Acta Comitas (2018) 1 : 1 – 16

ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA, STUDI DI DESA CAU BELAYU, KECAMATAN MARGA, KABUPATEN TABANAN, PROPINSI BALI

I Made Walesa Putra

I Gusti Agung Ayu Dike Widhiyaastuti

  • I    Putu Rasmadi Arsha Putra Universitas Udayana

Email: [email protected]

ABSTRAK

Korupsi sebagai tindak pidana merugikan keuangan negara, masyarakat dan orang-perorangan, tergolong white collar crime merupakan musuh utama Bangsa Indonesia selain kejahatan narkotika, dan terorisme. Pemberantasan korupsi tidak hanya melalui penegakan hukum (represif) namun langkah pencegahan harus lebih diutamakan. Dana Desa bertujuan memajukan kesejahteraan masyarakat desa melalui program-programnya, sehingga perlu dilakukan pencegahan penyelewengan dalam pemanfaatannya termasuk juga di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.

Metode pendekatan secara Yuridis Empiris, yaitu penelitian hukum dengan cara pendekatan fakta yang ada dengan jalan mengadakan pengamatan dan penelitian melalui wawancara mendalam terhadap objek penelitian.

Hasil penelitian pemahaman warga Desa Cau Blayu masih sangat minim tentang tindak pidana korupsi, serta pentingnya peran warga dalam mencegah terjadi tindak pidana korupsi khususnya sehubungan pengelolaan dana desa. Ada beberapa kendala dan hambatan yang ditemui pada kenyataannya di lapangan oleh Masyarakat serta Perangkat Desa Cau Blayu sehubungan pengelolaan dana desa serta pada khususnya sebagai upaya pencegahan korupsi penggunaan dana desa, namun dengan pengelolaan dana desa yang baik, transparan, dan akuntable sesuai dengan ketentuan perundang-undang didukung peran serta masyarakat mengawasi dan melaporkan penyelewengannya, sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi untuk meningkatkan efektifitas pembangunan dan kesejahteraan masyarakat desa di sekitarnya.

Kata Kunci: Peran Masyarakat, Pencegahan, Korupsi, Dana Desa

ABSTRACT

Corruption is as a criminal act which harm the financial of the state, society and individuals.It classified as white collar crime which main enemy of the Indonesian Nation to narcotics crime and terrorism. Combating corruption is not only through law enforcement (repressive) but precautionary measures should take precedence. Village Fund aims to promote the welfare of rural communities through its programs, so it is necessary to prevent abuse in its utilization, including in CauBelayu Village, MargaSubdistrict, Tabanan Regency, Bali Province.

This study use Juridical Empirical approach method, namely legal research by way of existing facts approach and by conducting observations and research through depth interviews of the object of research.

The results of the understanding of CauBlayu villagers are still very minimum about corruption, as well as the importance of citizens' role in preventing corruption, especially in relation to the management of village funds. There are several obstacles encountered in reality by CauBlayu Village Community and Official in relation to the management of village funds and in particular as an effort to prevent corruption in the use of village funds, but with good, transparent and accountable village fund management based on the law, supported by the role of the community in monitoring and reporting its abuse, as one of the efforts to prevent corruption to improve the effectiveness of the development and welfare of surrounding villagers.

Keywords: Community Role, Prevention, Corruption, Village Fund

  • I.    PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Korupsi adalah perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara, demikian menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam Kamus Hukum Tahun 1969. 1 Pengertian secara yuridis, baik dalam arti maupun     jenisnya     telah

dirumuskan di dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan undang-undang     sebelumnya,

yaitu UU No 3 Tahun 1971. Dalam    pengertian    yuridis,

pengertian korupsi tidak hanya terbatas pada perbuatan yang memenuhi rumusan delik dapat merugikan keuangan negara, tetapi meliputi juga perbuatan-perbuatan    yang    memenuhi

rumusan delik, yang merugikan masyarakat     atau     orang-

perseorangan.

Perbuatan           tersebut

merupakan suatu penyakit yang kerap terjadi terutama pada negara berkembang seperti Indonesia, dimana perkembangan korupsi di Indonesia dinilai oleh beberapa pakar sudah sangat memprihatinkan. Bahkan secara agak berlebihan M. Abdul Kholik, AF. mengatakan, bagi bangsa Indonesia,      seperti      telah

ditakdirkan sebagai problema yang seakan tidak pernah habis 2

untuk    dibahas2.    Dikatakan

berlebihan     karena     pada

hakikatnya korupsi bukan sebuah takdir tapi sebagai penyakit, dan sebagai penyakit tentulah ada obatnya sekalipun memerlukan

suatu proses yang panjang. Sebagai suatu penyakit korupsi pada hakikatnya tidak saja membahayakan keuangan negara, Frans      Magnis      Suseno

menjelaskan bahwa praktik korupsi di Indonesia telah sampai pada yang paling membahayakan dalam kehidupan 3 berbangsa dan bernegara.3

Pelaku tidak seperti halnya penjahat konvensional yang melakukan aksinya secara biasa yaitu dengan kekerasan, tetapi aksinya dilakukan sangat rapi, tersembunyi, sistematis dan terorganisir, korupsi umumnya justru lebih merugikan daripada kejahatan konvensional, lebih berdampak luas terhadap korban yang banyak karena dilakukan oleh     orang-orang     pintar,

mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam tatanan sosial masyarakat, yang justru menyalahgunakan     kelebihan

mereka itu. Sehingga korupsi tergolong kejahatan kerah putih atau white collar crime, dimana sebagai salah satu musuh utama Bangsa     Indonesia     selain

kejahatan     narkotika,     dan

terorisme.

