ANALISIS KEKUATAN PERJANJIAN NOMINEE SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS PENANAMAN MODAL ASING (PT.PMA)
on
Acta Comitas (2016) 1 : 15 – 26
ISSN : 2502-8960 I e-ISSN : 2502-7573
ANALISIS KEKUATAN PERJANJIAN NOMINEE SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS PENANAMAN MODAL ASING (PT.PMA) Oleh
Sigit Teteki Triwis*, Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.,MS.**, Dr. I Gusti Ketut Ariawan, SH.,MH. **
Magister Kenotariatan Universitas Udayana E-mail : [email protected]
ABSTRACT
The use of nominee shares through nominee shares agreement has grown and developed well in the investing world, especially within the investors who establish PT. PMA. In short, the concept of nominee shares are done by both localand foreign investors. One of the causes of the nominee shares usageis because there is no rules in the Company Law that regulate, prohibit, and unequivocally ban the nominee shares by making the stock agreement. The law of prohibition to make nominee shares agreement or stock statement can only be found in the Capital Market Law, Article 33 paragraph (1) and paragraph (2).
This research is a normative legal research that moves from the void norm within our laws. The approach used in this study is the legislation and analytic approach. The legal materials in this study are taken from the primary materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials.
The results of this study indicate the cause of the nominee shares usage by making nominee stock agreement, has already stated in the Company Law. However, it only explainsthe requirement that the PT has to be founded by two (2) or more persons, it does not give any detail requirements of how to be the shareholders. Other than to fill the Company Law, by filling the requirement of the PT establishment, the use of nominee agreement is due to the restriction of the line business for PT. PMA. The void of the norm has resulted in the violation within the limited liability company, in which one of the shareholders in PT. PMA is not the actual owner or nominee, but only the registered owner from certain number of shares. The law of prohibition of nominee shares in UUPM is considered inefficient because there is no strict regulations and prohibitions in the Company Law, thus, in practice, the use of nominee shares by making the nominee shares agreementgrows and develops through the simulation or indirect agreement, known as the arrangement agreement.
Keywords: Nominee Shares Agreement, Limited Liability Company, Foreign
Direct Investment
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu sumber dana dalam pembagunan ekonomi nasional negara adalah dengan mengundang investor (penanam modal) terutama asing agar bersedia menanamkan modalnya. Mengingat penanaman modal mempunyai arti yang penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai, untuk itu di undangkanlah Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya ditulis UUPM).
Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun dalam bahasa perundang – undangan. Istilah Investasi merupakan istilah yang popular dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang – undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.1
Pasal 1 ayat (1) UUPM menyebutkan bahwa :”penanaman modal diartikan sebagai segala
-
1Ida Bagus Rachmadi Supancana, 2006, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi langsung di Indonesia,Cet I,Ghalia,Jakarta, hal. 1.
bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia”. Ketentuan UUPM Pasal 5 ayat (2) “Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang – undang”. Dengan demikian investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia harus membentuk suatu PT sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang PT (selanjutnya ditulis UUPT) dengan status sebagai perusahaan PMA.
Definisi PT menurut Pasal 1 ayat (1) UUPT, berbunyi: Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut (“Perseroan”) adalah “badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasar perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Menurut UUPT Pasal 7 ayat (1) bahwa “Perseroan dapat didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”.
Adanya unsur pemegang saham dalam perseroan merupakan salah satu syarat utama dalam mendirikan dan menjalankan suatu PT. Selain dimiliki langsung oleh pemegang saham, kepemilikan saham dalam perseroan juga sering dilakukan dalam bentuk nominee (orang atau badan hukum yang dipinjam dan dipakai namanya sebagai pemegang saham oleh beneficiary). Ada banyak alasan mengapa beneficiary menggunakan nominee sebagai perpanjangan tangan mereka dalam perseroan salah satunya adalah keinginan untuk menguasai 100%
kepemilikan saham PT dalam hal ini dilarang oleh UUPT. UUPT mensyaratkan agar pemegang saham minimal 2 (dua) bila tidak pemegang saham tunggal akan mengakibatkan tanggung jawab tidak terbatas atau tanggung jawab pribadi.
