IMPLEMENTASI REGISTER BERBASIS ELEKTRONIK PADA SKDR UNTUK MENCEGAH PENYAKIT BERPOTENSI KLB DI KOTA DENPASAR DAN KABU-PATEN BULELENG TAHUN 2019
on
Arc. Com. Health • juni 2020
p-ISSN 2302-139X e-ISSN 2527-3620
Vol. 7 No. 1: 30 - 40
IMPLEMENTASI REGISTER BERBASIS ELEKTRONIK PADA SKDR UNTUK MENCEGAH PENYAKIT BERPOTENSI KLB DI KOTA DENPASAR DAN KABUPATEN
BULELENG TAHUN 2019
Ni Kadek Sri Dewi Kadari*, Made Pasek Kardiwinata
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
*email : [email protected]
ABSTRAK
Petugas surveilans puskesmas tidak memiliki pencatatan berdasarkan nama, sehingga Dinas Kesehatan Provinsi Bali sejak tahun 2018 mengembangkan register elektronik SKDR dengan menggunakan Microsoft Excel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana implementasi dari register elektronik SKDR di seluruh puskesmas di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng tahun 2019. Desain penelitian ini crosssectional deskriptif dengan sampel 11 puskesmas di Kota Denpasar dan 20 di Kabupaten Buleleng, responden dalam penelitian ini petugas surveilans puskesmas. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan petugas surveilans di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng yang menggunakan dan mengerti fungsi dari menu register sebesar 63.6% dan 100%. Melakukan pencatatan dengan register elektronik sebesar 54.5% di Kota Denpasar dan 100% di Kabupaten Buleleng. Data yang dianalisis oleh petugas sebesar 63.6% di Kota Denpasar dan 100% di Kabupaten Buleleng. Data yang lengkap dilaporkan oleh petugas sebesar 63.6% di Kota Denpasar dan 100% di Kabupaten Buleleng. Petugas yang mengirim sheet mingguan register di Kota Denpasar sebesar 0% dan 95.5% di Kabupaten Buleleng. Masih rendahnya petugas surveilans yang melakukan pencatatan dan pelaporan di Kota Denpasar dibandingkan Kabupaten Buleleng, maka diperlukan penelitian lebih lanjut terkait factor penyebab.
Kata kunci : Implementasi, Register Elektronik, SKDR
ABSTRACT
Health center surveillance officers never record the data by name, the Provincial Health Office of Bali since 2018 has developed an electronic register for early alert and response system therefore using Microsoft Excel. This study to know how the implementation an electronic register of SKDR in all health centers in Denpasar City and Buleleng Regency in 2019. The study design was crosssectional descriptive with as a sample 11 health centers in Denpasar and 20 in Buleleng the responden of the study was the health center surveillance officers. The data collecting by interviewing using a questionnaire. Health center surveillance officers have used and understood the functions of register menu, which is 63.6% in Denpasar and 100% in Buleleng. The surveillance officers that record using an electronic register is 54.5% in Denpasar and 100% in Buleleng. Have analys the data 63.6% of officers in Denpasar and 100% in Buleleng. Complete data reported using an electronic register 63.6% by Denpasar and 100% by Buleleng. Officers reporting in Denpasar were 0% and 95.5% in Buleleng. The low level of surveillance officers who record and report in Denpasar compared to Buleleng,further research is needed regarding the causal factors
Key Word : Implementation, Electronic Register, SKDR
PENDAHULUAN meningkatnya kejadian kesakitan
Indonesia merupakan salah satu dan/atau kematian yang bermakna secara
Negara dengan tingkat mobilisasi epidemiologi pada suatu daerah dalam
penduduk yang cukup tinggi. Tingkat kurun waktu tertentu dan merupakan
mobilisasi yang tinggi akan menyebabkan keadaan yang dapat menjurus pada ter-
perubahan pola penyakit yang akan ber- jadinya wabah. Salah satu cara untuk
potensi menimbulkan Kejadian Luar Biasa mencegah penyakit yang berpotensi KLB
(KLB). Menurut Permenkes Nomor 45 Ta- adalah dengan memperkuat sistem survei-
hun 2014, KLB adalah timbulnya atau lans penyakit dan respon secara global di
setiap negara. Dasar sistem surveilans adalah untuk mengumpulkan jumlah data minimum untuk memberikan gambaran dasar dari semua penyakit (ecdc, 2008). Setiap negara perlu memiliki sistem peringatan secara dini serta respon sebagai bagian dari pengawasan rutin dalam hal kedaruratan (WHO, 2017). EWARS (Early Warning Alert and Response System) merupakan salah satu implementasi dari peringatan dini yang memberikan informasi mengenai outbreak penyakit potensial diantara >700.000 pengungsi Rohingya dipemukiman. EWARS membantu dalam menargetkan kampanye vaksinasi campak baru dan menyelidiki dugaan wabah akut sindrom penyakit kuning (Karo, et al., 2018). Salah satu implementasi peringatan dini dilakukan di Somalia dalam mendeteksi wabah polio sehingga penyebaran penyakit dapat ditangani dengan cepat dengan menerapkan EWARN (Early Warning Alert and Response Network). EWARN juga dapat mendeteksi outbreak campak dan kolera di Somalia, berjalannya sistem ini dengan baik menjadikan EWARN sebagai sumber data kesehatan yang akurat (CDC, 2016).
