Pemberian Hibah Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial
on
Vol. 3 No. 2 Oktober 2018
e-ISSN: 2502-7573 ∣ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
ACTA CBMITAS
Jurnal Hukum Kenotariatan
Pemberian Hibah Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial
Ira Damayanti1
1Dinas Sosial Provinsi Bali, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Keywords :
Grant; Social Assistance; and Bali Provincial Government
Kata kunci:
Hibah; Bantuan Sosial; Dan
Pemerintah Provinsi Bali
Corresponding Author:
Ira Damayanti, E-mail:
DOI :
10.24843/AC.2018.v03.i02.p13
Abstract
This study discussed about provision of grants is based on governor regulation of Bali number 2 of 2017 on Guidelines for Grant and Social Assistance, focusing on the implementation arrangement based on related Governor regulation and its relations with Article Number 298 (5) on Law Number 23 of 2014, which has caused different interpretation about the grant provision arrangement implemented by Bali Provincial Government. The study is done by using normative legal research, along with several approaches, such as legislation approach, legal concept approach, as well as case-based approach utilizing primary an d secondary legal sources with combination of snowball technique and card system to obtain all laws and regulations related to the issue studied. The objective of this studyis to formulate solutiontothe conflicting norms in the existing legislation in order to provide legal certainty for the community. The study shows that grant provision arrangement implemented by Bali Provincial Government is based on Bali Governor Regulation, Provision which was formulated based on Regulation of the Minister of Home Affairs Number 14 Year 2016 on the Second Amendment to the Regulation of the Minister of Home Affairs Number 32 Year 2011. It is found that the source of the conflicting norm sinimplementing grant provision at Bali Province comes fom the inconsistency between those regulations because the afore mentioned Governor Regulation has arranged for a logical flow of grant provision to community organizations not listed in the ministerial decree in order to support cultural sustain ability and development in Bali.
Abstrak
Penelitian ini membahas mengenai pemberian hibah berdasarkan Pergub Bali No. 2 tahun 2017 pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial. Adapun permasalahan yang dikaji yaitu bagaimanakah pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan Bansos dan bagaimanakah bentuk inkonsistensi pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan Bansos. Berdasarkan Pasal 298 ayat (5) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Pemerintahan Daerah, terjadi inkonsistensi norma dalam hal penafsiran dengan Pergub Bali No. 2 Tahun 2017. Metode penelitian hukum normatif digunakan pada penelitian ini, dengan menggunakan pendekatan
kasus, pendekatan analisis konsep hukum, serta pendekatan perundang-undangan. Menggunakan sumber bahan hukum sekunder, dan bahan hukum primer dengan mempergunakan teknik gabungan antara teknik bola salju, melalui sistem kartu agar dapat mengetahui seluruh peraturan yang terkait dengan permasalahan yang dikaji. Sehingga bertujuan untuk dapat mengketahui jalan keluar dalam menyelesaikan adanya konflik norma dalam peraturan-peraturan yang ada juga agar dapat memberikan kepastian hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan Bansos didasari oleh Pemendagri No. 14 Tahun 2016, kemudian diturunkan dalam bentuk Pergub Bali No. 2 Tahun 2017 dengan menerapkan alur logika pemberian hibah kepada organisasi masyarakat yang tidak terdaftar di kementerian, menunjang eksistensi dan pembangunan kebudayaan masyarakat Bali. bentuk inkonsistensi pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan bansos pada proses pemberian hibah antara UU Pemerintahan Daerah dengan UU Organisasi Kemasyarakatan.
Pemberian hibah oleh Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan penunjang penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah. Belanja bantuan hibah dan bantuan sosial merupakan APBD yang menarik perhatian publik. Pemberian hibah dan bantuan sosial menjadi perhatian utama pada media massa. Banyak pihak yang membutuhkan bantuan hibah dan bantuan sosial tersebut dan banyak kepentingan yang dapat diakomodir,seperti halnya untuk kepentingan serta kesejahteraan masyarakat1.
Anggaran belanja hibah diberikan setiap tahunnya kepada kelompok masyarakat khususnya di Bali oleh Pemerintah Provinsi Bali sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hibah dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dan hanya diberikan kepada pemerintah seperti Badan Usaha Milik Daerah atau Negara, dan organisasi kemasyarakatan berbadan hukum yang bertujuan untuk kegiatan-kegiatan program yang akan dilaksanakan.
