Arc. Com. Health • april 2021

ISSN: 2527-3620                                                                        Vol. 8 No. 1: 29 - 42

HUBUNGAN FAKTOR INDIVIDU DAN FAKTOR OKUPASI TERHADAP KELUHAN

MUSCULOSKELETAL DISORDERS PADA PENGRAJIN TENUN IKAT DI KABUPATEN

KLUNGKUNG

Devi Krismayani, Partha Muliawan*

Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*email: [email protected]

ABSTRAK

Keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan hingga sangat sakit. Pengrajin tenun merupakan salah satu pekerja yang berisiko untuk terkena keluhan musculoskeletal disorders dikarenakan proses kerja yang dilakukan secara manual dan terus menerus. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor individu (usia, IMT dan masa kerja) dan faktor okupasi (sikap kerja dan durasi kerja) dengan keluhan MSDs pada pengrajin tenun ikat di Kabupaten Klungkung. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif menggunakan rancangan cross-sectional. Penentuan sampel pada penelitian menggunakan metode accidental sampling dengan jumlah 42 responden. Keluhan MSDs pada pengrajin diukur menggunakan Nordic Body Map (NBM). Hasil menunjukan proporsi keluhan MSDs sebesar 73,81% dengan keluhan terbanyak pada bagian pinggang (73,81%), punggung (69,05%), dan pinggul (54,76%). Terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja, sikap kerja bagian leher, dan sikap kerja bagian punggung (p<0,05). Analisis multivariabel menunjukkan bahwa hanya variabel sikap kerja bagian punggung yang memiliki hubungan bermakna terhadap keluhan MSDs setelah variabel bebas lainnya di kontrol (p<0,05; OR=8,49).

Kata Kunci: Pengrajin tenun ikat, keluhan MSDs, faktor individu dan okupasi

ABSTRACT

The complaint of Musculoskeletal Disorders (MSDs) is a complaint on the skeletal muscle felt by a person ranging from a very mild complaint to terribly ill. Weaving craftsmen is one of the risky workers that suffer from complaint of musculoskeletal disorders because the work process is done manually and continuously. The purpose of this research is to know the relationship between individual factors (age, BMI and working period) and occupational factors (work attitude and duration of work) with complaint of MSDs in weaver in Klungkung Regency. This research is an analytical study with a quantitative approach using cross-sectional design. Determination sample in this study using accidental sampling method (n=42). MSDs complaints on craftsmen are measured using Nordic Body Map (NBM). The result of this study showed that the proportion of MSDs complaints is 73,81% with the most complaints at their waist (73,81%), back (69,05%), and hip (54,76%). There is a positively correlated between tenure, work behaviour at their neck, and work behaviour at their back (p<0,05). Multivariable analysis showed that only work behaviour at their back variable had a significant relationship with the complaint of Musculoskeletal Disorders (MSDs) after the independent variables were controlled (p<0,05; OR=8,49).

Keywords: Ikat Weaving craftsmen, MSDs complaints, individual and occupational factors

PENDAHULUAN

Keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) adalah keluhan pada bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan hingga sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan

keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Tarwaka et al, 2004). Apabila seseorang pekerja mengalami keluhan MSDs secara terus menerus dan tidak ditangani dengan serius tentu akan memberikan dampak bagi kesehatan

pekerja yaitu berupa penyakit dan kecacatan kronis kerja.

National Institute of Occupational Safety and Health (1997) dalam Castrillo-Castrillo, et al (2019) menjelaskan bahwa faktor pekerjaan atau okupasi seperti postur kerja, sikap kerja, durasi kerja dan aktivitas berulang merupakan penyebab utama terjadinya keluhan musculoskeletal disorder (MSDs). Faktor lain seperti kondisi lingkungan yaitu suhu, getaran, dan penerangan dikategorikan menjadi penyebab sekunder terjadinya keluhan MSDs. Selain beberapa faktor di atas, karakteristik individu seperti umur, jenis kelamin, indeks masa tubuh, kebiasaan merokok dan kekuatan fisik dapat mempengaruhi risiko terjadinya keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) (Hutabarat, 2017).

Keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) masih menjadi penyebab utama kecacatan dan kehilangan waktu kerja (Buckle, 2005). Berdasarkan data dari International Labour Organization (2013) dalam program The Prevention Of Occupational Diseases menyebutkan bahwa MSDs menyumbang 40% dari total keseluruhan kasus penyakit akibat kerja di Negara Inggris Raya. Sedangkan kasus MSDs di Indonesia, berdasarkan penelitian Departemen Kesehatan RI tahun 2005 yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, gangguan musculoskeletal menempati posisi tertinggi yaitu sebesar 16% sebagai penyakit yang paling umum diderita oleh pekerja (Marthin et al, 2016).

