Vol. 3 No. 3 Desember 2018

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Terkait Notaris yang Diberhentikan Sementara

Gde Bagus Nugraha1, I Made Arya Utama2

1Program Studi Magister (S2) Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali-Indonesia, E-mail : E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali-Indonesia, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Keywords :

Notary, Notary Act, Client, Sanctions.


Kata kunci:

Notaris, UUJN, Klien, Sanksi.

Corresponding Author:

Gde Bagus Nugraha, E-mail: [email protected]

DOI :

10.24843/AC.2018.v03.i03.p1

1


Abstract

A notary in carrying out his position may commit a violation which is done intentionally or unintentionally. These violations provide legal consequences, which is a temporary termination of Notary position. The temporary dismissal of the Notary from his position means that the Notary concerned has lost his authority for a while and cannot make any deed or cannot carry out his position. When the temporary dismissal sanction is imposed, there is a possibility that there is still an unresolved and unclear process of working on an authentic deed regarding its resolution. Based on this background, a problem arises, first, in what case a Notary may be temporarily dismissed from his/her position? Second, what are the rights owned by the client when the deed has not beed finished due to the santion? The purposes of this research are to analyze every factors that cause a Notary could be receives sanction in this case is temporary dismissal, and also to discover the rights for clients whose legal documents have not been finished because of that sanction. This research qualifies as a normative legal research. Sources of legal materials for this study were obtained from primary, secondary, and tertiary legal materials. Legal materials are collects using statutes hierarchy. The result of this research are Notaries could be temporarily dismissed if his/her commits a violation of the prohibitions in Notary Act. The client could choose to continue to complete the deed with alternate Notary or also could choose another Notary.

Abstrak

Notaris dalam menjalankan jabatannya dapat saja melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau kode etika jabatan. Pelanggaran tersebut memberikan konsekuensi hukum yaitu salah satunya adalah dijatuhkannya sanksi pemberhentian sementara terhadap Notaris yang bersangkutan. Pemberhentian Notaris dari jabatannya untuk sementara waktu mengakibatkan yang bersangkutan tidak lagi memiliki kewenangan dan tidak mampu lagi untuk menjalankan tugasnya sebagaimana seharusnya serta tidak mampu lagi untuk membuat akta. Ketika sanksi pemberhentian sementara tersebut dijatuhkan, ada kemungkinan bahwa masih terdapat proses pengerjaan akta autentik yang belum terselesaikan dan tidak jelas mengenai penyelesaiannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul permasalahan yaitu pertama dalam hal apa saja seorang Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya? Kedua, apa hak yang dimiliki oleh klien dalam hal aktanya belum terselesaikan akibat sanksi pemberhentian sementara tersebut? Tujuan penulisan ini untuk menganalis hal-hal yang menyebabkan seorang Notaris dijatuhkan sanksi pemberhentian sementara serta menemukan hak bagi klien yang aktanya belum terselesaikan atas adanya sanksi tersebut. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Bahan hukum yang akan dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Hasil Studi menunjukkan bahwa Notaris bisa diberhentikan sementara dari jabatannya apabila melakukan pelanggaran atas Undang-Undang Jabatan Notaris dan Undang-Undang Perubahan UUJN. Sedangkan bagi klien, yang bersangkutan memiliki hak untuk melanjutkan penyelesaian akta dengan Notaris Pengganti dan juga memiliki hak untuk memilih Notaris lain untuk menyelesaikan proses pembuatan akta tersebut.

  • 1.    Pendahuluan

Manusia adalah mahluk sosial. Manusia sebagai mahluk sosial tidak mungkin hidup sendiri sehingga seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk menjalani kehidupannya. Kebutuhan atas kehadiran manusia-manusia lainnya yang menyebabkan manusia secara naluri untuk hidup secara berkumpul. Kebutuhan untuk hidup berkumpul ini yang pada akhirnya membentuk kelompok dan antar satu kelompok dengan kelompok lainnya saling bersatu, saling membutuhkan antara satu dan lainnya dan memunculkan yang disebut dengan masyarakat. Segala kebutuhan hidup manusia dihasilkan oleh interaksi atau hubungan antara manusia di dalam masyarakat tersebut. Ketika pola masyarakat masih tradisional, hubungan tersebut didasarkan pada norma-norma moral dan kebiasaan yang berlaku. Namun, ketika pola masyarakat sudah semakin maju dan rumit, dibutuhkan dasar yang lebih kuat untuk menjamin pelaksanaan hubungan tersebut yang salah satunya dengan menuangkan hubungan tersebut dalam suatu perjanjian.

