Arc. Com. Health • juni 2020

p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620

Vol. 7 No. 1: 63 - 73

GAMBARAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI KABUPATEN BADUNG DAN KOTA DENPASAR TAHUN 2019

Gusti Nyoman Tri Maha Putra*, Ni Made Utami Dwipayanti

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan dampak yang buruk bagi lingkungan. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) merupakan salah satu cara dalam mengelola sampah. Tercatat terdapat 27 TPST yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Hasil monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan TPS 3R tahun anggaran 2012 oleh Direktorat PLP Cipta Karya menunjukkan keberfungsian TPS 3R masih rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum TPST yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif menggunakan metode cross-sectional. Objek penelitian ini adalah 24 TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 24 TPST yang diteliti, 21 TPST beroperasi dengan aktif dan 3 TPST tidak beroperasi. Lembaga pengelola TPST juga bervariasi dimana mayoritas dikelola oleh kelompok swadyaya masyarakat. Kegiatan pengolahan sampah yang dilakukan di TPST bervariasi yaitu pengangkutan sampah, pengolahan sampah organik, anorganik, serta pengolahan sampah organik dan anorganik. Permasalahan yang dialami oleh TPST adalah kondisi sampah yang masih tercampur dan tingginya residu yang dihasilkan, Penting bagi TPST untuk bekerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan performa TPST.

Kata Kunci : Sampah, tempat pengolahan sampah terpadu

ABSTRACT

Solid waste that is not managed properly can have negative impact on the environment. Material recovery facility (MRF) is one way to manage waste. There were 27 MRF in Badung Regency and Denpasar City recorded. The results of monitoring and evaluation of MRF in 2012 by Direktorat PLP Cipta Karya show that the functioning of the MRF is still low. The purpose of this study was to determine the general description of MRF in Badung Regency and Denpasar City. The data were analyzed descriptively. This research is a descriptive study using cross-sectional method. The object of this research is 24 MRFs in Badung Regency and Denpasar City. The results showed that of the 24 MRFs studied, 21 MRFs operated actively and 3 MRFs did not operate. The MRF management institution also varies where the majority is managed by community. The waste processing activities carried out in MRF vary, namely waste transportation, processing of organic, inorganic waste, and processing of organic and inorganic waste. The problems that experienced by MRF were the condition of the waste that was still mixed, and the high residue produced. It is important for MRF to work with relevant parties to improve the performance of MRF.

Keywords : Solid waste, material recovery facility

PENDAHULUAN

Sampah merupakan sisa dari seluruh aktivitas manusia maupun proses alamiah yang berbentuk padat. Proses pengelolaan sampah yang kurang baik dapat berdampak buruk terhadap lingkungan hidup. Air lindi (leachate) yang terbentuk dalam timbunan sampah mengandung bahan pencemar khususnya zat organik yang sangat tinggi yang

berpotensi mencemari air tanah (Ismansyah, 2009). Setiap tahunnya jumlah sampah di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2008, jumlah sampah di Indonesia sekitar 38,5 juta ton/tahun atau diperkirakan sekitar 80.000 ton sampah yang dihasilkan setiap hari (Friedman, 2013). Khusus di Bali, perkiraan total timbulan sampah yang

dihasilkan sepanjang tahun 2015 diperkirakan mencapai 10.266,40 m3/hari yang mengalami peningkatan mencapai 260,56 m3/hari jika dibandingkan pada tahun 2014 (Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2015).

Pengelolaan sampah merupakan suatu kegiatan pengurangan dan penanganan sampah yang dilakukan secara sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan (Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2008). Salah satu sistem pengelolaan sampah yang diterapkan di Indonesia yaitu Tempat Pengolahan Sampah (TPS) dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle) dan TPST yang kegiatannya berupa pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, dan pendauran ulang skala kawasan (Permen PU Nomor 3 Tahun 2013). Pada prinsipnya, penyelenggaraan TPST hampir sama dengan TPS 3R yang mengarah pada konsep 3R sejak dari sumbernya dengan melibatkan peran aktif pemerintah dan masyarakat (Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2016).