Pengrajin tenun merupakan salah satu pekerja yang berisiko tinggi untuk terkena keluhan MSDs dikarenakan proses

kerja yang dilakukan secara manual dan terus menerus. Penelitian yang dilakukan oleh Shobur, et al (2019) pada pengrajin Tenun Ikat di Kelurahan Tuang Kentang Kota Palembang tahun 2019, menyebutkan bahwa sebanyak 79,5% pengrajin mengalami keluhan MSDs berat. Provinsi Bali merupakan provinsi yang terkenal akan keragaman budaya dan karya seninya, salah satunya yaitu kain tenun ikat (endek). Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten dengan jumlah industri tenun terbanyak di Provinsi Bali yaitu sebanyak 61 unit industri dengan memperkerjakan 1.253 orang tenaga kerja (Antara et al, 2017).

Hasil studi pendahuluan yang penulis lakukan pada pengrajin tenun ikat di Kabupaten Klungkung di dua buah industri tenun, ditemukan sebanyak 3 orang dari 4 orang yang penulis wawancara mengeluhkan sakit pada bagian pinggang, punggung, lengan dan leher. Proses kerja dilakukan secara manual dengan menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) dengan posisi duduk yang cukup lama.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis melakukan penelitian mengenai hubungan faktor individu dan faktor okupasi terhadap keluhan MSDs pada pengrajin tenun ikat di Kabupaten Klungkung tahun 2020.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kuantitatif menggunakan rancangan cross-sectional, yang dilakukan di industri tenun di Kabupaten Klungkung selama bulan April-Mei tahun 2020. Populasi target pada

penelitian ini adalah seluruh pengrajin tenun ikat di Kabupaten Klungkung. Kriteria inklusi pada penelitian ini yaitu pengrajin tenun ikat yang datang dan terdaftar di lokasi industri tenun dan sedang bekerja di industri tersebut. Sedangkan kriteria eksklusi yaitu pengrajin yang bekerja di sektor rumah tangga.

Teknik pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling dengan jumlah sampel yaitu 42 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM) untuk melakukan pengukuran terhadap keluhan MSDs dan lembar observasi BRIEF Survey untuk mengukur sikap kerja responden.

Data dianalisis secara univariabel dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel. Analisis bivariabel menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% (α=0,05) untuk mengetahui hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung. Serta analisis multivariabel dilakukan dengan uji multiple logistic regression dengan melakukan seleksi terhadap variabel yang memiliki nilai p<0,25 pada analisis bivariabel untuk mengetahui variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel tergantung.

HASIL

  • 1.    Karakteristik Responden

Tabel 1, menunjukan bahwa usia responden paling banyak berada pada umur ≥35 tahun (78,57%), keseluruhan (100%) responden berjenis kelamin perempuan. Ditinjau dari indeks masa tubuh   (IMT),   sebanyak 71,43%

responden memiliki IMT kategori normal,  19,05%  responden kategori

gemuk, dan sebanyak 9,52% responden kategori  obesitas.  Berdasarkan masa

kerja, sebagian besar responden bekerja selama ≥10 tahun (73,81%).

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Karakteristik Responden

Frekuensi

(n)

Proporsi (%)

Umur

≥35 tahun

33

78,57

<35 tahun

9

21,43

Jenis

Kelamin

0

0

Laki-laki

Perempuan

42

100

Indeks Masa

Tubuh (IMT)

0

0

Kurus

30

71,43

Normal

8

19,05

Gemuk

Obesitas

4

9,52

Masa Kerja

≥10 tahun

31

73,81

<10 tahun

11

26,19

  • 2.    Karakteristik Pekerjaan Responden

    Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristis Pekerjaan

    Karakteristik Pekerjaan Responden

    Frekuensi (n)

    Proporsi (%)

