HIPERTENSI PADA PEKERJA TERPAPAR BISING DI PT INDONESIA POWER UBP BALI 2015
on
Arc. Com. Health • juni 2019
ISSN: 2527-3620
Vol. 6 No. 1 : 40 - 46
HIPERTENSI PADA PEKERJA TERPAPAR BISING DI PT INDONESIA POWER UBP BALI 2015
Putu Ardiya Suginama*, I Made Kerta Duana
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
*Email: ardiyasuginama@yahoo.com
ABSTRAK
Hipertensi adalah salah satu gangguan kesehatan yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah paparan bising. Tenaga kerja di unit pembangkit listrik merupakan salah satu profesi yang berisiko mengalami hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan karakteristik (umur, pendidikan dan masa kerja), kepatuhan penggunaan APT, jarak paparan dan paparan bising. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Teknik pengambilan sampel menggunakan simpel random sampling, dengan jumlah sampel sebanyak 79 tenaga kerja di PT Indonesia Power UBP Bali. Alat yang digunakan tediri dari kuisioner, sphygmomanometer, dan sound level meter. Analisis data dilakukan secara deskriftif dengan menggunakan tabel distribusi yang disertai dengan penjelasan pada tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada kelompok umur ≥40 tahun (47,2%), responden dengan pendidikan tinggi (44,4%), masa kerja ≥5 tahun (51,9%), responden yang tidak patuh dalam menggunakan alat pelindung telinga (83,3%), responden yang bekerja pada radius I dan II (43,6%), dan pada paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB(A) (45,8%). Kejadian hipertensi lebih tinggi secara bermakna pada kelompok umur ≥40 tahun (p=0,028), masa kerja ≥5 tahun (p=0.004), responden yang tidak patuh dalam penggunaan alat pelindung telinga (p=0,000) %), responden yang bekerja pada radius I dan II (p=0.008), dan pada paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB(A) (p=0,000). Sedangkan tingkat pendidikan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kejadian hipertensi (p=0,082). Perusahaan harus lebih meningkatkan pengendalian kebisingan baik pada sumber kebisingan (sillincer atau barrier), maupun pada penerima (penggunaan APT, meminimalisir faktor risiko hipertensi lainnya)
Kata kunci: Hipertensi, Paparan Bising, Pembangkit Listrik
ABSTRACT
Hypertension is one of the health problems caused by various factors, one of which is noise exposure. Labor in power generation units is a profession that is at risk of experiencing hypertension. The purpose of this study was to determine the description of the incidence of hypertension based on characteristics (age, education and years of service), compliance with the use of APT, exposure distance and noise exposure. The research design used was cross sectional study. The sampling technique uses simple random sampling, with a total sample of 79 workers at PT Indonesia Power UBP Bali. The tools used consist of questionnaires, sphygmomanometers, and sound level meters. Data analysis was carried out descriptive using a distribution table accompanied by an explanation in the table. The results showed that the incidence of hypertension was more often found in the age group ≥40 years (47.2%), respondents with higher education (44.4%), tenure of ≥5 years (51.9%), respondents who were not compliant in using ear protection (83.3%), respondents who worked at radius I and II (43.6%), and at noise exposure more than or equal to 85 dB (A) (45.8%). The incidence of hypertension was significantly higher in the age group ≥40 years (p = 0.028), work period ≥5 years (p = 0.004), respondents who were not compliant in the use of ear protection equipment (p = 0,000)%), respondents who worked at radius I and II (p = 0.008), and at noise exposure more than or equal to 85 dB (A) (p = 0,000). While the level of education did not show a significant difference in the incidence of hypertension (p = 0.082). Companies must further improve noise control both at the source of noise (sillincer or barrier), and at the recipient (use of APT, minimizing other risk factors for hypertension).