Secara de jure saham nominee adalah mutlak milik nominee sebab nama nominee yang tercatat dalam daftar pemegang saham PT, namun secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary. Salah satu cara yang dilakukan beneficiary untuk melindungi sahamnya adalah dengan membuat perjanjian nominee yaitu dengan akta notaris maupun dengan akta bawah tangan. Dalam UUPT tidak dijelaskan untuk memenuhi minimal 2 (dua) orang pemegang saham ini bagaimana mekanismenya apabila hanya 1 (satu) orang yang mempunyai saham. UUPT tidak melarang penggunaan nominee saham dan perjanjian nominee saham atau adanya kekosongan norma dalam UUPT.
Nominee adalah orang atau individu yang ditunjuk untuk khusus bertindak atas nama orang yang menujuknya untuk melakukan suatu perbuatan atau tindakan hukum tertentu. Bahwa nominee dapat ditunjuk untuk melakukan tindakan – tindakan hukum
antara lain sebagai pemilik property atau tanah, sebagai direktur, sebagai kuasa, sebagai pemegang saham dan lain – lain.2
-
2Nella Hasibuan, 2012 “Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing” Desertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hal. 68.
Dalam penulisan tesis ini yang dimaksud dengan beneficiary adalah pihak yang mempunyai saham sebenarnya dan yang mempunyai kuasa untuk megendalikan nominee. Nominee adalah pihak yang meminjamkan namanya untuk kepemilikan saham, nominee ditunjuk oleh beneficiary hanya sebagai pemilik terdaftar dari saham dan beneficiary yang megendalikan dan mengurus serta mendapatkan manfaat dari saham tersebut.
Perjanjian Nominee saham dalam hukum perjanjian di Indonesia dikategorikan sebagai perjanjian innominaat (perjanjian tidak bernama). Perjanjian ini belum diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (selanjutnya ditulis KUHPerdata) namun dalam prakteknya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Berdasarkan Pasal 1319 KUHPerdata, perjanjian semacam ini tetap tunduk pada peraturan – peraturan umum yang termuat dalam Buku III KUHPerdata, sehingga asas – asas dalam KUHPerdata dalam hukum perjanjian menjadi tetap berlaku dalam perjanjian innominaat. 3
Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee tetapi didalam UUPM dalam Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan : “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang
lain”. Dalam UUPM tersebut jelas melarang penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.
Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan : “Dalam hal
penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat
perjanjian dan/atau pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum.
Uraian di atas memberikan
gambaran bahwa adanya norma kosong dalam UUPT yaitu tidak mengatur secara jelas dan tegas mengenai nominee dan perjanjian nominee, sehingga dalam dunia investasi banyak digunakan konsep nominee yang salah satunya untuk memenuhi persyaratan berdirinya PT yang mensyaratkan 2 (dua) orang dan pembatasan oleh pemerintah, sehingga penelitian menjadi penting untuk dilakukan.
Berdasarkan paparan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kekuatan Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA)”. 1.2 Rumusan Masalah
-
1. Bagaimanakah pengaturan perjanjian nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA)?
-
2. Apa akibat hukum terhadap Perseroan
Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) yang didirikan berdasarkan perjanjian nominee ?
-
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat
dikualifikasikan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1.3.1 Tujuan umum.
Secara umum penelitian atas permasalahan di atas adalah untuk mengetahui kedudukan perjanjian
nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA) dalam perkembanganya hingga saat ini.
-
1.3.2 Tujuan khusus.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian tesis ini adalah
-
1. Untuk mendeskripsikan dan
menganalisis pengaturan
perjanjian nominee saham dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT. PMA).
-
2. Untuk mendeskripsikan dan
menganalisis akibat hukum
terhadap Perseroan Terbatas
Penanaman Modal Asing (PT. PMA) yang didirikan berdasarkan perjanjian nominee.
-
1.4 Manfaat Penelitian
Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta memiliki kegunaan praktis pada khususnya sehingga penelitian ini bermanfaat secara teoritis dan praktis.