    Sikap Kerja

    Sikap Kerja Tangan Kiri

    Risiko Rendah

    37

    88,10

    Risiko Tinggi

    5

    11,90

    Sikap Kerja Tangan Kanan

    Risiko Rendah

    35

    83,33

    Risiko Tinggi

    7

    16,67

    Sikap Kerja Siku Kiri

    Risiko Rendah

    29

    69,05

    Risiko Tinggi

    13

    30,95

    Sikap Kerja Siku Kanan

    Risiko Rendah

    29

    69,05

    Risiko Tinggi

    13

    30,95

    Sikap Kerja Bahu Kiri

    Risiko Rendah

    42

    100

    Risiko Tinggi

    0

    0

    Sikap Kerja Bahu Kanan

    Risiko Rendah

    42

    100

    Risiko Tinggi

    0

    0

    Sikap Kerja Leher

    Risiko Rendah

    25

    59,52

    Risiko Tinggi

    17

    40,48

    Sikap Kerja Punggung

    Risiko Rendah

    12

    28,57

    Risiko Tinggi

    30

    71,43

    Sikap Kerja Kaki

    Risiko Rendah

    32

    76,19

    Risiko Tinggi

    10

    23,81

    Durasi Kerja

    >40 Jam/Minggu

    17

    40,48

    ≤40 Jam/Minggu

    25

    59,52

Pada Tabel 2, responden yang memiliki sikap kerja tingkat risiko tinggi yaitu pada sikap kerja bagian punggung (71,43%) dan bagian leher (40,48%). Sedangkan, keseluruhan responden (100%)

memiliki tingkat risiko rendah pada sikap kerja bagian bahu kanan dan kiri. Proporsi durasi kerja paling tinggi yaitu pada kategori ≤40 jam/minggu sebesar 59,52%.

  • 3.    Keluhan Musculoskeletal

    Disorders (MSDs)

Berdasarkan hasil analisis, didapatkan hasil bahwa sebanyak 73,81% responden mengalami keluhan MSDs, dengan keluhan yang paling banyak dirasakan pada bagian pinggang (73,81%), punggung (69,05%), pinggul (54,76%). (Grafik 1)

Grafik 1. Distribusi Keluhan MSDs pada Pengrajin Tenun Ikat di Kabupaten Klungkung

Keluhan

Musculoskele tai...

100   73.81%

Ada TidakAda

Keluhan Keluhan


■ Keluhan Musculoskelet a I Disorders (MSDs)

  • 4.    Hubungan Faktor Individu Terhadap Keluhan MSDs

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Karakteristik Individu

Faktor Individu

Keluhan MSDs (n=42)

Keluhan     Keluhan

MSDs +      MSDs-      Total    PR   95% CI   p

n %       n %

Usia

≥ 35 tahun

< 35 tahun

24 (72,73)       9 (27,27)        33 (100)    0,93   0,62-1,40   0,76

7 (77,78)        2 (22,22)        9 (100)

Indeks Masa Tubuh

Berisiko

Tidak Berisiko

9 (75)           3 (25)         12 (100)    1,02   0,69-1,51   0,91

22 (73,33)       8 (26,67)        30 (100)

Masa Kerja

≥ 10 tahun

< 10 tahun

26 (83,87)       5 (16,13)        31 (100)    1,84   0,94-3,58   0,01

5 (45,45)        6 (54,55)        11 (100)

Total (N)

31              11             42

Berdasarkan analisis bivariat, didapatkan hasil bahwa masa kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (P<0,05).

Sedangkan usia dan IMT tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p>0,05). (Tabel 3).

  • 5.    Hubungan Faktor Okupasi Terhadap Keluhan MSDs

    Tabel 4. Distribusi Frekuensi Keluhan MSDs Berdasarkan Karakteristik Pekerjaan

    Faktor Okupasi

    Keluhan MSDs (n=42)

    Keluhan MSDs + n %

    Keluhan MSDs-n %

    Total

    PR

    95% CI

    p

    Sikap Kerja

    Sikap Kerja Tangan Kiri

    0,79

    0,37-1,66

    0,45

    Risiko Tinggi

    3 (60)

    2 (40)

    5 (100)

    Risiko Rendah

    28 (75,68)

    9 (24,32)

    37 (100)

    Sikap Kerja Tangan Kanan

    0,96

    0,57-1,60

    0,87

    Risiko Tinggi

    5 (71,43)

    2 (28,57)

    7 (100)

    Risiko Rendah

    26 (74,29)

    9 (25,71)

    35 (100)

    Sikap Kerja Siku Kiri

    Risiko Tinggi

    11 (84,62)

    2 (15,38)

    13 (100)

    1,22

    0,87-1,71

    0,28

    Risiko Rendah

    20 (68,97)

    9 (31,03)

    29 (100)

    Sikap Kerja Siku Kanan

    Risiko Tinggi

    11 (84,62)

    2 (15,38)

    13 (100)

    1,22

    0,87-1,71

    0,28

    Risiko Rendah

    20 (68,97)