Pada awalnya, perjanjian tersebut cukup dilakukan secara lisan atau secara tertulis diantara mereka sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Namun seiring berjalannya waktu yang berakibat juga pada semakin rumitnya pola kehidupan masyarakat, maka perjanjian tersebut tidak cukup hanya secara lisan atau tertulis dalam bentuk perjanjian di bawah tangan. Oleh karena itu dibutuhkan peran dari pihak yang disebut dengan pejabat umum, berwenang membantu untuk mengaplikasikan perjanjian atau kesepakatan tersebut dalam suatu tulisan, yang mana tulisan tersebut memiliki kemampuan untuk membuktikan dirinya secara sempurna, yang dikenal dengan akta autentik. Pasal 1870 Burgerlijk Wetboek (B.W.) menentukan, bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orang-orang yang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya. Ketentuan tersebut menjadi dasar atau alasan bahwa kekuatan pembuktian dari akta autentik adalah sempurna.

Akta autentik berdasarkan Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (B.W.) adalah suatu akta, yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat mana akta dibuatnya. Pejabat umum, dalam hal ini Notaris merupakan salah satu pejabat yang memiliki kewenangan mengenai penerbitan akta autentik. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) yang disingkat Undang-Undang Perubahan UUJN, notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Notaris memiliki fungsi untuk menjamin otentisitas pada tulisan-tulisannya. 1 Profesi Notaris adalah sektor pekerjaan yang berlandaskan pada kemampuan yang khas untuk dapat menciptakan akta autentik serta kekuasaan atau kewenangan lain, berfungsi sebagai Notaris sebagaimana yang tercantum dalam UUJN.2 Berdasarkan pengertian yang telah dijelaskan sebelumnya Notaris merupakan pejabat umum, dibutuhkan oleh masyarakat untuk menciptakan akta yang kekuatan pembuktiannya sempurna, guna mendukung hubungan hukum antar individu atau kelompok dalam masyarakat.

Masyarakat yang membutuhkan bantuan atau jasa seorang Notaris dalam pembuatan akta autentik dapat disebut pula dengan klien. Klien datang kepada Notaris dan menjelaskan maksud dan tujuannya serta pokok-pokok yang dimaksudkan untuk ditulis pada akta autentik. Namun, sebelum Notaris menuangkan pokok-pokok tersebut dalam akta autentik, semua dokumen, bukti-bukti, dan keterangan pihak atau para pihak harus dipertimbangkan terlebih dahulu secara mendalam untuk menentukan apakah semua hal tersebut telah memenuhi syarat atau belum.3 Selain itu, penerapan upaya pencegahan agar akta autentik tidak cacat hukum, seperti pemahaman otentisitas akta, keabsahan suatu akta, dan faktor-faktor yang mengakibatkan akta menjadi batal, harus dipahami oleh Notaris agar tidak merugikan pihak yang berkepentingan. 4 Atas dasar itu, maka Notaris menuangkan maksud, tujuan, serta hal-hal yang diinginkan oleh klien dalam bentuk akta autentik. Contohnya seperti perjanjian kawin atau perjanjian sewa menyewa. Notaris memiliki posisi penting dalam tatanan hidup masyarakat. Posisi tersebut adalah sebagai kepanjangan tangan dari negara yang menjalankan sebagian kekuasaan negara khususnya mengenai pembentukkan akta autentik yang memang dibutuhkan masyarakat.