-
1.4.1 Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan kotribusi teoritik, konsep dan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya hukum perjanjian dan hukum perusahaan.
-
1.4.2 Manfaat Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para investor baik investor asing maupun investor lokal, pembuat kebijakan di bidang hukum perdata dan hukum perusahaan, masyarakat dan peneliti sendiri.
-
I.5 Landasan Teoritis
-
1.5.1 Teori Tentang Badan Hukum
-
Pengertian dan definisi badan hukum lahir dari doktrin imu hukum yang dikembangkan oleh para ahli, berdasarkan pada praktek hukum dan dunia usaha. Hal ini pada akhirnya melahirkan banyak teori tentang badan hukum dari waktu kewaktu. Dalam kepustakaan Belanda, istilah badan huum dikenal dengan sebutan rechtsperson dan dalam kepustakaan Common Law seringkali disebut dengan istilah - istilah legal entity, jurictic person atau artificial person.
Ada beberapa pandangan pendapat dan teori mengenai badan hukum:
-
a. Teori Fiksi
-
b. Teori Harta Karena Jabatan
-
c. Teori Harta Bertujuan
-
d. Teori Milik Bersama
-
e. Teori Kenyataan.4
-
1.5.2 Teori Kepastian Hukum.
Kepastian hukum mengarah pada deskripsi tentang hukum yang
meyakinkan, teliti , tepat dan pasti. Menurut Gustav Radbruch kepastian hukum merupakan salah satu elemen
-
4C.S.T Kansil, Christine S.T Kansil, 2000, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas- Asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Cet III, Jakarta (selanjutnya disingkat C.S.T Kansil, Christine S.T Kansil I), hal. 89-90
yang disebut cita hukum atau the idea
of law disamping elemen keadilan
(justice) dan kepatutan (expediency) .
Kepastian hukum mensyaratkan hukum menjadi hukum positif (to be positive). 5 1.5.3 Teori Perjanjian
Perjanjian nominee saham yang dibuat dihadapan notaris atau bawah tangan merupakan perjanjian yang
diangkat dan dibuat dari konsepsi KUHPerdata yang didasarkan pada
kesepakatan para pihak mengenai hak
dan kewajiban yang dibuat berdasarkan Pasal 1320 juncto Pasal 1338 KUHPerdata sehingga dapat memberikan kepastian hukum dan mengikat bagi para pihak yang membuatnya. Teori Perjanjian mengajarkan bahwa yang menjadi dasar
hukum mengikatnya suatu perjanjian adalah apabila dilakukan dengan sah.
Selanjutnya Subekti mengatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.6
Undang-undang yang mengatur tentang sahnya suatu perjanjian yaitu KUHPerdata khususnya dalam Pasal 1320 yang menyatakan bahwa: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu: 7
-
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
-
2. Cakap untuk membuat suatu perikatan
5Gustav Radbruch, 1950, Legal Philosophy dalam The Legal Philosophies of Lask Radbruch and Dabin, Translated By Kurt Wilk, Harvard University Press, Cambridge Massachusetts, hal. 108.
6R.Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta (selanjutnya disingkat R.Subekti I), hal. 45.
7Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal. 77.
-
3. Suatu hal tertentu
-
4. Suatu sebab yang halal.
-
1 .5.4 Konsep Nominee
Konsep nominee pada dasarnya
tidak dikenal dalam system hukum
Eropa Kontinental atau Anglo Saxon yang berlaku di Indonesia. Pengertian nominee berdasarkan oxford dictionary of law adalah sebagai berikut : “Nominee is a party who holds legal title to proverty for benefit of other (s) but who has no real duties to perform, except very, limited ones upon the direction of the beneficiaries “8
(Nominee adalah Pihak yang memegang hak hukum yang bertindak untuk kepentingan pihak – pihak lain, tetapi sebenarnya bukan merupakan tugas atau tanggungjawabnya, kecuali hanya untuk tugas – tugas tertentu saja sebatas dengan apa yang ditentukan oleh si pemberi tugas atau beneficiaries).