Indonesia telah memiliki peraturan lengkap bahkan dengan ancaman sanksi sangat berat dalam undang-undang antara lain dalam:  Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP), UU No 31     Th     1999     tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No 30 Th 2002 tentang Komisi

3R.Dyatmiko Soemodihardjo, 2008, Mencegah n Memberantas Korupsi, Mencermati Dinamikanya di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, hlm 3.

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, meskipun demikian koruptor masih belum kapok melakukan aksinya, selalu ada koruptor-koruptor baru sehingga diperlukan upaya yang efektif dalam      penanggulangannya.

Upaya     represif     melalui

penegakkan hukum pidana hanya dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum yaitu seperti Kepolisian     dan     Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK), namun jauh lebih baik jika diefektifkan upaya pencegahan yang tidak hanya dapat dilakukan aparat penegak hukum, yang juga merupakan kewajiban dan dapat dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia. Pencegahan selalu lebih baik daripada mengobati, untuk menghindari kerugian lebih besar efek dari tindak pidana korupsi.

Pembentuk undang-undang dalam    usaha    memberantas

korupsi telah memasukkan ketentuan tentang peran serta masyarakat     dalam     usaha

pencegahan korupsi di Indonesia, peran serta ini dilatarbelakangi:

  • 1.    Dengan diberikannya hak dan kewajiban masyarakat dalam usaha penanggulangan korupsi dipandang sebagai hal positif dalam upaya pencegahan dan pengungkapan kasus-kasus korupsi yang terjadi.

  • 2.    Persoalan penanggulangan korupsi dipandang bukan semata-mata menjadi urusan pemerintah atau penegak hukum, melainkan merupakan persoalan semua rakyat dan urusan bangsa.

Sementara itu, mengenai Dana Desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan dengan perubahannya yang terakhir berdasarkan           Peraturan

Pemerintah No 8 Tahun 2016

tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan; Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya Pasal 6 disebutkan bahwa Dana Desa tersebut ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota untuk selanjutnya ditransfer ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB) Desa. 4

Demikian halnya di Desa Cau Belayu, desa yang memiliki visi yaitu terwujudnya Masyarakat Mandiri dan Sejahtera. Mandiri berarti mampu untuk mengorganisir diri untuk memobilisasi sumber daya yang ada, mampu mengatasi permasalahan yang timbul. Sejahtera berarti dapat melayani masyarakat secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan. 5

Sedangkan misi Desa Cau Belayu yaitu memberdayakan masyarakat desa dalam rangka menanggulangi suatu masalah antara lain:

  • -    Peningkatan Kapasitas Masyarakat dan Kelembagaannya

  • -    Pelembagaan Sistem. Pembangunan Partisipatif

  • -    Pengoptimalan Fungsi dan Peran Pemerintah Desa

  • 4 Ni Putu Leona Laksmi Suryadi, 2016, Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan Dana Desa di Bali, Skripsi, Fakultas Hukum, Unud, hlm 50.

  • 5    ibid

  • -    Peningkatan Kwalitas dan Kwantitas Pembangunan

  • -    Pengembangan Kemitraan dalam pembangunan

Sebagaimana desa lainnya, Desa Cau Belayu tentunya juga memperoleh Dana Desa seperti diatur      dalam     Peraturan

Pemerintah No 60 Tahun 2014, serta melihat visi dan misi yang dimiliki Desa Cau Belayu, adalah sangat relevan apabila dijadikan tempat penelitian terkait     bagaimana     peran

masyarakat     desa     dalam

pencegahan   korupsi   dalam

pengelolaan keuangan dana desa. Diharapkan memberikan edukasi serta membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan pemerintahan di desa yang bersih, transparan dan akuntable    serta melakukan

pencegahan korupsi    sedini

mungkin dan se-efektif mungkin.

Peran serta masyarakat dalam upaya     pencegahan     dan

pemberantasan tindak  pidana

korupsi diwujudkan   dalam

bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi  tentang  tindak

pidana korupsi dan hak menyampaikan    saran    dan

pendapat secara bertanggung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Sesuai dengan prinsip keterbukaan    dalam    negara

demokrasi yang memberikan hak kepada    masyarakat    untuk

memperoleh informasi yang benar,    jujur,    dan    tidak

diskriminatif mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Sesungguhnya        upaya

membudayakan        peranan

masyarakat dalam pemberantasan korupsi,      secara      teoritis

merupakan          kewajiban.

Ditunjukkan pada Pasal 108 (1)

KUHP :

“Setiap     orang     yang

mengalami,            melihat,

menyaksikan dan atau menjadi korban     peristiwa     yang

merupakan    tindak    pidana

berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tertulis.”