Notaris adalah pejabat umum yang menjalankan kekuasaan negara namun hanya sebagian yaitu secara khusus dalam bidang pembuatan akta autentik. Notaris memiliki tugas untuk melayani masyarakat yang serta merta mewajibkan Notaris untuk memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi khususnya dalam bidang hukum dan juga harus mempunyai standar moral serta integritas yang tinggi. Oleh sebab itu syarat bagi seseorang untuk bisa menjadi Notaris cukup berat, diantaranya menempuh pendidikan dan berbagai ujian. Untuk menjaga tingkah laku, moral dan intergritas dari seorang Notaris, Pemerintah membentuk dua lembaga, yaitu Majelis Pengawas Notaris dan Majelis Kehormatan Notaris. Ikatan Notaris Indonesia (INI) selaku perkumpulan tempat bernaung para Notaris membentuk Dewan Kehormatan Notaris yang juga memiliki fungsi untuk mengawasi Notaris.

Walaupun Notaris telah ditempa dengan berbagai pendidikan dan ujian serta adanya pengawasan dari 3 (tiga) lembaga di atas, tetap saja ditemui adanya pelanggaran yang dilakukan. Setiap pelanggaran memberikan konsekuensi berupa penjatuhan sanksi. Sanksi administratif merupakan salah satu jenis hukuman atau ganjaran yang dimungkinkan dijatuhkan untuk Notaris yang secara sengaja atau tidak menabrak atau tidak mengindahkan larangan dan kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432) selanjutnya disebut UUJN serta diatur pula dalam Undang-Undang Perubahan UUJN. Sanksi administratif itu dapat berbentuk peringatan secara tertulis, diberhentikan dari jabatannya untuk sementara waktu, secara hormat diberhentikan dari jabatannya, dan secara tidak hormat diberhentikan dari jabatannya.

Sanksi dalam bentuk administratif yang dapat dijatuhkan terhadap seorang Notaris atas pelanggaran yang dilakukannya adalah diberhentikan secara sementara dari jabatannya. Penjatuhan sanksi pemberhentian sementara terhadap Notaris mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan kewajibannya dalam suatu waktu tertentu, dan juga klien dari Notaris tersebut terkena dampaknya. Pemberhentian sementara dari jabatannya memberikan konsekuensi berupa Notaris tersebut tidak dapat melaksanakan operasional kantornya. Masalahnya adalah ketika sanksi dijatuhkan bisa saja masih ada proses dari pembuatan akta autentik yang diminta oleh kliennya belum terselesaikan.

Beranjak dari hal tersebut muncul masalah yaitu mengenai hak dari klien yang aktanya belum terselesaikan tersebut. Hak yang dimaksud adalah apakah klien memiliki hak untuk pindah ke Notaris lain walaupun telah ditunjuk Notaris Pengganti, atau tetap melanjutkan penyelesaian akta pada Notaris Pengganti tersebut. UUJN dan Undang-Undang Perubahan UUJN tidak mengatur mengenai status penyelesaian akta secara tegas akibat adanya sanksi pemberhentian sementara. Atas dasar itu maka akan dilakukan penelitian dengan judul : “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT TERKAIT NOTARIS YANG DIBERHENTIKAN SEMENTARA” yang sangat menarik untuk dilakukan.

Merunut pada latar belakang permasalahan yang telah dicantumkan sebelumnya, untuk itu diidentifikasi 2 (dua) permasalahan, yaitu (1) Dalam hal apa saja seorang Notaris dapat diberhentikan sementara dari jabatannya?; (2)Apa hak yang dimiliki

oleh klien dalam hal aktanya belum terselesaikan akibat sanksi pemberhentian sementara tersebut?