Kewenangan pemberian hibah oleh Pemerintah Daerah tidak terlepas dari adanya pemberian Otonomi seluas-luas2. Pemberian otonomi seluas-luasnya ini berpengaruh terhadap perkembangan pembangunan di Provinsi termasuk di Provinsi Bali mengalami perkembangan yang pesat di era Otonomi. Undang–Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapakali terkahir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya ditulis UU Pemda) telah memberikan peluang yang besar kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk dapat memaksimalkan segala potensi yang dimiliki di Daerah untuk menunjang pembangunan Daerah. Dr. Lemaire menyatakan bahwa, dalam “Welfare State” tugas administrasi negara yang disebut sebagai “Bestuurzorg” yakni menyelenggarakan kesejahteraan umum, yang mempunyai tanda istimewa yaitu menyelenggarakan kesejahteraan umum, diberikan kebebasan bertindak tepat dan cepat untuk kepentingan-kepentingan yang harus diselesaikan agar cepat dan berfaedah bagi kesejahteraan masyarakat (doeltreffen)3.
Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur pemberian hibah oleh Pemerintah Daerah diatur dalam Pasal 298 ayat (5) UU Pemda, menyebutkan:
-
(5) Belanja hibah diberikan kepada:
-
a. Pemerintah Daerah;
-
b. Pemerintah Pusat;
-
c. BUMNatau BUMD;
-
d. Lembaga, Badan dan organisasi kemasyarakatan berbadan hukum.
Pergub Hibah dan Bansos, dalam Pasal 4 ayat (1) Gubernur dapat memberikan hibah sesuai kemampuan keuangan daerah yang dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan Wajib dan belanja urusan pilihan. Jadi dapat dikatakan bahwa hibah tersebut merupakan anggaran yang ditetapkan setelah penganggaran lain yang menjadi prioritas pembangunan. Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan pemerintah daerah Sesuai urgensi dan kepentingan daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat4. Dalam Pasal 4 ayat (4) disebutkan bahwa Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria paling sedikit:
-
a. Peruntukannya telah diperuntukkan secara spesifik;
-
b. bersifat tidak mengikat, tidak wajib setiap tahun anggaran, disesuaikan pada kemampuan keuangan daerah kecuali ditentukan lain;
-
c. adanya pemberian nilai kemanfaataan untuk pemerintah daerah guna terselenggaranya, pembangunan dan kemasyarakatan dan
-
d. untuk dapat terpenuhinya persyaratan penerimaan hibah.
Pasal 6 ayat (4). Ayat (5), ayat (6) dan ayat (7) Pergub Hibah dan Bansos yang menyebutkan:
-
(4) Hibah kepada BUMD diberikan untuk meneruskan hibah dari Pemerintah Daerah dari Pemerintah Pusat.
-
(5) Hibah kepada Badan dan Lembaga diberikan kepada Badan dan Lembaga:
-
a. yang bersifat sukarela, sosial dan nirlaba;
-
b. yang bersifat sosial, sukarela dan nirlaba yang sudah memiliki Surat Keterangan Terdaftar oleh Menteri Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota se Bali;
-
c. yang bersifat sukarela bersifat sosial juga bersifat nirlaba kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat hukum adat yang keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat atau daerah dengan pengesahan pimpinan perangkat daerah.
-
(6) Pengesahan atau penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat 5 huruf c adalah sebagai berikut:
-
a. Untuk seluruh badan atau kelompok masyarakat yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan, pengesahannya atau penetapannya cukup dengan mengesahkan Surat keputusan dimaksud oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah
-
b. Untuk badan atau kelompok masyarakat yang dibentuk tidak berdasarkan Surat Keputusan, maka disahkan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait adalah struktur organisasi yang bersangkutan diketahui oleh Kepala desa.
-
(7) Hibah yang diberikan kepada ormas yang berbadan hukum diberikan kepada organisasi kemasyarakatan yang telah mendapat pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.
Pengaturan pemberian Hibah dan Bantuan Sosial di Provinsi Bali yang diatur Pergub Hibah dan Bansos ini belum terharmonisasi dengan ketentuan Pasal 298 ayat (5) UU Pemda. Dimana dalam Pasal 298 ayat (4) UU Pemda menyatakan bahwa belanja hibah dan bantuan sosial dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan kemampuan keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan Iain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Serta dalam Pasal 298 ayat (5) UU Pemda menegaskan bahwa Belanja Hibah dapat diberikan kepada:
-
a. Pemerintah Pusat;
-
b. Pemerintah Daerah Lain;
-
c. Badan Usaha Milik Negara atau BUMD; dan atau
-
d. Badan, Lembaga, dan Organisasi Kemasyarakatan yang berbadan hukum lndonesia.