    9 (31,03)

    29 (100)

    Sikap Kerja Leher

    Risiko Tinggi

    16 (94,12)

    1 (5,88)

    17 (100)

    1,56

    1,11-2,20

    0,013

    Risiko Rendah

    15 (60)

    10 (40)

    25 (100)

    Sikap Kerja Punggung

    Risiko Tinggi

    26 (86,67)

    4 (13,33)

    30 (100)

    2,08

    1,05-4,12

    0,002

    Risiko Rendah

    5 (41,67)

    7 (58,33)

    12 (100)

    Sikap Kerja Kaki

    Risiko Tinggi

    7 (70)

    3 (30)

    10 (100)

    0,93

    0,59-1,46

    0,753

    Risiko Rendah

    24 (25)

    8 (25)

    32 (100)

    Total (N)

    31

    11

    42

Tabel 4, menunjukan bahwa sikap kerja bagian leher dan sikap kerja bagian punggung memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p<0,05). Sedangkan sikap kerja tangan kiri dan kanan, sikap kerja siku kiri dan kanan, serta sikap kerja kaki tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (P>0,05).

  • 6.    Analisis    Multivariabel    Faktor

Individu dan Faktor Okupasi Terhadap Keluhan MSDs

Hasil      analisis      multivariabel

menunjukkan bahwa hanya variabel sikap kerja bagian punggung yang memiliki hubungan bermakna terhadap keluhan MSDs setelah variabel bebas lainnya di kontrol (OR=8,49,  95%  CI=1,443-50,034,

p<0,05). (Tabel 5).

Tabel 5. Analisis Multivariabel Faktor Individu dan Faktor Okupasi Terhadap Keluhan (MSDs).

Variabel

Model Akhir

Adjusted      95% CI for OR

OR     Lower     Upper

Sikap Kerja Punggung

Risiko Tinggi

Risiko Rendah

8,4957      1,442        50,034      0,018

Sikap Kerja Leher

Risiko Tinggi

Risiko Rendah

7,8481      0,684        89,940      0,098

Masa Kerja

≥ 10 tahun

< 10 tahun

3,5670      0,611        20,792      0,157

DISKUSI

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada penelitian ini diperoleh sebanyak 73,81% mengalami keluhan MSDs. Hasil penelitian dengan jumlah keluhan MSDs lebih tinggi didapatkan pada penelitian Shobur, et al (2019) menyatakan bahwa sebanyak 79,5% pengrajin Tenun Ikat Palembang mengalami keluhan MSDs berat. Sedangkan hasil penelitian dengan jumlah keluhan MSDs lebih rendah didapatkan pada penelitian Sutrani (2018), sebanyak 53,3% pengrajin Tenun Ulos di Kecamatan Siantar Selatan, Kota Pematang Siantar mengalami keluhan MSDs. Keberagaman hasil proporsi keluhan MSDs tersebut kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan jumlah sampel yang digunakan dan adanya perbedaan faktor yang mempengaruhi keluhan MSDs pada masing-masing penelitian.

Apabila ditinjau dari bagian tubuhnya, keluhan MSDs paling banyak dirasakan oleh responden yaitu pada bagian

pinggang (73,81%), punggung (69,05%), pinggul (54,76%), dan leher (52,38%). Hasil tersebut hampir serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutrani (2018), dimana keluhan MSDs paling banyak dirasakan oleh pengrajin Tenun Ulos yaitu bagian pinggang (86,7%), punggung (80%) dan pantat (73,3%). Hal tersebut dikarenakan adanya kemiripan pada proses kerja antara pengrajin Tenun Ikat dan Tenun Ulos. Proses kerja pada kedua pengrajin sama-sama menggunakan ATBM dengan posisi duduk pada waktu yang lama. Sehingga bagian pinggang dan punggung menjadi keluhan yang paling dominan dirasakan oleh kedua pengrajin tersebut.

Variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan keluhan MSDs setelah mengontrol variabel bebas lainnya adalah sikap kerja bagian punggung (OR=8,49, 95% CI=1,442-50,034, p<0,05). Responden dengan risiko tinggi pada sikap kerja bagian punggung berpotensi 8,49 kali lebih berisiko mengalami keluhan MSDs

dibandingkan responden dengan risiko rendah pada sikap kerja bagian punggung. Hal ini dibuktikan dengan bagian punggung merupakan salah satu bagian dengan keluhan MSDs yang paling banyak dirasakan oleh responden (69,05%).