  • 2.    Metode Penelitian

Penyusunan penelitian hukum ini akan memanfaatkan metode penelitian hukum normatif yang bermula dari adanya dari kekosongan dalam norma pada UUJN dan Undang-Undang Perubahan UUJN yang tidak secara jelas mengatur mengenai status penyelesaian akta secara tegas akibat adanya sanksi pemberhentian sementara. Menurut I Made Pasek Diantha penelitian hukum merupakan penciptaan kembali secara seksama dari berbagai bahan hukum atau berbagai data hukum untuk mendapatkan jawaban atas suatu permasalahan hukum.5 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji berpendapat bahwa penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan adalah kegiatan untuk meneliti, yang dilaksanakan mendasarkan diri pada sumber bahan-bahan kepustakaan atau data-data sekunder saja.6

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Pemberhentian Sementara Terhadap Notaris Dari Jabatannya

Notaris merupakan profesi karena dijalankan secara profesional, atas dasar pendidikan dan kualifikasi, serta merupakan seorang pejabat yang mampu untuk melaksanakan kekuasaan negara, namun tidak seluruhnya, hanya sebagian, dalam lingkup perdata mengenai akta autentik. Profesi diartikan sebagai pekerjaan yang bersifat tetap atau terus menerus untuk mendapatkan penghasilan. 7 Menurut Black’s Law Dictionary profesi atau profession is a vacation or occupation requiring special ussualy advanted, education, knowledge, and skil; Professional, one engaged in one learned professions or in an occupation requiring a high level of training and proficiency.8 Menurut B. Arief Sidharta, profesi merupakan kegiatan atau pelaksanaan sesuatu yang tetap, berdasarkan pada kemampuan dan keakhlian yang diperoleh berdasarkan pendidikan, dengan cara bekerja dan hasil kerja bermutu tinggi, dengan tujuan mendapat nafkah dari bayaran tinggi yang diterima.9

Notaris memiliki kewenangan untuk menjalankan kekuasaan negara namun hanya sebagian, khususnya dalam hukum keperdataan mengenai pembuatan akta autentik serta kewenangan apabila memang ditentukan oleh undang-undang. Selain itu, secara moral Notaris memiliki tugas untuk memberikan penyuluhan hukum kepada masyarakat agar tingkat pemahaman hukum semakin meningkat. Seseorang bisa diangkat menjadi Notaris apabila memiliki integritas tinggi, kejujuran, serta tingkat pengetahuan dan kemampuan tinggi di bidang hukum karena tugas dari Notaris adalah melayani masyarakat. Oleh karena itu, seorang Notaris dalam menjalankan

jabatannya dituntut untuk bekerja secara cermat, menggunakan segala keahliannya, sikap moral yang kuat, serta ditambah lagi dengan pengawasan ketat oleh lembaga pengawas terkait.10

Walaupun kualifikasi seseorang untuk bisa menjadi Notaris sudah tinggi, ada lembaga yang mengawasi, serta pemberian sanksi yang tidak ringan, namun tetap saja ada Notaris yang melakukan pelanggaran secara sengaja atau tidak. Pelanggaran terjadi karena budaya hukum khususnya para pengemban profesi hukum, yang salah satunya adalah notaris, masih sangat buruk dan perlu ada perbaikan.11

Pelanggaran tersebut memberikan akibat berupa penjatuhan sanksi. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Notaris yang melakukan pelanggaran, berdasarkan undang-undang, dapat berupa sanksi perdata dan sanksi administratif. Sanksi administratif memiliki sifat khusus karena berkaitan dengan wewenang dari Pemerintah untuk melakukan tindakan nyata dengan tujuan penegakkan undang-undang.12 Salah satu sanksi administratif yang dapat dijatuhkan kepada seorang Notaris adalah diberhentikan dari jabatannya dalam jangka waktu sementara. Apabila sanksi ini dijatuhkan kepada seorang Notaris, maka dalam jangka waktu tertentu Notaris tersebut tidak dapat menjalankan jabatannya sebagaimana mestinya. Notaris yang diberhentikan dalam jangka waktu tertentu berarti yang bersangkutan tidak lagi memiliki kewenangan serta tugas jabatan dan mengenai pembuatan akta tidak mampu dilakukannya lagi.13

Pada saat seorang Notaris diberhentikan untuk menjalankan jabatannya dalam jangka waktu sementara, bukan hal yang tidak mungkin masih ada proses-proses pembuatan akta yang belum sempat diselesaikannya. Pemberhentian ini juga memberikan dampak langsung terhadap para kliennya karena tidak dapat lagi memproses penyelesaian aktanya karena Notaris yang bersangkutan telah kehilangan kewenangannya. Oleh karena itu, kepentingan klien khususnya dalam penyelesaian akta harus tetap dilindungi. Teori yang dapat digunakan untuk mengiris perlindungan tersebut adalah Teori Perlindungan Hukum.