Terjadi kekaburan dalam penafsiran terhadap ketentuan Pasal 298 UU Pemda. Perbedaan pemahaman terhadap pelaksanaan UU Pemda khususnya dalam pasal 298 ayat (5). Penerima hibah adalah pihak-pihak yang dimana mempunyai hak secara perundang-undangan untuk menerima hibah dari pemerintah daerah5. Hal tersebut menjadikan keraguan apakah belanja Hibah kepada kelompok masyarakat yang belum berbadan hukum tersebut akan tetap diberikan atau tidak meskipun telah dievaluasi dan mendapatkan rekomendasi dari Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait yang mana sudah memperoleh pertimbangan dari TAPD. Selain keterkaitan dengan UU Pemda, dalam Permendagri No. 14 Tahun 2016 diatur bahwa pemberian Hibah
oleh Pemerintah Daerah juga terkait dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Mengingat bahwa pemberian hibah ini diatur mengenai pemberian Hibah kepada badan/Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan yang sudah memiliki Surat Keterangan Terdaftar, hal tersebut bertolak belakang dengan dalam ketentuan Pasal 298 ayat (5).
Terjadinya kekaburan dalam pengaturan lanjutan dalam bentuk Pergub Hibah dan Bansos yang didasari oleh Permendagri No. 14 Tahun 2016 ini menarik untuk diteliti lebih lanjut dalam bentuk karya ilmiah ini. Penelitian terhadap permasalahan ini merupakan hal yang penting untuk dilakukan, yang akan menimbulkan perbedaan akibat hukum. Hal ini yang membuat penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Pemberian Hibah Berdasarkan Pergub Bali No. 2 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan Bantuan Sosial”.
Berdasarkan penjelasan latar belakang karya ilmiah ini, dapat dilihat adanya permasalahan yang akan dibahas yaitu bagaimanakah landasan pengaturan pelaksanaan pemberian hibah berdasarkan Pergub Hibah dan Bansos dan bagaimanakah bentuk kekaburan pengaturan pelaksanaan pemberian hibah berdasarkan Pergub Hibah dan Bansos. Hasil studi dari Gde Agus Erry Sukresna Arna pada tahun 2016 mengkaji tentang Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali Dalam Pemberian Hibah Kepada Desa Pakraman6. Prastowo Budi, M. Hari Wahyudi, A’an Effendi, pada tahun 2017 mengkaji tentang Hibah Pemerintah dan Pertanggungjawaban7. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi dasar pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan bansos serta untuk menganalisis kekaburan pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan bansos.
Kajian penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif, yang bersifat deskriptif menggunakan lebih dari satu pendekatan, yaitu conceptual approach dan statute approach. Pada pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan menganalisa isu hukum yang sedang ditangani dengan cara menganalisa seluruh aturan terkait. Pada pendekatan konseptual, hukum diartikan sebagai suatu bentuk kaidah atau norma yang merupakan cara berperilaku manusia yang dianggap wajar atau baik. Teknik pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan teknik bola salju, pengumpulan bahan hukum primer berpatokan pada hierarki peraturan perundang-undangan dan begitu pula dalam mengumpulkan bahan hukum sekunder berupa buku hukum (text book).Teknik deskriptif digunakan untuk menganalisis bahan hukum dalam kajian penelitian ini 8.
Landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis merupakan suatu landasan penting dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku 9 . Ketertiban dan legitimasi yang juga mempertimbangkan kompetensi merupakan tujuan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.