Pada tahun 2009 Kementerian Kesehatan merancang sebuah Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) sebagai sistem surveilans untuk menanggulangi penyakit menular yang berpotensi KLB. Dinas Kesehatan Provinsi Bali sudah menerapkan surveilans SKDR sejak tahun 2014. Tujuan dari dikembangkannya SKDR adalah untuk memberikan peringatan deteksi dini KLB pada penyakit menular, meminimalisir angka kesakitan/kematian, memonitor kecenderungan dari penyakit menular dan dapat
menilai dampak program dari pengendalian penyakit yang spesifik. Terdapat tiga indikator keberhasilan dari SKDR yaitu kelengkapan, ketepatan dan alert yang direspon (Kemenkes RI, 2012).
Pelaksanaan SKDR yang digagas oleh pusat hanya mengirimkan SMS yang isinya jumlah suspek penyakit serta kode dari penyakit tersebut tanpa disertai pencatatan oleh petugas surveilans kabupat-en/kota. Petugas surveilans puskesmas tidak memiliki pencatatan by name, sehingga jika muncul alert petugas kabupat-en/kota akan sulit dalam melakukan verifikasi. Maka dirancang sebuah register elektronik dengan software Microsoft Excel yang bertujuan untuk mencatat kasus mingguan secara by name yang ada di puskesmas. Register elektronik tersebut dirancang pada tahun 2018 oleh Seksi Surveilans dan Imunisasi Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Dirancang pada bulan April – Mei 2018, kemudian dilakukan uji coba pada bulan Juni 2018 yang bertempat di Dinas Kesehatan Kabupaten Badung dan Dinas Kesehatan Provinsi Bali yang dihadiri oleh seluruh kepala puskesmas se- Provinsi Bali. Pada bulan Oktober dilakukan sosialisasi penggunaan register elektronik SKDR pada setiap Dinas Kesehatan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Register ini dapat memunculkan alert berupa grafik sehingga memudahkan petugas surveilans puskesmas untuk memantau jika terjadi penambahan kasus.