Keywords: Hypertension, Noise Exposure, Power Plants
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang angka kejadiannya semakin tinggi khususnya pada umur produktif. Menurut data
Depkes RI (2007), menunjukkan terdapat peningkatan kejadian hipertensi pada kelompok umur 15-64 tahun. Pada tahun 2000 prevalensi kejadian hipertensi pada kelompok ini sebesar 21% pada tahun 2001
meningkat menjadi 26,4% dan pada tahun 2004 sebesar 27,5%. Data tersebut diperkirakan meningkat lagi menjadi 37% pada tahun 2015 dan menjadi 42% pada tahun 2025. Apabila tidak dicegah, hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada penurunan derajat kesehatan dan kesejahteraan masyarakat karena pada kelompok umur ini merupakan kelompok umur produktif yang sebagian besar merupakan pekerja.
Peningkatan derajat hipertensi pada kelompok umur produktif yang pada umumnya adalah sebagai pekerja disebabkan oleh beberapa faktor risiko lingkungan fisik seperti kebisingan Hartanto (2011). Kebisingan menjadi salah satu faktor utama timbulnya masalah kesehatan di lingkungan kerja seiring berkembangnya industri yang menggunakan perlatan yang menghasilkan polusi bising yang tinggi (Hermawati, 2006).
Budiman (2007) menyatakan bahwa kebisingan meningkatkan sensitivitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskuler dalam bentuk peningkatan denyut jantung dan tekanan darah sehingga dapat menyebakan terjadinya hipertensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012) pada tenaga kerja pembuat gamelan di daerah Bekanong Sukaharjo didapatkan hasil bahwa dari 30 responden 10 diantaranya mengalami hipertensi. Dimana 8 responden bekerja pada paparan bisisng >85 dB dan 2 lainnya bekerja pada paparan <85dB. Penelitian serupa oleh Huldani (2012) terhadap tenaga kerja yang bekerja pada bagian pemeliharan dan operator di PT PLN Sektor Barito
menemukan dari 30 sampel terdapat 16 orang yang mengalami hipertensi. Dari 16 orang tersebut, 12 diantaranya terpapar bising >85 dB dan 4 lainnya terpapar bising <85 dB. Dari penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa kejadian hipertensi dapat diakibatkan oleh paparan bising di tempat kerja.
PT Indonesia Power UBP Bali yang bergerak dalam bidang pembangkitan lisrik di Bali merupakan salah satu perusahaan dengan lingkungan kerja yang bising. Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan di PT Indonesia Power UBP Bali yang dilakukan oleh Balai Hiperkes dan Keselamatan Kerja Kota Denpasar tahun 2013 dengan alat sound level meter, intensitas kebisingan terukur sebesar 50,47-101,67 dB. Mengacu pada Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang diperbolehkan untuk kawasan industri berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/Men/1999, sebesar 85dB (A).
Berdasarkan pengukuran awal tekanan darah pada pekerja yang mengalami masalah pendengaran (8 orang) ditemukan 3 (tiga) diantaranya mengalami peningkatan hepertensi drajat I, 2 (dua) diantaranya mengalami prahipertensi dan sisanya dengan tekanan darah normal. Data ini menunjukkan adanya masalah akibat kebisingan yang tinggi yang berujung pada peningkatan risiko hipertensi.
TUJUAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan karakteristik (umur, pendidikan dan masa kerja), kepatuhan penggunaan APT, jarak paparan dan paparan bising.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan crossectional. Penelitian dilakukan di PT Indonesia Power UBP Bali pada Bulan Desember 2014-Bulan Januari 2015. Sampel merupakan tenaga kerja tetap di PT Indonesia Power UBP Bali berjumlah 79 responden. Metode pengumpulan data melalui wawancara langsung
menggunakan kuesioner, pengukuran
tekanan darah dengan sphygnonanometer dan pengukuran tingkat kebisingan dengan sound level meter. Analisis data dilakukan dengan tabulasi silang dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. HASIL
Tabel 1 |
Kejadian Indonesia |
Hipertensi Power UBP |
di PT ali |
Kejadian Hipertensi | |||
Variabel |
Tidak Hiperten |
Hiperten si |
Total |
si | |||
Umur (p: 0,028) | |||
<40 Tahun |
30 (69,8%) |
13 (30,2%) |
43 (100 %) |
≥40 Tahun |
19 (52,8%) |
17 (47,2%) |
36 (100 %) |
Tingkat Pendidikan (p: 0,082) | |||
Pendidik an tinggi |
30 (55,6%) |
24 (44,4%) |
54 (100 %) |
Pendidik an menenga h |
19 (75,0%) |
6 (24,0%) |
25 (100 %) |
Masa Kerja (p : 0,004) | |||
<5 Tahun |
23 |
2 (8,0%) |
25 |
(92,0%) |
(100 %) | |
≥5 Tahun |
54 | |
26 |
28 |
(100 |
(48,1%) |
(51,9%) |
%) |
Penggunaan APT (p: 0,000) | ||
Patuh 46 |
15 |
61 |
(75,4%) |
(24,6%) |
(100% |
Tidak 3 (16,7%) |
15 |
18 |
Patuh |
(83,3%) |
(100% |
Jarak paparan bising (p: 0,008) | ||
Radius I & 31 |
24 |
55 |
II (56,4%) |
(43,6%) |
(100% |
18 |
24 | |
Radius III |
6 (25,0%) | |
(75,0%) Paparan bising (p: 0,000) |
(100% | |
<85 dB(A) 23 |
8 (25,8%) |
31 |
(74,2%) |
(100% | |
≥85 dB(A) 26 |
22 |
48 |
(54,2%) |
(45,8%) |
(100% |
Kejadian hipertensi lebih tinggi secara bermakna pada kelompok umur ≥40 tahun (p=0,028), masa kerja ≥5 tahun (p=0,004). Sedangkan tingkat pendidikan tidak menunjukkan perbedaan secara bermakna secara statistik terhadap kejadian hipertensi (p=0,082). Kejadian hipertensi lebih tinggi secara bermakna pada responden yang tidak tidak patuh dalam penggunaan alat pelindung telinga (p=0,000), pada responden yang bekerja pada radius I & II (p=0,008), dan pada responden dengan paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB(A) (p=0,000). DISKUSI
Sebagian besar kejadian hipertensi di PT Indonesia Power UBP Bali terjadi pada kelompok umur lebih dari atau sama dengan 40 tahun dengan frekuensi sebesar
17 responden atau sebesar 47,2 persen. Adanya perbedaan yang bermakna yang ditunjukkan dengan nilai p value 0,028 membuktikan bahwa hasil tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebgai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik (Kemenkes RI, 2013)
Pendidikan memberikan pengaruh terhadap tingkat pengetahuan dan persepsi pegawai terhadap risiko di lingkungan kerja yang dalam penelitian ini adalah kejadian hipertensi. Notoadmodjo (2003) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan seseorang sangat besar pengaruhnya terhadap pengetahuan seseorang. Pada penelitian ini pendidikan digolongkan menjadi dua yaitu berpendidikan menengah (SMK/SMA) dan berpendidikan tinggi (Sarjana). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa dari 79 responden sebagian besar berpendidikan tinggi yaitu sebanyak 54 orang atau sebesar 68,4%. Dari 54 responden yang berpendidikan tinggi sebanyak 24 responden atau sebesar 44,4 persen mengalami hipertensi sedangkan dari 19 responden yang berpendidikan menengah terdapat 6 responden atau sebesar 24,0 persen yang mengalami hipertensi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kejadian hipertensi dengan tingkat pendidikan di PT Indonesia Power UBP Bali. Hasil penelitian ini juga tidak sejalan dengan Riskesdas (2007) yang menyatakan bahwa penyakit hipertensi cenderung tinggi pada
pendidikan rendah dan menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan. Tingkat pendidikan dalam penelitian ini lebih mencerminkan terhadap tingkat pengetahuan karyawan menyangkut bidang pekerjaan dalam kesehariannya. Sehingga kejadian hipertensi yang lebih dominan pada katagori pendidikan tinggi kemungkinan disebabkan karena kurangnya informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas khususnya mengenai dampak bising terhadap kejadian hipertensi.
Masa kerja adalah rentang waktu pekerja dalam menjalani pekerjaannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada kelompok dengan masa kerja lebih dari atau sama dengan 5 tahun serta terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai p value 0,004. Hal ini sejalan dengan pendapat Risky (2013) yang menyatakan bahwa masa kerja merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan non auditory (peningkatan tekanan darah). Semakin lama masa kerja seseorang di dalam lingkungan kebisingan yang di atas nilai ambang batas, maka akan semakin berbahaya pula bagi kesehatannya.
Tingkat kepatuhan dalam menggunakan alat pelindung telinga (APT) diukur menggunakan kuisioner tanpa melakukan observasi, sehingga data yang didapatkan tergantung dari kejujuran masing-masing responden. Observasi tidak dilakukan karena waktu penelitian yang tidak memungkinkan. Berdasarkan hasil kuisioner, dari 79 responden sebanyak 61 orang (77,2 %) mengatakan patuh dalam memakai alat pelindung telinga sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan perusahaan, yaitu wajib menggunakan APT ear plug atau ear muff bagi karyawan yang bekerja pada area kebisingan tinggi.
Hidayat (2005) menyatakan bahwa fungsi earplug akan lebih optimal apabila alat tersebut dibuat sesuai dengan ukuran saluran telinga pengguna. Pemakaian earplug yang tidak sesuai dengan ukuran telinga pengguna dapat menyebabkan alat tidak berfungsi dengan baik serta kurang nyaman saat digunakan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pihak perusahaan perlu memperhatikan jenis alat pelindung telinga yang digunakan serta ukuran alat tersebut untuk dapat mengurangi efek negatif paparan bising. Mengingat pada tenaga kerja yang sudah menggunakan APT juga ditemukan adanya kejadian hipertensi. Dimana dari 61 responden yang patuh dalam pemakaian alat pelindung telinga terdapat 15 responden atau sebesar 24,6 persen yang mengalami hipertensi sedangkan yang tidak hipertensi sebanyak 46 responden atau sebesar 75,4 persen. Dari 18 responden yang tidak patuh dalam pemakaian alat pelindung telinga terdapat 15 responden atau sebesar 83,3 persen yang mengalami hipertensi sedangkan yang tidak hipertensi sebanyak 3 responden atau sebesar 16,7%.
Jarak paparan responden terhadap pusat bising dikelompokkan kedalam3 radius. Radius I merupakan area kerja operator dan pemeliharaan dengan radius 0-50 meter yang diukur dari pusat kebisingan (Mesin PLTD/PLTG). Radius II merupakan area kerja pemeliharaan dengan radius 50-100 meter dari pusat kebisingan dan Radius III merupakan area
kerja administrasi dan security dengan radius lebih dari 100 meter dari pusat kebisingan. Pengelompokkan ini dilakukan untuk memudahkan penulis dalam menentukan jarak pekerja dari pusat kebisingan serta memudahkan dalam pengukuran intensitas kebisingan, mengingat aktifitas pekerja yang tidak berada hanya pada satu titik saja namun berpindah-pindah.
Dari 24 responden yang bekerja apada radius III sebanyak 6 responden atau sebesar 25,0 persen yang mengalami hipertensi sedangkan 18 responden atau sebesar 75,0 persen tidak mengalami hipertensi. Dari 55 responden yang bekerja pada radius I dan II sebanyak 24 responden atau sebesar 43,6 persen yang mengalami hipertensi sedangkan yang tidak hipertensi sebanyak 31 responden atau sebesar 56,4 persen.. Jarak paparan menunjukkan perbedaaan yang bermakna secara statistik terhadap kejadian hipertensi dengan nilai p value 0,008.
Paparan bising di PT Indonesia Power UBP Bali timbul dari pengoperasian mesin pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG). Dari 79 responden sebanyak 31 responden bekerja pada paparan bising kurang dari 85 dB(A) sedangkan yang bekerja pada paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB(A) sebanyak 48 responden. Dari 31 responden yang bekerja pada paparan kurang dari 85 dB(A), sebanyak 8 responden atau sebesar 25,8 persen yang mengalami hipertensi sedangkan yang tidak hipertensi sebanyak 23 responden atau sebesar 74,2 persen. Dari 48 responden yang bekerja pada paparan bising lebih dari atau sama
dengan 85 dB(A), sebanyak 22 responden atau sebesar 45,8 persen yang mengalami hipertensi sedangkan sebanyak 26 responden atau sebesar 54,2 persen yang tidak hipertensi. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak terjadi pada paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB(A).
Kejadian hipertensi karena paparan kebisingan terjadi melalui mekanisme hormonal. Kebisingan direspon oleh otak yang merasakan pengalaman ini sebagai ancaman atau stres yang kemudian berhubungan dengan pengeluaran hormon stres seperti epinepfrin, norepinefrin dan kortisol (Hastuty, 2004).
Dengan prosedur inklusi ekslusi yang dilakukan peneliti yaitu mengeklusi responden yang memiliki IMT tidak normal, dan adannya riwawat hipertensi atau gangguan pendengaran sebelum bekerja di PT Indonesia Power UBP Bali menunjukkan faktor kebisingan yang mungkin sebagai faktor peyebab atau berhubungan dengan kejadian hipertensi pada responden yang terpapar bising di PT Indonesia Power UBP Bali.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas, kejadian hipertensi lebih banyak ditemukan pada kelompok umur ≥40 tahun (51,9%), responden dengan pendidikan tinggi (44,4%) dan masa kerja ≥5 tahun (75,0%). Kejadian hipertensi lebih tinggi secara bermakna pada kelompok umur ≥40 tahun (p=0,028) dan masa kerja ≥5 tahun (p=0.004). Sedangkan tingkat pendidikan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kejadian hipertensi (p=0,082). Kejadian hipertensi
paling banyak ditemukan pada responden yang tidak patuh dalam menggunakan alat pelindung telinga (83,3%), responden yang bekerja pada radius I & II (43,6%), dan pada paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB(A) (45,8%). Kejadian hipertensi lebih tinggi secara bermakna pada responden yang tidak patuh dalam penggunaan alat pelindung telinga (p=0,000) %), responden yang bekerja pada radius I & II (p=0.008), dan pada paparan bising lebih dari atau sama dengan 85 dB (A) (p=0,000)
SARAN
Dari hasil penelitian ini peneliti menyarankan enambah peredam suara (silincer), isolasi dan dinding pembatas (barier), untuk mengurangi paparan bising khususnya pada radius I dan Radius II. Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan APT dan mengkombinasikan penggunaan earplug dan earmuff secara bersamaan untuk mengurangi paparan bising yang diterima tenaga kerja. Tindakan preventif dengan melakukan penyuluhan mengenai bahaya kebisingan di tempat kerja khususnya terhadap kejadian hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Riset Kesehatan Dasar. 2007. Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia
Budiman, Candra. 2007. Pengantar kesehatan Lingkungan. Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta:
kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Dewi, Rusmiara Lita. 2012. Pengaruh Kebisingan Terhadap Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) Pada Tenaga Kerjaa Pembuat Gamelan Daerah bekanong Sukoharjo. Fakultas Kedokteran Sebelas Maret.
Surakarta
Hartanto, Dinar. 2011. Hubungan Kebisingan dengan Tekanan Darah pada Karyawan Unit Kompresor PT. Indo Acidatama. TBK. Kemiri, Kebakkramat, Fakultas Kedotteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta 2011.
Hastuti, Eny. 2004. Pengaruh Bisisng
terhadap Kenaikan Tekanan Darah
Pada Pekerja Di Bandara Ahmad Yani Semarang
Hermawati, E. 2006. Perbedaan Tekanan Darah Tenaga Kerja pada Intensitas Kebisingan yang Berbeda Di PT Purinusa Eka Persada Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas
Negeri Semarang
Hidayat, Samsul N. 2005. Pengaruh Pemakaian Alat Pelindung Telinga (Earplug) Terhadap Perubahan Tekanan Darah Akinbat Bising. Program Pascasarjana Universitas Dipenogoro Semarang
Huldani. 2012. Kebisingan Mempengaruhi Tekanan Darah Pekerja PT PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti, Banjarmasin”, Vol 39 No 1.
Risky, Ardian. 2013. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Non-Audiotary Akibat Kebisingan pada Musisi rock, Vol. 2. No 1
46
Discussion and feedback