Meminjam istilah yang diungkapkan oleh Hans Kelsen mengenai ”grund-norm” tiap-tiap negara memiliki nilai-nilai filosofis tertinggi yang diyakini sebagai sumber dari segala sumber nilai luhur. 10 Pancasila sebagai suatu, cita-cita bangsa, pandangan hidup bangsa serta falsafah kehidupan bangsa artinya seluruh nilai-nilai yang ada di Indonesia merupakan derifasi dari Pancasila. Dalam hal dibentuknya Pergub Hibah dan Bansos, tentu tidak boleh dilepaskan dari landasan keadilan sebagai landasan filosofis. Secara faktual dapat dipahami bahwa terdapat pihak-pihak yang menjadi lingkup pengaturan dalam Pergub Bali tersebut antara lain pemberi hibah serta penerima hibah. Selanjutnya Pasal 6 ayat (5) huruf c mutatis mutandis menentukan Badan, Lembaga dan Organisasi Kemasyarakatan yang berbadan hukum dapat menerima hibah yang bersifat sukarela dan nirlaba juga bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan keberadaannya juga diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
Pandangan filosofis tentunya pengaturan ini mengandung salah satu bentuk keadilan sebagaimana pendapat Rawls. Kesatuan masyarakat/ kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dianggap layak untuk memperoleh perlakuan yang adil dalam kesempatan memperoleh hibah. Keadilan yang diterapkan dalam pembentukan Pergub Hibah dan Bansos tidak ingin mengesampingkan nilai-nilai kearifan lokal yang terwujud dalam kesatuan masyarakat hukum adat. Justru karena peratuan-perundang-undangan dibentuk untuk berlaku di masyarakat maka idealnya bentuk hukum tersebut harus sejalan dengan nilai keadilan masyarakat.
Keadilan masyarakat tidak dibentuk. Namun tumbuh seiring dengan tumbuh dan berkembangnya masyarakar itu sendiri. Kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai suatu hal, adalah definis dari keadilan baik menyangkut benda ataupun orang. 11 Peraturan perundang-undangan dibentuk seharusnya bermuara pada apa yang disebut keadilan. Meskipun keadilan merupakan suatu wujud yang abstrak namun dapat dirasakan oleh masyarakat dalam tataran nilai yang berwujud rasa kepuasan oleh masyarakat.
Konteks keadilan, pemberian hibah seharusnya bukan hanya diberikan kepada organisasi masyarakat yang terdaftar melalui kementrian. Secara faktual, di dalam masyarakat terdapat organisasi-organisasi yang sudah ada tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan di masyarakat, contohnya seke pauman, seke jangger, seke igel, seke tabuh, seke manyi, seke tuak, dll. Organisasi kemasyarakatan seperti tersebut di atas sudah berkembang jauh sebelum undang-undang tentang organisasi masyarakat terbentuk. Eksistensi organisasi masyarakat yang berbasis budaya dan adat seperti tersebut, justru akan sulit untuk mendftarkan diri melalui kementrian terkait dikarenakan faktor biaya untuk mendaftar sehingga mempunyai nilai sah sebagai organisasi masyarakat berdasarkan undang-undang organisasi masyarakat.
Proses dan pengelolaan dana hibah dan bantuan sosial seyogianya harus dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, hal tersebut merupakan suatu upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan pada daerah-daerah tertentu12 . Tidak dapat dinafikan bahwa organisasi masyarakat sesuai dengan pengklasifikasiannya menurut Undang-undang Organisasi Masyarakat, terdiri dari organisasi masyarakat berbadan hukum dan organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum. Pengklasifikasian ini hanya berdasarkan prosedur pendaftaran sehingga disebut berbada hukum atau tidak berbadan hukum. Meskipun tidak berbadan hukum namun eksistensi organisasi kemasyarakatan tidak dapat dipungkiri mendukung penyelenggaraan Pemerintah daerah secara tidak langsung.
Pertimbangan filosofis yang berpijak pada keadilan. Pemerintah Provinsi Bali tidak mendiskriminasikan organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum untuk menerima dana hibah. Pengaturan tentang syarat pemberian hibah kepada organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum menurut Pergub HIbah dan Bansos, secara filosofis tentu sudah sesuai dengan hakikat dari hibah itu sendiri. Hibah merupakan pemberian bantuan kepada masyarakat dalam bentuk organisasi masyarakat dengan tujuan untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada msyarakat provinsi Bali, dengan menerapkan alur logika bahwa pemberian hibah kepada organisasi masyarakat yang tidak terdaftar di kementrian (tidak berbadan hukum: menurut UU Ormas) akan menunjang eksistensi dan pembangunan kebudayaan masyarakat Bali. Efek dari terjaganya kebudayaan yang merupakan identitas masyarakat Bali akan mampu menyokong sektor Pariwisata Bali sebagai sektor andalan ekonomi masyarakat Bali. iklim pariwisata Bali yang stabil akan bermuara pada peningkatan taraf hidup dan tingkat kesejahteraan masyarakat Provinsi Bali.