Pada tahun 2005 Indonesia pernah mengalami KLB polio karena masuknya virus dari Negara lain, sebanyak 349 kasus (termasuk 46 kasus VDVP tipe 1). Pada tahun 2017 jumlah alert yang muncul di
Provinsi Bali terdapat 697 kasus keracunan makanan, 154 kasus Rubella dan 107 kasus Chikungunya. Berdasarkan distribusi KLB di Provinsi Bali, kejadian KLB tertinggi terdapat di Kabupaten Buleleng sedangkan kejadian KLB terendah terdapat di Kota Denpasar (Dinkes Prov Bali, 2018). Berdasarkan rekapan data yang sudah dibuat oleh Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Bali dari minggu 1 – 52 epidemiologi didapatkan hasil Kabupaten Buleleng memiliki jumlah peringatan dini tertinggi di Provinsi Bali sebanyak 876 kasus. Kabupaten Buleleng hanya merespon kurang lebih setengah dari jumlah alert yang muncul dari 20 puskesmas yang ada. Kota Denpasar memiliki peringatan dini terendah dengan 112 kasus. Untuk jumlah alert yang direspon di Kabupaten Buleleng sebanyak 480 kasus sedangkan Kota Denpasar 103 kasus (Dinkes Prov Bali, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang sudah dilakukan pada salah satu puskesmas di Kota Denpasar register elektronik SKDR sudah digunakan mulai bulan Januari 2019. Sebelum adanya register elektronik ini, pencatatan dilakukan secara manual menggunakan formulir yang berisi jumlah kasus dan nama penyakit. Beliau juga mengaku belum pernah mengirimkan sheet mingguan dari register elektronik kepada petugas surveilans SKDR di Dinas Kota Denpasar. Berdasarkan hasil dari studi pendahuluan tersebut, penulis tertarik ingin meneliti tentang bagaimana implementasi register berbasis
elektronik SKDR pada puskesmas di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini adalah cross sectional deskriptif untuk melihat bagaimana implementasi register berbasis elektronik SKDR pada puskesmas di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng.
Sampel dalam penelitian ini adalah 20 puskesmas di Kabupaten Buleleng dan 11 puskesmas di Kota Denpasar dengan responden petugas surveilans puskesmas. .
Kriteria eksklusi penelitian ini Petugas surveilans puskesmas yang menolak menjadi responden penelitian. Teknik pengambilan sampel pada penelitian kuantitatif ini dengan Total Sampling. Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan petugas surveilans puskesmas yang menjadi sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui Web SKDR Provinsi Bali. Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner dengan metode wawancara menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh akan dikumpulkan dan dianalisis secara statistik untuk mengetahui persentase setiap variabel sehingga mampu menggambarkan bagaimana implementasi register elektronik SKDR di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng.
HASIL PENELITIAN
Berikut ini merupakan hasil dari karakteristik petugas surveilans puskesmas di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng.
Tabel 1 Gambaran Karakteristik Responden di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng
VARIABEL |
DENPASAR (%) |
BULELENG (%) |
JUMLAH | |
Umur |
(<45th) |
4 (36.4) |
8 (40.0)) |
12 |
(≥45th) |
7 (63.6) |
12 (60.0) |
19 | |
Pendidikan Terakhir |
PT |
4 (36.4) |
18 (90.0) |
22 |
Non PT |
7 (63.6) |
2 (10.0) |
9 | |
Lama Bekerja |
Lama (≥2 th) |
9 (81.8) |
19 (95.0) |
28 |
Baru (<2th) |
2 (18.2) |
1 (5.0) |
3 | |
Tugas Rangkap |
Ya |
11 (100.0) |
20 (100.0) |
31 |
Tidak |
0 (0.0) |
0 (0.0) |
0 | |
Pernah mengikuti so- |
Ya |
10 (90.9) |
19 (95.0) |
29 |
sialisasi penggunaan |
Tidak |
1 (9.1) |
1 (5.0) |
2 |
register elektronik
SKDR
Berdasarkan tabel di atas, responden di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng sebagian besar memiliki umur (≥45th), sebanyak 7 orang (63.6%) di Kota Denpasar dan 12 orang (60%) di Kabupaten Buleleng. Pada tingkat pendidikan, sebagian besar responden di Kota Denpasar lulusan Non Perguruan Tinggi sebanyak 7 orang (63.6%), kemudian untuk responden di Kabupaten Buleleng sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 18 responden (90.0%). Pada variabel lama bekerja, sebagian besar responden di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng merupakan petugas surveilans lama yang
terdiri dari 9 orang (81.8%) dan 19 orang (95.0%). Seluruh responden di Kota Denpasar maupun Kabupaten Buleleng memiliki tugas rangkap (100%). Sebagian besar responden pernah mengikuti sosialisasi penggunaan register elektronik SKDR sebanyak 10 responden 90.9% pada Kota Denpasar dan sebanyak 19 responden (95%) pada Kabupaten Buleleng.
