MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PELANGGARAN HAK CIPTA MELALUI ARBITRASE
on

Vol 05 No 01 April 2020
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA PELANGGARAN HAK CIPTA MELALUI ARBITRASE I Made Dwi Dimas Mahendrayana
e-mail : dimasmahendrayana@gmail.com
Info Artikel
Masuk :31 Januari 2020
Diterima : 2 Februari 2020
Terbit : 30 April 2020
Keywords :
Disputes Settlement, Copyrights, Arbitration.
Kata kunci:
Penyelesaian Sengketa, Hak Cipta, Arbitrase.
Corresponding Author:
I Made Dwi Dimas
Mahendrayana. E-mail: dimasmahendrayana@gmail.co m
DOI :
10.24843/AC.2020.v05.i01.p14
Abstract
A copyright violation occurs when someone makes an announcement or reproduction of a work without permission from the creator or copyright holder. If this happens, the creator or copyright holder can bring his dispute to be resolved through alternative dispute resolution or arbitration. However, the Law No. 28 of 2014 concerning Copyright does not regulate the mechanism for resolving copyright disputes through arbitration. The purpose of this study is to determine the mechanism for resolving disputes over copyright infringement through arbitration and the mechanism for canceling decisions on resolving disputes over copyright infringement through arbitration. This research uses normative legal research. From the results of the study, the initial stage of the mechanism of resolving disputes over copyright infringement through arbitration begins with the submission of the request for arbitration. Furthermore, the applicant makes a claim letter and proceed with the selection and appointment of the arbitrator. Then the arbitration examination. The final stage of the trial in arbitration is the submission of the award to the parties, and continued with the implementation of the arbitration award. An arbitration award can be requested to be canceled. The mechanism for cancellation of a national arbitration award begins by registering an arbitration award for cancellation at the Registrar's Office of the District Court. Then the court will examine the facts about whether or not the reasons stated by the applicant to cancel the arbitration award. If no, the application is rejected, but if the facts are found, the court is only authorized to cancel part of the arbitration award.
Abstrak
Suatu pelanggaran hak cipta terjadi apabila ada seseorang melakukan pengumuman atau perbanyakan sebuah ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Jika terjadi hal demikian maka pencipta atau pemegang hak cipta dapat membawa sengketanya untuk diselesaikan melalui melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase. Namun, UUHC 2014 tidak mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta melalui arbitrase dan mekanisme pembatalan putusan penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta melalui arbitrase. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif. Dari hasil penelitian, tahap awal dari mekanisme penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta
melalui arbitrase dimulai dari pengajuan permohonan arbitrase. Selanjutnya pemohon membuat surat tuntutan dan dilanjutkan dengan pemilihan dan penunjukkan arbiter. Kemudian acara pemeriksaan arbitrase. Tahap terakhir persidangan di arbitrase adalah penyampaian putusan kepada para pihak, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan putusan arbitrase tersebut. Putusan arbitrase dapat dimohonkan untuk dibatalkan. Mekanisme pembatalan putusan arbitrase nasional diawali dengan mendaftarkan putusan arbitrase yang akan diajukan pembatalan di kantor Panitera Pengadilan Negeri. Kemudian pengadilan akan meneliti fakta tentang benar atau tidaknya alasan-alasan yang dikemukakan pemohon pembatalan putusan arbitrase. Jika tidak ada, permohonan ditolak, tapi jika ditemukan faktanya, maka pengadilan hanya berwenang untuk membatalkan sebagian dari putusan arbitrase tersebut.