Empiris/sosiologis inilah yang dimaksudkan supaya warga masyarakat dapat menerapkan suatu aturan hukum yang diberlakukan melalui sarana penelitian empiris yaitu mengenai perilaku masyarakat. Norma hukum mencerminkan kenyataan yang hidup di masyarakat. Seperti apa yang dikemukakan oleh Von Savigny “das Recht wird nict gemacht, est ist und wird mit dem voke” (hukum tidak
dibuat, akan tetapi tumbuh bersama dengan masyarakat).13 Masyarakat merupakan ruang dimana hukum itu bergerak. Peraturan-perundang-undangan termasuk Peraturan Gubernur dibentuk untuk dibentuk sangat erat kaitannya dengan pola perilaku dan sikap dari masyarakat. Beberapa komponen ini tidak dapat dilepaskan begitu saja, karena hakikat hukum adalah untuk menciptakan keadilan masyarakat.
Norma hukum yang berlaku berjenjang juga berkelompok berdasar pada suatu norma yang lebih tinggi. Norma yang lebih tinggi tersebut bersumber pada norma yang lebih tinggi lagi. Hal tersebut sesuai dengan ajaran Stufenbautheorie14. Pergub Hibah dan Bansos mengatur tentang syarat keberhakan suatu organisasi masyarakat untuk menerima hibah dari Pemerintah Provinsi Bali. Apabila mengacu kepada UU Ormas sebagaimana beberapa Pasal telah dinyatakan inkonsitusional oleh MK, maka banyak organisasi masyarakat yang masuk ke dalam jenis/status tidak berbadan hukum. Organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum dapat memperoleh Surat Keterangan Terdaftar dari instansi terkait. Organisasi masyarakat nasional maupun daerah yang berbdan hukum maupun tidak berbadan hukum tetap dianggap keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan nilai Pancasila dan ketertiban umum.
Organisasi masyarakat lokal/daerah yang tidak berbadan hukum namun masih eksis bergerak sebagai pelaku dalam kebudayaan maupun memelihara kebudayaan mayarakat lokal. Roda ekonomi bali digerakkan oleh bisnis pariwisata, dimana bahan bakar yang menghidupi pariwisata Provinsi Bali adalah Kebudayaan. Secara logika hasil dari eksisnya kebudayaan yang mendatangkan penghasilan melalui sektor pariwisata, namun tidak mendapatkan perhatian yang serius dari Pemerintah Daerah. Apabila mengacu pada UU Ormas, organisasi masyarakat Bali yang selama ini ada hanya sebagai sapi perah bagi kepentingan politik dan ekonomi segelintir orang. Diperlukan sebuah terobosan untuk mengakui eksistensi organisasi masyarakat yang berbasis adat serta kebudayaan lokal. Untuk mengakomodi hal tersebut maka dana alokasi bantuan sosial yang bersumber dari APBD Provinsi Bali merupakan suatu hak dari organisasi masyarakat Bali dimaksud. Akan sangat kejam jika hasil dari kebudayaan dalam bentuk kunjungan wisatawan, masuk ke APBD, namun pemerintah daerah tidak mau memberikan perhatian dalam bentuk upaya-upaya materiil maupun immateriil untuk menunjang eksistensi organisasi masyarakat yang berbasis adat dan budaya. APBD merupakan informasi keuangan yang meliputi daur/ siklus yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran yang memiliki beberapa fungsi diantaranya :
-
1. Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dalam melaksanakan kebijakan yang telah dipilihnya dikarenakan anggaran pada akhirnya harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
-
2. Sebagai pedoman bagi pemerintah dalam mengelola negara/ daerah selama periode tertentu.
-
3. Sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijakan yang telah dipilih pemerintah karena persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan Perwakilan Rakyat Daerah harus didapatkan terlebih dahulu sebelum anggaran dijalankan 15.
Nampak bahwa pembentukan UU Ormas kurang memperhatikan kebutuhan masyarakat/ pertimbangan sosiologis. UU berlaku di seluruh wilayah NKRI yang notabena hidup dan berkembang organisasi-organisasi masyarakat yang berbasis adat serta kebudayaan secara langsung maupun tidak langsung memberikan pengaruh luar biasa terhadap pendapat asli daerah dalam era otonomi daerah. Maka Pergub Hibah dan Bansos lebih menunjukan kepada apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat dalam bentuk organisasi masyarakat memerlukan perhatian berupa biaya untuk terus hidup dan semakin kokoh. Hakikat dari penyelenggaraan daerah adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat daerah itu sendiri. Akan menjadi sangat layak apabila masyarakatpun berhak menikmati alokasi dana dari APBD mereka sendiri.