Berikut ini merupakan tabel sarana dalam implementasi register elektronik SKDR berupa komputer/laptop dan sambungan internet di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng
Tabel 2 Sarana dalam Implementasi Register Elektronik SKDR di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng
VARIABEL DENPASAR BULELENG JUMLAH
(%) (%)
Sarana Lengkap 11 (100.0) 18 (90.0) 29
Tidak Lengkap 0 (0.0) 2 (10.0) 2
Tabel di atas merupakan data sarana yang dgunaan oleh responden dalam menunjang kegiatan surveilans di puskesmas. Pada tabel tersebut responden di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng sudah memiliki sarana yang lengkap, yaitu 11 petugas surveilans (100%) dan 18 petugas surveilans (90.0%).
Tabel 3 Implementasi Register Elektronik Buleleng
Berikut ini merupakan komponen yang terdapat dalam mengimplementasikan register elektronik SKDR, terdapat 6 komponen yang harus dilengkapi oleh petugas surveilans dalam upaya mengimplementasikan register elektronik SKDR di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng tahun 2019.
SKDR di Kota Denpasar dan Kabupaten
IMPLEMENTASI REGISTER ELEKTRONIK SKDR |
DENPASAR BULELENG Ya (%) Tidak (%) Total Ya (%) Tidak (%) Total |
Menggunakan register Mengerti dengan fungsi pada menu register Melakukan pencatatan menggunakan register Menganalisis data Kualitas data yang dihasilkan Melakukan pelaporan |
7 (63.6%) 4 (36.4%) 11 20 (100.0%) 0 (0.0%) 20 7 (63.6%) 4 (36.4%) 11 20 (100.0%) 0 (0.0%) 20 6 (54.6%) 5 (45.4%) 11 20 (100.0%) 0 (0.0%) 20 7 (63.6%) 4 (36.4%) 11 20 (100.0%) 0 (0.0%) 20 7 (63.6%) 4 (36.4%) 11 20 (100.0%) 0 (0.0%) 20 0 (0.0%) 11 (11.0%) 11 19 (95.0%) 1 (5.0%) 20 |
Berdasarkan tabel dari komponen implementasi didapatkan hasil diantaranya, dalam menggunakan dan mengerti fungsi pada menu register sebagian besar petugas surveilans di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng sudah melakukannya sebesar 63.6% dan 100%. Kemudian pada komponen melakukan pencatatan menggunakan register, petugas surveilans di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng sudah melakukannya sebesar 54.6% dan 100%. Petugas surveilans yang sudah melakukan analisis data di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng sebesar 63.6% dan 100%. Pada kualitas data yang
dihasilkan yang mencakup orang, tempat dan waktu sebagian besar sudah cukup baik, untuk di Kota Denpasar sebesar 63.6% dan 100% di Kabupaten Buleleng. Pada komponen implementasi dalam melakukan pelaporan berupa mengirim 1 sheet mingguan ke petugas surveilans di Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten melalui aplikasi WhatsApp. Kota Denpasar tidak melakukannya dan sebesar 95.5% Kabupaten Buleleng sudah melaksanakannya.
DISKUSI
Salah satu kewaspadaan dini yang dapat dilakukan adalah memperkuat sistem surveilans. Surveilans kesehatan
masyarakat dapat dilakukan dengan cara pengumpulan data yang sistematis dan melakukan analisis data yang relevan untuk menyediakan informasi terbaru. Hal tersebut menjadi dasar penting untuk membuat keputusan oleh pemangku kebijakan kesehatan dalam upayaa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (RKI, 2018)
Pada implementasi register elektronik SKDR terdapat enam komponen yang harus dipenuhi oleh petugas survei-lans puskesmas, antara lain menggunakan register elektronik SKDR, mengerti dengan fungsi pada menu register, melakukan pencatatan menggunakan register, menganalisis data, kualitas data yang dihasilkan serta melakukan pelaporan dengan mengirimkan 1 sheet mingguan kepada petugas surveilans Ka-bupaten/Kota menggunakan aplikasi WhatsApp. Selain variabel implementasi, variabel karakteristik dan sarana juga diteliti. Implementasi register elektronik SKDR yang di laksanakan di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng, sebelumnya sudah dilakukan sosialisasi cara penggunaan register elektronik SKDR tersebut. Sosialisasi sudah sebanyak satu kali di masing – masing Dinas Kesehatan oleh petugas surveilans dan imuniasi dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Berbagai strategi dapat dikembangkan dengan baik, akan tetapi gagal di implementasikan, maka sangat diperlukan pengelolaan strategi implementasi yang baik (Baroto, Arvand, & Sh. Ahmad, 2014).