Lembaga      Transparency

International (TI) merilis data indeks     persepsi     korupsi

(Corruption          Perception

Index/CPI) untuk tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke 88 dengan skor CPI 36. Skor tersebut meningkat dari tahun 2014 yang berada di peringkat ke 107. Peningkatan CPI Indonesia ini       dipengaruhi       oleh

akuntabilitas    publik    yang

meningkat dan juga pencegahan korupsi yang dinilai efektif, KPK sangat berperan.    Peringkat

negara-negara           tersebut

merupakan gambaran terhadap daya tahan dan upaya pemerintah masing-masing          beserta

masyarakatnya dalam menekan korupsi. Skor rata-rata tahun 2015 adalah 43. Artinya skor Indonesia masih di bawah rata-rata skor persepsi dunia. Di Asia Tenggara, Indonesia ada di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand. 6

Melihat peringkat Indonesia di indeks korupsi yang telah membaik, tetapi masih buruk, sehingga diharapkan kedepan penelitian-penelitian        serta

edukasi kepada masyarakat dapat lebih membantu meningkatkan rangking Indonesia terhadap isu anti korupsi, melalui pencegahan korupsi dari tingkat desa, dimulai di Bali khususnya di Desa Cau Belayu, diharapkan

  • 6 Bagus         Prasetyo,         2016,

https://m.tempo.co/read/news/2016/01/27/0637 39957/ini-daftar-peringkat-korupsi-dunia-indonesia-urutan-berapa, diakses 10 Maret 2016.

dapat dilanjutkan di desa-desa lainnya diseluruh tanah air, sebagai upaya penanggulangan korupsi guna meningkatkan pembangunan     desa     dan

kesejahteraan seluruh warga desa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  • 1.2.    Tujuan Penelitian

Terdapat tujuan penulisan karya ilmiah ini dengan berpedoman pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut:

  • 1.    Mengetahui pemahaman warga di Desa Cau Belayu mengenai arti pentingnya mencegah tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dana desa   serta   peran serta

masyarakat   dalam Pencegahan

Tindak Pidana Korupsi pengelolaan keuangan dana desa?

  • 2.    Bagaimana upaya penanggulangan hambatan-hambatan           agar

pengelolaan keuangan dana desa di Indonesia khususnya desa di Bali terhindar dari Korupsi?

  • II.    METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh suatu pembahasan sesuai dengan apa yang terdapat di dalam tujuan penyusunan bahan analisis, maka dalam penulisan penelitian ini menggunakan metode pendekatan secara Yuridis Empiris, yaitu penelitian hukum dengan cara pendekatan fakta yang ada dengan    jalan    mengadakan

pengamatan dan   penelitian

dilapangan kemudian dikaji dan ditelaah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait sebagai       acuan       untuk

memecahkan masalah, dalam hal ini     pendekatan     tersebut

digunakan untuk menganalisis secara kualitatif7.

Pendekatan yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang dilakukan untuk menganalisis tentang sejauh mana suatu peraturan    atau    perundang-

undangan atau hukum berlaku 8 secara efektif dalam masyarakat,8 yaitu terkait Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dana Desa di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.

  • III.    HASIL             DAN

PEMBAHASAN

  • 3.1.    Peran Serta Masyarakat Desa Dalam Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan    Keuangan

Dana Desa di Desa Cau Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten      Tabanan,

Propinsi Bali

Korupsi          merupakan

penggunaan jabatan untuk tujuan di luar kepentingan resmi. Korupsi sendiri terdiri atas berbagai jenis: suap, pemerasan, menjajakan           pengaruh,

nepostisme, pemalsuan, uang pelicin,     penggelapan    dan

sebagainya. Kita cenderung melihat korupsi sebagai semata-mata dosa pemerintah, tetapi sebenarnya pihak swasta juga banyak terlibat dalam korupsi yang     terjadi     di     sektor

pemerintah. Kita semua terlibat, karena     itu     kita     harus

bergandengan    tangan    dan

bersama-sama   mencari   jalan

keluar. 9

Beberapa  pendapat   pakar

hukum serta perumusan definisi korupsi     dalam     peraturan

8Kuntjaraningrat, 1999, Kebudayaan, Metalitet & Pembangunan, Gramedia, Jakarta,hlm

9Robert Klitgaard, dkk., 2002, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, Yayasan Obor Indonesia & Partnership for Governance Reform in Indonesia, Jakarta, hlm. 109.

perundangan, ada beberapa unsur-unsur mutlak atau pokok korupsi, berupa:   a. adanya

pelaku    atau    pelaku-pelaku

korupsi; b. adanya tindakan yang melanggar norma-norma yang berlaku yang dalam ini dapat membentuk moral (aspek agama), etika (aspek profesi), maupun peraturan perundang-undangan (aspek hukum); c. adanya unsur merugikan keuangan /kekayaan negara     atau     masyarakat,

langsung atau tidak langsung, serta; d. adanya unsur atau tujuan untuk kepentingan atau keuntungan     pribadi/keluarga

/golongan. 10

Sedangkan perspektif pidana, secara spesifik unsur-unsur kecenderungan        perbuatan

merugikan keuangan negara dapat    dianalisis    dari    4

pendekatan yaitu: 11

  • 1)    Adanya pelaku perbuatan merugikan keuangan negara, umumnya  berkaitan  dengan

pejabat      negara      atau

penyelenggara negara;

  • 2)    Perbuatan  melawan  hukum,

penyalahgunaan       jabatan,

kewenangan dan kekuasaan pengelolaan keuangan negara.

  • 3)    Terjadi kerugian negara secara nyata dan pasti, dapat dinilai dengan jumlah uang.

  • 4)    Adanya      pihak      yang

“memperoleh     keuntungan

secara tidak wajar atau memperkaya”; diri sendiri, orang lain atau korporasi, yaitu dengan mengurangi hak penerimaan keuangan negara atau menimbulkan kewajiban membayar oleh negara “yang

seharusnya tidak ada” atau “membayar lebih besar dari yang seharusnya”, secara melawan hukum.

Upaya       pemberantasan

korupsi sudah sejak dahulu dilakukan baik upaya represif maupun preventif, namun sampai dengan saat ini masih banyak koruptor    yang    melakukan

aksinya sekalipun ancaman sanksinya sudah sangat berat dan mendapatkan reaksi pencelaan yang keras dari masyarakat.