Hasil monitoring dan evaluasi terhadap pengelolaan TPS 3R tahun anggaran 2012 oleh Direktorat PLP Cipta Karya menunjukkan keberfungsian TPS 3R masih rendah. Tercatat sebanyak 20 % TPS 3R tidak berfungsi, 46 % kurang berfungsi dan hanya 34 % yang dapat berfungsi. Parameter yang paling mempengaruhi ketidakberfungsian TPS 3R adalah potensi keberlanjutan program serta peran serta masyarakat (Direktorat PPLP, 2013). Tulisan ini bertujuan untuk

mengetahui gambaran secara umum terhadap TPST yang berada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

METODE

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional deskriptif untuk menggambarkan secara umum TPST yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Objek dari penelitian ini adalah 24 TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar dengan rincian 18 TPST di Kabupaten Badung dan 6 TPST di Kota Denpasar. Data primer berupa data terkait sistem pengelolaan sampah di TPST yang dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara dengan pengurus dan pekerja di masing-masing TPST dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Sedangkan data sekunder berupa profil dari masing-masing TPST berdasarkan dokumen-dokumen yang ada. Data akan dianalisis secara deskriptif dan dipresentasikan secara naratif.

HASIL

Profil TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar

Terdapat 27 TPST yang ada di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yang merupakan binaan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung dan DLHK Kota Denpasar, dimana dari 27 TPST tersebut hanya 24 TPST yang dapat berpartisipasi dalam penelitian ini. Adapun data terkait lokasi dan status TPST yang menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Data Lokasi TPST dan Status TPST

Wilayah TPST

Status TPST

Beroperasi       Tidak Beroperasi

Kabupaten Badung

Kecamatan Kuta Utara

Kecamatan Mengwi

Kecamatan Abiansemal

Kecamatan Kuta Selatan

Kecamatan Petang

Total

2

8

3

2

0

15

0

0

1

0

2

3

Kota Denpasar

Kecamatan Denpasar Utara

Kecamatan Denpasar Timur Kecamatan Denpasar Selatan Kecamatan Denpasar Barat Total

1

1

3

1

6

0

0

0

0

0

Total

21

3

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa mayoritas TPST masih beroperasi. Terlihat bahwa Kabupaten Badung memiliki 3 TPST yang tidak beroperasi sedangkan di Kota Denpasar seluruh TPST masih beroperasi. Terlihat bahwa seluruh Kecamatan yang ada di

Kabupaten Badung dan Kota Denpasar telah memiliki TPST meskipun terdapat 1 kecamatan yang tidak memiliki TPST yang masih aktif beroperasi.

Lembaga pengelola TPST tersebut bervariasi seperti yang terlihat pada tabel berikut.


Tabel 2 Lembaga Pengelola TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar

Lembaga Pengelola TPST

TPST

Kabupaten Badung           Kota Denpasar

KSM

Desa

DLHK

10                                1

5                             4

2                                  1


Perorangan

Tabel diatas menunjukkan bahwa TPST di Kabupaten Badung paling banyak dikelola oleh KSM (Kelompok Swadyaya Masyarakat) sebanyak 10 TPST, sedangkan untuk Kota Denpasar paling banyak dikelola oleh Desa (4 TPST). TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar paling sedikit dikelola oleh perorangan (1

1 0

TPST). Terkait struktur organisasinya, masing-masing lembaga pengelola memiliki struktur organisasi yang hampir sama. Setiap lembaga memiliki struktur organisasi yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan terdapat beberapa TPST yang memiliki koordinator lapangan. Selain itu, seluruh TPST

merupakan binaan dari DLHK dimana TPST masih mendapat pengawasan serta bantuan teknis seperti pelatihan dari DLHK.

Jumlah TPST dalam 1 dekade terakhir terus mengalami peningkatan. TPST di Kabupaten Badung dan Denpasar pertama kali didirikan pada tahun 1988 yaitu Depo Monang-Maning hingga yang

baru berdiri yaitu TPST Desa Bongkasa pada tahun 2018. Rata-rata umur TPST bila umur Depo Monang-Maning tidak dimasukkan dalam perhitungan adalah 7 tahun. Berdasarkan data tersebut, jumlah TPST berdasarkan tahun digambarkan sebagai berikut.

Jumlah TPST Berdasarkan Tahun

Tahun


Gambar 1 Jumlah TPST Berdasarkan Tahun

Data diatas menunjukkan bahwa di awal tahun 2000-an jumlah TPST masih sedikit dan mulai terjadi peningkatan dalam 1 dekade terakhir yaitu di tahun 2006. Peningkatan paling banyak terjadi di tahun 2014 yaitu dengan adanya pendirian sebanyak 7 TPST. Data diatas menunjukkan bahwa dalam 1 dekade terakhir pemerintah mulai fokus dalam

menangani masalah sampah dimana salah satu caranya adalah dengan menambah jumlah TPST yang ada.

Selain itu, tenaga kerja yang dimiliki oleh masing-masing TPST bervariasi dari segi jumlahnya. Adapun data terkait jumlah pekerja di setiap TPST adalah sebagai berikut.

Gambar 2 Jumlah Pekerja di TPST


Berdasarkan grafik diatas, jumlah pekerja di TPST yang menjadi sampel penelitian berada pada rentang 2 hingga 55 pekerja dengan rata-rata sebanyak 16 pekerja. Pekerja di TPST memiliki tugas tersendiri. Secara umum pekerja di TPST terbagi menjadi supir/ tenaga pengangkut sampah, tenaga pemilah dan tenaga pembuat kompos. Masing-masing pekerja akan fokus terhadap tugas yang diberikan.

Khusus tenaga pengangkut sampah di beberapa TPST ikut membantu dalam kegiatan pemilahan sampah setelah selesai melakukan kegiatan pengangkutan sampah.

Pengelolaan Sampah di TPST

Terkait operasional TPST yang menjadi sampel, jumlah sampah yang masuk ke TPST bervariasi seperti pada gambar berikut.

Gambar 3 Jumlah Sampah yang Masuk ke TPST Per Hari


Berdasarkan data diatas, jumlah sampah yang masuk ke TPST per hari berada pada rentang 200 kg/hari hingga 4231 kg/hari dengan rata-rata sebesar

sampah yang masuk, terdapat TPST yang menerima sampah yang sudah terpilah dan masih tercampur dengan rincian sebagai berikut.

1773,2 kg/hari. Berdasarkan kondisi

Tabel 3 Kondisi Sampah yang Masuk ke TPST

Kondisi Sampah Masuk

Jumlah TPST

Kabupaten Badung         Kota Denpasar

Terpilah

2                              1

Tercampur

13                          5

Berdasarkan     tabel

diatas,      sampah anorganik, sampah organik dan

mayoritas kondisi sampah yang masuk ke TPST adalah dalam kondisi tercampur. Hal ini diakibatkan kesadaran masyarakat masih kurang dalam hal pemilahan sampah dari sumbernya.

Sampah yang masuk tersebut selanjutnya akan diolah oleh TPST hingga terkahir diangkut ke TPA. Jenis pengelolaan sampah di TPST bervariasi mulai dari mengolah sampah organik,

anorganik, dan terdapat pula TPST yang tidak melakukan kegiatan pengolahan sampah. TPST yang tidak melakukan pengolahan sampah hanya melakukan pengangkutan sampah dari masyarakat dan langsung dibawa menuju TPA. Berikut adalah data terkait jenis pengelolaan sampah pada TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar.

Tabel 4 Jenis Pengelolaan Sampah pada TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar

Jenis Pengelolaan

Lokasi TPST


Sampah


Kabupaten Badung


Kota Denpasar


Organik

1. Rumah Hijau Puspem Badung 1. Depo Palasari

  • 2.    Terminal Mengwitani         2. Depo Sari Sedana

  • 3.    TPST Sumber Sari Nadi       3. Depo Monang-Maning

Anorganik

  • 1.    TPST Teja Lestari               -

  • 2.    TPST Desa Taman

  • 3.    TPST Tunjung Mas

Organik dan Anorganik

  • 1.    JS. Umas                     1. TPST Kesiman Kertalangu

  • 2.    Rumah Hijau Mengwi        2. TPS 3R Sekar Tanjung

  • 3.    TPST Gelis Nadi

  • 4.    TPST Lembu Tusan

  • 5.    UD. Jimbaran Lestari

Hanya

Pengangkutan

Sampah

  • 1.    Desa Adat Kapal             1. Depo Cemara

  • 2.    TPST Taman Sari Nadi

  • 3.    TPST Desa Sibangkaja

  • 4.    TPST Desa Sangeh

Tidak Beroperasi

  • 1.    TPST Desa Petang            -

  • 2.    TPST Tandan Sari

  • 3.    TPST Desa Bongkasa

Dari data diatas terlihat bahwa

TPST di Kabupaten Badung dan Kota

mayoritas TPST melakukan pengolahan sampah organik dan anorganik. Jumlah

TPST yang tidak mengolah sampah dan tidak beroperasi memiliki jumlah yang cukup banyak (8 buah, 33,33%) bila dibandingkan dengan keseluruhan jumlah

Denpasar.

Manajemen Keuangan di TPST

Terkait kegiatan operasionalnya, dari 21 TPST yang beroperasi/masih aktif memiliki sumber pendanaan yang bervariasi seperti pada gambar berikut.

Sumber Pendanaan TPST

Pemerintah


Gambar 4 Sumber Pendanaan TPST

Berdasarkan grafik, mayoritas TPST sumber pendanaan TPST berasal dari penjualan produk. Retribusi/ iuran dikenakan TPST kepada pelanggannya setiap 1 bulan sekali. Untuk anggaran desa dan instansi pemerintah biasanya diberikan setiap bulan berupa bantuan dalam hal penggajian karyawan maupun perawatan peralatan. Instansi pemerintah

yang memberikan anggaran yaitu DLHK. Dana yang didapat dari penjualan produk merupakan keuntungan yang didapat TPST untuk penjualan kompos dan sampah anorganik yang telah terpilah. Terkait gaji karyawan, terdapat TPST yang sudah menggaji karyawannya sesuai dengan UMR yang berlaku dan yang belum menggaji karyawannya sesuai

dengan UMR yang berlaku. Adapun      menggaji karyawannya sesuai dengan

jumlah TPST yang sudah dan belum      UMR yang berlaku adalah sebagai berikut.

Gaji Karyawan

■ Sesuai UMR ■ Tidak Sesuai UMR


Gambar 5 Jumlah TPST Berdasarkan

Data diatas menunjukkan banyak TPST yang belum mampu untuk memberikan gaji yang sesuai dengan UMR yang berlaku.

DISKUSI

Manajemen Pengolahan Sampah di TPST

Kegiatan pengolahan sampah di TPST meliputi penampungan sampah, pemilahan sampah, pengolahan sampah organik, pengolahan sampah anorganik hingga pengangkutan residu ke TPA (Permen PU No 3 Tahun 2013). TPST yang hanya melakukan pengangkutan sampah tidak dapat melakukan pengolahan sampah karena kondisi mesin yang rusak. Rusaknya mesin yang dimiliki mengakibatkan TPST tidak dapat melakukan kegiatan pengolahan sampah sehingga TPST langsung mengangkut sampah dari pelanggan langsung ke TPA.

Terkait TPST yang tidak beroperasi, yaitu TPST Desa Bongkasa yang terkendala masalah legalitas, TPST Desa Petang yang terkendala akibat masalah regulasi dan TPST Tandan Sari yang tidak beroperasi akibat terkena longsor.

Secara organik sampah diolah menjadi kompos serta terdapat pula sampah yang dijual sebagai pakan ternak. Untuk anorganik, sampah dipilah kemudian dijual kepada pengepul atau disalurkan ke Bank Sampah Sentral Badung (BSSB) bagi TPST yang berada di Kabupaten Badung. Sedangkan TPST yang tidak melakukan kegiatan pengolahan sampah hanya mengangkut sampah dari masyarakat dan langsung dibawa ke TPA. Secara sederhana, proses pengelolaan sampah pada TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar seperti diagram berikut.

Gambar 6 Diagram Alir Proses Pengelolaan Sampah di TPST


Sampah yang masuk ke TPST akan dipilah terlebih dahulu kedalam 2 kategori yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Proses pemilahan dapat berlangsung selama 1 hari penuh. Sampah yang telah terpilah kemudian akan diolah menurut kategorinya. Sampah organik yang telah dipilah akan diolah menjadi kompos. Sistem pengomposan yang diterapkan di TPST adalah sistem open windrow. Proses pertama dari pembuatan kompos sistem open windrow yaitu pencacahan sampah yang dilakukan dengan mesin pencacah. Sampah yang telah dicacah memliki panjang sekitar 5-7 cm. Sampah yang telah dicacah kemudian dikumupulkan pada satu area kemudian diberi starter. Selanjutnya sampah ditumpuk pada bambu yang sudah disediakan. Selain itu sampah tersebut diaduk setiap hari dan juga disiram apabila terlihat kering untuk menjaga kelembaban. Waktu yang diperlukan mulai dari awal hingga kompos menjadi matang sekitar 1 bulan, namun masih terdapat beberapa TPST yang waktu pematangan komposnya lebih dari 1 bulan. Kompos yang telah matang kemudian diayak sebelum dikemas. Kompos dikemas dengan berat yang bervariasi di setiap TPST mulai dari 5 kg

hingga 25 kg. Harga kompos yang dijual rata-rata sebesar Rp 1.000,00 per kilogram. Kompos ini selanjutnya dijual kepada masyarakat atau petani di sekitar TPST dan khusus bagi TPST yang dikelola oleh DLHK kompos yang dihasilkan digunakan untuk memupuk taman yang dimiliki oleh DLHK. Selain itu sampah organik berupa sisa-sisa makanan seperti daging, ikan dan buah-buahan dijual sebagai pakan ternak.

Pengolahan sampah anorganik di TPST untuk saat ini masih sebatas dalam pemilahan menjadi beberapa kategori seperti botol, plastik, kertas, dan lain-lain dan langsung dijual kepada pengepul tanpa dilakukan proses lanjutan. Sampah anorganik yang telah dipilah baru akan dijual apabila jumlah yang dihasilkan sudah cukup banyak. Tidak semua sampah yang telah dipilah dapat diolah secara organik maupun anorganik. Sampah ini masuk dalam kategori residu dan akan diangkut menuju TPA. Sampah yang tergolong dalam residu berupa popok bayi, kertas nasi, styrofoam, pembalut, mika, masker, dan lain-lain. Sampah residu yang telah dikumpulkan selanjutnya akan diangkut menuju TPA Suwung. Berdasarkan hasil observasi, masih banyak TPST yang menghasilkan

residu > 40% dari total sampah yang

dikelola dimana idelanya volume sampah yang diangkut ke TPA < 30% dari total sampah yang dikelola (Kementerian PUPR, 2016). Hal tersebut dikarenakan kondisi sampah yang masih tercampur serta minimnya pekerja yang dimiliki sehingga proses pemilahan sampah tidak dapat berlangsung dengan optimal hingga akhirnya banyak sampah yang masih bisa terpilah langsung diangkut menuju TPA. Manajemen Pengelolaan Keuangan di TPST

Sumber    pendanaan    TPST

bervariasi untuk setiap TPST. Dana yang didapat tersebut kemudian dikelola dan digunakan untuk membiayai seluruh kegiatan operasional TPST seperti penggajian    karyawan,    perawatan

peralatan dan lain-lain. Mayoritas TPST telah memiliki buku kas dalam pengelolaan keuangannya namun masih banyak TPST yang uangnya masih dipegang bendahara. Menurut Pedoman Teknis Pelaksanaan Kegiatan TPS 3R (Kementerian PUPR, 2016), idealnya TPST memiliki buku kas dan dana disimpan di bank yang bertujuan untuk mengetahui sumber dan jumlah pemasukan serta pengeluaran pada TPST sehingga dapat memperkirakan biaya/ kebutuhan yang diperlukan kedepannya. Pengelolaan keuangan yang baik juga dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan dana yang ada di TPST. Pihak TPST beranggapan bahwa kedua hal tersebut sama namun hal yang lebih diutamakan adalah TPST memiliki buku kas sehingga pengelolaan keuangan di TPST dapat tercatat dengan baik yang nantinya mempengaruhi performa TPST ke depannya.

Biaya pengeluaran TPST tertinggi merupakan biaya yang dikeluarkan TPST untuk menggaji karyawan. TPST tidak dapat menggaji karyawan sesuai dengan UMR yang berlaku dikarenakan keuangan TPST akan mengalami defisit apabila gaji yang diberikan sesuai dengan UMR. TPST yang memberikan sudah memberikan gaji sesuai UMR kebanyakan TPST yang dikelola oleh Desa dimana pihak Desa sudah menganggarkan dana terkait penggajian karyawan di TPST. Bantuan dana dari pihak Desa tersebut dapat membantu TPST dalam meringankan perekonomian TPST. Menurut Haeruddin (2017), pemberian gaji yang sesuai dapat meningkatkan kinerja dan motivasi pekerja sehingga produktivitasnya meningkat, dimana secara tidak langsung juga dapat mendongkrak performa TPST. Selain itu, pemberian gaji yang sesuai dengan UMR juga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk bekerja di TPST.

SIMPULAN

Dari 24 TPST di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, terdapat 21 TPST yang aktif beroperasi dan 3 TPST yang tidak beroperasi saat penelitian berlangsung. Lembaga pengelola TPST juga bervariasi dimana mayoritas dikelola oleh KSM. Kegiatan pengolahan sampah yang dilakukan di TPST bervariasi yaitu pengangkutan sampah, pengolahan sampah organik, anorganik, serta pengolahan sampah organik dan anorganik. Terdapat beberapa sumber pendanaan untuk kegiatan operasional TPST, yaitu retribusi/ iuran pelanggan,

anggaran desa, anggaran instansi pemerintah, dan penjualan produk. Mayoritas sumber pendanaan TPST berasal    dari    penjualan    produk.

Permasalahan yang dialami oleh TPST adalah kondisi sampah yang masih tercampur, tingginya residu   yang

dihasilkan, manajemen keuangan yang belum optimal, dan pemberian gaji yang belum sesuai UMR.

SARAN

Penting bagi   TPST   untuk

bekerjasama dengan   pihak   terkait

terutama pemerintah setempat maupun dinas terkait yaitu DLHK untuk meningkatkan performa TPST. Kerjasama yang dilakukan dapat berupa pemberian pelatihan dan pengawasan oleh pemerintah setempat atau DLHK terhadap kegiatan di TPST. Selain itu pemerintah setempat dan DLHK juga dapat    membantu    TPST    terkait

pengelolaan keuangan di TPST agar lebih optimal kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat PPLP., (2013). Paparan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan 3R. Kementerian Pekerjaan Umum.

Friedman, J. (2013). Memeperkuat Lingkungan Kelembagaan untuk Manajemen Persampahan Perkotaan, Jurnal    Prakarsa    Infrastruktur

Indonesia. Edisi 15. Oktober 2013: 12-18.

Citizenship Behaviour ( OCB ) pada Hotel Grand Clarion di Makassar. Jurnal    Aplikasi    Manajemen,

Ekonomi dan Bisnis, 2(1): 11-21.

Ismansyah. (2009). Kriteria teknis pembangunan dan operasional TPA sampah . Standar Nasional Indonesia (SNI)    bidang    persampahan

Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan        Penyehatan

Lingkungan Permukiman. (2016). Petunjuk Teknis TPS 3R. Jakarta.

Pemerintah Provinsi Bali. (2015). Laporan Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2015. Pemerintah Provinsi Bali: Denpasar.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No 3 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana    Persampahan    dalam

Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia, 2008. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang    Pengelolaan    sampah.

Sekretariat Negara. Jakarta.

Haeruddin, M.I.M. (2017). Pengaruh Gaji dan Insentif terhadap Kinerja Karyawan    dan    Organisational

73