Berdasarkan tabel 3 petugas sur-veilans di Kota Denpasar maupun di Kabupaten Buleleng sebagian besar sudah menggunakan dan mengerti dengan
fungsi dari menu register elektronik SKDR, yaitu 63.6% dan 100%. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di Kota Denpasar, petugas mengaku alasan tidak menggunakan register elektronik kemungkinan karena ketidakpahaman petugas dalam menggunakannya. Hal tersebut dikarenakan sosialisasi penggunaan register hanya dilakukan sekali dan ada petugas yang tidak mengikuti sosialisasi.
Petugas surveilans puskesmas di Kota Denpasar yang sudah melakukan pencatatan mingguan ke register elektronik SKDR sebesar 54.5% dan di Kabupaten Buleleng sebesar 100%. Data di input dalam register sudah mengikuti unsur – unsur yang ada dalam laporan W2. Penelitian yang dilakukan oleh Mo-narchah (2006) di Dinas Kesehatan Kota Semarang mengenai laporan W2 yang berisi kode puskesmas yang melaporkan, minggu melakukan pelaporan, bulan dan tahun, nama pasien, jenis kelamin, umur, alamat serta penyakit yang diderita.
Analisis data sederhana berupa grafik berdasarkan register elektronik SKDR per penyakit dan waktu oleh petugas di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng, yaitu sebesar 63.6% dan 100%. Register elektronik SKDR akan memunculkan grafik secara otomatis jika sudah melakukan pencatatan. Grafik tersebut akan diinterpretasikan dalam bentuk laporan oleh petugas surveilans puskesmas. Sejalan yang dilakukan oleh penelitian Sitepu et al (2010) analisis perkembangan penyakit disajikan dalam bentuk tabel dan grafik menurut tempat kejadian dan akan menginformasikan hasilnya ke seluruh unit pelayanan puskesmas.
Data yang dihasilkan dari register elektronik SKDR sudah lengkap karena mencakup orang, waktu dan tempat dari pasien. Sebagian besar petugas surveilans di Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng sudah memiliki data by name sebesar 63.6% dan 100%. Data lengkap yang dihasilkan oleh register elektronik SKDR, sangat membantu petugas surveilans puskesmas maupun petugas surveilans di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam melakukan validasi data dan analisis data. Pada penelitian Sitepu et al (2010) juga menunjukkan bahwa analisis data dilakukan berdasarkan data orang, waktu dan tempat sehingga akan membantu petugas puskesmas dalam melakukan pemantauan mingguan, laporan mingguan wabah, laporan bulanan program serta desa/kelurahan yang rawan.
Dalam hal melakukan pelaporan dengan mengirim 1 sheet mingguan pada register elektronik SKDR menggunakan aplikasi WhatsApp. Petugas surveilans di Kota Denpasar sama sekali tidak ada yang mengirim 1 sheet mingguan ke petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, hal tersebut kemungkinan karena masih adanya wacana uji coba dalam mengimplementasikan register elektronik. Responden di Kabupaten Buleleng sudah hampir seluruhnya mengirim 1 sheet mingguan register elektronik SKDR ke petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng sebesar 95.0%. Ada satu petugas surveilans di Puskesmas Kubutambahan II yang tidak mengirimkan 1 sheet mingguan dikarenakan petugas tersebut kemungkinan
masih kebingungan dalam mengirimkan sheet mingguan tersebut serta umur responden yang sudah mencapai 55 tahun. Monitoring dari petugas surveilans Kota Denpasar kemungkinan belum dilakukan secara maksimal dalam implementasi register elektronik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kristiani (2016) menunjukkan hasil observasi terhadap rekap laporan EWARS di Kabupaten Boyolali sebesar 81% samapai minggu 35. Pada segi target sudah memenuhi, namun dari segi kelengkapan laporan mingguan mengalami penurunan, hal tersebut karena tidak adanya follow up dari petugas surveilans kabupaten kepada petugas surveilans puskesmas.