Apabila dilakukan penilaian perbedaan rerata skor keluhan MSDs terhadap kategori risiko tinggi dan risiko rendah pada variabel sikap kerja bagian punggung, didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan rata-rata skor keluhan MSDs pada kategori risiko rendah dan kategori risiko tinggi. Dimana rata-rata skor keluhan MSDs pada kategori risiko rendah sebesar 34,25 dan rata-rata skor keluhan MSDs pada kategori risiko tinggi sebesar 40. Hal ini memiliki arti bahwa responden yang memiliki risiko tinggi pada sikap kerja punggung mengalami keluhan MSDs lebih banyak dibandingkan dengan responden yang memiliki risiko rendah pada sikap kerja punggung

Ketika punggung dalam posisi yang salah seperti membungkuk, maka tulang punggung akan bergerak ke sisi depan bagian tubuh sehingga otot punggung akan berkontraksi. Otot bagian perut dan sisi depan tubuh mengalami pergerakan dan pelenturan, sehingga akan menimbulkan rasa nyeri pada bagian punggung dan sekitarnya. Otot-otot pada punggung juga akan bekerja keras untuk menopang beban anggota gerak atas tubuh yang sedang melakukan pekerjaannya. Hal tersebut mengakibatkan beban kerja akan bertumpu pada daerah pinggang dan menyebabkan otot pinggang sebagai penahan beban utama akan mudah

mengalami nyeri pada otot sekitar punggung bawah dan akan menjalar ke bagian tubuh lainnya (Nino et al, 2018).

Berdasarkan analisis bivariabel terhadap hubungan faktor individu dengan Keluhan MSDs (Tabel 4), didapatkan hasil bahwa usia tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryaningtyas & Martiana (2014) bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan keluhan MSDs (p>0,05) pada perawat. Akan tetapi hasil pada penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shobur, et al (2019) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia berisiko (≥35 tahun) dengan keluhan MSDs (p<0,05) pada Pengrajin Tenun Ikat Palembang. Menurut Hutabarat (2017) keluhan MSDs biasanya pertama dimulai atau dirasakan pada usia 35 tahun. Hal ini dikarenakan adanya degenerasi berupa kerusakan jaringan yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun ke atas, sehingga jaringan yang rusak akan digantikan oleh jaringan parut, dan menyebabkan terjadinya reduksi cairan. Jadi semakin tua usia seseorang maka semakin tinggi risiko untuk mengalami penurunan elastisitas tulang yang dapat memicu terjadinya keluhan MSDs (Arma et al, 2019).

Tidak adanya hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan MSDs, kemungkinan disebabkan karena distribusi frekuensi yang tidak merata, dimana sebagian besar (78,57%) responden pada penelitian ini berusia ≥35. Selain itu,

keluhan MSDs tidak hanya dirasakan pada responden yang berusia ≥35 tahun, namun keluhan tersebut juga banyak dirasakan pada responden dengan usia <35 tahun. Hal ini disebabkan sikap kerja yang tidak alamiah ketika melakukan proses tenun baik pada responden dengan usia ≥35 tahun maupun usia <35 tahun.

Pada variabel IMT, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan keluhan MSDs (p>0,05). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sandi, et al (2015), yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dengan keluhan MSDs pada pekerja pabrik tenun Masari Pamalang (p>0,05). Secara teori, IMT merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs. Semakin berat badan pekerja maka risiko seorang pekerja untuk terkena MSDs akan semakin tinggi (Djaali & Utami, 2019). Hal ini disebabkan karena seseorang yang memiliki berat badan berlebih akan berusaha untuk menopang tubuhnya dengan mengontraksikan otot punggung, apabila hal tersebut dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan adanya penekanan pada bantalan saraf tulang belakang sehingga berisiko untuk timbulnya musculoskeletal disorders (Septiani, 2017).

Tidak adanya hubungan antara IMT dengan keluhan MSDs kemungkinan karena distribusi frekuensi responden yang tidak merata, dimana sebagian besar responden memiliki IMT berkategori tidak berisiko (IMT normal) sebanyak 30 orang (71,43%). Adanya faktor lain yang

berpengaruh dapat menyebabkan variabel IMT tidak memiliki hubungan dengan keluhan MSDs. Selain itu, bekerja sebagai pengrajin tenun tidak melibatkan beban yang berlebih sehingga tidak membutuhkan banyak tenaga. Keluhan pada sistem musculoskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh manusia, biasanya disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka dalam menerima beban, baik berat badan tubuh manusia ataupun beban tambahan lainnya (Ramdan & Laksmono, 2012).