Teori perlindungan hukum mengolah dan meneliti mengenai tujuan, cara, dan pola perlindungan tersebut, mengenai siapa yang akan menjadi pihak dilindungi, juga objek yang dilindungi oleh hukum tersebut.14 Berdasarkan pendapat Satjipto Raharjo, perlindungan hukum merupakan menyerahkan perlindungan atas segala hak asasi manusia atas perbuatan orang atau pihak lain yang merugikan serta melindungi seluruh anggota masyarakat dengan tujuan mendapatkan segala hak yang oleh hukum

disediakan. 15 Mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap warga masyarakat dapat dipisahkan menjadi :

  • 1.    perlindungan preventif;

  • 2.    perlindungan refresif.16

Perlindungan yang memiliki sifat untuk mencegah atau menghalau terjadinya sengketa dengan cara kepada masyarakat diberikan keleluasaan untuk mengutarakan pendapat atas kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah disebut dengan perlindungan preventif. Perlindungan ini diberikan dengan tujuan untuk menghindari adanya sengketa pada kemudian hari.

Bentuk perlindungan yang kedua adalah perlindungan refresif. Perlindungan refresif berfungsi untuk menyelesaikan sengketa. Perbedaan antara perlindungan refresif dan perlindungan preventif adalah preventif lebih mengacu pada pencegahan agar tidak terjadi sengketa sedangkan refresif adalah upaya perlindungan dengan menyelesaikan sengketa di lembaga peradilan. Ketika upaya preventif tidak bisa untuk mencegah terjadinya suatu sengketa, maka sengketa tersebut harus diselesaikan dengan upaya refresif melalui lembaga peradilan yang tersedia.

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan bagi klien adalah perlindungan preventif yang pelaksanaannya dapat dilihat pada Pasal 80 ayat (1) UUJN yang menyebutkan selama Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis Pengawas Pusat mengusulkan seorang Pejabat Sementara Notaris kepada Menteri. Namun harus diperhatikan kembali bahwa menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Perubahan UUJN Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia. Jadi berdasarkan ketentuan pasal tersebut, pengangkatan seorang Pejabat Sementara notaris hanya dikhususkan untuk secara sementara menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia. Apabila melihat ketentuan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Perubahan UUJN yang berbunyi Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Secara eksplisit memang pasal tersebut tidak meyebutkan mengenai Notaris yang diberhentikan sementara. Namun apabila ditelaah lebih lanjut, Notaris yang diberhentikan dari jabatannya untuk sementara waktu dapat dikualifikasikan sebagai berhalangan sementara. Sehingga lebih tepat merujuk pada Notaris Pengganti mengenai pengisi jabatan dari Notaris yang terkena sanksi tersebut. Hal ini sejalan dengan asas lex posterior derogat legi priori yang artinya peraturan perundang-undangan yang lebih baru membatalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya.17

  • 3.2.    Hal-Hal yang Menyebabkan Notaris Dapat Diberhentikan Sementara

Pasal 9 ayat (1) UUJN mengatur secara khusus mengenai kondisi seorang Notaris yang dapat diberhentikan sementara. Dalam pasal ini ditetapkan 5 (lima) keadaan yang menyebabkan seorang Notaris harus diberhentikan sementara, yaitu sedang dalam upaya untuk dipailitkan atau sedang mengalami penundaan kewajiban pembayaran utang, sedang dalam pengampuan, mengerjakan tindakan tercela, melanggar apa yang diwajibkan dan apa yang dilarang dalam undang-undang atau kode etik, atau sedang dalam masa penahanan.

