Akibat Hukum Terhadap Kesalahan Ketik pada Akta yang Dibuat Notaris
on
Vol. 4 No. 2 Agustus 2019
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Akibat Hukum Terhadap Kesalahan Ketik pada Akta yang Dibuat Notaris
Made Ciria Angga Mahendra1
1Program Studi Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 28 Mei 2019
Diterima: 4 Juli 2019
Terbit: 21 Juli 2019
Keywords :
Legal consequences, typographical errors, notarized acta
Kata kunci:
Akibat hukum, kesalahan ketik, akta yang dibuat notaris
Corresponding Author:
Made Ciria Angga Mahendra, E-mail:
DOI :
10.24843/AC.2019.v04.02.p.06
Abstract
Notary is an authorized officer to make an authentication acta and to have another authority as referred to in this law or under other laws as provided for in article 1 Figure 1 UUJNP. As a notary professional, he must perform his position by guiding the law, the Code of Ethics, the Articles of association, and the budget of the household. But the notary is also a man who does not escape the mistakes that he sometimes made that is done not because of the notary deliberate. Departing from the background of the problem above the author interested in conducting research in the form of a journal by lifting the title "The Law of typographical error in Minuta notarial deed based on this, provides a background picture of This study discussed about 1). How is the notary's responsibility for typographical error on Notara deed that is made notary? 2). What is the legal consequences of typographical errors in notarized deed? Research indicates that it can draw conclusions from the problems that can be seen in the presence of carelessness when forming the deed which is known only for a long time from typographical errors in the prefix of the deed on the identity of the Parties, and at the crucial point of a deed that is not appropriate to the will of the related party which is caused by a notary: A. The Aktanya can be cancelled if the acting is proven to have absolutely no subjective element, B. The act can be said to be void in order to The law when it proved to contain no objective requirement, C. The notary deed is degraded so that the deed under the hands of which absolutely does not have a force in terms of perfect proof.
Abstrak
Notaris merupakan pejabat yang berwenang untuk membuat suatu akta otentik dan memiliki suatu kewenangan lainnya sebagaimana yang dimaksud pada undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya sesuai yang telah disebutan di dalam pasal 1 angka 1 UUJNP. Sebagai seorang professional seorang notaris harus melaksanakan jabatannya dengan berpedoman pada undang-undang, kode etik, anggaran dasar, dan anggaran rumah tangga. tetapi notaris juga seorang manusia yang tidak luput dari kesalahan yang terkadang diperbuatnya yang dimana dilakukan bukan karena kesengajaan notaris itu. Berangkat dari latar belakang masalah diatas penulis tertarik melakukan penelitian dalam bentuk jurnal dengan mengangkat judul “Akibat Hukum Kesalahan Ketik Dalam
Minuta Akta Notaris Berdasarkan hal tersebut, memberikan gambaran latar belakang dari penelitian ini yang membahas mengenai 1). Bagaimana tanggung jawab notaris atas kesalahan ketik pada minuta akta yang dibuat notaris? 2). Bagaimana akibat hukum terhadap kesalahan ketik pada akta yang dibuat notaris? penelitian menunjukan dapat menarik kesimpulan dari permasalahan yang di dapat adalah melihat dari adanya kecerobohan saat pembentukan akta itu yang baru diketahui setelah sekian lama dari adanya kesalahan ketik pada awalan akta tentang identitas dari para pihak, dan pada poin penting suatu akta yang tidak sesuai kehendak pihak terkait yang disebabkan karena notaris yaitu: a. aktanya tersebut bisa dibatalkan jika aktanya itu terbukti sama sekali tidak terdapat unsur subjektif, b. aktanya dapat dikatakan batal demi hukum bilamana aktanya itu terbukti tidak mengandung syarat objektif, c. akta notaris tersebut terdegradasi jadi akta yang bersifat di bawah tangan yang sama sekali tidak mempunyai suatu kekuatan dalam hal pembuktian yang sempurna.
Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya harus berdasar pada ketentuan yang berlaku, karena jika melanggar dari ketentuan yang ada maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang menghadap kepada notaris. Kesalahan dan kelalaian ataupun adanya kesengajaan yang telah dilakukan notaris pada saat menjalankan tugasnya, dapat berakibat terhadap akta yang dibuatnya. Aktanya itu akan menjadi batal demi hukum (van reachtwege nietig) dan pembatalan akta (vernietigbaar) maka dari itu akta tersebut akan memiliki kekuatan dalam pembuktian seperti halnya akta dibawah tangan (underhands acte), hal tersebut mengakibatkan notaris yang bersangkutan diharuskan mengganti biaya atas kerugian tersebut.
Kedudukan notaris sebagai pejabat umum, dapat dilihat dari kewenangan yang dimilikinya, dimana kewenangan ini tidak pernah diberikan oleh pejabat-pejabat lainnya. Selama wewenang itu tidak dimiliki oleh pejabat selain notaris dapat dikatakan bahwa notaris sebagai pejabat umum memiliki wewenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang ditentukan pada aturan yang dikehendaki untuk dicantumkan/dimuat di dalam akta autentik. Adapun pejabat yang diberikan wewenang selain kepada notaris yaitu:1 1. Consul ; 2. Kepala daerah yang telah ditetapkan oleh kementrian kehakiman, 3. Notaris yang sudah diganti; 4. Juru sita pada pengadilan negeri, dan 5. Pegawai kantor catatan sipil.
Sebagai seorang profesional seorang notaris harus melaksanakan jabatannya dengan berpedoman pada aturan dan kode etik yang berlaku.2 Pekerjaan seorang notaris tentu sangat berat karena menyangkut akta yang dibuatnya. Namun, pada praktiknya bisa saja seorang notaris melakukan kecerobohan seperti salah ketik yang dilakukan oleh notaris yang bukan karena kesengajaan melainkan kelalaian atau ketidakhati-hatian sehingga hal yang tertulis pada akta notaris itu tidak sesuai seperti keinginan para penghadap.
Apabila terjadi salah ketik pada akta yang dibuat oleh notaris, maka harus dilihat terlebih dahulu apakah kesalahan itu bersifat subtantif atau non subtantif. Yang dimaksud dengan kesalahan yang memiliki sifat non subtantif adalah kesalahan yang tidak memiliki perbedaan makna yang lebih dengan substansi. Dan dengan arti jika ada kesalahan makna tulisan yang salah tersebut masih bisa ditafsirkan, sebagai contoh ketika mengetik kata “hukum” bisa berubah menjadi “hokum” sebaliknya jika subtantif itu mengakibatkan terjadinya perbedaan makna dan maksud terhadap akta yang dibuat, sehingga apa yang diinginkan di dalam akta akan berbeda atau tidak sesuai dengan sebenarnya.
Apabila terdapat kesalahan ketik baik itu yang bersifat subtantif atau sifat nonsubtantif dalam minuta akta, maka ketika akta yang salah itu diketahui sebelum minuta akta tersebut di tanda tangani, minuta akta tersebut masih bisa langsung diperbaiki dengan cara melakukan renvoi sebagaimana diatur pada UUJNP.
Perihal kelalaian ini, dalam pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJNP) UUJNP tidak mengaturnya dengan jelas, sebagai contoh yang dituangkan di UUJNP menyebutkan bahwa untuk melaksanakan jabatan notaris memiliki kewajiban untuk bertindak jujur, mandiri, tidak memihak dan selalu mengutamakan kepentingan orang yang ingin membuat akta atau melakukan perbuatan hukum. Disini belum dijelaskan mengenai kata “saksama” bisa saja kata tersebut ditafsirkan tidak lalai dan jika dilihat arti dari “teliti, cermat, tepat, dan benar” dan tidak adanya lawan dari kata saksama tersebut di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.3
Yang menjadi masalah saat ini adalah ketika minuta akta sudah berisikan tanda tangan dari penghadap, dan penghadap tersebut sudah meninggalkan kantor notaris dan salinannya sudah dikeluarkan dan kemudian hari ditemukan kesalahan di dalam minuta akta itu. Maka untuk itu undang-undang memberi ruang bagi pembetulan akta sesuai dengan UUJNP yang mengatur mengenai pembetulan tulisan atau adanya salah pengetikan ada di minuta yang sudah dibubuhkan tanda tangan yaitu pada Pasal 51 UUJNP.