Pemerintah salah satunya menempuh cara pemberantasan serta    pencegahan    dengan

mengeluarkan         peraturan

perundang-undangan       yang

mengatur tindak pidana korupsi sampai dengan saat ini termasuk diantaranya:

  • 1)    Peraturan  Penguasa Militer

Nomor.        Prt/Perpu/1957

tentang        Pemberantasan

Korupsi;

  • 2)    UU No 24/Prp/1960 dan Keputusan Presiden No 228 Tahun 1967 tentang Tindak Pidana Korupsi;

  • 3)    UU No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

  • 4)    UU No 28 Tahun 1999 Tentang     Penyelenggaraan

Negara     Yang     Bersih,

Berwibawa,  Bebas Korupsi

dan Kolosi dan Nepotisme;

  • 5)    UU No 31 Tahun 1999 Tentang       Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang       Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi;

  • 6)    UU No 15 Tahun 2002 Tentang       Pemberantasan

Tindak Pidana Pencucian Uang, yang telah diubah dengan      Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang;

  • 7)    UU No 30 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

  • 8)    UU No 46 Tahun 2009 tentang Peradilan Tindak Pidana Korupsi.

Lebih jauh bukan hanya tingkat nasional, masyarakat internasional      pun      telah

memusatkan perhatian terhadap masalah korupsi melalui United Nation Convention Against Corruption   (UNCAC)   pada

tanggal 1 1 Desember Tahun 2003 di Merida, Mexico yang diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006, menegaskan bahwa Indonesia merupakan bagian masyarakat global memerangi korupsi.

Dengan disahkannya Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014, mengakibatkan perubahan signifikan dalam pengelolaan desa. Pentingnya pengelolaan dana desa yang baik, menjadi     fokus     perhatian

mengingat yaitu besarnya dana yang mengalir ke desa, regulasi yang relatif baru, dan luasnya serta variatifnya karakteristik desa,    yang    juga    rawan

ditunggangi kepentingan politik tertentu, serta potensi korupsi dapat meningkat di daerah.

Besarnya jumlah dana desa sebagaimana       disampaikan

Menteri Desa Pembangunan Daerah     Tertinggal      dan

Transmigrasi (Mendes PDTT), dana desa ditahun 2017 Rp. 60 triliun bahkan akan meningkat menjadi Rp. 120 triliun di tahun 2018. Tahun 2017, rata-rata desa mendapatkan uang Rp. 800 juta ditambah dari kabupaten dan provinsi sehingga masing-masing memperoleh Rp.1,6 miliar 12

Penggunaan    dana    desa

sebagaimana diatur terakhir berdasarkan Permendes No.4 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendesa No 22 Tahun 2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa, sebagai berikut:

  • 1)    Prioritas penggunaan dana desa    untuk    membiayai

pelaksanaan   program dan

kegiatan      di      bidang

pembangunan    desa    dan

pemberdayaan     masyarakat

desa.

  • 2)    Prioritas penggunaan dana desa    diutamakan    untuk

membiayai        pelaksanan

program dan kegiatan yang bersifat lintas bidang.

  • 3)    Program     dan     kegiatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terutama bidang kegiatan BUMDesa atau BUMDesa Bersama, embung, produk unggulan desa atau kawasan perdesaan dan sarana olahraga desa.

  • 4)    Prioritas   penggunaan   dana

desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipublikasikan kepada    masyarakat    oleh

Pemerintah Desa di ruang publik atau ruang yang dapat diakses masyarakat Desa.

Dengan   mengetahui   dan

memahami pengaturan tentang prioritas penggunaan dana desa, dapat sebagai upaya untuk mendeteksi              adanya

penyelewengan        terhadap

penggunaan     Dana     Desa.

Peraturan     Menteri     Desa

memprioritaskan,          yaitu

pembangunan     desa     dan

pemberdayaan masyarakat desa. Prioritas kegiatan, anggaran dan belanja desa disepakati dalam Musyawarah    Desa    yang

partisipatif.     Dimana     hasil

musyawarah sebagai acuan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa)   dan   APBDesa.

Namun Permen ini, ditegaskan desa tetap miliki ruang berkreasi program/kegiatan         sesuai

kewenangan, analisa kebutuhan prioritas dan sumber daya.

Pengelolaan dana desa kerap menjadi persoalan karena tidak mengacu    pedoman/peraturan,

tidak      sesuai      dokumen

perencanaan desa yaitu RPJM Desa dan Rencana Kerja Pembangunan Desa, serta tidak jarang     penyusunan     dan

pelaksanaan program   tanpa

musyawarah  desa. Akibatnya

tidak sesuai rencana anggaran biaya.

Pengawasan dana desa sangat diperlukan untuk mencegah penyelewenangan atau korupsi dana tersebut, selama ini Pengawasan dana desa oleh masyarakat melalui BPD (Badan Permusyawaratan Desa) dan pemerintah      di      atasnya

berdasakan     undang-undang.

Aparat    pengawas    internal

pemerintah    yakni    Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan         (BPKP),

Inspektorat Jenderal (KemenDes, KemenDagri, dan KemenKeu), serta Badan Pengawas Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Juga aparat pemerintah yaitu aparat pemerintah   Desa, Provinsi/

Kabupaten/   Kota   khususnya

Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa                (BPMD)

Kabupaten/Provinsi.        Serta

tentunya    Kemendes    telah

menggandeng           Komisi

Pemberatasan Korupsi untuk 13 pengawasan dana desa.13

Peran serta masyarakat menjadi salah cara satu penting dalam              pencegahan

penyelewenangan    penyaluran

dana desa, sebagaimana studi yang dilakukan di Desa Cau

Belayu, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Masyarakat Desa Cau Belayu sampai dengan tahun 2017 telah memperoleh manfaat Program Pemerintah mengenai Dana Desa.