Seorang Notaris dapat terkena pemberhentian dalam jangka waktu tertentu sehingga kehilangan kemampuan untuk menjalankan jabatannya apabila mengalami proses untuk dipailitkan atau sedang dalam fase penundaan kewajiban pembayaran utang. Notaris yang sedang dalam upaya untuk dipailitkan atau dalam penundaan kewajiban pembayaran utang dianggap tidak bisa mempertahankan sikap profesionalitasnya. Apabila seorang Notaris yang dalam proses untuk dipailitkan tersebut telah menyelesaikan segala kewajibannya dalam hal kepailitan di atas serta direhabilitasi kembali, maka atas dasar perehabilitasian itu, menurut Pasal 10 ayat (1) UUJN, Notaris yang diberhentikan sementara tersebut dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah dipulihkan haknya. Pasal ini juga diberlakukan untuk pengangkatan kembali Notaris yang sudah tidak dalam pengampuan.

Apabila dilakukan suatu perbuatan tercela dan melanggar segala sesuatu yang menjadi kewajibannya dan melanggar larangan jabatan yang diatur serta kode etik, Notaris dapat dikenakan sanksi pemberhentian sementara. Berdasarkan Pasal 9 ayat (4), batasan waktu pemberhentian sementara bagi Notaris yang melakukan perbuatan tercela dan melakukan pelanggaran terhadap kewajiban atau larangan jabatan serta kode Etik Notaris adalah paling lama 6 (enam) bulan. Jadi dalam periode maksimal 6 (enam) bulan tersebut, Majelis Pengawas harus memutuskan apakah Notaris tersebut terbukti atau tidak terbukti melakukan pelanggaran. Apabila terbukti melakukan pelanggaran maka Notaris tersebut dijatuhi pemberhentian dengan hormat atau dengan tidak hormat. Apabila tidak terbukti maka pemberhentian sementara tersebut harus dicabut dan Notaris yang bersangkutan dapat kembali manjalankan jabatannya. Notaris yang sedang menjalani masa penahanan juga dapat dijatuhi pemberhentian sementara. Telah disebutkan bahwa jangka waktu maksimal pemberhentian sementara adalah 6 (enam) bulan, lalu menjadi pertanyaan jika penahanan tersebut melebihi waktu 6 (enam) bulan, apakah langsung Notaris tersebut langsung dapat kembali menjabat atau harus mendapat pengangkatan kembali dari Menteri. Apabila ditelaah lebih lanjut, undang-undang tidak mencantumkan jawaban atau penjelasan atas hal tersebut. Menurut Habib Adjie, untuk hal tersebut berlaku serta merta dan tidak perlu diangkat kembali setelah pemberhentian berakhir, tapi langsung menjalankan tugas jabatannya lagi sebagai Notaris tanpa diperlukan surat keputusan pengangkatan kembali dari Menteri.18

Pasal 85 UUJN juga mengatur pemberhentian sementara namun juga mengatur sanksi lainnya yang termasuk di dalamnya adalah teguran secara lisan, teguran secara tertulis, diberhentikan dari jabatannya secara hormat, dan diberhentikan dari jabatannya secara tidak hormat. Sanksi-sanksi tersebut dapat dikenakan kepada seorang Notaris karena melanggar Pasal 7, Pasal 16 ayat (1), huruf a, huruf b, huruf, c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf I, huruf j, huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63.

  • 3.3.    Hak Yang Dimiliki Oleh Klien Dalam Hal Aktanya Belum Terselesaikan Akibat Sanksi Pemberhentia Sementara

Seorang Notaris yang dijatuhi sanksi pemberhentian dari jabatannya dalam jangka waktu sementara mengakibatkan Notaris itu tidak dapat menjalankan jabatannya serta tidak bisa untuk menjalankan operasional kantornya sementara waktu. Akibat lainnya adalah ketidakmampuan Notaris untuk menyelesaikan pembuatan akta autentik yang sedang diproses. Hal ini dapat mengakibatkan ketidakpastian mengenai penyelesaian akta yang dapat merugikan kepentingan klien. Kepentingan klien harus tetap dilindungi dan harus ada kepastian bagi klien mengeni penyelesaian aktanya. Teori yang digunakan untuk mengiris mengenai kepastian tersebut adalah Teori Kepastian Hukum.