Pasal 51 UUJNP ini hanya menjelaskan tentang wewenang notaris untuk memperbaiki kesalahan tulisan dan ketik, yang mana pada UUJNP tidak dijelaskan mengenai yang dimaksud kesalahan tulisan dan tentang salah ketik tersebut. Dengan belum adanya penjelasan mengenai hal itu maka akan dapat mengakibatkan adanya multitafsir pada sampai dimana pembetulan tersebut boleh dilakukan dan apakah akan berdampak pada hal subtantif.4
Rumusan Masalah yang di kaji adalah Bagaimana tanggung jawab notaris atas kesalahan ketik pada minuta akta yang dibuat notaris? dan Bagaimana akibat hukum terhadap kesalahan ketik pada akta yang dibuat notaris?
Secara umum tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melakukan pengembangan keilmuan hukum dalam bidang kenotariatan dan memahami tentang akibat hukum terhadap kesalahan ketik pada akta yang dibuat notaris. Secara khusus dengan melihat
rumusan masalah, maka tujuan penelitian yaitu mendalami seberapa besar tanggung jawab notaris pada minuta akta yang cacat dan untuk mengetahui tentang akibat hukum jika ada kesalahan ketik pada akta yang dibuat notaris tersebut.
Penelitian yuridis normatif merupakan cara penelitian yang digunakan pada penelitian ini. Penelitian ini bermaksud memfokuskan untuk mengkaji aspek atau tentang penerapan kaidah dan norma pada hukum. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan yang di angkat. dan literatur yang berisi konsep hukum dan di kaitkan dengan masalah yang akan di bahas dalam penelitian ini .5
Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder berupa buku-buku dan tertier yaitu penjelasan yang lebih lanjut dari bahan hukum primer dan sekunder.6 Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan disertai dengan metode snowball yaitu metode yang dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur-literatur yang terkait dan hal ini akan dapat membantu penulis untuk mendapatkan jawaban yang tepat.
Adapun beberapa teknik yang digunakan agar dapat menilai persoalan berdasarkan pada alasan dan penalaran hukum yang terkait. Salah satunya adalah teknik evaluasi dimana teknik ini sebagai bentuk penilaian yang menjadi penentu dalam kesesuaian terhadap suatu pandangan yang ada di dalam bahan hukum.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Pertanggungjawaban Notaris Atas Kesalahan Ketik Dalam Minuta Akta Tanggung jawab notaris timbul sehubungan dengan pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya berdasarkan pada wewenang yang diberikan oleh hukum. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta dapat dibebani tanggung jawab atas perbuatannya sehubungan dengan akta yang dibuatnya. Jika suatu akta sampai dapat merugikan para pihak, maka seorang notaris itu bisa dimintakan pertanggungjawaban dengan diberi sanksi berupa sanksi perdata, administrasi maupun sanksi pidana.7
-
Para pihak yang merasa dirugikan atas adanya kesalahan ketik pada minuta akta, dapat mengajukan gugatan secara perdata dengan melihat apakah perbuatan itu melawan hukum. Pasal 1365 KUHPerdata menyebutkan jika perbuatan itu termasuk pelanggaran hukum yang bisa menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pihak
yang menimbulkan kerugian karena kesalahannya diharuskan mengganti kerugian yang dialami oleh pihak yang dirugikan itu.
Salah ketik pada minuta akta dapat disebut suatu perbuatan yang melanggar hukum, apabila memenuhi unsur-unsur tentang apa yang bisa dibilang perbuatan itu melanggar hukum yakni:
-
1) . Terdapat perbuatan
Notaris jika melakukan perbuatan, yaitu suatu perbuatan yang dikarenakan kelalaian notaris seperti salah ketik di minuta akta.
-
2) . Melakukan perbuatan yang melanggar
Notaris telah melakukan sesuatu yang bertentangan terhadap kewajiban yang diatur oleh hukum, dan pengaturannya secara tegas sudah tercantum dalam undang-undang yang berlaku, sesuai pada pasal 16 ayat (1) huruf a UUJNP notaris harus bertindak dengan seksama.