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatu masalah, sedangkan metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.9 1.6.1 Jenis Penelitian
Penelitian tesis ini adalah penelitan hukum normatif, penelitian hukum normatif yang mengacu pada bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier.
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan)
-
8Elizabeth A Martin and Jonathan Law, 2006, A Dictionary of law, Sixth Edition, Oxford University Press, New York Amerika, hal. 356.
-
9Bambang Sunggono, 1977, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 44.
atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim). Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik). Sedangkan bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedi). 10
-
1.6.2 Jenis pendekatan.
Pendekatan-pendekatan yang
digunakan di dalam penelitian hukum adalah: pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan
analisis (analytical approach), 1.6.3 Sumber bahan hukum.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, maka sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berupa :
-
a. Bahan hukum primer dalam penelitian ini, mencakup Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang – Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang tertutup dan bidang usaha yang
terbuka dan persyaratan dibidang penanaman modal
-
b. Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini, mencakup buku–buku literatur, jurnal, makalah dan bahan–bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
-
c. Bahan hukum tertier dalam
penelitian ini, mencakup kamus hukum dan kamus bahasa Indonesia serta bahan hukum tertier lainnya yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
-
1.6.3 Teknik pengumpulan bahan hukum.
Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian tesis ini yaitu dilakukan dengan teknik studi pustaka. 1.6.4 Teknik analisis pengolahan bahan hukum.
Setelah semua bahan hukum terkumpul kemudian diklasifikasikan secara kualitatif sesuai dengan rumusan masalah. Bahan hukum tersebut
dianalisa dengan teori-teori yang
relevan kemudian ditarik kesimpulan untuk menjawab masalah. Akhirnya bahan hukum tersebut disajikan secara deskriptif analitis
BAB II
PEMBAHASAN
-
2.1 Analisa Pengaturan Perjanjian Nominee Saham Dalam Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT.PMA)
Dalam Pasal 52 ayat (4) UUPT menyatakan bahwa:”setiap saham
memberikan kepada pemiliknya hak
yang tidak dapat dibagi”, artinya konsep kepemilikan saham dalam UUPT merupakan saham kepemilikan mutlak
(dominium plenum). Pasal tersebut mempunyai makna UUPT yang hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak berarti menutup kemungkinan untuk pemegang saham nominee.
Dalam prakteknya penggunaan nominee dengan menggunakan perjanjian nominee tetap menjadi pilihan utama bagi para investor terutama investor asing dalam berinvestasi secara langsung. Karena didalam UUPT tidak mengatur secara
tegas dan jelas tentang nominee dan perjanjian nominee maka di dalam praktek banyak kita temui praktek penggunaan nominee melalui perjanjian nominee. Didalam UUPT hanya mensyaratkan bahwa PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan tanpa diatur pelarangan terhadap penggunaan nominee dan perjanjian nominee, jadi pasal inilah sebenarnya yang menjadi celah bagi para investor asing untuk membuat perjanjian nominee saham selain pembatasan – pembatasan bidang usaha.
Dalam UUPT tidak mengatur tentang perjanjian nominee tetapi didalam UUPM dalam Pasal 33 ayat (1) mengenai sanksi yang menyebutkan : “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain”. Dalam UUPM tersebut jelas melarang penanam modal
dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain. Hal ini untuk mencegah adanya pelanggaran dari daftar bidang usaha yang tertutup untuk investasi, dimana mengatur mengenai bidang usaha yang diperbolehkan pihak asing untuk masuk dengan pembatasan persentase saham, maupun bidang usaha yang sama sekali tidak diperbolehkan untuk pihak asing.
Dalam UUPM Pasal 33 ayat (2) yang menyebutkan: “Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum”. Jika ada perjanjian semacam itu yaitu salah satunya perjanjian nominee maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum. Tujuan pengaturan hal ini adalah untuk menghindari terjadinya perseroan yang secara normatif dimiliki oleh seseorang, tetapi secara materi atau substansi, pemilik perseroan tersbut adalah orang lain.