Perbedaan organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum menurut Undang-Undang Organisasi Masyarakat, berpotensi melunturkan nilai kebudayaan masyarakat yang tercermin dari eksistensi organisasi masyarakat berbasis adat dan budaya. Kultur hukum dalam sebuah sistem hukum menjadi pincang mengakibatkan sistem hukum tidak dapat berfungsi sebagai sistem. Dengan kata lain, UU Ormas dapat memasung hak masyarakat dalam bentuk eksistensi organisasi masyarakat.
Landasan yuridis suatu peraturan merupakan bagian dari satu kaidah hukum yang saling menunjuk yang satu dengan yang lain. Dalam pemahaman ini, seharusnya Pergub Hibah dan Bansos tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi atau sejajar karena merupakan satu kesatuan produk hukum yang bersumber pada norma tertinggi dalam suatau negara (ground-norm), dalam hal ini Pancasila.
Perda dibentuk atas asas pembentukan peraturan perundang- undangan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Selain itu, dalam pembentukan peraturan daerah, pemerintah daerah dan DPRD harus membuka ruang public kepada seluruh masyarakat yang berkepentinganagar dapat memberi saran baik lisan atau tertulis untuk memperkaya substansi rancangan.
Peraturan Gubernur Bali dibentuk berdasarkan kewenangan Gubernur Provinsi. Pasal 1 angka 2 UU Pemerintahan Daerah:
“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip NKRI”.
Selanjutnya Pasal 295 ayat (2) menentukan:
“Hibah merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat, Daerah yang lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tujuannya agar dapat ditunjangnya peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah”.
Kewenangan daerah ada pada pemerintah daerah yang terdiri dari eksekutif serta legislatif. Peraturan Gubernur berfungsi sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah. Dalam perspektif teori kewenangan, Peraturan Gubernur memiliki nilai legalitas atas pembentukannya karena berdasarkan pada Undang-Undang Pemerintah Daerah. Peraturan Gubernur Bali memiliki dasar kewenangan yang sah serta muatannya sudah sesuai dengan Undang-Undang Pemerintah Daerah serta Permendagri No 14 Tahun 2016.
Kekaburan justru nampak pada Permendagri Nomor 14 tahun 2016 dengan Undang-Undang Ormas. Pasal 10 Undang-Undang Ormas ditentukan bahwa Organisasi masyarakat dapat tidak berbadan hukum dan dapat berbadan hukum. Selanjutnya Pasal 12 ayat (2) “Pengesahan untuk menjadi badan hukum perkumpulan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia” Ketentuan tersebut menunjukan kekaburan antara Permendagri No. 14 tahun 2016 dengan Undang-Undang Ormas. Pemerintah daerah yang memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangga termasuk APBD sendiri disesuaikan dengan kondisi filosofis serta sosiologis masyarakat dalam wilayah administratifnya.
Undang-undang Ormas Pasal 16 merupakan ketentuan yang tidak bisa diketahui secara pasti kategori normanya. Pasal 16 mengatur materi pendaftaran ormas, tapi apakah pendaftaran ormas menjadi sebuah perintah/kewajiban atau bersifat pilihan tidak bisa ditelusuri dari teks pengaturan. Pasal 16 tidak secara jelas mengatur “dapat”, “wajib” ataupun “harus”. Jika dipergunakan penafsiran Rechtvervijning atau determinasi , maka maka ketidakjelasan pengaturan norma Pasal 16 dapat ditafsirkan bahwa dalam pengaturan pemberian hibah kepada organisasi masyarakat di Provinsi Bali dapat memilih salah satu dari ketiga jenis norma tersebut. Pengaturan perihal syarat dalam Pergub Hibah dan Bansos, bagi organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum dapat didaftarkan di kepala perangkat daerah terkait. Norma dalam Pergub ini merupakan bentuk penghalusan atau pengkhususan berlakunya Pasal 16 UU Ormas.