-
3) . Terdapat salah dari pihak
notaris dalam hal ini melakukan kelalaian dalam pembuatan akta seperti terdapatnya salah ketik, yang membuat unsur dari kesalahan itu terpenuhi.
-
4) . Kerugian yang dialami korban
Kesalahan yang subtantif misalnya salah ketik tentang jumlah uang yang seharusnya dibayar dan diterima oleh para pihak yang memiliki kepentingan dapat mengalami kerugian secara materiil, dan bisa juga mendapat kerugian immateriil contohnya kekhawatiran yang timbul dan jiwa yang mengalami tekanan.
-
5) . Terdapat kesinambungan perbuatan dan kerugian.
Notaris yang melakukan kesalahan, baik itu disengaja ataupun tidak, misalnya kesalahan itu kesalahan ketik pada minuta akta yang mengakibatkan kerugian terhadap pihak yang terdapat pada akta. Dapat disimpulkan bahwa terdapat adanya kesinambungan kausal mengenai pengetikan yang salah menyebabkan para pihak mendapat suatu kerugian.
Notaris yang sudah terbukti membuat kesalahan ketik pada minuta akta dan memenuhi segala unsur melakukan perbuatan hukum, maka atas dasar itu notaris dapat dituntut sesuai dengan pasal 1365 KUHPerdata.
Pasal 85 UUJNP menentukan mengenai pelanggaran, maka sanksi yang dapat dikenai berupa:8
-
1) menegur;
-
2) menegur dengan formal;
-
3) melakukan scorsing sementara;
-
4) melakukan pemberitahuan cara terhormat; atau
-
5) melakukan pemecatan secara tidak terhormat.
Sanksi administratif identik dengan ketentuan UUJNP, ketika notaris itu melanggar UUJNP maka dapat dikatakan notaris itu melanggar sanksi administratif. Sanksi administratif dijatuhkan apabila ditemukan adanya pelanggaran oleh notaris terhadap kewajibannya untuk berbuat kejujuran, saksama, kemandirian, dan tidak memihak terhadap para pihak yang ada kaitannya dengan suatu perbuatan hukum.
Kesalahan mengetik dalam pembuatan akta yang menyebabkan tidak sesuainya format akta dengan penulisan yang baik dan benar yang dilakukan notaris dalam menjalankan tugasnya, merupakan salah satu bentuk dari kelalaian dalam pengerjaan akta autentik. Sehingga apabila dikaitkan terhadap kesalahan yang dibuat Notaris dengan hukum yang mengatur segala tindakannya, Notaris tersebut telah melakukan pelanggaran mengenai kewenangannya dapat dikenakan sanksi administrasi.
ketentuan yang diatur dalam UUJNP, maka sanksi administratif yang bisa diberikan karena adanya pelanggaran adalah penerapan sanksi berupa teguran secara lisan ataupun tertulis, pemberhentian sementara hingga tahap pemberhentian secara tidak hormat. Sedangkan diluar sanksi adminstratif, apabila notaris melakukan pelanggaran yang mengakibatkan cacatnya produk akta yang dibuatnya maka sanksi yang dapat diterapkan kepada Notaris adalah sanksi Perdata. Namun apabila pelanggaran tersebut disebabkan dengan adanya unsur-unsur kesengajaan dan secara sadar melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan pada umumnya sehingga mengakibatkan suatu kerugian bagi orang lain atas segala perbuatannya maka notaris dapat dikenakan sanksi pidana.
Sanksi pidana yang berhubungan dengan proses pembuatan akta autentik, ditentukan secara umum di dalam ketentuan Pasal 266 KUHP, yang dimana menentukan bahwa siapapun yang meminta atau memasukkan keterangan palsu, dalam hal ini adalah segala bentuk keterangan baik secara lisan maupun tertulis yang mengandung unsur ketidak benaran yang seolah-olah benar yang kemudian sengaja dipergunakan di dalam pembuatan akta autentik. Ancaman pidana tersebut berlaku sama jika siapapun dengan sengaja menggunakan akta tersebut sehingga menyebabkan suatu kerugian terhadap orang lain.