Pada variabel umur, responden di Kota Denpasar maupun di Kabupaten Buleleng sebagian besar berumur (≥45 tahun), yaitu sebanyak 7 orang (63.6%) di Kota Denpasar dan 12 orang (60.0%) di Kabupaten Buleleng. Pada penelitian Anggraini di Trenggalek pada tahun (2017) menunjukkan bahwa umur responden akan mempengaruhi produktivitas kerja. Responden yang memiliki umur >46 tahun akan memiliki kencenderungan penurunan produktifitas kerja.
Pada analisis variabel pendidikan didapatkan hasil, petugas surveilans di Kota Denpasar sebagian besar lulusan non perguruan tinggi sebanyak 7 orang (63.6%). Petugas yang tergolong lulusan non perguruan tinggi merupakan lulusan SPK (sekolah keperawatan) yang setara dengan SMA. Petugas surveilans di Kabupaten Buleleng sebagian besar lulusan perguruan tinggi sebanyak 18 orang (90.0%) dan hanya 2 orang yang lulusan non perguruan tinggi. Petugas surveilans
di Kabupaten Buleleng yang lulusan perguruan tinggi sebanyak 6 orang lulusan S1 Keperawatan, 1 orang lulusan S1 Ekonomi, dan 11 orang merupakan lulusan diploma. Berdasarkan karakteristik pendidikan dengan petugas yang sudah menggunakan register elektronik di Kota Denpasar, sebagian besar petugas lulusan non perguruan tinggi (75.0%), untuk di Kabupaten Buleleng sebagian besar petugas lulusan perguruan tinggi yang menggunakannya sebesar 100%. Dalam hal tingkat pendidikan, petugas yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan cenderung memiliki wawasan yang cukup luas dalam mengimplementasikan register elektronik SKDR (Anggraini, 2017).
Petugas surveilans puskesmas di Kota Denpasar maupun di Kabupaten Buleleng sebagian besar merupakan petugas lama yang sudah bekerja ≥2 tahun. Petugas lama maupun petugas baru akan berkaitan dengan pengalaman kerja berdasarkan waktu petugas mulai bekerja di bagian surveilans (Wahyuni A, Sidik, & Wahiduddin, 2013). Petugas dengan pengalaman kerja yang lebih lama akan cenderung memiliki wawasan yang lebih luas.
Seluruh petugas surveilans puskesmas di Kota Denpasar maupun di Kabupaten Buleleng yang menjadi responden dalam penelitian ini memiliki tugas rangkap. Rata – rata petugas memiliki lebih dari tiga tugas rangkap. Saat dilakukan wawancara petugas mengaku kekurangan tenaga kesehatan, sehingga kinerja dari petugas masih belum cukup maksimal. Berdasarkan wawancara yang sudah dilakukan oleh petugas, rata – rata
tugas rangkap yang diberikan adalah pelayanan di poli, pemegang program DBD, GHPR, Kesling, PTM, Diare dan ISPA. Hampir seluruh petugas di puskesmas akan memiliki tugas lain selain tugas pokok. Hal ini juga terdapat dalam penelitian (Saleh et al) pada tahun (2015) yang menyebutkan bahwa puskesmas kekurangan SDM dikarenakan keterbatasan pada dana APBD Kabupaten.
Dalam pelaksanaan kegiatan sur-veilans di Puskesmas sangat diperlukan sarana yang memadai dalam menunjang implementasi register elektronik SKDR. Sarana dalam implementasi register elektronik SKDR dikatakan lengkap jika terdapat laptop/komputer dan sambungan internet sebagai penunjang kegiatan sur-veilans. Komputer/laptop digunakan untuk melakukan pencatatan pada register elektronik SKDR. Sambungan internet digunakan untuk melakukan pelaporan dengan mengirimkan sheet mingguan melalui WA. Sarana yang terdapat pada puskesmas di Kota Denpasar sudah sangat lengkap mencapai 100%. Sarana yang terdapat pada puskesmas di Kabupaten Buleleng sebagaian besar sudah lengkap mencapai 90%, akan tetapi masih ada dua responden yang mengaku di puskesmas tempatnya bekerja tidak memiliki sambungan internet. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas surveilans, Puskesmas Busung Biu II dan puskemas Seririt III masih memiliki terkendala pada sambungan internet. Pada penelitian Rino (2015) menyebutkan bahwa diperlukan sarana pendukung untuk meningkatkan produktivitas karyawan berupa fasilitas kerja.