Beberapa bentuk implementasi dana desa sehubungan penggunaan dana desa untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa tersebut antara lain: pembangunan infrastruktur jalan lingkungan dusun, pembetonan jalan subak dan terlaksananya PAM desa. Sementara itu pemberdayaan masyarakat desa di Desa Cau Blayu melalui pengembangan ekonomi rakyat, misalnya pelatihan usaha untuk membuat abon babi, serta sarana kesehatan.

Namun sedikit disayangkan, berdasarkan diskusi dan wawancara terhadap perangkat dan warga Desa Cau Blayu pemahaman masih sangat minim tentang tindak pidana korupsi, serta pentingnya peran warga dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi khususnya sehubungan dengan pengelolaan dana desa. Selama ini masyarkat hanya menyaksikan dari surat kabar atau berita dari media televisi terkait korupsi yang terjadi secara nasional di Indonesia, sementara itu lebih detail terkait pengaturan tentang korupsi serta spesifik tentang kewenangan dan tanggungjawab masyarakat membantu upaya preventif atau pencegahan korupsi belum diketahui dengan baik.

UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Pasal 41 mengatur tentang peran serta masyarakat dalam     pencegahan     dan

pemberantasan tindak pidana korupsi, yang bentuknya antara lain:

  • a.    Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan  telah  terjadi tindak

pidana korupsi;

  • b.    Hak    untuk    memperoleh

pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi dari penegak hukum yang menangani perkara korupsi;

  • c.    Hak menyampaikan saran dan pendapat               secara

bertanggungjawab     kepada

penegak     hukum     yang

menangani   perkara   tindak

pidana korupsi;

  • d.    Hak    untuk    memperoleh

jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 hari;

  • e.    Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dalam hal:

  • 1)    Melaksanakan      haknya

sebagaimana     dimaksud

  • dalam huruf a, b, c;

  • 2)    Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan di sidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selanjutnya Pasal 42 ayat 1 dijelaskan bahwa pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa    membantu    upaya

pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan   tindak  pidana

korupsi.

Pengaturan tentang peran serta masyarakat juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 28

Tahun       1999       tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, khususnya dalam Pasal 8 ayat 1 dimana disebutkan bahwa peran serta     masyarakat     dalam

penyelenggaraan         negara

merupakan hak dan tanggung jawab masyarakat untuk ikut mewujudkan     Penyelenggara

Negara yang bersih.14

Kemudian dalam Penjelasan Pasal 8 ayat 1 disebutkan Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, adalah peran aktif masyarakat untuk ikut     serta     mewujudkan

Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme, yang dilaksanakan dengan menaati norma hukum, moral, dan sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan Pasal 9 lebih lanjut menjelaskan:wujud dari peran serta masyarakat antara lain;

  • a.    Hak mencari memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan Negara;

  • b.    Hak    untuk    memperoleh

pelayanan yang sama dan adil dari Penyelenggara Negara;

  • c.    Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan Penyelenggara Negara;

  • d.    Hak memperoleh perlindungan hukum.

Undang Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi Pasal 1 ayat 3 juga mengatur soal peran serta     masyarakat     dimana

disebutkan bahwa Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan

  • 14Ganjar Laksamana, 2015, Laporan Tim Pengkajian Hukum tentang Partisipasi Aktif Publik dalam Pencegahan dan Pemberatasan Korupsi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kemeterian Hukum dan Hak Asasi Manusia, h. 22.

memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan undang-undang yang berlaku.

Bahkan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2000 telah mengatur lebih lanjut tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sehingga tidak hanya sebatas cara masyarakat berperan mencegah korupsi bahkan pemberian reward atau penghargaan kepada mereka yang membantu dalam pencegahan korupsi.

Dengan demikian, adanya kelengkapan pengaturan mengenai peran serta masyarakat melakukan pencegahan korupsi tersebut dijelaskan mulai dari KUHP, sampai dengan pengaturan khusus korupsi dan dana desa dan peraturan pelaksanaannya, maka peran serta masyarakat dalam mencegah korupsi penggunaan dana desa khususnya, dapat di optimalkan melalui sosialisasi yang efektif ataupun pelatihan yang berkelanjutan yang selama ini masih belum maksimal dilakukan pemerintah.

  • 3.2.    Upaya Penanggulangan Hambatan-Hambatan

Agar Pengelolaan Keuangan Dana Desa Di Indonesia Khususnya Desa Di Bali Terhindar Dari Korupsi

Permasalahan korupsi merupakan permasalahan yang sangat sulit untuk diberantas oleh karena sangat kompleks

yang menurut Barda Nawawi Arif bahwa hal tersebut disebabkan karena korupsi berkaitan erat dengan kompleksitas masalah lain seperti: masalah sikap mental/moral, masalah pola/sikap hidup dan budaya sosial, masalah kebutuhan/tuntutan ekonomi dan struktur/sistem ekonomi, masalah lingkungan hidup/sosial dan kesenjangan sosial-ekonomi, masalah struktur/budaya politik, masalah peluang yang ada di dalam mekanisme pembangunan atau kelemahan birokrasi/prosedur administrasi (termasuk sistem pengawasan) di bidang keuangan dan pelayanan umum. 15

Disamping kesulitan tersebut, dirasakan belum maksimal efek jera para pejabat atau penyelenggaran negara melihat ancaman pidana yang berat dan telah banyak koruptor tertangkap namun seakan tidak kapok atau seperti penyakit menular yang tidak ada habisnya, korupsi masih saja terjadi. Beberapa diantaranya terkait dengan penggunaan dana desa.