Pada variabel masa kerja, didapatkan hasil bahwa masa kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p<0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shobur, et al (2019) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan keluhan MSDs (p<0,05) pada Pengrajin Tenun Ikat Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian Devi, et al (2017) pada aktivitas pengangkutan beras di PT. Buyung Poetra Pangan, yang menyatakan bahwa masa kerja memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p<0,05).

Pada penelitian ini, sebagian besar responden memiliki masa kerja yang lama yaitu ≥10 tahun (73,81%) dengan masa kerja terlama yaitu 30 tahun. Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keluhan MSDs, dikarenakan semakin lama seseorang bekerja dalam suatu bidang tertentu maka seseorang tersebut akan semakin lama berada dalam postur kerja tertentu

(Yosineba et al, 2020). Cohen, et al (1997) menyatakan bahwa gangguan penyakit atau keluhan pada sistem musculoskeletal hampir tidak pernah terjadi secara langsung, namun gangguan tersebut merupakan suatu akumulasi dari benturan kecil maupun besar secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu, semakin lama masa kerja seseorang, maka daya otot dan tulang secara fisik maupun psikis akan mengalami kejenuhan (Handayani, 2011). Dengan demikian, akumulasi cidera otot tersebut mempunyai peranan penting untuk menimbulkan keluhan MSDs.

Berdasarkan analisis bivariabel terhadap hubungan faktor okupasi dengan keluhan MSDs (Tabel 5), pada variabel sikap didapatkan hasil hanya sikap kerja leher dan punggung memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs seluruh tubuh (p<0,05). Apabila ditinjau dari hasil analisis bivariat sikap kerja dengan keluhan MSDs per bagian tubuh, diperoleh hasil yang sama yaitu sikap kerja bagian leher memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs leher (p<0,05) dan sikap kerja bagian punggung memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs punggung (p<0,05). Sedangkan sikap kerja bagian tangan kiri dan kanan, siku kiri dan kanan, serta kaki tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs per bagian tubuh (p>0,05).

Selain itu, jika dilihat pada hasil analisis univariat ditemukan bahwa proporsi sikap kerja kategori risiko tinggi pada bagian leher dan punggung lebih

besar dibandingkan sikap kerja bagian tubuh lainnya, dengan hasil 40,48% pada sikap kerja leher dan 71,43% pada sikap kerja punggung. Hal ini menunjukan bahwa terdapat kesesuaian hasil pada analisis univariat serta analisis bivariat baik pada sikap kerja dengan keluhan MSDs seluruh tubuh, maupun sikap kerja dengan MSDs per bagian tubuh. Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian pada pekerja pabrik pemotongan kayu X Mranggen, Demak bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap kerja leher dan punggung dengan keluhan MSDs (p<0,05) (Nino et al, 2018). Sikap kerja yang berisiko tinggi dapat terjadi apabila stasiun kerja tidak sesuai dengan antropometri tubuh para pekerja (Ferdyastari et al, 2017). Mahardika dan Pujotomo (2014) menjelaskan bahwa sikap kerja yang salah saat bekerja menunjukkan bukti yang kuat sebagai faktor yang dapat berkontribusi terhadap adanya keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs).

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, sikap kerja responden cenderung statis dan dinamis serta dilakukan secara berulang dan dengan durasi yang cukup lama pada setiap aktivitas tenun. Sebagian besar sikap kerja responden tidak ergonomis pada saat melakukan kegiatan tenun, seperti menunduk ≥30o dan membungkuk ≥20o selama melakukan proses kerja tenun. Hal itu disebabkan karena kursi yang disediakan tidak dilengkapi dengan sandaran yang menopang punggung belakang, serta stasiun kerja yang sebagian besar tidak sesuai dengan ukuran tubuh

responden, terlebih lagi sebagian besar sikap kerja tersebut dilakukan secara berulang yaitu ≥2 kali/menit dengan durasi ≥10 detik.