Kota Denpasar sebesar 54.6% yang sudah mengimplementasikan register elektronik SKDR. Hal tersebut dilihat dari seberapa besar petugas surveilans puskesmas yang sudah melakukan pencatatan dan analisis data. Dalam hal pelaporan dengan mengirimkan 1 sheet mingguan ke petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota menggunakan WhatsApp, petugas survei-lans puskesmas sama sekali tidak melakukannya. Petugas surveilans di Kota Denpasar juga belum semuanya melakukan keenam komponen dari implementasi register elektronik. Salah satu penyebab masih rendahnya implementasi register elektronik SKDR di Kota Denpasar kemungkinan karena kurangnya pengawasan dari petugas survei-lans di Dinas Kesehatan Kota Denpasar serta kemauan petugas dalam menggunakan register masih cukup rendah. Mengingat sosialisasi penggunaan register elektronik SKDR baru dilakukan satu kali, sehingga kemungkinan masih ada petugas yang belum mengerti bagaimana cara mengaplikasikannya.
Implementasi register elektronik SKDR di Kabupaten Buleleng sudah sangat baik sebesar 100%, hal tersebut dilihat dari seberapa besar petugas surveilans puskesmas yang sudah melakukan pencatatan dan analisis data. Puskesmas Ku-butambahan II belum melakukan pelaporan dengan mengirim 1 sheet mingguan menggunakan aplikasi WhatsApp. Petugas Puskesmas Kubutam-bahan II mengaku tidak mengerti bagaimana cara mengirimkan 1 sheet mingguan, beliau hanya mengirim foto dari register yang sudah diinput ke petugas surveilans kabupaten. Pada imple-
mentasi register elektronik SKDR di Kabupaten Buleleng, peran petugas sur-veilans kabupaten sangat penting dalam memberikan follow up penggunaan register kepada petugas surveilans.
Register elektronik SKDR yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Bali merupakan bagian dari uji coba sistem pencatatan laporan mingguan. Walaupun masih dalam tahap uji coba, sistem itu sudah mendapatkan respon yang cukup baik dari petugas surveilans puskesmas. Pada tahap uji coba, sistem tersebut akan dapat terus digunakan atau tidak tergantung dari manfaat yang didapatkan oleh petugas. Implementasi yang efektif dapat dilakukan melalui pendekatan internal dan eksternal yang menjadi tantangan krusial (Baroto, Arvand, & Sh. Ahmad, 2014). Pengawasan sangat penting dilakukan oleh pemimpin dari suatu instansi demi tercapainya tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya. Pengawasan yang dimaksud adalah melihat kelemahan dari program tersebut sehingga dapat dilakukan perbaikan (Ti-dore, 2013). Pengawasan akan mengacu pada rutinitas yang berkelanjutan dari pelaksanaan kegiatan yang sudah direncanakan sebelumnya, sehingga perbaikan dapat terus dilakukan baik dari segi indicator yang ditargetkan, ketepatan waktu serta kelengkapan pelaporan (WHO, 2006).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Kota Denpasar sudah mengimplementasikan register elektronik SKDR sebesar 54.6%. Petugas surveilans di Kota Denpasar yang sudah menggunakan dan mengerti dengan fungsi dari menu regis-
ter elektronik SKDR sebesar 63.6% Petugas surveilans yang sudah melakukan pencatatan mingguan ke register elektronik SKDR sebesar 54.6%. Analisis data sederhana per penyakit per waktu sudah dilakukan oleh petugas sebesar 63.6%. Data yang dihasilkan dari register elektronik SKDR sebesar 63.6%. Dalam hal melakukan pelaporan dengan mengirim 1 sheet mingguan pada register elektronik SKDR menggunakan aplikasi WhatsApp. Petugas surveilans di Kota Denpasar sama sekali tidak ada yang mengirim 1 sheet mingguan ke petugas surveilans Dinas Kesehatan Kota Denpasar.