Operasi tangkap tangan KPK awal Agustus 2017 terhadap Bupati Pamekasan, Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan (Kajari), Kepala Desa Dassok dan 2 orang aparatur sipil. Langkah yang dilakukan KPK itu terkait dugaan suap kepada aparat penegak hukum untuk menghentikan penanganan kasus korupsi penyelewengan dana desa. 16 Periode Agustus 2016-Agustus 2017 Indonesia Coruption Watch (ICW)

  • 15IGM Nurdjana, op.cit, 29.

  • 16http://www.hukumonline.com/berita/bac a/lt598f2a9e656ee/cegah-korupsi--masyarakat-perlu-dilibatkan-awasi-dana-desa, Sabtu, 12 Agustus 2017, diakses tanggal 10 Oktober 2017.

menghitung ada 1 10 kasus korupsi anggaran desa yang diproses penegak hukum dan melibatkan 139 pelaku (dimana 107      orang      diantaranya

merupakan kepala desa) dengan kerugian negara sedikitnya Rp30 miliar.

Komisi       Pemberantasan

Korupsi    mencatat,    selama

Januari-Juni 2017, ada 459 laporan terkait dengan dana desa. Laporan itu disampaikan ke KPK melalui telepon, SMS, surat elektronik, atau datang langsung. 17

  • 17 Isi laporan terkait dengan dana desa itu bermacam-macam. Namun, jika dikelompokkan, ada 10     jenis     penyimpangan

pengelolaan dana desa yang dilaporkan.           Kesepuluh

penyimpangan yang dilaporkan tersebut adalah tidak adanya pembangunan     di     desa;

pembangunan/pengadaan barang/jasa tidak sesuai dengan spesifikasi/RAB; dugaan adanya mark up oleh aparat desa; tidak adanya transparansi; masyarakat tidak dilibatkan; penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi;      dan      lemahnya

pengawasan dana desa oleh inspektorat.      Ada      juga

penyimpangan  dalam  bentuk

kongkalikong pembelian material bahan bangunan, proyek fiktif, serta penggelapan honor aparat desa. Namun ke-459 laporan tersebut, belum tentu ada penyelewengan    dana    desa.

Beberapa di antaranya hanya karena kesalahan administrasi atau    proses    yang    tidak

transparan.

KPK    mengkaji    dalam

pengelolaan     dana     desa

mempunyai kelemahan empat aspek yakni regulasi, tata

laksana, pengawasan dan sumber daya manusia yang mengelola dana desa. 18

Sehingga perlu disadari bahwa     pencegahan     dan

pemberantasan          korupsi

merupakan pekerjaan yang sangat besar, berat, kompleks dan rumit serta beresiko tinggi pada aparatur penegak hukum, terlebih pada warga masyarakat yang berperan serta melaporkan tindak pidana korupsi, mutlak perlu     dilakukan    berbagai

strategi. Oleh karena itu permasalahan korupsi bukan hanya tanggungjawab penegak hukum akan tetapi peran serta seluruh elemen masyarakat harus terlibat.

Demikian hal pelaksanaan penggunaan dana desa yang ideal serta      sesuai     pengaturan

perundang-undangan       yang

berlaku, di Desa Cau Blayu tidak juga terlepas dari permasalahan yang dihadapi. Berikut beberapa kendala dan hambatan yang ditemui pada kenyataannya di lapangan oleh Masyarakat serta Perangkat Desa Cau Blayu sehubungan pengelolaan dana desa serta pada khususnya sebagai    upaya    pencegahan

korupsi penggunaan dana desa tersebut.

Pertama,    Sumber Daya

Manusia (SDM) yang tersedia masih    rendah    dari    segi

pengetahuan atau keterampilan dalam penggelolaan dana desa, sehingga perlu pendampingan dan pembinaan dari pemerintah, kendala yang sangat terasa adalah SDM bidang teknologi informasi masih perlu diberikan banyak pelatihan. Serta kesulitan memahami tentang aturan dalam penggunaan    dana    maupun

  • 18https://news.detik.com/berita/d-3584184/kpk-soroti-4-kelemahan-dana-desa-yang-buka-peluang-korupsi, diakses tanggal 14 Oktober 2017.

pelaporan penggunaan dana sehubungan kurang sosialisasi pemerintah serta pengaturan tentang dana desa yang cepat sekali mengalami perubahan, contohnya setiap tahun minimal harus dilakukan pencarian informasi baru serta pembelajaran terhadap peraturan yang berubah-ubah mengikuti kebijakan pemerintah pusat.

Kedua, dari segi praktik pencairan dana desa dari pemerintah daerah pada kenyataannya seringkali mengalami kemunduran, dengan waktu yang mendesak atau kurang cukup sehingga pelaksanaan pembangunan desa tergesa-gesa sebab dana desa yang lambat turunnya akan mengakibatkan tidak efektif penyerapannya.

Ketiga, di Desa Cau Blayu sendiri, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) belum dilibatkan dalam pengawasan pengelolaan dana desa karena dirasakan belum terlatih dengan baik. Selama ini BPD tidak terlalu memahami perannya karena belum pernah dilibatkan tentang sosialisasi dana desa padahal perannya sangat penting dalam pengawasan.