Pada variabel durasi kerja, didapatkan hasil bahwa durasi kerja tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p>0,05). Hal tersebut sejalan dengan penilitian yang dilakukan Devi, et al (2017) menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara durasi kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja PT. Buyung Poetra Pangan (p>0,05). Durasi kerja atau lama kerja diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa jam kerja yang berlaku yaitu selama 8 jam per hari atau selama 40 jam untuk satu minggu. Durasi kerja yang melebihi batas wajar dapat menurunkan produktivitas kerja, timbulnya kelelahan kerja serta meningkatkan risiko terkena terkena penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Tidak adanya hubungan antara durasi kerja dengan keluhan MSDs pada penelitian ini dikarenakan sebagian besar responden memiliki durasi kerja ≤40 jam/minggu (59,52%), hal ini memiliki arti bahwa sebagian besar responden bekerja pada durasi kerja tidak berisiko, karena jumlah jam kerja tidak melebihi ketentuan dan sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

SIMPULAN

Sebagian besar responden berusia ≥35 tahun, mempunyai IMT normal dan masa kerja ≥10 tahun. Sikap kerja bagian punggung merupakan sikap kerja dengan risiko tertinggi dan sikap kerja bagian

bahu merupakan risiko terendah, serta sebagian besar durasi kerja pengrajin selama ≤40 jam/minggu. Proporsi keluhan MSDs pada pengrajin tenun ikat sebesar 73,81%, keluhan terbanyak dirasakan pada bagian pinggang (73,81%), kemudian bagian punggung (69,05%), dan bagian pinggul (54,76%). Apabila ditinjau dari hasil chi-square, variabel masa kerja, sikap kerja bagian leher, dan sikap kerja bagian punggung memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan MSDs (p<0,05). Sikap kerja bagian punggung merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap keluhan MSDs pada pengrajin tenun ikat dengan OR=8,49.

SARAN

Bagi pihak industri sebaiknya lebih memerhatikan kesehatan dan keselamatan pekerja, terutama mengenai keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) serta melakukan pergantian terhadap kursi pengrajin. Kursi sebaiknya berisikan sandaran dan dilengkapi dengan spons atau bantalan di bagian pantat, mengingat pengrajin tenun ikat bekerja dengan posisi duduk dalam waktu yang lama. Bagi pengrajin tenun ikat di Kabupaten Klungkung diharapkan untuk melakukan peregangan di sela-sela pekerjaan apabila dirasa otot sudah mulai kaku atau nyeri sehingga otot menjadi lebih rileks serta diharapkan rutin untuk melakukan olahraga, agar dapat mengurangi keluhan MSDs.

DAFTAR PUSTAKA

Antara, G. E. D., Utama, M. S. & Marhaeni, A. A. I. . (2017) ‘Analisis Pengaruh

Kapasitas Industri , Pemberdayaan dan     Teknologi     terhadap

Produktivitas serta Kesejahteraan Pelaku Usaha Industri Kain Tenun Ikat di Kabupaten Klungkung’, E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, 6(6), pp. 2223–2256.

Arma, M., Septadina, I. S. &Legiran (2019) ‘Factors Affecting Low Back Pain (LBP) among Public Transportation Drivers’,    Majalah    Kedokteran

Sriwijaya,   51(4), pp. 206–215.

Available                        at:

https://ejournal.unsri.ac.id/.

Buckle, P. (2005) ‘Ergonomics and musculoskeletal        disorders:

Overview’, Occupational Medicine, 55(3),    pp.     164–167.     doi:

10.1093/occmed/kqi081.

Carrillo-Castrillo,  J.  A. et al.   (2019)

‘Analysis       of       required

investigations  of  work-related

musculoskeletal disorders in Spain’,  International  Journal of

Environmental Research and Public

Health,          16(10).          doi:

10.3390/ijerph16101682.

Cohen, A. L,  et al  (1997)  Element of

Ergonomic Program. A Primer Based on Workplace Evaluation of Musculoskeletal Disorders. USA: Departement of Health and Human Service NIOSH.

Devi, T., Purba, I. G. & Lestari, M. (2017) ‘Faktor      Risiko      Keluhan

Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Aktivitas Pengangkutan Beras di PT Buyung Poetra Pangan Pegayut Ogan Ilir’, Jurnal Ilmu

Kesehatan Masyarakat, 8(2), pp. 125– 134. doi: 10.26553/jikm.2016.8.2.125-134.

Djaali, N. A. & Utami, M. P. (2019) ‘Analisis Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Karyawan PT. Control System Arena Para Nusa’, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 11(1), pp. 80–87. doi: 10.37012/jik.v11i1.71.

Ferdyastari, N., Punawati, S. & Adiatmika, I. P. G. (2017) ‘Review Literatur Tentang Aplikasi Ergonomi di Kerajinan      Perak      untuk

Mengantisipasi Kebosanan Kerja dan Keluhan Muskuloskeletal’, Prosiding Seminar dan Workshop PEI 2017, pp. 58–63.