-
3.2 Bentuk Kekaburan Pengaturan Pelaksanaan Pemberian Hibah Pada Pemerintah Provinsi Bali Berdasarkan Pergub Hibah Dan Bansos
Fungsi suatu norma haruslah konsisten agar dapat berfungsi dengan baik dan tepat. Konsistensi adalah suatu tuntutan dari logika. Kekonsisten norma ini harus diikuti oleh norma-norma yang lain. Agar norma dapat konsisten, seyogyanya norma harus menyatakan ketegasannya apabila berkonflik dengan norma lainnya yang lebih tinggi
atau sejajar. Dalam hal ini bagaimana organisasi masyarakat yang tidak berbadan hukum apakah dapat diberikan hibah sudah tentu tidak dapat diberikan hibah, apabila kita mengukur secara positif dalam Pemendagri No. 14 Tahun 2016. Pengertian Organisasi Kemasyarakatan terdapat dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 58 Tahun 2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Ormas. Dalam Pasal 6 Ormas yang tidak berbadan hukum dapat dinyatakan terdaftar apabila setelah mendapatkan SKT.
Provinsi Bali Organisasi Kemasyarakatan banyak yang belum berbadan hukum dan sangat menunjang penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Dikarenakan masyarakat Provinsi Bali sudah mempunyai organisasi kemasyarakatan yang telah hidup dan berakar hingga menjadi suatu warisan budaya dan mempunyai peraturan tersendiri (awig-awig) seperti Subak, Seka Truna Truni, Seka Tabuh, Seka Gong, Seka Tuak dll. Organisasi Kemasyarakatan ini sudah jauh berdiri sebelum adanya PP No. 58 Tahun 2016 apabila organisasi kemasyarakatan tersebut membutuhkan hibah dari Pemerintah Daerah, maka Pemerintah Daerah sesuai dengan asas kepentingan umum mendahulukan kemanfaatan umum dan kesejahteraan dengan cara yang tidak diskriminatif, selektif, akomodatif, dan aspiratif. Serta asas pelayanan yang baik memberikan pelayanan prosedur tepat waktu, juga biaya yang jelas. Dalam hal ini sebaiknya Permendagri No. 14 Tahun 2016 dan PP No. 58 Tahun 2016 harus diselaraskan kembali agar Pemerintah Daerah Provinsi Bali memiliki kepastian hukum dalam memberikan Hibah kepada Organisasi Kemasyarakatan. Dikarenakan membuat masyarakat menjadi miskin adalah dosa pemimpin di Daerah.
Bentuk inkonsistensi pengaturan tentang Hibah yang seharusnya mengacu ke UU Pemda tetapi juga mengacu ke UU Ormas. Akibat dari inkonsistensi secara teoritik sebagai dasar untuk menganalisis status kesubyekan suatu institusi sosial dan politik sebagai subyek hukum. Ilmu hukum menentukan bahwa manusialah yang diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban. Ilmu hukum hanya mempertimbangkan manusia dari segi/ yang bersangkutan/ mempunyai arti hukum saja, bisa saja terjadi hukum menentukan pilihannya sendiri tentang manusia yang hendak diberikan kedudukan sebagai pendukung hak dan kewajiban., maka tertutup kemunkinan bagi orang tersebut untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebaliknya untuk alasan tertentu, hak dapat menentukan sesuatu yang bukan manusia, oleh hukum diterima sebagai orang dalam pengertian hukum dengan segala persyaratan yang mengikutinya. Sekalipun hukum menentukan bahwa manusialah yang diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, tetapi segala sesuatunya hanya dipertimbangkan dari segi yang bersangkutan/ memiliki arti hukum.
Badan hukum sebagai subyek hukum yang ditetapkan oleh hukum dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia pada umumnya. Unsur dari badan hukum ini meliputi, perkumpulan, tujuan tertentu, harta kekayaan, hak dan kewajiban, hak untuk menggugat/digugat. Di bali ini adanya 2 desa yaitu desa dinas dan desa pakraman yang dimana desa adat sudah ada dari zaman dahulu semenjak adanya desa adat/jaman dahulu dan desa dinas dibuat dari orang atau kelompok-kelompok tertentu yang dimana seseorang membuat dikarenakan pendatang. Yang dimana dimaksudkan dalam pemaparan diatas bahwa desa adat tersebut sudah berbadan hukum yang dimana sudah diakui dan diatur dalam UUD 1945 dan diakui posisi hukumnya oleh hukum dalam memperjuangkan dan melindungi hak-haknya melalui pengadilan yang dimana ci-cirinya badan hukumnya meliputi sebagai satu
kesatuan perkumpulan orang, status dan kedudukannya diakui hukum dan bertindak terhadap dunia luar atau subyek hukumnya. secara praktikal organisasi yang berbadan hukum tidak ada masalah dengan pemberian hibah kepada kelompok masyarakat.