Arbitrase merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan selain konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pemberian pendapat hukum. Jika negosiasi melibatkan para pihak yang bersengketa secara langsung, konsultasi dan pemberian pendapat hukum dapat dilakukan secara bersama-sama antara para pihak yang bersengketa dengan pihak yang memberikan konsultasi atau pendapat hukum, maupun secara sendiri-sendiri oleh masing-masing pihak yang bersengketa dengan konsultan atau ahli hukumnya sendiri. Mediasi dan konsiliasi melibatkan pihak ketiga yang berfungsi menghubungkan kedua belah pihak yang bersengketa, di mana dalam mediasi fungsi pihak ketiga dibatasi hanya sebagai penyambung lidah, dalam konsiliasi, pihak ketiga terlibat secara aktif dalam memberikan usulan solusi atas sengketa yang terjadi, sedangkan arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan swasta, dengan arbiter sebagai hakim swasta, yang memutus untuk kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa.1
Dalam sengketa hak cipta, penggunaan alternatif penyelesaian sengketa adalah untuk menyelesaikan sengketa hak cipta yang berdimensi perdata. Sengketa perdata bisa timbul karena adanya pelanggaran terhadap hak seseorang, perbedaan penafsiran terhadap isi perjanjian, atau salah satu pihak wanprestasi atas perjanjian yang sebelumnya telah mereka sepakati. Seperti yang diketahui hak cipta adalah hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi lisensi dengan dasar perjanjian kepada pihak lain. Melalui hak ekslusif pemilik hak kekayaan intelektual dapat mencegah orang lain untuk membuat, menggunakan atau berbuat sesuatu terhadap hak kekayaan intelektual tersebut tanpa izin.2 Pemberian lisensi pada umumnya untuk
pemanfaatan nilai ekonomi dari hak cipta. Karena kerapkali dalam pemanfaatan dari nilai ekonomi dari hak cipta, pencipta tidak dapat melakukannya seorang diri.3
Suatu pelanggaran hak cipta terjadi apabila ada seseorang melakukan pengumuman atau perbanyakan sebuah ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Hak cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian subtansial dari suatu ciptaan yang dilindungi hak cipta diperbanyak. Jika terjadi hal yang demikian, dalam Pasal 99 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC 2014) menentukan bahwa “Pencipta, Pemegang hak cipta atau Pemilik Hak Terkait berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.” Dalam penyelesaian sengketa hak cipta selain dapat diselesaikan melalui pengadilan niaga, dapat juga melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 95 ayat (1) UUHC 2014 yang berbunyi “Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat dilakukan dapat dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase atau pengadilan.”4 Namun, UUHC 2014 tidak mengatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase. Berlandaskan dari paparan permasalahan tersebut, perlunya diteliti kembali yang diberi judul “Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta Melalui Arbitrase”. Dari latar belakang yang sudah dijabarkan diatas, dapat dirumuskan permasalahan seperti bagaimanakah mekanisme penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta melalui arbitrase? Dan bagaimanakah mekanisme pembatalan putusan penyelesaian sengketa pelanggaran hak cipta melalui arbitrase? Tujuan adanya penulisan dalam penelitian ini yaitu dengan harapan mampu mengembangkan disiplin ilmu hukum, terkhususnya pada bagian disiplin ilmu hukum mengenai mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase serta mekanisme pembatalan putusan arbitrase.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian normatif diartikan sebagai penelitian yang mencakup ilmu kaidah dan ilmu pengertian atau yang biasa disebut ilmu dogmatik hukum (normwissenschaft).5 Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum dimana obyek penelitiannya adalah norma.6 Jenis pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang diteliti dan pendekatan konseptual yaitu pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.7
Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum lainnya. Bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi atau keputusan pengadilan dan perjanjian internasional. Bahan hukum sekunder berupa bahan-bahan hukum seperti literature, hasil-hasil penelitian, doktrin, artikel-artikel yang relevan dengan penelitian ini. Bahan hukum lainnya, berupa bahan-bahan hukum yang berasal dari kamus, ensiklopedia, situs internet dan sebagainya yang terkait dengan penelitian ini dan dapat digunakan untuk melengkapi bahan yang diperlukan dalam penelitian ini.
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan bahan-bahan hukum disusun dan diidentifikasi secara sistematis.8 Penelusuran bahan-bahan hukum tersebut dilakukan dengan membaca, melihat mencatat, dan melakukan penelusuran. Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul maka teknis analisis yang digunakan adalah dengan analisa secara kualitatif, yaitu dengan memilih bahan hukum yang kualitasnya dapat menjawab permasalahan yang diajukan, serta untuk penyajiannya dilakukan secara deskriftif analitis yaitu memberikan gambaran atau pemaparan secara apa adanya dan sistematis sehingga diperoleh suatu kesimpulan.