Suatu kejahatan baru dapat dipidanakan, jika mutlak sudah ditemukan kesalahan. Kesalahan itu dapat berupa kesengajaan maupun kelalaian. Suatu tindak pidana harus ditinjau dari 2 unsur yakni unsur subyektifitas dan objektifitasnya. Unsur subyektifitas dalam tindak pidana meliputi kesengajaan, perencanaan terlebih dahulu, maksud dan perasaan takut, sedangkan unsur obyektifitasnya meliputi hubungan kausalitas. Maka, ketika Notaris terbukti telah dengan sengaja menggunakan keterangan yang tidak benar dalam suatu akta autentik, maka notaris dapat dituntut secara pidana. Kesengajaan ini dapat berupa secara bersama-sama memakai ataupun secara sadar telah mengetahui bahwa keterangan tersebut palsu. Dalam hal ini, kesengajaan tidak tergolong dalam bentuk kelalaian, kelalaian merupakan suatu tindakan yang tidak mengutamakan prinsip kehati-hatian, cermat, dan ketelitian. Kurangnya kehati-hatian menyebabkan timbulnya kelalaian sehingga akan berakibat fatal.
Berkaitan dengan permasalahan ini, kesalahan ketik merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh notaris dengan tidak sengaja, yang disebabkan oleh kurangnya kehati-hatian dan ketelitian Notaris ketika menuangkan segala bentuk kemauan yang telah diberikan oleh para pihak. Klasifikasi tindak pidana apabila dikaitkan dengan permasalahan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana. Hal tersebut
karena tidak terpenuhinya unsur subjektif yang diharuskan dalam ketentuan pidana. Unsur subjektifnya adalah dengan sengaja memakai/menggunakan keterangan palsu. Kesalahan ketik bukanlah merupakan suatu kesengajaan, dikarenakan kesalahan ketik merupakan suatu perbuatan yang tidak disengaja yang diakibatkan tidak telitinya notaris pada saat mengerjakan akta, mengakibatkan timbul permasalahan dikemudian hari. Sehingga apabila dikaitkan dengan Pasal 266 KUH Pidana, maka unsur kesengajaan dalam permasalahan ini tidak dapat terpenuhi, sehingga permasalahan ini bukanlah tergolong dalam permasalahan pidana.
Jika dilihat pada UUJNP pasal 48 dalam hal perubahan dari isi akta yang salah bilamana ketika notaris membacakan akta yang nantinya ditemukan adanya kesalahan atau multitafsir kepada isi dari akta itu baik di awal atau akhir akta yang harus dilakukan yaitu :9
-
1. Segera melakukan perubahan terhadap rancangan akta itu dengan mengeprint ulang bilamana penghadap masih ada di hadapan notaris.
-
2. Bila penghadap tidak berada di hadapan notaris, notaris harus menghubungi para penghadap untuk datang dan menandatangani lagi akta yang sudah diperbaiki, dan perubahan itu dianggap sah bilamana penghadap mebubuhkan tanda tangan kepada akta tersebut atau bahasa lainnya di renvoi.
Notaris dikatakan sebagai pejabat umum karena memiliki tugas menjalankan sebagian kekuasaan negara di bidang hukum privat yang lebih khususnya membuat akta yang bersifat autentik. Dalam membuat akta patij ataupun relaas akta, notaris harus bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya itu memiliki pembuktian yang sempurna atau dengan kata lain tidak perlu adanya pembuktian lain karena aktanya sudah bersifat autentik hal itu sesuai dengan pasal 1868 KUHPerdata. Notaris harus mengetahui dam memahami peraturan-peraturan baik itu untuk notarisnya dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk membuat akta yang berlaku di Indonesia. Hal ini agar pada saat membuat akta, aktanya tersebut mempunyai kekuatan hukum yang pasti atau sempurna. Namun dalam praktiknya tentu tidak semua berjalan sesuai dengan keinginan karena bisa saja saat notaris membuat akta, ada kelalaian yang dilakukan.