Walaupun dalam UUPM terdapat pelarangan secara jelas dan tegas mengenai pelarangan perjanjian nominee namun dalam prakteknya banyak dilakukan, ini menunjukkan pengaturan pelarangan nominee saham dan perjanjian nominee saham tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini menurut Pound, hukum telah gagal untuk merubah masyarakat, dan telah gagal untuk memenuhi kebutuhan – kebutuhan sosial
dimasyarakat. 11 Dianggap telah gagal karena ketidaksanggupan institusi penegak hukum untuk mengetahui adanya perjanjian nominee saham dalam PT. PMA.
Menurut Gustav Radbruch kepastian hukum merupakan salah satu elemen yang disebut cita hukum atau the idea of law disamping elemen keadilan (justice) dan kepatutan (expediency) . Kepastian hukum mensyaratkan hukum menjadi hukum positif (to be positive). Pemakaian nominee dan perjanjian nominee saham dalam prakteknya tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat, ini menunjukkan bahwa adanya kebutuhan pemakaian nominee dan perjanjian nominee dalam dunia investasi terutama investor supaya bisa menjamin kepastian hukum dalam menanamkan investainnya di Indonesia. Ketidakpastian hukum timbul dalam UUPT yang tidak mengatur jelas dan tegas tentang nominee dan perjanjian nominee. Sehingga sanksi dalm UUPM menjadi tidak efisien karena pelarangan perjanjian nominee saham terdapat dalam ruang lingkup yang lebih sempit yaitu hanya pada penanaman modal.
Apabila dianalisis ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM tersebut merupakan penegasan bahwa nominee agreement / documentation tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia, dimana pembedaan antara legal/registered owner dan beneficial owner tidak dipisahkan dalam hukum Indonesia.12 Namun demikian dalam
praktek nominee di Indonesia, para pihak tidak hanya menandatangani perjanjian atau pernyataan yang menegaskan kepemilikan sahamnya dalam suatu PT adalah mutlak untuk dan atas nama orang lain, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) UUPM. Praktek nominee di Indonesia biasanya dilakukan bedasarkan seperangkat dokumen dan perjanjian yang dikenal secara umum dalam pranata hukum Indonesia, seperti perjanjian kredit, perjanjian gadai saham dan surat kuasa atau yang disebut dengan nominee arrangement.
Perjanjian dan kuasa-kuasa tersebut dibutuhkan dalam rangka untuk memberikan kepastian ataupun perlindungan kepada beneficiary sebagai pemilik sebenarnya atas benda yang dimiliki oleh nominee secara hukum. Namun demikian keabsahan nominee arrangement tentu dapat dipertanyakan apabila ditinjau dari Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian.
Syarat pertama dan kedua apabila tidak dipenuhi mengakibatkan suatu perjanjian dapat dibatalkan (voidable), sedangkan syarat ketiga dan keempat apabila tidak dipenuhi mengakibatkan suatu perjanjian menjadi batal demi hukum (null and void). Nominee arrangement yang dilakukan untuk memenuhi syarat pendirian PT dan dalam rangka menghindari pembatasan modal asing dapat dikategorikan sebagai kesepakatan yang bertentangan dengan hukum dan tidak memiliki sebab yang halal. Sehingga perjanjian nominee
arrangement dengan demikian batal demi hukum.
-
2.2 Akibat Hukum Terhadap
Perseroan Terbatas Penanaman
Modal Asing Yang Didirikan Berdasarkan Perjanjian Nominee Saham
Perjanjian nominee merupakan salah satu bentuk khusus dari bentuk perjanjian pada umumnya, sehingga keabsahanya harus dilihat berdasarkan syarat sahnya suatu karena keabsahan perjanjian sangat menentukan
pelaksanaan isi dari perjanjian yang dimaksud. Berdasarkan rumusan Pasal 1337 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa pada dasarnya semua objek perjanjian adalah halal atau
diperbolehkan untuk dituntut
pemenuhan atau pelaksanaannya di hadapan hukum, kecuali jika perjanjian tersebut mengandung hal-hal yang melanggar undang-undang, tidak
diperkenankan atau tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan karena bertentangan dengan kesusilaan dan atau ketertiban umum.