Tujuan dari hukum adalah untuk mencapai dan terjaminnya suatu kepastian hukum. Kepastian hukum diartikan sebagai ketegasannya atau sifat pasti dari norma atau peraturan sehinggga dapat menjadi acuan tuntunan atau dasar untuk masyarakat yang tersentuh atas peraturan tersebut. 19 Wujud dari kepastian hukum adalah adanya kewajiban untuk membentuk suatu aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang berlaku secara luas yang tujuan dari pembentukan itu adalah tercapainya kepastian hukum. Agar muncul kondisi yang nyaman dan tenteram di masyarakat dan ada ketegasan dan kepastian dalam penegakan hukum, maka kepastian hukum harus direalisasikan. Aspek kepastian hukum diperlukan untuk mencapai pengertian hukum yang memadai. Fungsi hukum sebagai peraturan yang wajib untuk dilakukan dan ditaati merupakan jaminan yang diberikan apabila kepastian hukum tercapai.20

UUJN dan Undang-Undang Perubahan UUJN tidak mengatur secara tegas mengenai hak yang dimiliki klien mengenai penyelesaian aktanya ketika Notaris diberhentikan sementara. Undang-undang hanya menyebutkan mengenai kewenangan, hak, kewajiban, larangan, dan sanksi terhadap Notaris. Namun, undang-undang telah mengatur mengenai pengangkatan seorang Notaris Pengganti ketika ada seorang Notaris yang diberhentikan dari jabatannya dalam jangka waktu sementara.

Pengangkatan seorang Notaris Pengganti merupakan upaya agar tidak terjadi kekosongan jabatan dan juga untuk menjamin perlindungan hukum bagi klien serta adanya kepastian hukum. Kepastian hukum ini dapat diaplikasikan menjadi 2 (dua)

bentuk, yaitu pertama kepastian mengenai pengangkatan seorang Notaris Pengganti agar tidak terjadi kekosongan jabatan yang diakibatkan sanksi tersebut untuk melanjutkan pekerjaan dari Notaris yang bersangkutan, dan yang kedua adalah dengan terselesaikannya akta autentik maka kepastian hubungan hukum antar para pihak dalam akta tersebut menjadi sempurna.

Walaupun sudah ada penunjukkan Notaris Pengganti, klien tetap memiliki hak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan penyelesaian aktanya oleh Notaris Pengganti tersebut. Hak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan ini berkaitan dengan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan kebebasan bagi siapapun untuk melakukan kontrak dengan siapapun, kapanpun, dan dimanapun. Asas kebebasan berkontrak berdasar pada kebebasan individu sebagai titik tolaknya.21 Hakikat dari kebebasan berkontrak mendasarkan diri pada teori hukum alam yang melihat manusia sebagai bagian alam yang cerdas, rasional, dan melakukan tindakan sesuai dengan keinginan hatinya.22 Klien datang kepada Notaris untuk membuat akta autentik karena adanya kesepakatan diantara mereka. Ketika Notaris itu terkena sanksi pemberhentian sementara dan akta dari klien tersebut belum terselesaikan, maka klien mempunyai hak, berdasarkan asas kebebasan berkontrak tersebut, memiliki pilihan untuk melanjutkan penyelesaian akta dengan Notaris Pengganti atau pindah ke Notaris lain. Tidak ada kewajiban bagi klien untuk tetap melanjutkan penyelesaian akta kepada Notaris Pengganti.

  • 4.    Kesimpulan

Hal-hal yang dapat menyebabkan seorang Notaris diberhentikan sementara apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran atas segala hal yang merupakan sesuatu yang dilarang atau tidak mengindahkan kewajibannya dalam UUJN dan Undang-Undang Perubahan UUJN. Pemberhentian sementara terhadap jabatan seorang Notaris dimaksudkan agar Notaris tersebut menyelesaikan permasalahannya sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 9 Undang-Undang Perubahan UUJN, dan juga memfokuskan dirinya terhadap pemeriksaan-pemeriksaan yang akan dihadapinya. Selain itu Notaris harus berhenti menjalankan jabatannya dalam jangka waktu tertentu karena ia tidak mampu untuk memunculkan sifat profesionalnya ketika yang bersangkutan melaksanakan peran dan fungsinya sebagai pejabat yang melakukan pelayanan dalam masyarakat.