Tahap awal dari mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase dimulai dari pengajuan permohonan arbitrase oleh pemohon arbitrase dengan mendaftarkan pada sekretariat badan arbitrase atau disampaikan kepada arbiter atau majelis arbiter. Pada umumnya permohonan arbitrase juga diberitahukan kepada pihak termohon. Surat permohonan arbitrase memuat, permohonan penyelesaian sengketa melalui arbitrase secara tegas, nama dan alamat lengkap dari para pihak, referensi pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak baik berupa klausul arbitrase dalam kontrak atau dokumen lain yang termasuk dalam perjanjian keseluruhannya, uraian tentang gugatan dan dasar pembuktiannya, uraian tentang penyelesaian yang diinginkan termasuk ganti rugi, usulan tentang jumlah arbiter, tempat dimana arbitrase dilangsungkan serta hukum dan bahasa yang digunakan.9 Klausul arbitrase menjadi dasar dapat tidaknya suatu perkara dibawa untuk diselesaikan melalui arbitrase. Pencantuman klausul arbitrase dalam suatu perjanjian dapat dilakukan sebelum maupun setelah sengketa terjadi.10 Setelah mengajukan permohonan arbitrase, pemohon yaitu pencipta atau pemegang hak cipta selanjutnya membuat surat tuntutan. Surat tuntutan yang diajukan oleh pemohon arbitrase harus memuat sekurang-kurangnya, nama lengkap dan tempat tinggal atau tempat kedudukan para pihak, uraian singkat tentang sengketa disertai dengan lampiran bukti-bukti, dan isi tuntutan yang jelas.
Tahap berikutnya adalah penunjukkan arbiter. Arbiter adalah seorang atau lebih, yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Penunjukkan arbiter dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu: ditunjuk sendiri oleh para pihak yang bersengketa berdasarkan kesepakatan tertulis, ditunjuk oleh badan arbitrase tertentu atas dasar permintaan dari para pihak yang bersengketa secara tertulis, atau ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri dapat menunjuk arbiter apabila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam memilih arbiter. 11
Arbiter yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yaitu pencipta atau pemegang hak cipta dan pelanggar hak cipta untuk menyelesaikan sengketanya mempunyai kewenangan meliputi menentukan sejauh mana masalah yang disengketakan dapat diselesaikan melalui arbitrase, menilai sah tidaknya kontrak yang bersangkutan, menentukan pembuktian bagaimana yang dapat diterima oleh para pihak, serta syarat-syarat pembuktian, menilai kebiasaan di bidang perdagangan yang dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa, dan menentukan penyelesaian sementara yang dinilai adil.
Setelah para pihak yaitu pencipta atau pemegang hak cipta dan pelanggar hak cipta sepakat dalam hal pemilihan dan penunjukkan arbiter, tahap selanjutnya adalah acara pemeriksaan arbitrase. Pemeriksaan sengketa arbitrase bersifat tertutup. Pemeriksaan secara tertutup ini menyimpang dari ketentuan persidangan perdata biasa di Pengadilan Negeri yang dilakukan secara terbuka untuk umum. Jika di Pengadilan berlaku asas publisitas, maka dalam acara arbitrase berlaku asas nonpublisitas atau bersifat rahasia (confidential). Hal ini yang menjadi salah satu pertimbangan bagi para pihak baik claimant dan respondent untuk memilih penyelesaian sengketanya melalui arbitrase. Misalnya menyangkut informasi yang menjadi rahasia perusahaan atau pribadi, kondisi keuangan dan lainnya tidak menjadi konsumsi publik. Sifat tertutup berlaku mutlak bagi semua jenis perkara tanpa pengecualian. Dalam pemeriksaan, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Dalam hal para pihak sepakat dan arbiter atau majelis arbitrase menyetujui dapat digunakan bahasa lain. Dalam hal ada pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase yang mempunyai unsur kepentingan terkait dapat mengajukan diri untuk turut serta atas persetujuan para pihak dan arbiter atau majelis arbiter.
Jika para pihak yaitu pencipta atau pemegang hak cipta dan pelanggar hak cipta memilih arbitrase ad hoc, para pihak bebas menentukan acara arbitrase yang akan digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Pilihan Penyelesaian Sengketa. Dalam hal para pihak tidak menentukan sendiri acara arbitrase, maka acara yang digunakan adalah ketentuan yang termuat dalam UU No. 30 Tahun 1999. Sebaliknya, jika para pihak menggunakan jasa arbitrase institusional maka acara arbitrase yang digunakan adalah acara arbitrase yang diterapkan oleh lembaga arbitrase institusional tersebut.
