedback