Acta Comitas (2016) 2 : 219 – 229 ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573

DASAR HUKUM NOTARIS DALAM PEMBUATAN SURAT KETERANGAN WARIS

Oleh

Gede Afriliana Saputra*, (I G. A.A Ariani)**, (I Dewa Gede Palguna)*** Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana

Email : afrilianasaputra@yahoo.com

ABSTRACT

There is no provision that explicitly regulate the notaries in making of a declaration of inheritance for the European, Chinese or Tionghoa, Foreign Easterners (except for Arabs Moeslems), although there has been the Regulation of the Minister of State for Agrarian Affairs / Head of National Land Agency Number 3 Year 1997 on the Implementation of the Provisions of the Government Regulation No. 24 of 1997 on Registration, that stipulates about the Certificate of Inheritance made by the public notary. However, this Regulation of the Minister of State is not classified as any type of legislation. In addition to being included in the category Regulation of the Minister of State for Agrarian Affairs / Head of National Land Agency Number 3 Year 1997 on the Implementation of the Provisions of the Government Regulation No. 24 of 1997 on Registration made by the Minister of state for agrarian affairs applies only internally, in the sense that the decision is not binding general. Therefore, the researcher will answer and analyze the legal basis for the making of a notary certificate of inheritance, and identify the legal nature of the certificate of inheritance.

Keywords : Legal Basis, Notary, Certificate of Inheritance

*Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan T.A. 2012

**Pembimbing I

***Pembimbing II

  • I.    PENDAHULUAN

Keberadaan ahli waris sangat penting dalam hal pewarisan. Dalam praktik, untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris, diperlukan suatu dokumen yang berkedudukan sebagai alat bukti yang dapat membuktikan kedudukan tersebut. Dokumen yang digunakan untuk membuktikan kedudukan seseorang sebagai ahli waris bagi golongan Eropa, Cina atau Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang beragama Islam), digunakan Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris, dalam bentuk Surat Keterangan. Bagi Golongan Timur Asing (bukan Cina/Tionghoa), selama ini pembuktian mereka sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris yang di buat oleh Balai Harta Peninggalan (selanjutnya disebut BHP). Sedangkan bagi Golongan Pribumi (Bumiputera), selama ini pembuktian mereka sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris yang dibuat dibawah tangan, bermeterai, oleh para

ahli waris sendiri dan diketahui atau dibenarkan oleh Lurah dan Camat sesuai dengan tempat tinggal terakhir pewaris.1 Bagi golongan Eropa, Cina atau Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang Arab yang beragama Islam), selama ini pembuktian sebagai ahli waris berdasarkan Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris, dalam bentuk Surat Keterangan.

Pembuatan Surat Keterangan Waris oleh Notaris berlangsung hingga saat telah berlakunya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN)2. UUJN merupakan peraturan

  • 1    Habib Adje, “Kesetaraan Dalam Pembuatan Bukti Sebagai Ahli Waris”, makalah, Makalah disajikan pada Penyegaran dan Pembekalan Pengetahuan Kongres Ikatan Notaris Indonesia XX 2009, tanggal 28-31 Januari       2009       di       Surabaya,

http://habibadjie.dosen.narotama.ac.id/files/20 13/08/MAKALAH-WARIS-KONGRES.pdf., akses tanggal 20 Desember 2013, hal.2.

  • 2    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117,

perundang-undangan utama yang mengatur mengenai jabatan Notaris. UUJN menentukan sejumlah kewenangan Notaris, Dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN diatur kewenangan umum Notaris sebagai berikut:

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selain kewenangan umum Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN, dalam Pasal 15 ayat (2) UUJN ditentukan kewenangan lain dari notaris sebagai berikut:

Notaris berwenang pula:

  • a.    mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  • b.    membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

  • c.    membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

  • d.    melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

  • e.    memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

  • f.    membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

  • g.    membuat akta risalah lelang.

Dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN diatur pula kewenangan yang dapat dimiliki notaris di luar dari UUJN sebagai berikut, “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432).

perundang-undangan”. Kewenangan dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN memberikan kemungkinan bagi notaris untuk memiliki kewenangan-kewenangan lain yang akan diatur kemudian dalam produk hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan.