Klien yang aktanya masih dalam proses penyelesaian ketika Notaris tersebut diberhentikan sementara memiliki hak untuk melanjutkan penyelesaiannya kepada Notaris Pengganti yang telah ditunjuk atau menarik segala berkas yang telah diserahkannya dan memilih Notaris lain untuk pembuatan akta autentik. Klien diberikan kebebasan seperti ini karena Klien datang kepada Notaris atas dasar kebebasan berkontrak. Tidak ada kewajiban bagi klien untuk tetap menyelesaikan akta tersebut pada Notaris Pengganti yang bersangkutan.

Daftar Pustaka

Buku

Adjie, H., (2017), Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, cet IV, Refika Aditama, Bandung.

Adjie, H., (2015), Penafsiran Tematik Hukum Notaris Indonesia Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Refika Aditama, Bandung.

Black, H.C, (1999), Black Law’s Dictionary, West Group, USA.

Budiono, H., (2010), Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan Buku Kedua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Diantha, I.M.P., (2017), Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori

Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.

Hadjon, P.M., (1987), Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu,

Surabaya.

H.H.S. Salim & Nurbani E.S., (2014) Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Desertasi, Rajawali Pers, Jakarta.

Huijbers, T., (2011), Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Cet. XVIII, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Raharjo, S., (2000), Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Thamrin, H., (2011), Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris, Laksbang Press,

Yogyakarta.

Jurnal

Anggono, B. D.  (2010).  Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan di Bidang

Penanggulangan Bencana. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 22(2), 373-390. doi: 10.22146/jmh.16232

Anand, G. (2011). Prinsip Kebebasan Berkontrak dalam Penyusunan Kontrak. Yuridika, Universitas Airlangga, 26(2), 91-101. doi: 10.20473/ydk.v26i2.265

Budiwati, S. (2015). Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perspektif Pendekatan Filosofis, Publikasi Ilmiah Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Epistomologi Ilmu Hukum, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 276-289.

Choliq, A. D. (2019). Hukum, Profesi Jurnalistik dan Etika Media Massa. Jurnal Hukum, Universitas Islam Sultan Agung, 25(1), 395-411.

Hartono, S. (2015). Membangun Budaya Hukum Pancasila sebagai Bagian dari Sistem Hukum Nasional Indonesia di Abad 21. Veritas et Justitia, Universitas Katolik Parahyangan, 1(2), 251-273, doi: 10.25123/vej.1688

Kartikosari, H., & Sesung, R. (2017). Pembatasan Jumlah Pembuatan Akta Notaris Oleh Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia. Jurnal Panorama Hukum, Universitas Narotama, 2(2), 167-184, doi: 10.21067/jph.v2i2.1855

Purwaningsih, E. (2015). Bentuk Pelanggaran Hukum Notaris di Wilayah Provinsi Banten dan Penegakan Hukumnya. Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 27(1), 14-28, doi: 10.22146/jmh.15907

Sidharta, B.A., (2015), Etika dan Kode Etik Profesi Hukum, Veritas Et Justitia, Universitas Katolik Parahyangan, 1(1), 220-249, doi: 10.25123/vej.1423

Sundah, P. (2014). Tinjauan Yuridis Terhadap Tidak Dilaksanakannya Kewajiban Jabatan Notaris Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2014, Lex Et Societatis, Universitas Sam Ratulangi, 2(4), 35-43.

Wijayanta, T., (2014) Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan Dalam Kaitannya Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan  Niaga,  Jurnal Dinamika Hukum

Universitas Jendral Soedirman, , 14(2), 216-226, doi: 10.20884/jdh.2014.14.2.291

Peraturan Perundang-undangan

Burgerlijk Wetboek

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4443)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491)

534