Akta yang dibuat notaris sering disebut akta notarial, yang dijadikan sebagai alat bukti tertulis dan dikatakan sempurna jika sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam artian, akta yang dibuatnya tersebut tidak melenceng dari aturan. Adapun hal yang membuat akta notaris itu tidak sempurna jika ada kesalahan yang sengaja atau tidak pada komparisi, tidak diperbaiki atau sudah diperbaiki tetapi masih ada kesalahan. Maka bisa dikatakan pembuatan akta itu tidak sesuai UUJNP. Jadi akta itu bisa dikatakan pembuktiannya tidak sempurna lagi dan tidak bersifat autentik dan pada akhirnya akta tersebut dikatakan akta dibawah tangan. Bila dilihat berdasarkan nilai kekuatan suatu akta notaril dapat dikatakan sempurna bila kesalahan yang terdapat dalam akta tersebut sudah diperbaiki dengan sesuai keinginan para pihak dan UUJN.
Bisa sangat dipastikannya kekuatannya sempurna. Karena dikatakan sebagai alat bukti yang sangat kuat dan tidak perlunya pembuktian lagi.10
Kelalaian itu tepat terjadi jika terdapat unsur-unsur yaitu:11
-
1. Kesalahan ketik pada akta notaris tersebut masih bisa diperbaiki dengan membuat Salinan akta itu yang baru yang mana pada akta yang baru itu masih mempunyai kesamaan dengan akta sebelumnya itu berarti akta yang dibuat baru itu memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna atau memiliki kekuatan sesuai dengan aslinya;
-
2. Bila membuat akta mengenai berita acara rapat tetapi malah membuat surat pernyataan rapat itu adalah kesalahan pada bentuk akta. Karena dari judul sudah salah dan mengandung arti yang berbeda.
-
3. Kelalaian tentang keterangan dari pihak-pihak penghadap ke notaris yang mana waktu membuat akta dikatakan benar dan di kemudian hari tidak benar.
Kelalaian disini jika membuat suatu akta autentik meliputi:
-
a. aktanya tersebut terdegradasi menjadi akta dibawah tangan
-
b. aktanya tersebut dapat dikatakan batal demi hukum bilamana syarat objektif tidak terpenuhi; dan
-
c. bilamana akta itu tidak memenuhi syarat subjektif maka aktanya dapat dibatalkannya akta tersebut bila adanya permintaan dari para pihak yang berkepentingan.12
Jika di kemudian hari para pihak tersebut mempermasalahkan akta yang dibuat sebelumnya itu maka untuk penyelesaiannya harus berdasarkan terhadap batalnya akta itu menjadi alat bukti yang sempurna. Lalainya seorang notaris terhadap akta yang dibuatnya dapat direvisi oleh hakim ketika akta itu sudah sampai diajukan pengadilan untuk dijadikan barang bukti.
Dengan adanya kelalaian notaris terhadap akta autentik menyebabkan akta itu menjadi terdegradasi dan bisa saja dilakukan pembatalan akta. Akibat hukum akan timbul ketika seorang notaris itu melakukan kelalaian atau adanya kesalahan pada akta tersebut yang akan mengakibatkan kekuatan pembuktian pada akta itu berubah menjadi akta dibawah tangan atau dapat dibatalkannya akta itu atau akta itu dianggap tidak pernah ada.
Sejalannya perlindungan hukum dengan akibat hukum sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sadjipto Raharjo dimana disebutkan bahwa adanya perlindungan hukum sangatlah penting untuk tercapainya pengayoman pada hak asasi manusia yang telah dilanggar oleh orang lain. Sistem perlindungan ini di jalankan agar semua orang bisa merasakan keadilan yang sudah ditentukan oleh undang-undang. Perlindungan hukum ini diperuntukkan untuk orang-orang yang tidak memiliki keadilan sosial. Sehingga perlindungan hukum mengakibatkan jika ada masalah atau
tidak sesuainya suatu akta yang telah dibuat oleh notaris itu menjadi dapat dibatalkan aktanya atau juga aktanya itu berakibat tidak berlakunya akta itu lagi untuk melindungi orang yang ada pada akta itu dan yang telah dirugikan akibat adanya perbuatan yang melawan hukum dari pembuat akta atau yang sering disebut notaris.