Handayani, W. (2011) Faktor-Faktor yang Berhubungan    dengan    Keluhan

Musculoskeletal Disorders pada Pekerja Bagian Polishing PT. Surya Toto Indnesia. Tbk Tangenrang Tahun 2011. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah.

Hutabarat, Y.    (2017) Dasar-Dasar

Pengetahuan   Ergonomi. Malang:

Media Nusa Creative.

International Labour  Organization.  (2013)

‘The Prevention of Occupational Disease’, in Encyclopedia of Toxicology:   Third Edition. doi:

10.1016/B978-0-12-386454-3.00617-5

Mahardika, T. & Pujotomo, D. (2014) ‘Perancangan Fasitilas Kerja Untuk Mengurangi            Keluhan

Musculoskeletal Disorders (Msds) Dengan Metode Rappid Entire Body Assesment Pada Pekerja

Pembuatan Paving Dan Batako Pada Ukm Usaha Baru’, J@Ti Undip: Jurnal Teknik Industri, 9(2). doi: 10.12777/jati.9.2.109-116.

Marthin, E. J., Kawatu, P. A. T. & Kandou, G. D. (2016) ‘Hubungan Antara Umur, Lama Kerja, Dan Getaran Dengan Keluhan Muskuloskeletal Pada Supir Bus Bus Trayek Bitung-Manado Di Terminal Tangkoko Bitung       Tahun       2016’,

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi-UNSRAT,   5(1), pp. 297–302.

Available                        at:

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.p hp/pharmacon/article/view/11319.

Nino, B. P., Widjasena, B. & Ekawati (2018) ‘Hubungan    Tingkat    Risiko

Ergonomi dan Brban Angkut Terhadap Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pabrik Pemotongan Kayu X Mranggen, Demak’, Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 6(5), pp. 494–501.

Nuryaningtyas, B. M. & Martiana, T. (2014) ‘Analisis Tingkat Musculoskeletal Disorders (MSDs)Dengan The Rapid Upper Limbs Assessment (RULA) Dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan MSDs’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 3(2), pp. 160–169.

Ramdan, I. M. & Laksmono, T. B. (2012) ‘Determinan            Keluhan

Muskuloskeletal pada Tenaga Kerja Wanita      Determinant      of

Musculosceletal         Disorders

Complaint on Female Workers’,

Jurnal    Kesehatan    Masyarakat

Nasional, 7(4), pp. 169–172.

Sandi, P. R., Ekawati & Suroto (2015) ‘Pengaruh Karakteristik Pekerja Terhadap Kejadian Musculoskeletal Disorder  Pada Pekerja Pabrik

Tenun Masari Pemalang’, Jurnal Kesehatan  Masyarakat (e-Journal),

3(1), pp.  429–436. Available at:

http://www.jikm.unsri.ac.id/index.p hp/jikm.

Septiani, A. (2017)  Faktor-faktor Yang

Berhubungan   Dengan   Keluhan

Musculoskeletal  Disorders (MSDs)

Pada Pekerja Bagian Meat Preparation PT. Bumi Sarimas Indonesia Tahun 2017,        Jakarta.        [Skripsi].

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF      HIDAYATULLAH.

Available                        at:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace /bitstream/123456789/37369/1/ANN ISA SEPTIANI-FKIK.pdf.

Shobur, S., Maksuk, M. & Sari, F. I. (2019) ‘Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pekerja Tenun Ikat di Kelurahan Tuan Kentang Kota Palembang’, Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 6(2), pp. 113–122.

Sutrani, E. (2018) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi            Keluhan

Musculoskeletal Disorders ( MSDs ) pada Pekerja Tenun Ulos di Kecamatan Siantar Selatan Kota Pematang Siantar Tahun 2017. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Available at: http://repositori.usu.ac.id/handle/12

3456789/222.

Tarwaka, Solichul Hadi. A. D & Sudiajeng, L.    (2004)    Ergonomi    untuk

Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta:  UNIBA

Press.         Available         at:

http://shadibakri.uniba.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/Buku-Ergonomi.pdf.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Yosineba, T. P., Bahar, E. & Adnindya, M. R. (2020) ‘Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders ( MSDs ) pada Pengrajin Tenun di Palembang kuesioner Nordic Body Map dan variabel bebas dinilai dengan cara observasi postur Upper Limb Assesment ( RULA ). hidup dan produktivitas kerja . WHO juga meru’, Kedokteran dan Kesehatan: Publikasi Ilmiah Fakultas Kedokteran Sriwijaya, 7(1), pp. 59–66. doi: 10.32539/JKK.V7I1.10699.

42