Dengan demikian berarti,
sepanjang diakui oleh undang-undang dan diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya, maka keberadaan
nominee saham tidak perlu
dipersoalkan. Namun demikian, seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada aturan khusus yang
mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam Daftar Pemegang Saham PT, selain Undang-Undang Pasar Modal.
PT. PMA adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian yaitu perjanjian antara pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) dan pemegang saham lokal (perseorangan atau badan hukum) atau antara pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) dengan pemegang saham asing (perseorangan atau badan hukum) yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing dan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang – undang serta peraturan pelaksanaannya yaitu UUPT dan UUPM.
Teori-teori mengenai badan hukum yaitu teori fikti, teori realitas, teori tujuan subyektif, teori pemilikan kolektif, mencoba untuk menerangkan gejala hukum yakni adanya suatu organisasi yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama dengan orang. Disatu pihak hanya oranglah yang dapat menyatakan kehendaknya tetapi dilain pihak harus diakui adanya suatu bentuk “kerja sama” atau kesatuan yang mempunyai hak dan kewajiban orang yang melakukan tindakan hukum atas nama kesatuan tersebut. 13
Dalam konsep nominee saham yang banyak terjadi dalam praktek adalah telah melanggar ketentuan pasal – pasal dalam UUPT yaitu Pasal 1, Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 2. Sebenarnya dalam konsep nominee bahwa PT. PMA didirikan oleh satu orang karena yang mempunyai saham adalah satu orang yaitu beneficiary yaitu warga negara asing sedangkan nominee hanyalah pihak yang dipinjam namanya oleh beneficiary. Kegiatan
-
13 Herline Budiono, 2012, Jurnal Rechts Vinding, Volume 1 Nomor 2, hal 188-189
usaha yang dijalankan PT. PMA tersebut sebenarnya tidak bisa 100% dengan modal asing atau harus bermitra dengan saham lokal atau adanya pembatasan kegiatan usaha oleh pemerintah.
BAB III PENUTUP
Sub bab ini memuat kesimpulan dari pembahasan sebagai jawaban atas kedua masalah yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah, dengan kesimpulan sebagai berikut :
-
1. Dalam mendirikan PT. PMA ada 2 peraturan perundang - undangan yang dijadikan dasar yaitu UUPT dan
UUPM. Dalam UUPT tidak ada pengaturan dan pelarangan secara
jelas dan tegas mengenai nominee
dan perjanjian nominee saham.
Kekosongan norma inilah yang menjadi celah penggunaan nominee saham melalui pejanjian nominee saham dalam mendirikan PT.PMA. Dalam Pasal 33 ayat (1) dan (2) UUPM telah jelas dan tegas tentang pelarangan nominee saham.
Pelarangan sanksi dalam UUPM tersebut sangat jelas bahwa
perjanjian nominee saham yang menyatakan bahwa kepemilikan
saham untuk dan atas nama orang
lain dinyatakan batal demi hukum. Tetapi karena didalam UUPT tidak ada pelarangan yang jelas dan tegas maka dalam prakteknya tumbuh dan berkembang praktek nominee saham, dengan membuat perjanjian nominee karena untuk memenuhi syarat berdirinya PT yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dan
pembatasan |
pemegang |
saham oleh |
pemerintah. |
Konsep nominee saham | |
selain membuat perjanjian dan | ||
pernyataan |
tentang |
kepemilikan |
saham para |
pihak |
membuat |
perjanjian |
melalui |
perjanjian |
simulasi atau perjanjian tidak langsung atau disebut dengan arrangement agreement. Sehingga pengaturan pelarangan nominee saham dalam UUPM dianggap tidak efisien.