Sikap Badan Pemeriksa Keuangan, jika badan hukum diartikan badan hukum perdata sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, maka pemberian bantuan kepada kesatuan masyarakat hukum adat dengan seluruh kelembagaannya menjadi kekeliruan hukum, tetapi jika pengertian badan hukum diperluas termasuk juga badan hukum asli milik Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUDNRI Tahun 1945 mencakup persekutuan masyarakat hukum adat, maka pemberian masyarakat dengan seluruh unsurnya dapat dibenarkan secara hukum.
Dasar pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali berdasarkan Pergub Hibah dan Bansos yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan kepada masyarakat provinsi Bali. Dengan menerapkan alur logika bahwa pemberian hibah kepada organisasi masyarakat yang tidak terdaftar di kementrian (tidak berbadan hukum: menurut UU Ormas) akan menunjang eksistensi dan pembangunan kebudayaan masyarakat Bali. Efek dari terjaganya kebudayaan yang merupakan identitas masyarakat Bali akan mampu menyokong sektor Pariwisata Bali sebagai sektor andalan ekonomi masyarakat Bali.
Pengaturan pelaksanaan pemberian hibah selain mengacu pada Pasal 298 Undang-Undang Pemda terdapat kekaburan pengaturan pelaksanaan pemberian hibah pada Pemerintah Provinsi Bali yang juga mengacu kepada Undang-Undang Ormas.
Ucapan Terima Kasih (Acknowledgments)
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ketua Unit Publikasi Ibu Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM. atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan dalam penulisan jurnal ini.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Diantha, I. M. P. (2016). Metodologi Penelitian Hukum Normatif dalam Justifikasi Teori Hukum. Jakarta: Prenada Media.
Solehudin, U. (2011). Hukum dan Keadilan Masyarakat: Perspektif kajian Sosiologi Hukum. Malang : Setara Press.
Jurnal
Antariksa, B. (2017). Penerapan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan Dalam Ketatanegaran Indonesia. Deliberatif, 1(1).
Arna, G. A. E. S. Kewenangan Pemerintah Provinsi Bali Dalam Pemberian Hibah Kepada Desa Pakraman. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 5(3).
Budi, P., & Wahyudi, M. H. (2017). Hibah Pemerintah Dan
Pertanggungjawabannya. Justitia Jurnal Hukum, 1(1).
Dewi, N. P. K. C., & Purwanto, N. Tanggung Jawab Penerima Hibah Uang Yang Bersumber Dari Apbd Oleh Pemerintah Daerah.
Hutagalung, D. (2018). Analisis Cita-Cita Hukum Dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak. Jurnal Joce Ip, 12(1).
Karisma, D. W., Sumerthayasa, P. G. A., & Dahana, C. D. Pengaturan Pemberian Dana Bantuan Sosial Di Pemerintah Daerah Provinsi Bali Berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 67 Tahun 2012.
Mustaghfirin, H. (2011). Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, Dan Sistem Hukum Islam, Menuju Sebagai Sistem Hukum Nasional Sebuah Ide Yang Harmoni. Jurnal Dinamika Hukum, 11.
Rismahayani, R. (2016). Analisis Hukum Pemberian Hibah Dari Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi Untuk Pembangunan Perguruan Tinggi Swasta. Jurnal Hukum Respublica, 16(1).
Sianturi, H. (2017). Kedudukan Keuangan Daerah Dalam Pengelolaan Dana Hibah Dan Bantuan Sosial Berdasarkan Perspektif Keuangan Negara. Jurnal Wawasan Yuridika, 1(1).
Suharjono, M. (2014). Pembentukan Peraturan Daerah Yang Responsif Dalam Mendukung Otonomi Daerah. DIH: Jurnal Ilmu Hukum, 10(19).
Tesis atau Disertasi
Permana, R. P. (2016). Peralihan Hak Atas Tanah Kavling Pemakaman Mewah Dikaitkan Dengan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1987 Tentang Penyediaan Dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman Juncto Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Doctoral Dissertation, Fakultas Hukum Unpas).
Saparudin, S. P. I. (2016). Implementasi Kebijakan Penyaluran Dana Hibah Dan Bantuan Sosial Di Kabupaten Tana Tidung Tahun 2014 (Masters Thesis, Universitas Terbuka)
Saputra, I. P. (2013). Tinjauan Yuridis Terhadap Mekanisme Pemberian Dana Hibah Dan Bantuan Sosial Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kota Tarakan (Doctoral Dissertation, Universitas Gadjah Mada).
385
Discussion and feedback