Berdasarkan penjelasan diatas, bentuk akibat hukum dari adanya kelalaian yang telah dilakukan notaris adalah: a. aktanya tersebut bisa dibatalkan jika aktanya itu terbukti tidak terdapat unsur subjektif, b. aktanya dapat dikatakan batal demi hukum bilamana aktanya itu terbukti tidak mengandung syarat objektif, c. akta notaris tersebut terdegradasi jadi akta yang bersifat dibawah tagan yang sama sekali tidak mempunyai suatu kekuatan dalam hal pembuktian yang sempurna.
Dari hasil pemaparan di atas, dapat disimpulkan yaitu melihat dari adanya kecerobohan saat pembentukan akta itu yang baru diketahui setelah sekian lama dari adanya kecerobohan salah ketik tersebut tergantung pada letak kesalahan ketik. Dalam artian, apakah pada awalan akta tentang identitas dari para pihak, atau pada poin penting suatu akta yang tidak sesuai kehendak pihak terkait. Bilamana notaris melakukan kesalahan ketik yang telah diatur diatas, notaris itu bisa dikenakan sanksi yaitu sanksi privat dan/atau sanksi administrative. Akibat hukum dari adanya kelalaian yang dilakukan oleh notaris yaitu: a. aktanya tersebut bisa dibatalkan jika aktanya itu terbukti sama sekali tidak terdapat unsur subjektif, b. aktanya dapat dikatakan batal demi hukum bilamana aktanya itu terbukti tidak mengandung syarat objektif, c. akta notaris tersebut terdegradasi jadi akta yang bersifat di bawah tangan yang sama sekali tidak mempunyai suatu kekuatan dalam hal pembuktian yang sempurna. Adapun saran yang dapat dibuat adalah dalam menjalankan kewajiban notaris sebagaimana yang diamanatkan pada UUJNP, seorang notaris haruslah bertindak teliti dan saksama yang dapat diartikan mengedepankan sikap ketelitian dan kehati-hatian jika membuat akta agar akta yang dibuatnya itu bisa memberikan rasa adil kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Daftar Pustaka
Buku
A.A Andi prajitno, 2010, Apa Dan Siapa Notaris Indonesia?, Cetakan Pertama, putra Media nusantara, Surabaya
Hasan Alwi, 2007, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Balai Pustaka, Jakarta
H budi Untung, 2002, Visi Global Notaris, Yogyakarta
H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika,
Marzuki, P. M, 2006, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta
Mudofir Hadi, 1991, Varia Peradilan Tahun VI nomor 72, Pembatalan Isi Akta Notaris Dengan Putusan Hakim
Raden Soegondo Notodisoerjo, 1993, Hukum Notariat di Indonesia suatu Penjelasan, Cet. Ke-2, RAJA Grafindo Persada, Jakarta
Jurnal
Nelly Juwita (2013), Kesalahan ketik dalam minuta akta yang salinannya telah dikeluarkan, jurnal ilmiah mahasiswa universitas Surabaya, Vol 2
Putu Adi Purnomo Djingga Wijaya, A.A. Andi Prajitno, (2018), Tanggung Jawab Notaris Terhadap kesalahan Dalam Pembuatan Akta Yang Dilakukan Oleh Notaris Penggantinya, Jurnal Hukum Bisnis , Vol II, No 2
Muchammad Ali Marsuki, (2018), Tanggung Jawab Notaris Atas Kesalahan Ketik Pada Minuta Akta Yang Sudah Keluar Salinan Akta, Jurnal Komunikasi Hukum, Vol 4
Kitria Ine Damayanti, (2016), pengaruh kesalahan Penulisan Komparisi Terhadap Suatu Akta Autentik Notaris Ditinjau Dari Hukum Pembuktian, Jurnal Hukum Universitas Brawijaya,
Ryno Bagas Prahardika, Endang Sri Kawuryan, (2018), Tanggung Gugat Notaris Atas Kelalaian Dalam Membuat Akta Perjanjian Kredit Bank, Jurnal Transparansi Hukum, Vol 1, Nomor 1
Undang-undang
Kitab Undang Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117
Undang-Undang No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 5491
236
Discussion and feedback