Keempat, permasalahan yang dialami Perangkat Desa Cau Blayu adalah kesulitan membuat pertanggungjawaban penggunaan dana desa yang dirasakan cukup sulit atau ribet oleh perangkat desa. Kondisi tersebut menuntut dilakukan pelatihan secara intensif dan berkelanjutan dari pemerintah daerah.

Selama ini pelatihan telah dilakukan diantaranya oleh Dispektorat Kabupaten Tabanan, Bagian Keuangan Kabupaten Tabanan, Bapeda (kepada perangkat desa), oleh Kepala Desa, Perbekel dan perangkatnya (kepada Kelian Subak), BPMD

(kepada kepala dusun), sekalipun masih belum banyak dari segi kuantitas pelaksanaannya, permasalahan juga datang dari antusias masyarakat untuk terlibat dalam pelatihan-pelatihan tersebut masih minim. Hal tersebut menunjukkan perlunya juga membangun kesadaran masyarakat, sebab pengelolaan dana desa yang baik dan efektif akan memberikan manfaat terhadap masyarkat juga dari sisi fasilitas umum maupun peningkatan kesejahteraan mereka.

Demikian halnya pengawasan, pernah dilakukan pengawasan oleh Dispektorat Kabupaten, BPK, Pengawas Kecamatan, Masyarakat dan Audit internal pemerintah, Inspektorat sehingga dari segi penyelewengan sampai dengan dilaksanakan studi di Desa Cau Blayu tidak pernah terjadi karena belum ada temuan ataupun pemeriksaan lebih mendalam terhadap dugaan-dugaan penyelewenangan ke arah korupsi.

Selain kendala diatas terdapat juga persoalan teknis belum dapat terpecahkan di Desa Cau Blayu sebagai contoh tidak sesuainya ongkos tukang kenyataan di lapangan dengan penetapan ongkos tukang dalam peraturan pelaksanaan penggunaan dana desa, kondisi di Bali umumnya upah tukang rata-rata lebih tinggi dibandingkan di daerah Jawa, sehingga mengakibatkan pengakal-akalan seperti memperbanyak jumlah hari kerja tukang dari jumlah sebenarnya hanya untuk menutupi selisih harga upah tukang tersebut.

Meskipun tergolong kecil-kecilan dan dengan maksud dan tujuan yang baik yaitu terserapnya dana desa untuk

pembangunan desa serta tidak ada upaya menguntungkan diri sendiri atau pihak lainnya, namun cara pengakalan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum. Melihat kondisi tersebut tidak dapat hanya menuangkan kesalahan pada perangkat pelaksana di desa namun pemerintah juga harus berbenah diri dengan penyesuaian ketentuan yang dibuat dengan kondisi sebenarnya dalam masyarakat.

Kondisi di Bali sejauh ini masih sangat sedikit ada kasus indikasi tindak pidana korupsi menyangkut dana desa. Bahkan dengan besarnya gelontoran dana desa justru mengakibatkan beberapa kepala desa ragu menggunakan karena takut terjerat hukum19. Sekalipun demikian upaya pencegahan penyelewengan baik itu oleh pemerintah, penegak hukum maupun masyarakat dan perangkat desa harus terus dikembangkan untuk selalu mengawal penggunaan dana desa dengan benar.

Jawaban yang diberikan masyarakat Desa Cau Blayu ketika dihadapkan pertanyaan, bagaimana terkait peran serta masyarakat dalam pencegahan korupsi dana desa dalam hal ada dugaan penyelewenangan penggunaannya, warga bersedia melakukan pengawasan dan pelaporan namun mereka menghawatirkan keselamatan diri maupun keluarga sehubungan hal tersebut.

Berdasarkan Pasal 68 UU Desa mengatur hak dan kewajiban masyarakat desa untuk bisa mengakses dan dilibatkan dalam pembangunan desa. Penting karena masyarakat yang

mengetahui kebutuhan di wilayah desanya. Selain pelibatan peran masyarakat dalam melakukan pengawasaan dana desa, keberadaan Badan Perwakilan Daerah (BPD) perlu dimaksimalkan dalam menyerap aspirasi dan mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan desa, mulai dari pemetaan kebutuhan, perencanaan, pengelolaan hingga pertanggungjawaban.

Partisipasi masyarakat (publik) dicantumkan pula dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014, dirumuskan:

Peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, Organisasi Masyarakat, atau Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk tetap menjaga dan meningkatkan partisipasi publik dalam upaya menumbuhkan budaya anti korupsi adalah dengan memberikan apresiasi atau penghargaan. Pemberian penghargaan atas peran serta masyarakat dalam upaya menumbuhkan budaya anti korupsi bersifat terbuka dan dikampanyekan agar mendorong masyakarat lainnya untuk ikut berkontribusi.

Sehubungan penghargaan atas partisipasi publik dalam upaya pemberantasan korupsi, berdasarkan Pasal 7 - Pasal 1 1 PP Nomor 71 Tahun 2000:

Pasal 7

  • (1)    Setiap orang, Organisasi

Masyarakat, Lembaga

Swadaya Masyarakat yang

telah berjasa dalam usaha membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana    korupsi    berhak

mendapat penghargaan.

  • (2)    Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa piagam atau premi.

Pasal 8

Ketentuan mengenai tata cara pemberian penghargaan serta bentuk dan jenis piagam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum    dan    Perundang-

undangan.

Pasal 9

Besar premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) ditetapkan    paling    banyak

sebesar 2 (dua permil) dari nilai kerugian keuangan negara yang dikembalikan.