-
2. -Akibat hukum dari perjanjian nominee saham apabila dikemudian hari terjadi sengketa dengan
perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak yaitu antara nominee dan beneficiary maka akibat hukum dari perjanjian tersebut batal demi hukum. Maka bagi beneficiary dari sisi kerugian adalah akan kehilangan saham yang diatasnamakan nominee tersebut. Secara de jure saham nominee tersebut adalah mutlak milik nominee sebab nama nominee yang tercatat dalam daftar pemegang saham PT. PMA, namun secara de facto saham tersebut adalah milik beneficiary. Bagi nominee dari sisi kerugian adalah kerugian yang ditimbulkan sebagai akibat dari keputusan yang dibuat oleh
beneficiary dalam pengurusan saham maupun mengeluarkan suara dalam RUPS, maupun akibat-akibat hukum lainnya yang timbul dari keputusan beneficiary. Di hadapan hukum
nominee sebagai pihak yang
bertanggung jawab, hal ini
dikarenakan nominee sebagai pemilik sah menurut hukum atas saham tersebut. Tanggung jawab beneficiary
untuk menanggung kerugian yang diderita nominee tidak dapat
dipaksakan di hadapan hukum karena perjanjian nominee yang dibuat para pihak dinyatakan batal demi hukum.
-
-Akibat hukum dari PT. PMA yang didirikan berdasarkan perjanjian nominee saham yaitu apabila ada gugatan dari pihak yang
berkepentingan terhadap pemegang saham, kalau kita lihat maka akan berlaku ketentuan Pasal 7 ayat (5) dan ayat (6) UUPT.
-Akibat hukum apabila perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak berjalan sesuai dengan kesepakatan para pihak, maka akibat hukum dari beneficiary secara manfaat akan dapat menguasai 100% saham dan mengendalikan perusahaan tanpa terbatas. Sedangkan bagi nominee manfaat yang diperoleh adalah fee yang diberikan oleh beneficiary sebagai imbalan dari nama yang dipinjam oleh beneficiary.
-
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Adapun saran – saran yang bisa diberikan dari kesimpulan diatas adalah: 1. Pembuat undang – udang dan pemerintah agar dalam UUPT diatur jelas dan tegas pelarangan nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham seperti dalam UUPM. Sebagai wacana apabila dikemudian hari nominee saham dengan membuat perjanjian nominee saham
diperbolehkan, maka dalam UUPT dan peraturan perundang undangan yang lain dengan pembatasan – pembatasan lebih lanjut dan sanksi yang lebih tegas.
-
2. Bagi penegak hukum seperti Notaris dan konsultant hukum agar
memberikan penyuluhan hukum
sebelum membuat akta yang
dikehendaki oleh para pihak, karena terjadinya perjanjian nominee dibuat oleh notaris atau konsultant hukum dan tidak ada alasan dibuat perjanjian tersebut karena tidak mengetahui undang – undangnya.
C.S.T Kansil, Christine S.T Kansil, 2000, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas- Asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Cet III, Jakarta.
Kairupan, David, 2013, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing Di Indonesia,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Lloyd’s, Freeman M.D.A., 2001, Introduction to Jurisprudence, 7 edition, Sweet & Maxwell, London
Martin, A Elizabeth, and Law, Jonathan, 2006, A Dictionary of law, Sixth Edition, Oxford University Press, New York Amerika.
Muhammad, Abdulkadir, 1982, Hukum Perjanjian. Alumni, Bandung
____________________, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
R.Subekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.
Radbruch, Gustav, 1950, Legal Philosophy dalam The Legal Philosophies of Lask Radbruch and Dabin, Translated By Kurt Wilk, Harvard University Press, Cambridge Massachusetts.
Salim H.S., 2008, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Supancana , Ida Bagus Rachmadi, 2006, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi langsung di Indonesia, Ghalia Indonesia.
Sunggono, Bambang, 1977, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Hasibuan, Nella , 2012 “ Perjanjian Nominee Yang Dibuat Untuk Penguasaan Tanah Hak Milik Warga Negara Indonesia Oleh Warga Negara Asing” Desertasi, Program Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang
V. Jurnal dan Paper
Herline Budiono, 2012, Jurnal Rechts Vinding, Volume 1 Nomor 2
Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2015-2016
26
Discussion and feedback