Pencipta atau pemegang hak cipta (claimant) mengajukan claim atau tuntutannya kepada pelanggar hak cipta (respondent) melalui arbiter atau majelis arbiter.
Selanjutnya arbiter atau majelis arbiter menyerahkan salinannya kepada respondent dengan disertai perintah agar respondent menjawab tuntutan atau gugatan tersebut dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya tuntutan atau gugatan tersebut. Dalam jawabannya respondent dapat mengajukan tuntutan balik kepada claimant. Setelah diterimanya jawaban dari respondent, atas perintah arbiter atau ketua majelis arbitrase, salinan jawaban respondent disampaikan kepada claimant, diikuti dengan perintah kepada para pihak atau kuasanya untuk mengahadap suatu persidangan, yaitu paling lama 14 (empat belas) hari sejak perintah dikeluarkan. claimant atas penyelesaian sengketa melalui arbitrase, dapat melakukan pencabutan permohonan tersebut apabila belum ada jawaban dari respondent atas tuntutannya. Sebaliknya, apabila Respondent sudah memberikan jawaban, claimant tidak dapat mencabut tuntutannya.
Apabila pihak pelanggar hak cipta (respondent) tidak datang menghadap sidang arbitrase sesuai dengan jadwal yang ditentukan, respondent akan dipanggil sekali lagi untuk datang menghadap pada sidang arbitrase berikutnya. Konsekuensi atas tidak hadirnya respondent pada sidang arbitrase adalah ditundanya sidang arbitrase. Apabila telah dipanggil secara patut untuk kedua kalinya, tetapi respondent tetap tidak datang, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya respondent. Akibatnya, semua tuntutan dari pencipta atau pemegang hak cipta (claimant) akan dikabulkan oleh arbiter atau majelis arbitrase, kecuali tuntutan oleh claimant tidak memiliki dasar hukum yang jelas atau tidak beralasan. Sedangkan, apabila claimant tidak hadir pada sidang arbitrase sesuai jadwal yang ditentukan, permohonan arbitrase tersebut dinyatakan gugur dan sidang arbitrase dinyatakan selesai. Agar permohonan arbitrase tidak dinyatakan gugur, claimant yang tidak dapat menghadiri sidang arbitrase sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, dapat memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga pemeriksaan sidang arbitrase dapat ditunda.
Sebelum sampai pada tahap pemeriksaan pokok sengketa arbiter akan mengupayakan agar terjadi perdamaian antara pencipta atau pemegang hak cipta (claimant) dan pelanggar hak cipta (respondent). Dalam hal perdamaian tercapai, arbiter atau majelis arbiter membuat akta perdamaian yang bersifat final dan mengikat para pihak. Dengan akta tersebut sengketa di arbitrase menjadi selesai dan arbiter memerintahkan agar para pihak memenuhi isi akta perdamaian tersebut. Jika perdamaian gagal, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok sengketa. Pada pemeriksaan pokok sengketa ini, masing-masing pihak diberikan kesempatan oleh arbiter atau majelis arbiter untuk menjelaskan secara tertulis hal-hal yang menjadi pendirian masing-masing pihak yang dibuat secara tertulis. Atas permohonan dari salah satu pihak baik pencipta atau pemegang hak cipta maupun pelanggar hak cipta, arbiter atau majelis arbiter dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela untuk mengatur tertibnya pemeriksaan sengketa dan penetapan sita jaminan serta memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga atau menjual barang yang mudah rusak.
Selanjutnya adalah acara pemeriksaan alat-alat bukti yang terdiri dari bukti surat, saksi dan saksi ahli, dan pemeriksaan setempat atau cek lokasi. Sesuai dengan prinsip pemeriksaan yang bersandar pada pemeriksaan tertulis, maka bukti surat merupakan alat bukti yang cukup penting. Dalam hal dokumen atau surat tidak dalam bahasa Indonesia, arbiter atau majelis arbiter dapat memerintahkan agar bukti surat disertai dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. bukti surat dapat dibedakan akta
autentik dan akta biasa. Saksi atau saksi ahli dapat dipanggil untuk memberikan keterangan atas permintaan para pihak baik pencipta atau pemegang hak cipta maupun pelanggar hak cipta dan atas inisiatif arbiter atau majelis arbiter. saksi ahli dapat dipanggil lebih dari satu oleh arbiter atau majelis arbiter sepanjang memang dibutuhkan untuk memperjelas mengenai suatu persoalan khusus yang berkaitan dengan pokok sengketa. Pemeriksaan saksi dapat dilakukan seperti dalam persidangan biasa, mengucapkan sumpah sebelum memberikan keterangan. Semua keterangan saksi dan saksi ahli dicatat oleh sekretaris arbiter atau majelis arbiter, yang selanjutnya salinan keterangan tersebut diteruskan kepada para pihak untuk ditanggapi secara tertulis. Biaya pemanggilan saksi dan saksi ahli dibebankan pada pihak yang memintanya. Dalam hal diangap penting, arbiter atau majelis arbitrase dapat melakukan pemeriksaan setempat, atau cek lokasi yang terkait dengan persoalan pokok sengketa.12
Tahap terakhir persidangan di arbitrase adalah putusan. Putusan arbitrase harus disampaikan kepada para pihak yaitu pencipta atau pemegang hak cipta dan pelanggar hak cipta yang bersengketa, dan tidak boleh diumumkan oleh para arbiter kecuali dengan izin para pihak. Putusan dari lembaga arbitrase mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat final sehingga secara yuridis meniadakan hak dari masing-masing pihak yang bersengketa untuk mengajukan banding atau upaya hukum lainnya.13
Setelah pemeriksaan sengketa arbitrase selesai dilakukan dan putusan telah diberikan oleh arbiter atau majelis arbiter kepada para pihak baik pencipta atau pemegang hak cipta (claimant) maupun pelanggar hak cipta (respondent), tahap selanjutnya pelaksanaan dari putusan arbitrase tersebut. Pelaksanaan putusan arbitrase terdiri atas dua jenis yaitu, Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional. Pengadilan Jakarta Pusat sebagai lembaga berwenang yang ditunjuk undang-undang melaksanakan Putusan Arbitrase Internasional pada dasarnya memiliki dua kewenangan, yaitu menolak pelaksanaan putusan arbitrase internasional di Indonesia atau menolak melaksanakannya, dan tidak berwenang membatalkan putusan arbitrase internasional.14
Dalam hal putusan tersebut tidak dilaksanakan secara sukarela, atas permohonan salah satu pihak baik claimant maupun respondent, Ketua Pengadilan Negeri memberikan perintah eksekusi diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak putusan arbitrase didaftarkan. Selanjutnya, putusan arbitrase tersebut berlaku sebagaimana halnya putusan pengadilan negeri yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Upaya eksekusi paksa dapat saja dilakukan dengan bantuan juru sita pengadilan negeri. Tindakan eksekusi paksa dilakukan untuk
menjaga kepastian hukum terhadap putusan arbitrase serta untuk memenuhi rasa keadilan bagi pihak yang telah memenangkan perkara.15
Suatu putusan arbitrase dapat dikatakan mengikat para pihak yang bersengketa jika dalam klausul perjanjian yang mengikat kedua belah pihak terdapat ketentuan yang mengatur pilihan hukum untuk sengketa yaitu arbitrase. Sehingga putusan arbitrase sudah merupakan suatu keharusan bagi kedua belah pihak untuk mengakui dan mentaatinya dikarenakan sifat putusan arbitrase yang final dan mengikat.16
Meskipun demikian, putusan arbitrase bukanlah putusan yang tidak dapat dimohonkan untuk dibatalkan. Ada sepuluh alasan berdasarkan Pasal 643 Rv yang bisa dijadikan dasar pembatalan putusan arbitrase. Pertama, putusan itu melampaui batas-batas perjanjian arbitrase. Kedua, putusan itu diberikan berdasarkan suatu perjanjian arbitrase yang ternyata tidak sah atau gugur demi hukum. Ketiga, putusan itu telah diberikan oleh arbiter yang tidak berwenang memutus tanpa kehadiran arbiter lainnya. Keempat, telah diputuskan hal-hal yang tidak dituntut atau putusan telah mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Kelima, putusan itu mengandung hal-hal yang satu sama lain saling bertentangan. Keenam, arbiter telah lalai memberikan putusan tentang satu atau beberapa hal yang menurut perjanjian arbitrase diajukan kepada mereka untuk diputus. Ketujuh, arbiter telah melanggar mekanisme hukum acara arbitrase yang harus diikuti dengan ancaman kebatalan. Kedelapan, telah dijatuhkan putusan berdasarkan surat-surat yang setelah putusan itu dijatuhkan, diakui sebagai palsu atau telah dinyatakan sebagai palsu. Kesembilan, setelah putusan diberikan, surat-surat yang menemukan yang dulu disembunyikan oleh para pihak, ditemukan lagi. Kesepuluh, putusan didasarkan pada kecurangan atau itikad jahat, yang dilakukan selama jalannya pemeriksaan, yang kemudian diketahui. Dalam Pasal 70 UU No. 30 Tahun 1999 hanya mencantumkan 3 (tiga) dari 10 (sepuluh) persyaratan pembatalan sebagaimana tercantum di dalam Pasal 643 Rv. Pertama, surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu. Kedua, setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan. Ketiga, putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.17
Secara singkat mekanisme pembatalan putusan penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase adalah apabila putusan arbitrase tersebut telah didaftarkan oleh arbiter atau kuasanya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, pihak yang keberatan dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase secara tertulis dalam waktu 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak pendaftaran putusan arbitrase di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang ditujukkan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana putusan arbitrase tersebut didaftarkan dan dicatat. Ini berarti bahwa putusan arbitrase yang dapat dimohonkan untuk pembatalan adalah putusan arbitrase yang sudah didaftarkan pada Pengadilan Negeri, tidak terkecuali juga bagi putusan arbitrase Internasional.18 Atas permohonan pembatalan putusan arbitrase dari pihak tersebut Pengadilan akan memanggil para pihak yaitu pencipta atau pemegang hak cipta dan pelanggar hak cipta untuk diselenggarakannya sidang peradilan. Pemeriksaan terhadap permohonan pembatalan putusan arbitrase, tunduk pada ketentuan hukum acara perdata pada umumnya. Dalam persidangan pihak-pihak yang mendalilkan adanya unsur-unsur yang memenuhi syarat pembatalan harus membuktikannya di hadapan pengadilan. Atas dasar proses peradilan tersebut, maka pengadilan akan menjatuhkan putusan menerima atau menolak permohonan pembatalan yang diajukan tersebut.
Apabila diterima, Ketua Pengadilan Negeri mempunyai wewenang untuk memeriksa tuntutan pembatalan jika diminta oleh para pihak yaitu pencipta atau pemegang hak cipta dan pelanggar hak cipta, dan mengatur akibat dari pembatalan seluruhnya atau sebagian dari putusan arbitrase bersangkutan. Dari ketentuan ini dapat disimpulkan bahwa pengadilan hanya berwenang untuk emeriksa isi tuntutan pembatalan putusan arbitrase, dan meneliti fakta tentang benar atau tidaknya alasan-alasan yang dikemukakan pemohon. Jika tidak ada, permohonan ditolak. Jika pengadilan ada menemukan faktanya, maka pengadilan hanya berwenang untuk membatalkan sebagian dari putusan arbitrase tersebut.19 Sebagai akibat dari pembatalan putusan arbitrase dimaksud, Ketua Pengadilan Negeri dapat meminta kepada arbiter yang sama atau arbiter yang lain untuk memeriksa kembali perkara tersebut ataupun menyatakan bahwa sengketa tersebut tidak dapat untuk diselesaikan kembali melalui arbitrase.20
Putusan Pengadilan Negeri tentang permohonan pembatalan dapat diajukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung akan mempertimbangkan serta memutuskan permohonan banding tersebut dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan banding tersebut diterima. Mahkamah Agung akan memutuskan permohonan banding tersebut pada tingkat pertama dan terakhir. Hal ini berarti terhadap putusan Mahkamah Agung mengenai banding atas permohonan pembatalan putusan arbitrase tidak dapat diajukan upaya hukum apapun.
Mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase melalui beberapa tahapan. Tahap awal dimulai dari pengajuan permohonan arbitrase oleh pencipta atau pemegang hak cipta dengan mendaftarkannya pada sekretariat badan arbitrase atau
disampaikan kepada arbiter atau majelis arbiter dan umumnya permohonan arbitrase juga diberitahukan kepada pihak termohon. Tahap kedua adalah penunjukkan arbiter. Tahap ketiga adalah acara pemeriksaan arbitrase, dimulai dari pemeriksaan sengketa, pengajuan tuntutan oleh claimant dan jawaban atas tuntutan oleh respondent, pemeriksaan alat-alat bukti seperti surat-surat, saksi ahli dan pemeriksaan tempat yang menjadi bagian dari pokok sengketa. Tahap terakhir persidangan penjatuhan putusan arbitrase dan penyampaian putusan kepada claimant dan terakhir eksekusi putusan. Pembatalan putusan arbitrase melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah mendaftarkan putusan arbitrase yang akan diajukan pembatalan di kantor Panitera Pengadilan Negeri. Pengadilan akan memanggil para pihak untuk diselenggarakannya sidang peradilan. Tahap kedua, pemeriksaan putusan arbitrase yang akan diajukan pembatalan oleh pengadilan negeri. Terhadap putusan pembatalan arbitrase dapat diajukan banding ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung akan memutus pada tingkat pertama dan terakhir. Disarankan kepada legislator untuk menambahkan mekanisme beracara penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase yang meliputi pengajuan permohonan arbitrase, tata cara pemeriksaan, pembatalan putusan dan eksekusi putusan sehingga pencipta yang merasa hak ciptanya dilanggar dapat mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa hak cipta melalui arbitrase. Dan, diharapkan kepada pihak berperkara baik claimant maupun respondent bertindak jujur sepanjang proses persidangan arbitrase agar tidak merugikan pihak lain yang berakibat diajukannya pembatalan putusan arbitrase yang menyebabkan penyelesaian sengketa melalui arbitrase memerlukan waktu yang lama. Daftar Pustaka
Buku
Candra Irawan, 2010, Aspek Hukum dan Mekanisme Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution) di Indonesia, Mandar Maju, Bandung.
Gatot Soemartono, 2006, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Gunawan Widjaja, 2005, Alternatif Penyelesaian Sengketa, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Hukum Arbitrase, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
I Made Pasek Diantha, Ni Ketut Supasti Dharmawan dan I Gede Artha, 2018, Metode Penelitian Dan Penulisan Disertasi, Swasta Nulus, Denpasar.
Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase), Visimedia, Jakarta.
Ni Ketut Supasti Dharmawan, dkk, 2018, Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia, Swasta Nulus, Denpasar.
Jurnal
Hendhy Timex, 2013, Pelaksanaan Dan Pembatalan Putusan Arbitrase, Lex Privatum, Vol. 1, No. 2.
I Gusti Agung Ayu Gita Pritayanti Dinar, 2015, Penyelesaian Sengketa Pengalihan Saham Perusahaan Pembangkit Listrik Energi Panas Bumi Melalui Putusan Arbitrase Asing (SIAC), Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. IV, No. 1.
I Gusti Bagus Arya Anggara Paramarta, 2017, Akibat Hukum Perjanjian Lisensi Terhadap Pihak Ketiga, Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 2, No. 1.
Muhammad Andriansyah, 2014, Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional Oleh Pengadilan Negeri, Jurnal Cita Hukum, Vol. 2, No. 2.
Ni Putu Suci Meinarni, 2016, Upaya Hukum Dalam Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Laut Dalam Kasus Tumpahan Minyak Montara Di Laut Timor, Jurnal Magister Hukum Udayana, Vol. V, No. 4.
Panusunan Harahap, 2018, Eksekutabilitas Putusan Arbitrase Oleh Lembaga Peradilan, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol. 7, No. 1.
Sufiarina, 2012, Hak Prioritas Dan Hak Ekslusif Dalam Perlindungan HKI, ADIL: Jurnal Hukum, Vol. 3, No. 2.
Tri Ariprabowo dan R. Nazriyah, 2017, Pembatalan Putusan Arbitrase oleh Pengadilan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014, Jurnal Konstitusi, Vol 14, No. 4.
Wiratami, 2019, Legalitas Kewenangan Badan Arbitrase Nasional Indonesia Dalam Penerapan Prinsip Competence-Competence, Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, Vol. 2, No. 2.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Internet
A.Anugrahni, Pendekatan Dalam Penelitian Hukum,
URL:https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/ diakses pada tanggal 16 Desember 2019.
171
Discussion and feedback