Puskesmas di Kabupaten Buleleng sudah seluruhnya mengimplementasikan register elektronik SKDR sebesar 100%. Petugas surveilans di Kabupaten Buleleng yang sudah menggunakan dan mengerti dengan fusngsi dari menu register elektronik SKDR sebesar 100%. Petugas surveilans yang sudah melakukan pencatatan mingguan menggunakan register elektronik SKDR sudah mencapai 100%. Analisis data sederhana per penyakit per waktu sebagian besar sudah dilakukan oleh petugas sebesar 60.0%. Data yang dihasilkan dari register elektronik SKDR sudah lengkap sebesar 100%. Petugas yang sudah melakukan pelaporan dengan mengirim 1 sheet mingguan register elektronik SKDR ke petugas surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten Buleleng sebesar 95.0%.
Saran
Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan acuan atau data dasar Dinas Kesehatan Provinsi Bali dalam hal perencanaan ataupun evaluasi penggunaan register elektronik SKDR. Pelaksanaan
implementasi register elektronik di Kota Denpasar masih kurang baik, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai factor penyebab yang mempengaruhi petugas surveilans dalam melakukan pencatatan mingguan dan pelaporan dengan mengirimkan 1 sheet mingguan.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, M. P. (2017). Gambaran Kinerja Early Warning Alert Respone System (Ewars) Puskesmas di Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek Tahun 2016. Jurnal Berkala Epidemiologi, Volume 5 Nomor 3, September 2017, , hlm. 286297.
Baroto, M. B., Arvand, N., & Sh. Ahmad, F. (2014). Effective Strategy Implementation. Journal of Advanced Management Science Vol. 2, No. 1, March 2014, 50 - 51.
CDC. (2016). Early Warning Alert and Response Network Put the Brakes on Deadly Diseases. Retrieved from
Global Health Protection and
Security: https://www.cdc.gov/globalhealth/ healthprotection/fieldupdates/fall-2016/ewarn.html
Dinkes Prov Bali. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Bali 2017.
Dinkes Prov Bali. (2019). Analisis Data SKDR Tahun 2018.
ecdc. (2008). Surveillance of Communicable Diseases In The European Union A long-term strategy | 2008–
2013. ecdc.europa.eu.
Karo, B., Haskew, C., Khan, A., Polonsky, J., Mazhar, M., & Buddha, N.
(2018). World Health Organization Early Warning, Alert and Response System in the Rongya Crisis, Bangladesh, 2017 - 2018. Emerging Infectious Diseases • www.cdc.gov/eid •Vol. 24, No. 11, November 2018, 2074.
Kemenkes RI. (2012). Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon.
Kristiani, S. M., Kussnanto, H., & Proban-dan, A. (2016). Pengelolaan Informasi Early Warning Alert and Response System di Kabupaten Boyolali. Journal of Information System for Public Health, Vol. 1, No. 1, 60 -62.
Monarchah, S. (2006). Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai Pendukung Kewaspadaan Dini Luar Biasa (KLB) Penyakit di Dinas Kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro.
Rino, S. (2015). Pengaruh Kemampuan dan Fasilitas Kerja Terhadap Produktifitas Kerja Karyawan Ba-
gian Produksi Pada PT. Marita Makmur Jaya Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis. Jom Fekon, Vol. 2, No. 2, 2.
RKI. (2018). Diabetes Surveillance in Germany. Journal of Health Monitoring, pp. 3-4.
Tidore, S. (2013). Peranan Kepala Dinas Kesehatan Dalam Pengawasan Program JAMKESMAS di
Kabupaten Halmaera Utara. Journal Volume II. No. 4. Tahun 2013, 02.
Wahyuni A, S. R., Sidik, D., &
Wahiduddin. (2013). Gambaran Pelaksanaan Program Early
Warning Alert And Respon System (Ewars) di Puskesmas Kabupaten Gowa Tahun 2012.
WHO. (2006). Communicable Disease Surveillance and Response Systems. WHO/CDS/EPR/LYO/2006.2, 13-15.
WHO. (2017). Early Warning, Alert and Response System Technical
Consultation. Retrieved from
Humanitarian Health Action:
https://www.who.int/hac/events/E WARS-technical-consultation2017/en/
40
Discussion and feedback