Jika dicermati dalam Pasal 15 ayat (1) dan (2) UUJN tidak diatur secara eksplisit mengenai kewenangan notaris untuk membuat Surat Keterangan Waris. Meskipun demikian, sebagaimana telah disebutkan di atas dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN dimungkinkan bagi notaris untuk mempunyai kewenangan lain di luar UUJN. Kewenangan tersebut menurut Pasal 15 ayat (3) UUJN harus diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Terkait dengan Surat Keterangan Waris, terdapat pengaturan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Dalam Pasal 111 ayat (1) huruf c Peraturan Menteri ini dinyatakan bahwa bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari Notaris,

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dapat menjadi dasar kewenangan notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN. Oleh karena itu perlu dicermati kedudukan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah sebagai peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya disebut UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan)3           dinyatakan,

“Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”. Selanjutnya dalam Pasal 7 ayat (1) UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dinyatakan:

Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

  • a.    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  • b.    Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

  • c.    Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

  • d.    Peraturan Pemerintah;

  • e.    Peraturan Presiden;

  • f.    Peraturan Daerah Provinsi; dan

  • g.    Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan       ketentuan-ketentuan

tersebut, maka Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dibuat oleh Menteri Negara Agraria tidak termasuk dalam kategori peraturan perundang-undangan     menurut     UU

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selain tidak termasuk dalam kategori peraturan perundang-undangan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dibuat oleh Menteri Negara Agraria hanya berlaku secara intern, dalam arti keputusan tidak mengikat secara umum.4

Dengan demikian secara normatif, terdapat permasalahan kekosongan norma (leemten van normen) karena tidak terdapat pengaturan yang tegas tentang dasar hukum kewenangan notaris dalam pembuatan Surat Keterangan Waris. Sebab, meskipun telah terdapat Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran yang menyebutkan mengenai akta keterangan waris yang dibuat oleh notaris, Peraturan Meneteri Negara ini tidak secara tegas termasuk dalam jenis peraturan perundang-undangan dan tidak mengikat secara umum.

Surat Keterangan Waris yang dibuat oleh Notaris atas dasar kehendak atau kepentingan para ahli waris, hal tersebut menimbulkan ketidakjelasan mengenai sifat hukum dari akta notaris tersebut, apakah surat keterangan waris tersebut merupakan akta pejabat atau akta para pihak ? Pembedaan kedua jenis akta tersebut penting karena pembedaan tersebut menentukan pertanggungjawaban hukum notaris terkait dengan akta yang dibuatnya. Berdasarkan

  • 4 Menteri koordinator dan menteri negara tidak merupakan lembaga-lembaga pemerintah dalam perundang-undangan sebab dalam membentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang adalah menteri departemen, sedangkan menteri-menteri lainnya hanya dapat membuat peraturan yang bersifat intern, dalam lingkupnya sendiri, jadi tidak mengikat umum (Maria Farida Indrati Soeprapto,2002, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, hal. 78)

pada latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :

  • 1.    Apa yang menjadi dasar hukum notaris dalam pembuatan surat keterangan waris?

  • 2.    Bagaimanakah sifat hukum dari surat keterangan waris yang dibuat oleh notaris ?

  • II. LANDASAN TEORITIS

  • 1.    Teori Kewenangan

Dalam wewenang terdapat 3 (tiga) komponen, yaitu pengaruh, dasar hukum, dan konformitas hukum. Komponen pengaruh ialah bahwa penggunaan           wewenang

dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum. Komponen dasar hukum bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya. Komponen konformitas mengandung makna adanya standar wewenang yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu).

Cara memperoleh kewenangan ada 3 (tiga) yaitu :

  • 1.    Atribusi : pemberian wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan     suatu     peraturan

perundang-undangan atau aturan hukum.5

  • 2.  Mandat : pelimpahan dari pejabat

atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat atau badan yang lebih rendah.

  • 3.  Delegasi : merupakan pemindahan

atau pengalihan wewenang yang ada

  • 5    Habib Adjie, 2011, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung, Selanjutnya disebut Habib Adjie I, Hal. 77.

berdasarkan     suatu     peraturan

perundang-undangan atau aturan hukum.6

  • 2.    Teori Pertanggungjawaban Hukum

Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut7 : Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan, Prinsip praduga untuk selalu bertanggung jawab, Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab dan Prinsip tanggung jawab mutlak. Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu8   :   teori fautes

personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian dan teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan.

  • 1)    Konsep Dasar Hukum : Dasar hukum adalah norma hukum atau ketentuan dalam    peraturan    perundang-

undangan yang menjadi landasan atau     dasar     bagi     setiap

penyelenggaraan atau tindakan hukum oleh subyek hukum baik

orang   perorangan   atau   badan

hukum.9

  • 2)    Konsep Notaris : Dalam Pasal 1 ayat (1) UUJN dinyatakan, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya

  • 6 Ibid.

  • 7 Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 73-79.

  • 8    Ibid, hal. 365.

  • 9    Status Hukum, Pengertian Dasar Hukum, available From : http://statushukum.com/dasar-hukum.html

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini”.

  • 3)    Konsep Surat Keterangan Waris : Surat keterangan waris merupakan akta yang menetapkan siapa ahli-waris pada saat pewaris meninggal dunia dan berapa hak bagiannya atas warisan.10

  • 4)    Konsep Sifat Hukum : Menurut Johannes Wilhelmus Maria Devos11 dalam bukunya yang berjudul De Notariele Verklaring Van Erfrecht dikatakan dalam bab X, bagian B, memberi judul het juridische karakter van het document, terjemahan bebasnya : sifat hukum dari dokumen. Dari pengantar bab X tersebut dijelaskan bahwa :

“De nu volgeude paragfeu vermeldeu eukele notities over de natuur van ous document waarby iets zae worden gezegd over authenteit, de psitie van de het stuk uitgeveude notaris”

Terjemahan bebasnya:

(Dalam paragraf berikut ini dikemukakan suatu catatan mengenai sifat bawaan dari dokumen terhadapnya dapat dikatakan mengenai keotentikan, posisi dari tulisan yang dikeluarkan oleh notaris)

Dari uraian di atas, penulis perlu memberikan batasan-batasan mengenai pengertian dari sifat hukum,     yang

dimaksud dengan sifat hukum dalam penelitian ini adalah uraian tentang apakah surat keterangan waris itu mempunyai sifat otentik atau di bawah tangan? kalaupun merupakan suatu akta otentik apakah surat

keterangan waris merupakan akta pejabat atau akta partij ?

  • III. PEMBAHASAN

  • 1.    Notaris sebagai Pejabat Umum

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum. Notaris berperan melaksanakan sebagaian tugas dalam bidang hukum keperdataan, dan notaris dikualifikasikan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik.12

  • 2.    Kewenangan Notaris

Kewenangan notaris tersebut dalam Pasal 15 dari ayat (1) sampai dengan ayat (3) UUJN, yang dapat dibagi menjadi:13 kewenangan umum notaris terdapat dalam Pasal 15 Ayat 1 UUJN, yang menyebutkan : Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan     dan/atau     yang

dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Kewenangan khusus notaris terdapat dalam Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai wewenang khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu ,seperti :

  • a.    mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

  • 12 Habib Adjie I, Op.cit. hal. 14 13Ibid, hal. 78.

dibawah tangan dengan mendaftarkan dalam buku khusus;

  • b.    membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.

  • c.    membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan

  • d.    melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya

  • e.    memberikan penyuluhan hukum sehungan dengan pembuatan akta

  • f.    membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan.

  • g.    membuat akta risalah lelang

Kewenangan notaris yang akan ditentukan kemudian terdapat dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN menyebutkan “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”.

  • 3.    Tinjauan Umum Akta

Menurut Sudikno Mertokusumo akta adalah surat yang diberi tandatangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau perkataan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuatan.14

Akta dapat diberikan dalam 2 macam yaitu :

  • 1.    Akta otentik, menurut Pasal 1868 KUHPerdata akta otentik adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh UU, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuat.

Akta otentik dibagi dalam 2 macam yaitu akta pejabat yaitu akta yang dibuat oleh (door) notaris dan akta para pihak yaitu akta yang dibuat di hadapan Notaris yang berisi uraian uraian atau keterangan para

pihak.15

  • 2.    Akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat oleh para pihak untuk pembuktian tanpa bantuan dari seorang pejabat pembuat akta.16

  • 4.    Landasan teoritik kewenangan notaris membuat surat keterangan waris

Menurut teori kewenangan atribusi yang merupakan     merupakan     pemeberian

wewenang yang baru kepada suatu jabatan berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan atau aturan hukum. Melalui teori kewenangan atribusi ini notaris memperoleh sumber kewenangan dari UUJN. Berdasarkan UUJN Notaris sebagai Pejabat Umum memperoleh wewenang membuat akta dalam ruang lingkup keperdataan.

Dari ketentuan pasal 15 Ayat (1) (2) dan (3) UUJN diatas bahwa kewenangan notaris di bidang keperdataan adalah sangat luas. Untuk mengetahui dasar hukum notaris membuat surat keterangan waris yang terdapat dalam Pasal 15 UUJN maka perlunya interpretasi dalam menelusurinya, , melalui Metode interpretasi sistematis yaitu menafsirkan peraturan perundang-undangan dengan menghubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sestem hukum.17 Dengan menggunakan metode interpretasi sistematis maka dapat dianalisi sebagai berikut :

Pasal 1870 KUHPerdata menyebutkan :

“Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya atupun bagi

  • 15    Habib Adjie, 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung, hal. 10 selanjutnya disebut Habib Adjie II.

  • 16    Viktor M. Situmorang dan Cormentyna Sitanggang, 1993, Grosse Akta: dalam pembukuan dan eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 36

  • 17    Sudikno Mertokusumo, 2014, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hal. 76

orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya”

Menurut Pasal 1870 KUHPerdata bahwa suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya, dalam hal kaitanya dengan ahli waris dalam surat keterangan warisnya dibuat dalam bentuk otentik, selanjutnya dihubungkan mengenai akta otentik dalam Pasal 1868 KUHPerdata menyebutkan “Suatu akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat” maksud dari pasal 1868 KUHPerdata mengandung 3 unsur, yaitu:

  • 1.    Di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang.

  • 2.    Dibuat oleh dan di hadapan pejabat umum.

  • 3.    Akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk dan di tempat dimana ata itu dibuat.

Salah satu unsur yaitu dibuat oleh dan dihadapan pejabat umum yang merupakan notaris, dalam Pasal 1 UUJN menyebutkan “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini” mengenai kewenangan notaris tersebut diatur dalam Pasal 15 ayat 1,2 dan 3 UUJN yang menyebutkan:

Ayat 1 :

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Melalui hubungan antara keseluruhan peraturan-peraturan yang diuraikan secara sistematis maka surat keterangan waris dapat dibuat dalam bentuk otentik sehingga jabatan notaris sebagai pejabat umum berwenang dalam pembuatan surat keterangan waris dalam bentuk akta otentik.

  • 5.    Sifat Hukum Surat Keterangan Waris

Sebagai akta mengingat bahwa surat keterangan waris ini didasarkan atas keinginan para pihak (partij acte) dan dibuat oleh notaris (ambtelijke acte) , dan dapatlah dikatakan bahwa surat keterangan waris tersebut mengandung sifat campuran dan karenanya dapat disebut “Ambtelijke partij acte18

Menurut Asser19 yang membedakan akta otentik dengan cara sebagai berikut :

Wij zouden op de volgende wijze willen onderscheiden20:

  • a. acten,          waarbij         de

instrumenteerende ambtenaar de rol           vervult           van

gequalificeerdgetuige, voorzien van publica fides, terwijl de partijen                        een

rechtshandelingverrichten;

  • 18    M. Slamet, Het Rechtskarakter En De Inhoud Van De Verklaring Van Erfrecht (diterjemahkan oleh : W. Wiranata) , Publikasi No. 2, hal. 4.

  • 19    C.Asser's, 1923, Handleiding tot de beoefening van het Nederlandsch Burgerlijk Recht, Vijfde deel Van Bewijs, bewerkt door Mr. Anne Anema, tweede druk, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle, hal. 91

  • 20    C.Asser's, 1923, Handleiding tot de beoefening van het Nederlandsch Burgerlijk Recht, Vijfde deel Van Bewijs, bewerkt door Anne Anema, tweede druk, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle, hal. 94-95

voorbeelden: openbaar testament, acte van koop, huur, leening enz.;huwe 1 ijksvoorwaarden, vennootschapsacte.

  • B.    acten, waarbij de partijen op rechtsgevolgen          doelende

verklaringen afleggen, terwijl de instrumenteerende ambtenaar zich niet kan bepalen tot getuigen, maar actief deelneemt aan de handeling zelf, zelf "verklaringen' aflegt; zoowel partijen als ambtenaar       doen       hier

rechtshandelingen     en     de

ambtenaar treedt daarnaast als gequalificeerd getuige op. Type: de huwelijks-acte, art. 44 B. W.; de partije verklaren overeenkomstig art. 135 B. W., de ambtenaar verklaart overeenkomstigart. 44 B. W.; vgl. Art. 45, 7° B. W.

  • c.    acten,    waarbij    alleen    de

ambtenaar     rechtshandelingen

verricht        en        daarvan

actcopgemaakt, maar altoos ten verzoeke often behoeve van "patijen ",     d.i.     onmiddelijk

belanghebbende,          private

personen. Voorbeelden:  exploit

van dagvaarding, notarieele boedel beschrijving, wisselprotest enz.

  • d.    acten, opgemaakt door een ambtenaar, om eigener beweging aan op hem rustende wettelijke plichten te voldoen; ambtshalve dus, zonder dat er partijen in het spel      zijn;      voorbeelden:

procesverbaal   in   strafzaken,

minuut         van          een

vonnis, oorspronkelijk stuk van een wet of Koninklijk Besluit enz.

De acten onder a. en b. bedoeld zoude men dan kunnen noemen partij-acten; de acten onder a. kan men dan nader betitelen als zuivere partij-acten, die onder b. als gemengde partij-acten.

De groepen c. en d. kunnen samen worden begrepen onder den term ambelijke acten; bij c. kan men dan weder van gemengde, bij d. van zuiver ambtelijke acten spreken.

Deze alle vormen dan samen de groep der authentieke acte, die staat tegenover de onderhandsche.

Terjemahan bebasnya :

kita dapat membedakan dengan cara sebagai berikut:

  • a.    akte, dimana pejabat yang bertugas menjalankan perannya sebagai       saksi       ahii,yang

melaksanakan kepercayaan publik, sedangkan pihak-pihak melakukan suatu perbuatan hukum; misalnya: wasiat terbuka, akte jual-beli, sewa-menyewa, pinjam meminjam dan     sebagainya;     perjanjian

perkawinan,    akte    perseroan

terbatas;

  • b.    akte,     dimana     pihak-pihak

memberikan pernyataan dengan tujuan memberikan akibat hukum terhadap pernyataan tersebut, sedangkan pejabat yang bertugas tidak dapat ditentukan sebagai saksi, melainkan aktif turut serta mengambil     bagian     dalam

perbuatan hukum itu sendiri, membuat pernyataan itu sendiri; baik pihak-pihakmaupun pejabat disini melakukan perbuatan hukum dan      pejabat      disamping

itumelakukan (peran) sebagai saksi ahli. Contohnya:   akte

perkawinan, pasal 44 BW: pihak-pihak menyatakan saling berjanji pasal 135 BW (80 KUH Perdata); pejabatmenyatakan    persetujuan

pasal 44 BW; bandingkan pasal 45, 7° BW.

  • c.    Akte. Dimana hanya pejabat melakukan perbuatan hukum dan atas dasar itu akte dibuat, tetapi senantiasa/selalu atas permohonan atau untuk kepentingan  pihak-

pihak, yaitu sebagai yang berkepentingan langsung,  orang

orang sipil/pertdata; Contohnya: pemberitahuan           gugatan,

pencatatan budel notariil, protes wisel dan sebagainya

  • d.    Akte, yang dibuat oleh pejabat, atas tindakannya sendiri untuk melaksankankewajiban      yang

dibebankan oleh undang-undang; jadi karena jabatan, tanpa peranpara pihak; contonya: berita acara dalam perkara pidana, minuta dari putusan hakim, naskah asli suatu Undang-undang atau Ketetapan Raja, dan sebagainya

Akte-akte       dimaksud

dibawah a dan b, orang dapat menamakannya   sebagai   akte

partij; akte dibawah a lebih lanjut dapat diberi titel sebagai akte partij murni, sedangkan yang dibawah b sebagai akte partij campuran.

Kelompok c dan d sama-sama dapat dinamakan dengan istilah akte pejabat; Di dalam c dapat disebut juga campuran; dikatakan sebagai akte pejabat murni. Semua bentuk ini sama-sama sebagai akte otentik, yang berhadapan dengan akte dibawah tangan;

Dari uraian diatas Surat Keterangan Waris termasuk kedalam akta pejabat campuran, Karena sifat campuran keterangan waris ini membawa akibat bahwa notaris ikut bertanggung jawab dalam pembuatan surat keterangan waris. Maka, Melalui teori fautes de services dan prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan, tanggung jawab terhadap surat keterangan waris dibebankan kepada jabatan notaris selama Dalam penerapannya kerugian yang timbul menyangkut aspek formalitas, Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal,

bulan,    tahun,    pukul    (waktu)

menghadap, dan para pihak yang menghadap, paraf dan tanda tangan parapihak / penghadap, saksi dan Notaris, serta membuktikan apa yang dilihat,disaksikan oleh notaris dan mencatatkan     keterangan     atau

pernyataan para pihak dari surat keterangan waris tersebut, dan tanggung jawab para pihak (ahli waris).

Selain itu juga harus dapat membuktikan         ketidakbenaran

pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan / disampaikan di hadapan Notaris, dan ketidak benaran tanda tangan para pihak, saksi, dan Notaris ataupun ada prosedur pembuatan surat keterangan waris yang tidak dilakukan. Dengan kata lain, pihak yang mempermasalahkan akta tersebut harus melakukan pembuktian terbalik untuk menyangkal aspek formal dari akta Notaris. Jika tidak     mampu     membuktikan

ketidakbenaran tersebut, maka akta tersebut    harus    diterima    oleh

siapapun.21

  • IV. Simpulan

Berdasarkan seluruh uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

  • 1.    Dasar Hukum Notaris dalam pembuatan surat keterangan waris bagi golongan Eropa, Cina atau Tionghoa, Timur Asing (kecuali orang arab yang beragama islam) tersirat dalam Pasal 15 UUJN tentang kewenangan.

  • 2.    Sifat Hukum dari surat keterangan waris adalah sebuah akta otentik yang memiliki sifat campuran, sifat campuran yang dimaksud adalah disatu sisi surat keterangan waris dibuat oleh notaris

21 Habib Adjie II, op.cit, hal. 19

(hanya memuat keterangan dari satu pihak saja) dan disisi lainya surat keterangan waris ini didasarkan atas kehendak para pihak, serta tanggung jawab yang dibebankan yaitu notaris

Notaris dalam pembuatan surat keterangan waris agar memberikan kepastian hukum terkait dengan kewenangan notaris dalam pembuatan surat keterangan waris.

hanya     bertanggungjawab     pada

2. Kepada para Notaris agar selalu cermat

formalitas akta tersebut sedangkan para

dalam   proses   pembuatan    surat

pihak bertanggungjawab terhadap isi

keterangan waris mulai dari tahap

dari akta tersebut.

pengumpulan informasi , pembuatan dan

5.2 Saran

penandatanganan   para   ahli   waris

1. Kepada Lembaga Pembuat Perundang-

sehingga tidak terjadi permasalhan

undangan   agar   segera   membuat

ketentuan   Mengenai    kewenangan

dalam surat keterangan waris tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asser's, C, 1923, Handleiding tot de beoefening van het Nederlandsch Burgerlijk Recht, Vijfde deel Van Bewijs, bewerkt door Anne Anema, tweede druk, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle,

Adjie, Habib, 201 1 , Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama, Bandung,

----------------, 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

Soeprapto, Maria Farida Indrati, 2002, Ilmu Perundang-undangan, Dasar-Dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta,

M. Slamet, M, Het Rechtskarakter En De Inhoud Van De Verklaring Van Erfrecht (diterjemahkan oleh : W. Wiranata) , Publikasi No. 2.

Mertokusumo, Sudikno, 2014, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar Edisi Revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta

Mertokusumo, Sudikno,1979, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty,

Situmorang, Viktor M dan Cormentyna Sitanggang, 1993, Grosse Akta: dalam pembukuan dan eksekusi, Rineka Cipta, Jakarta

Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

Vos, Johannes Wilhelmus Maria De 1975, De Notariele Verklaring Van Erfrecht, Gouda Quint B.V, Arnhem.

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234)

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang

Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997

Website

Herman, 2010, Surat Keterangan Waris Dan Permasalahannya, available from:http://herman-notary. com/2010/03/surat-keterangan-waris-dan-beberapa.html

Status Hukum, Pengertian Dasar Hukum, available From : http://statushukum.com/dasar-hukum.html

Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2015-2016

229