Pasal 10

  • (1)    Piagam   yang diberikan

kepada pelapor setelah perkara   dilimpahkan ke

Pengadilan Negeri.

  • (2)    Penyerahan          piagam

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Penegak Hukum atau Komisi.

Pasal 11

  • (1)    Premi diberikan kepada Pelapor setelah putusan pengadilan yang memidana terdakwa       memperoleh

kekuatan hukum tetap.

  • (2)    Penyerahan           premi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak mudah dan ada juga resiko bagi pelapor suatu dugaan tindak pidana korupsi, apalagi

jika pihak yang dilaporkan orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan. Kerahasiaan identitas pelapor merupakan hal utama    dalam    pelaksanaan

partisipasi publik ini. Oleh karena itu, mekanisme pemberian penghargaan              perlu

mempertimbangkan kerahasiaan identitas pelapor. Hal ini sebagaimana kewajiban penegak hukum untuk merahasiakan identitas pelapor yang diatur dalam Pasal 6 PP 71 Tahun 2000 sebagai berikut:

  • (1)    Penegak hukum atau Komisi wajib        merahasiakan

kemungkinan         dapat

diketahuinya       identitas

pelapor atau isi informasi, saran, atau pendapat yang disampaikan.

  • (2)    Apabila diperlukan, atas permintaan        pelapor,

penegak hukum atau Komisi dapat         memberikan

pengamanan fisik terhadap pelapor           maupun

keluarganya.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan      penjelasan

tersebut diatas dari hasil penelitian dan studi yang telah dilakukan    sehingga    dapat

diambil    suatu    kesimpulan

sebagai berikut:

4.1.1. Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan korupsi dana desa telah tercermin dalam rumusan perundang-undangan yang ada antara lain:  Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,     UU     Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN  sampai dengan

peraturan     pelaksanaannya.

Namun pemahaman warga Desa Cau Blayu masih sangat

minim tentang tindak pidana korupsi, serta pentingnya peran warga dalam mencegah terjadinya tindak pidana korupsi khususnya sehubungan dengan pengelolaan dana desa.

Beberapa kendala dan hambatan yang ditemui pada kenyataannya di lapangan oleh Masyarakat serta Perangkat Desa Cau Blayu sehubungan pengelolaan dana desa serta pada khususnya sebagai upaya pencegahan korupsi penggunaan dana desa antara lain: (1) SDM yang tersedia masih rendah dari segi pengetahuan atau keterampilan dalam penggelolaan dana desa sehingga perlu pendampingan dan pembinaan dari pemerintah; (2) segi praktik pencairan dana desa dari pemerintah daerah pada kenyataannya seringkali mengalami kemunduran, dengan waktu yang mendesak atau kurang cukup sehingga pelaksanaan pembangunan desa tergesa-gesa sebab dana desa yang lambat turunnya akan mengakibatkan tidak efektif penyerapannya; (3) Badan Permusyawaratan Desa belum dilibatkan dalam pengawasan

pengelolaan dana desa karena dirasakan belum terlatih dengan baik (4) kesulitan membuat pertanggungjawaban penggunaan dana desa, sehingga menuntut dilakukan pelatihan secara intensif dan berkelanjutan dari pemerintah daerah. Selain itu ada kekhawatiran warga dalam melakukan pencegahan korupsi dana desa sehubungan dengan perlindungan diri atau keluarga. Beberapa perundang-undangan telah memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut diantaranya: partisipasi masyarakat (publik) dicantumkan dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 serta terhadap penghargaan atas partisipasi publik dalam upaya pemberantasan korupsi, berdasarkan PP Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Hartanti, Evi, 2012, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta.

Klitgaard, Robert, dkk., 2002, Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, Yayasan Obor Indonesia & Partnership for Governance Reform in Indonesia, Jakarta.

M Abdul Kholik, AF., Eksistensi KPK dalam Peradilan Korupsi di Indonesia, Artikel dalam Jurnal Hukum FH UII, No.26, Vol. 1 1.

Makawimbang, Hernold Ferry, 2015, Memahami dan Menghindari Perbuatan Merugikan Keuangan Negara, dalam TIndak Pidana Korupsi dan Pencucian Uang, Thafa Media, Yogyakarta.

Nurdjana, IGM, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi, Perpektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafia Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Soemodihardjo, R. Dyatmiko, 2008, Mencegah dan Memberantas Korupsi, Mencermati Dinamikanya di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Suryadi, Ni Putu Leona Laksmi, 201 6, Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengelolaan Keuangan Dana Desa di Bali, Skripsi, Fakultas Hukum, Unud.

Bagus                          Praetyo,                          2016,

https://m.tempo.co/read/news/2016/01/27/063739957/ini-daftar-peringkat-korupsi-dunia-indonesia-urutan-berapa, diakses 10 Maret 2016.

Website

http://marga.tabanankab.go.id/profil-desa/desa-cau-belayu/diakses      7

Maret 2016.

https://news.detik.com/news/berita/d-3487085/mendes - tahun - depan – alokasi – dana – naik – tiap –desa/jumat.

https://nasional.tempo.co/read/899049/ini - upaya-kpk -cegah-terjadinya -korupsi- dana- desa.

http://www.hukumonline.com / berita / baca / lt598f2a9e656ee/ cegah – korupsi --masyarakat-perlu-dilibatkan-awasi-dana-desa.

https://news.detik.com/berita/d-3592527/kpk-ada-459-laporan-soal      -

dana- desa.

https://news.detik.com/berita/d-3584184/kpk-soroti-4 kelemahan - dana - desa-yang-buka-peluang-korupsi.

*****

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017-2018

16